Oleh: KH M Cholil Nafis, PhD, Ketua Panitia Pelakana Milad ke-47 MUI dan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah
Hari ini, Selasa bertepatan dengan 26 Juli 1975 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri atas prakarsa ulama dan umara. Berdirinya MUI tak lepas dari semangat untuk memberikan wahana menjalankan mekanisme yang efektif dan efesien dalam upaya memelihara dan membina kontinuitas partisipasi umat Islam Indonesia terhadap pembangunan.
Selama 47 tahun sejak berdiri, di usia yang tak lagi muda ini MUI telah memberikan kontribusi bagi ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. MUI mengemban tanggung jawab yang tak sederhana. Dinamika politik, sosial, dan keagamaan yang muncul di Tanah Air muncul dengan beragam manath al-hukmi (objek hukum), yang melatarbelakanginya. Hal ini tentu membutuhkan respons cepat dan tepat dari MUI agar respons dan tanggapan yang dikeluarkan menjadi panduan dalam keseharian. Peran himayatul ummah (pengayom umat), tidak sekadar menjadi adagium tanpa aksi nyata. Beragam program yang berorientasi keumatan telah dilakukan MUI bergandengan tangan dengan pemerintah, sebagai mitra strategis (shadiqul hukumah).
Peran dan tanggung jawab ini tentu masih akan terus melekat. Dalam konteks Milad ke-47 ini juga demikian. Tahun politik akan masih menjadi tantangan besar bagi umat, di samping tantangan lainnya seperti ekonomi. Efek polarisasi pada Pemilu 2019 masih terasa sampai sekarang, yaitu perpecahan di antara umat akibat polarisasi yang terjadi. Meskipun begitu, terdapat dua perekat bagi kita yaitu pertama, dalam rangka keagamaan dan keimanan, bisa dirajut untuk membangun kesatuan di antara kita.
Kedua, kebangsaan dan nasionalisme. Caranya adalah dengan mencintai Tanah Air atas dasar iman didahulukan dari cinta kelompok dan golongannya.
Kerangka inilah yang akan kita rajut dalam wadah Majelis Ulama Indonesia, dengan semangat keagamaan yang tinggi jangan sampai melunturkan semangat kebangsaan. Begitu jugga sebaliknya, semangat nasionalisme jangan sampai melunturkan semangat keagamaan kita. Sebuah kekuatan yang berpilar pada keagamaan dan nasionalisme. Yakni Ketuhanan yang Maha-Esa yang bertujuan membangun bangsa demi menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kekuatan untuk membangun bangsa yang tidak dapat dipisahkan.
Selanjutnya, kerangka ini akan kita bingkai dalam merajut kebangsaan dan kesatuan sehingga menjadi kekuatan dalam bingkai kebhinekaan. Jadi, pluralitas yang berada di tengah-tengah kita, menciptakan sebuah keindahan bagai pelangi. Tak hanya itu, ia juga menjelma menjadi sebuah power yang saling menguatkan dan saling merasakan untuk membangun bangsa di masa yang akan datang.
Karenanya Milad kali ini menjadi momentum bagaimana umat Islam bersatu dalam tenda besar Majelis Ulama Indonesia guna mengayomi, menjaga, membimbing, sekaligus memberdayakan umat di masa depan. Melalui payung besar inilah kita bersama-sama membangun umat dan bangsa.
Milad ke-47 Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan dapat menyatukan langkah bersama untuk mementingkan dan mendahulukan kemaslahatan masyarakat. Jadi kita sekarang ini menyatukan langkah, mendahulukan kemaslahatan umum daripada kepentingan pribadi dan kelompok.
Inilah relevansi dari tema Milad ke-47 tahun ini yaitu “Merajut Kesatuan dan Kekuatan dalam Bingkai Kebhinekaan.”
Dengan mengangkat tema ini, MUI berharap umat Islam dapat mendahulukan cinta Tanah Air daripada cinta kelompok masing-masing dan menyatukan religiusitas dengan kebangsaan. Jadi satu kata yaitu cinta Tanah Air atas dasar keimanan.
Religiutas keimanan akan menjadi landasan dalam mengartikulasikan kebangsaannya melalui cinta keadilan. Yang menjadi kerangka dengan diangkatnya tema ini adalah sila kelima dari Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesa. Dengan begitu, diharapkan umat Islam dapat berjamaah dalam shalatnya, ekonominya, sosialnya, dan kebangsaannya. Untuk itu, MUI pada Milad kali ini, mengupayakan untuk merajut ukhuwah Islamiyah, wathaniyah, dan insaniyah.
Jadi membangun negara atas dasar iman, nasionalisme, dan kemanusiaan. Karenanya, kita rajut pesaudaraan sesama Muslim (ukhuwah bainal Muslimin), persaudaraan se Tanah Air (ukhuwah bainal muwathinin) dan persaudahaan sesama umat manusia (ukhuwah insaniyah) yang berdasarkan iman islam dan kebangsaan kita.
Dan kedepan gerakan dakwah dan ukhuwah akan bersifat paralel. Kami mengajak umat untuk konsisten menjalankan ajaran Islam dan cinta Canah Air. MUI juga dapat menjadi sarana membangun dan merekatkan ukhuwah. Selamat Milad ke-47. Mari satukan langkah untuk kemaslahatan umat, bangsa, dan negara.
Leave a Reply