Standardisasi ke-16 MUI Fokus untuk Menghadapi Fenomena Berdakwah

JAKARTA–Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar standardisasi dai ke-16 di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2022).

Standardisasi dakwah ke-16 ini yang menjadi fokus pembekalannya adalah untuk mempersiapkan para dai untuk menghadapi fenomena dalam berdakwah.

Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Zubaidi mengatakan, salah satu fenomena dalam berdakwah yang kerap dijumpai adalah konflik penolakan terhadap para dai di beberapa daerah.

“Di antaranya disebabkan oleh ketidakmengertian dai terhadap objek dakwahnya. Yaitu dai yang mendakwahkan hal-hal yang bertentangan dengan keadaan objek dakwahnya,” kata Kiai Zubaidi saat memberikan sambutannya.

Sehingga, kata kiai Zubaidi, masyarakat tertentu merasa khawatir dengan kehadiran dai tersebut.

Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisasi dakwah MUI bertujuan salah satunya untuk meningkatkan kompetensi dai dalam berdakwah. Sehingga para dai ketika berdakwah dapat memperhatikan keadaan objek dakwahnya.

“Standardisasi menekankan agar para dai lebih mengutamakan persatuan dan persaudaraan umat dari pada berdakwah pada hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan,” jelasnya.

Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisai dakwah juga bertujuan untuk menyatukan persepsi para dai dalam berdakwah di lingkungan masyarakat.

Dikatakan oleh Kiai Zubaidi, fenomena penolakan terhadap para dai ini benar-benar terjadi.

“Jadi kita harus mempunyai strategi-strategi dakwah agar bisa diterima di seluruh masyarakat,” sambungnya.

Kiai Zubaidi menerangkan, strategi yang dimiliki oleh para dai sangat diperlukan untuk menjalankan misi yang benar sesuai dengan fiqh maupun amaliyah yang dijalani oleh masyarakat.

Meski begitu, Kiai Zubaidi mengakui, kegiatan standardisasi dakwah ini awalnya menjadi kontroversi.

“Namun kita menjelaskan sedetail mungkin bahwa standardisasi ini bukan untuk membatasi gerak para dai. Malah sebaliknya memperluas kemudahan dai dalam berdakwah,” ujarnya.

Kiai Zubaidi melihat, kondisi di lapangan juga membutuhkan para dai yang memiliki kompetensi yang cukup, baik dari segi kompetensi keagamaan maupun keilmuan dasar dalam islam.

“Mari kita bersama di forum ini, kita mengajak untuk kemajuan masyarakat dengan dakwah yang konstruktif,” sambungnya.

Pada kesempatan kali ini, ungkap Kiai Zubaidi, standardisasi dakwah MUI diikuti oleh sekitar 100 dai. Selama berlangsungnya standardisasi dakwah ini telah diikuti oleh seribu dai.

“Kompetensi dai salah satunya harus bisa minimal membaca Alquran dengan baik dan benar, bisa menulis Alquran dengan baik dan benar, serta memahami dasar-dasar ilmu keislaman dan juga pemahaman kebangsaan,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Angga)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia