All posts by Abdullah A Afifi

Ramadhan (13): Kesalehan Sosial dan Pembentukan Karakter

Bismillahirrahmanirrahim,

Dalam Islam kesalehan sosial mencakup perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh individu dalam berinteraksi satu sama lain yang memberikan nilai tambah (konstruktif), karena akar kata saleh sendiri adalah islah, yang berarti perbaikan atau lebih baik. Sedangkan proses pembentukan karakter mencakup pengembangan sifat dan perilaku yang baik dalam diri individu. Konsep ini saling berkaitan dan berkontribusi dalam menciptakan peradaban yang adil, harmonis, dan damai. Berkontribusi dalam pembentukan karakter sebagai umat pertengahan, ummatan wasatha, umat yang menengahi, umat yang memoderasi kemajuan.

Kesalehan sosial dianggap sebagai bagian penting dari agama seseorang dalam bab Ihsan. Dalam Islam sebagaimana dalam hadits yang menerangkan bagaimana Jibril AS bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam Islam totalitas beragama harus memiliki ketiga aspek ini: diyakini kebenarannya dengan tekad yang kokoh (Iman), dipahami dengan keilmuan yang luas (Islam), dan harus ditunjukkan semua itu dengan perbuatan baik Ihsan.

Seorang Muslim diharapkan untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan merekonstruksi kemajuan dimana pun dia berada, menolong mereka yang membutuhkan dan dan memoderasi untuk senantiasa memberikan dampak positif, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar. Kesalehan sosial merupakan manifestasi dari iman yang kuat dan cinta kepada Allah, serta tanda keimanan yang sempurna.

Proses pembentukan karakter dalam Islam melibatkan pengembangan akhlak mulia dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Proses ini melibatkan pendidikan dan latihan yang berkesinambungan, sehingga individu dapat menginternalisasi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.

Kesalehan sosial dan proses pembentukan karakter tidak hanya berkaitan dengan interaksi antarmanusia, tetapi juga mencakup hubungan dengan semua makhluk, alam dan lingkungan. Islam mengajarkan pentingnya menjaga keharmonisan dan menjaga lingkungan untuk keberlangsungan hidup generasi mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip khalifah fil ardh, yaitu manusia sebagai pengelola dan penjaga bumi.

Kesalehan sosial dan proses pembentukan karakter erat kaitannya dengan konsep taqwa, yaitu kesadaran dan ketakwaan kepada Allah SWT. Taqwa menjadi landasan bagi individu dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan sesama. Seorang Muslim yang bertakwa akan senantiasa menjaga perilaku positif dan memberikan nilai tambah, sebagai upaya mengaktualisasikan Islam dengan baik.

Islam mengajarkan konsep amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (jahat). Dalam konteks kesalehan sosial, hal ini mencakup kepedulian terhadap kemaslahatan umum, serta berani menegakkan kebenaran dan keadilan, meskipun harus menghadapi tantangan dan rintangan.

Dalam proses pembentukan karakter, pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting sebagai sumber etika dan kebaikan. Pendidikan agama membantu individu memahami ajaran Islam secara mendalam, sehingga mereka dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama juga mengajarkan etika dan budi pekerti yang menjadi dasar dalam interaksi sosial.

Salah satu contoh kesalehan sosial dalam Islam adalah konsep ukhuwah, atau persaudaraan di antara umat Muslim. Ukhuwah mengajarkan pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan sesama, saling membantu, dan menghormati perbedaan yang ada. Konsep ini mencerminkan semangat tolong-menolong dan solidaritas yang menjadi inti dari ajaran Islam.

Selain itu, keluarga dan lingkungan sosial juga berperan penting dalam proses pembentukan karakter dan kesalehan sosial. Lingkungan yang kondusif, seperti pesantren, madrasah, masjid, majelis taklim, dan komunitas yang berbasis keagamaan, dapat membantu individu dalam mengembangkan akhlak dan karakter yang baik. Sebaliknya, lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat proses pembentukan karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.

Media massa dan teknologi juga memiliki dampak signifikan terhadap pembentukan karakter dan kesalehan sosial. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam memanfaatkan teknologi dan media massa untuk meneguhkan ajaran agama, serta menjaga diri dari dampak negatif yang bisa merusak nilai-nilai keislaman. Sebagai contoh, kita bisa memilih konten yang positif dan mengedukasi, serta menjaga etika dalam berkomunikasi di media sosial.

Kesimpulannya, kesalehan sosial adalah hasil dari proses pembentukan karakter yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan seorang Muslim. Keduanya saling melengkapi dan memberikan kontribusi dalam penciptaan masyarakat yang harmonis, adil, dan damai. Dalam menjalani kehidupan ini, setiap Muslim harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama, menjalankan ajaran Islam dengan baik, dan berupaya untuk terus mengembangkan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Wallahu’alam



Ramadhan (12): Puasa dan Produktifitas

Bismillahirrahmanirrahim,

Pada dasarnya, puasa adalah suatu proses melatih diri untuk menahan lapar dan haus selama periode tertentu. Selama bulan Ramadhan, umat Muslim di seluruh dunia menjalankan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Proses ini membantu mengajarkan disiplin diri dan konsentrasi, yang merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu manfaat yang sering diabaikan adalah bagaimana puasa dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tentu ini adalah pembahasan yang menarik, bagaimana puasa dan kondisi yang tersedia disaat puasa adalah kondisi ideal dengan segala keterbatasannya justru membuat manusia lebih produktif dan berkualitas dalam bekerja.

Salah satu cara puasa membantu meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan membantu seseorang lebih fokus pada urusan yang penting. Saat berpuasa, kita akan lebih menyadari bahwa waktu adalah sesuatu yang berharga dan tidak boleh disia-siakan. Oleh karena itu, kita akan lebih berusaha untuk menggunakan waktu secara efisien, termasuk dalam pekerjaan.

Aktifitas kerja dan kegiatan manusia pada umumnya adalah dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, ini umum dimana saja dimana pun tempat dibelahan dunia. Puasa mengajarkan kita untuk lebih menghargai dan memanfaatkan waktu dengan baik. Saat berpuasa, umat Muslim akan lebih menyadari bahwa waktu adalah sesuatu yang berharga dan tidak boleh disia-siakan baik disaat bekerja ataupun beraktifitas sehari-hari.

Ketika berpuasa, tubuh akan mengalami perubahan metabolisme yang membuat seseorang lebih hemat energi. Hal ini dapat membantu seseorang lebih fokus dan konsentrasi pada pekerjaannya. Dengan konsentrasi yang lebih baik, produktivitas kerja pun akan meningkat.

Puasa juga dapat mengajarkan kita untuk berbicara dan berdiskusi secara efisien. Ketika berpuasa, energi yang tersedia lebih terbatas sehingga seseorang akan lebih selektif dalam menggunakan energi tersebut. Hal ini menciptakan kebiasaan untuk berbicara dan berdiskusi hanya pada hal-hal yang penting dan relevan dengan pekerjaan, sehingga menghemat waktu dan energi. Puasa juga mengajarkan kita berbicara secukupnya dan tidak menggosip ataupun menyebarkan berita yang tidak benar, sehingga di saat puasa kita bisa mengalami suasana kerja yang kondusif, dimana semua kolega kerja kita juga fokus dengan kualitas pekerjaannya.

Puasa juga membantu meningkatkan ketahanan mental dan emosional. Ketika seseorang berhasil menahan lapar dan haus, mereka akan merasa lebih kuat secara mental dan emosional. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada produktivitas kerja, karena karyawan yang memiliki ketahanan mental dan emosional yang baik cenderung lebih tahan terhadap stres dan bekerja lebih efisien.

Puasa juga membantu kita dalam mengatur waktu istirahat dan tidur. Saat berpuasa, umat Muslim akan lebih menghargai waktu tidur dan istirahat yang cukup, sehingga mereka akan lebih bersemangat dan berenergi saat bekerja. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada produktivitas kerja.

Selama bulan Ramadhan, umat Muslim dianjurkan untuk menjalankan shalat Tarawih. Shalat Tarawih juga menjadi kesempatan untuk merenung dan meresapi hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Quran, yang akan memberikan inspirasi bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bekerja. Kesempatan shalat tarawih adalah waktu yang dapat membantu umat Muslim untuk lebih tenang dan rileks, menyisihkan waktunya untuk beribadah, dan menariknya kondisi ini juga mengharuskan kita untuk siap untuk menghadapi pekerjaan di hari berikutnya.

Puasa juga memberikan kesempatan untuk mengasah kreativitas seseorang. Keterbatasan energi dan waktu saat berpuasa mendorong individu untuk mencari cara-cara baru dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan. Dorongan pahala dalam beribadah, dan kewajiban dalam bekerja menjadikan kita harus berkreasi dan menata semua rencana kegiatan dan jadwal kegiatan. Sehingga seseorang yang tertib puasa dan tertib kerjanya, dia mendapat dua manfaat dalam puasanya. Yakni pahala dari ibadahnya dan imbalan dari kualitas kerjanya. Di waktu puasa, orang yang berpuasa ibarat pejabat sibuk yang harus teratur rencana kegiatannya dari bangun malam, sahur, hingga berbuka dan menghidupkan ibadah malam setelahnya.

Puasa juga membantu meningkatkan kemampuan berempati dan bekerja sama dengan rekan kerja. Ketika berpuasa, seseorang akan merasakan bagaimana rasanya lapar dan haus, sehingga mereka akan lebih mudah untuk memahami perasaan dan kebutuhan orang lain. Hal ini akan membantu menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis, yang tentunya akan meningkatkan produktivitas kerja.

Selama bulan Ramadhan, umat Muslim juga dianjurkan untuk memberi sedekah dan berbuat kebaikan kepada sesama. Kebiasaan ini dapat mengajarkan seseorang untuk lebih peduli dan empati terhadap keperluan dari rekan kerja dan lingkungan sekitar. Semangat kebersamaan dan gotong royong yang tumbuh dari praktik ini akan membantu menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif dan produktif.

Secara keseluruhan, puasa memiliki banyak manfaat yang dapat meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Dari meningkatkan fokus, berbicara dan berdiskusi secara efisien, memanfaatkan waktu dengan baik, hingga mengasah kreativitas dan kemampuan berempati, puasa menjadi peluang bagi umat Muslim untuk mengembangkan diri secara holistik dan mencapai hasil yang lebih baik dalam pekerjaan.

Wallahu’alam



Ramadhan (11): Jalan Sunyi Penyeru Kebaikan

Bismillahirrahmanirrahim,

Para Penyeru Kebaikan merupakan individu-individu yang telah memilih jalan kebaikan dan kebajikan dalam hidup mereka. Mereka adalah orang-orang yang berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai Islami yang luhur, seperti kejujuran, toleransi, keadilan, dan kasih sayang. Melalui perjuangan dan pengorbanan mereka, mereka telah membantu umat manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna.

Rasulullah SAW adalah teladan utama bagi para penyeru kebaikan. Selama hidupnya, beliau telah menyampaikan risalah Allah SWT kepada umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluk agama yang benar. Beliau juga menunjukkan cara hidup yang penuh dengan kasih sayang, keadilan, ketegasan dan keteladanan, sehingga menjadi contoh bagi umat manusia hingga kini.

Selain Rasulullah SAW, para sahabat dan keluarga beliau juga merupakan penyeru kebaikan yang gigih dan penuh dedikasi. Mereka mendukung dakwah Rasulullah dan membantu menyebarkan ajaran Islam hingga ke berbagai penjuru dunia, yang kita saksikan pada hari ini.

“Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya” (Shahih Muslim 71)

Di masa-masa selanjutnya, ulama dan cendekiawan Islam juga turut berperan sebagai penyeru kebaikan. Mereka menggali ilmu pengetahuan dan mengajarkan umat Islam untuk mencintai ilmu serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Para penyeru kebaikan tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan, tetapi dan justru dalam bidang sosial dan kemanusiaan. Mereka menginspirasi dan mengajak umat manusia untuk saling membantu, berbuat kebbaikan, menjaga kelestarian lingkungan, hingga memerangi ketidakadilan dan kemiskinan.

Kegiatan dakwah sebagai penyeru kebaikan juga dapat dilakukan melalui berbagai media dan metode. Selain melalui ceramah dan kajian ilmiah, dakwah juga bisa dilakukan melalui partisipasi karya seni, sastra, dan teknologi. Hal ini semakin memudahkan para penyeru kebaikan untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat, terlepas dari usia, latar belakang, atau kultur mereka.

Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi seperti saat ini, tantangan yang dihadapi oleh para penyeru kebaikan semakin kompleks. Mereka harus mampu bersaing dengan berbagai aliran pemikiran dan gagasan yang bisa menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Oleh karena itu, para penyeru kebaikan perlu terus meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan mereka, agar mampu menyampaikan pesan kebaikan secara efektif dan menarik. Penguasaan teknologi dan media sosial menjadi salah satu kunci penting dalam menyebarkan dakwah di era digital ini.

Selain itu, toleransi dan sikap terbuka terhadap perbedaan juga menjadi nilai penting yang harus ditanamkan oleh para penyeru kebaikan. Mereka harus mampu bergerak secara inklusif, menghargai dan mengakui keberagaman budaya, tradisi, dan pemikiran, serta menjalin dialog yang konstruktif dengan pihak lain. Hal ini akan membantu menciptakan kolaborasi, suasana harmoni dan saling pengertian di tengah-tengah masyarakat.

Para penyeru kebaikan juga harus memiliki kesabaran, keteguhan hati, dan keikhlasan dalam menjalankan misi mereka. Tidak jarang mereka akan menghadapi berbagai hambatan, kritik, atau bahkan ancaman dalam menyampaikan kebaikan. Namun, dengan kekuatan iman dan kepercayaan kepada Allah SWT, mereka akan mampu melalui berbagai rintangan tersebut dan tetap konsisten dalam dakwahnya.

Sebagai umat Islam, kita juga dituntut untuk menjadi penyeru kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajak orang di sekitarnya untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran dan ia mampu merubah dengan tangannya, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu hendaklah dengan lisan, apabila tidak mampu hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman.” (Sunan Ibnu Majah 4003)

Para penyeru kebaikan sering kali menghadapi jalan yang sunyi dan sepi dalam menjalankan misi mereka. Mereka mungkin merasa kesepian dan terisolasi karena banyak orang yang tidak memahami atau bahkan menentang usaha mereka dalam menyebarkan kebaikan. Namun, di tengah kesendirian itu, mereka menemukan kekuatan dalam doa, introspeksi diri, dan ketergantungan kepada Allah SWT.

Ketika menghadapi kesepian dalam berdakwah, para penyeru kebaikan harus mengingat kisah-kisah para nabi dan rasul yang telah melalui jalan yang sama. Nabi Nuh AS, misalnya, mengalami penolakan dan ejekan dari kaumnya selama berabad-abad, tetapi beliau tetap teguh dan sabar dalam menyampaikan risalah kebenaran. Demikian pula Nabi Musa AS yang menghadapi tantangan dan musuh yang begitu besar, namun tetap setia dan tabah dalam menjalankan amanah dari Allah SWT.

Kesendirian yang dirasakan oleh para penyeru kebaikan bisa menjadi kesempatan untuk merenung dan memperbaiki diri. Dalam keheningan, mereka dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, merenungkan hikmah dan makna kehidupan, serta merenungkan tentang cara-cara terbaik untuk menyampaikan kebaikan. Kesunyian ini bisa menjadi sumber inspirasi dan kekuatan spiritual yang membantu mereka untuk terus berjuang dalam menghadapi berbagai rintangan.

Di saat yang sama, para penyeru kebaikan juga perlu menjalin persaudaraan dan kebersamaan dengan sesama penyeru kebaikan. Dalam kebersamaan ini, mereka bisa saling memberi dukungan, motivasi, dan semangat untuk melanjutkan perjuangan. Mereka bisa saling belajar, berdiskusi, dan berkarya bersama, sehingga dakwah yang mereka jalani menjadi lebih efektif dan bermakna.

Kesepian dan kesunyian yang dialami oleh para penyeru kebaikan adalah bagian dari proses perjuangan dan pengorbanan dalam menyampaikan kebenaran. Dengan kesabaran, keteguhan hati, dan kepercayaan kepada Allah SWT, mereka akan mampu melewati jalan yang sunyi dan sepi ini, serta meraih kemenangan dan kebahagiaan abadi. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari perjuangan para penyeru kebaikan dan terus berusaha menjadi penyeru kebaikan dalam kehidupan kita masing-masing.

Akhirnya, menjadi penyeru kebaikan bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan amanah yang mulia dari Allah SWT. Dengan menjalankan misi ini, kita akan meraih keberkahan dan pahala yang tiada henti dari-Nya. Mari kita terus berusaha untuk menjadi penyeru kebaikan dan menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik bagi seluruh umat manusia.

Wallahu’alam



Ramadhan (10): Letih Mencari Ilmu

Bismillahirrahmanirrahim

Ilmu merupakan anugerah Allah SWT yang tak ternilai harganya. Dalam perjalanan hidup, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang membutuhkan kebijaksanaan dan pengetahuan untuk mengatasinya. Para pencari ilmu, sepanjang sejarah, telah berkontribusi besar dalam pengembangan peradaban dan peningkatan kualitas hidup umat manusia.

Ketika membahas para pencari ilmu dalam Islam, kita seharusnya merasa bangga dan bersyukur. Sejak awal kemunculan agama ini, para pencari ilmu telah berperan penting dalam mempelajari ajaran Islam dan meneruskan warisan ilmu pengetahuan. Sebagai umat Muslim, kita harus menghargai betapa pentingnya peranan para pencari ilmu dalam kehidupan kita dan dalam keberlangsungan umat Islam.

Para pencari ilmu merupakan individu-individu yang gigih dalam mengejar dan memahami kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang berupaya menegakkan keadilan, berbuat baik, dan menjauhi larangan Allah SWT. Di antara mereka adalah para ulama, sahabat Nabi, dan para tabi’in yang telah berjasa dalam menjaga dan mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Kita patut mencontoh Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok yang sangat mencintai ilmu pengetahuan dan senantiasa mengajak para sahabatnya untuk menuntut ilmu. Bahkan, dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW mengatakan:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (Sunan Ibnu Majah 220)

Selain itu, para sahabat Nabi juga merupakan pencari ilmu yang tak kalah penting. Mereka merupakan tokoh-tokoh yang terus mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan Islam kepada generasi berikutnya. Seiring berjalannya waktu, para pencari ilmu di dunia Islam terus berkembang, mencakup berbagai disiplin ilmu seperti fiqh, tafsir, hadits, sejarah, hingga astronomi, dan matematika. Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan para pencari ilmu yang mengajarkan kepada umatnya.

Bagaimana Al-Quran bisa dicodex, dikatalogkan, dibukukan jika bukan karena kemampuan dan keuletan para sahabat dalam ilmu. Bagaimana Hadits bisa dilakukan tracing dan verifikasi akan kebenarannya jika tidak berkembang standarisasi untuk melakukan verifikasi terhadap hoax dan berita yang kurang tepat, bahkan proses keilmuan untuk melakukan verifikasi hadits shahih dari banyaknya kompilasi yang sudah dilakukan oleh para ahli hadits sebelumnya masih terus dilakukan hingga kini. Juga jangan lupa bagaimana keilmuan fikih dan ushul fikih berkembang menjadi salah satu pilar metode dalam menghasilkan ijtihad-ijtihad kontemporer, yang semua ini berkembang karena para pencari ilmu yang terus haus melakukan penyempurnaan ataupun perbaikan dari masa ke masa.

Dalam sejarah peradaban manusia dan nabi-nabi yang diutus ke dunia termasuk Islam, para nabi, para sahabat-sahabatnya, orang shalih terdahulu yang berilmu telah menjadi teladan dalam mengejar ilmu. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengembangkan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Semua peradaban hebat yang kita saksikan saat ini tidak terlepas dari risalah para nabi dan ilmu-ilmu yang berkembang pada masanya.

Al-Quran dan Hadits menjadi sumber utama ilmu bagi umat Islam. Keduanya merupakan pedoman hidup yang menuntun kita dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat. Namun, mengejar ilmu tidaklah mudah. Terkadang, kita harus bersusah payah dan berkorban untuk memperolehnya. Seorang pencari ilmu terkadang menghabiskan waktu berhari-hari dalam lembaran-lembaran buku dan kitab, menghabiskan waktu dalam pustaka demi menyerap ilmu. Dalam perjalanan mengejar ilmu, para pencari ilmu sering mengalami kelelahan, kesulitan, dan hambatan.

Para pencari ilmu hendaknya selalu menjaga niat dan motivasi dalam menuntut ilmu. Niat yang tulus dan ikhlas untuk mencari ilmu demi kemaslahatan umat akan memberikan keberkahan dan kemudahan dalam perjuangan menuntut ilmu.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat 11:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ayat ini menunjukkan betapa mulianya posisi para pencari ilmu di sisi Allah SWT.

Selain itu, para pencari ilmu juga harus selalu menjaga akhlak dan budi pekerti yang baik. Ilmu yang dimiliki hendaknya digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, bukan untuk menunjukkan keunggulan, riya atau merugikan orang lain.

Dalam konteks masyarakat, para pencari ilmu memiliki peran yang sangat penting. Mereka menjadi panutan dan sumber inspirasi bagi generasi muda dalam menuntut ilmu pengetahuan. Para pencari ilmu juga menjadi jembatan antara ajaran agama dan kehidupan dunia, sehingga umat Islam dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Kita juga perlu menghargai perjuangan para pencari ilmu yang telah berkontribusi besar dalam mengembangkan peradaban Islam. Jangan lupa untuk selalu mendoakan para ulama, guru, dan orang-orang yang mengajarkan ilmu kepada kita.

Dalam mengejar ilmu, jangan pernah merasa puas dan berhenti. Sebagai umat Islam, kita harus selalu berusaha untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Karena ilmu itu luas, dan setiap pengetahuan yang kita peroleh akan membantu kita dalam memahami dunia dan kehidupan.

Berdoalah agar Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan, hidayah, dan kemudahan dalam perjuangan menuntut ilmu. Ingatlah bahwa Allah SWT adalah sumber segala ilmu, dan hanya dengan petunjuk-Nya kita dapat menemukan jalan yang benar dalam mengejar ilmu pengetahuan.

Akhir kata, semoga kita semua dapat menjadi para pencari ilmu yang gigih, beriman, dan bertaqwa. Semoga ilmu yang kita peroleh dapat menjadi shadaqah jariyah bermanfaat bagi diri kita, keluarga, masyarakat, dan umat Islam secara keseluruhan.

Wallahu’alam.



Ramadhan (9): Konsistensi dan Kontinuitas Beramal

Bismillahirrahmanirahim,

Konsistensi dan kontinuitas dalam beramal merupakan dua elemen penting yang saling melengkapi untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan sebagai seorang Muslim. Konsistensi adalah kemampuan untuk tetap menjalankan ibadah dan amal kebaikan sesuai dengan tuntunan Islam, baik dalam kualitas maupun kuantitas, sepanjang waktu. Kontinuitas, di sisi lain, adalah kemampuan untuk menjalankan amal tersebut secara terus menerus tanpa henti, meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan dan kesulitan.

Konsistensi dalam beramal menciptakan pola kebiasaan yang positif dan menguatkan akhlak seorang Muslim. Kebiasaan ini, seiring waktu, akan menjadi bagian integral dari identitas seorang Muslim dan membantu mereka dalam menjalani kehidupan yang lebih baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Konsistensi juga mencerminkan disiplin dan dedikasi seseorang terhadap tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan tuntunan agama.

Kontinuitas dalam beramal merupakan salah satu faktor kunci dalam mencapai hasil yang berarti di dunia dan akhirat. Tanpa adanya kontinuitas, amal yang dilakukan hanya akan memberikan dampak sementara dan tidak akan menciptakan perubahan yang signifikan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk menjaga kontinuitas dalam beramal, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial.

Konsistensi dan kontinuitas dalam beramal dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan sosial. Ketika seorang Muslim mampu menjalankan amal kebaikan secara konsisten dan kontinu, mereka akan mampu mencapai hasil yang lebih baik dan berkontribusi secara positif pada lingkungan sekitar mereka sesuai dengan ajaran Islam.

Konsistensi dan kontinuitas dalam beramal juga berperan penting dalam pembentukan karakter. Melalui proses pembelajaran dan berlatih, seseorang akan mengembangkan nilai-nilai dan prinsip yang akan membimbing mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang mungkin dijumpai sepanjang kehidupan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.

Untuk mencapai konsistensi dan kontinuitas dalam beramal, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh. Pertama, menetapkan tujuan yang jelas dan realistis sesuai dengan ajaran Islam. Dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai, seseorang akan lebih termotivasi untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas.

Kedua, menciptakan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang positif dan mendukung akan memudahkan seseorang untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas dalam beramal. Hal ini bisa mencakup dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas.

Ketiga, melibatkan diri dalam kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat serta bernilai ibadah. Ketika seorang Muslim menemukan kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, mereka akan lebih termotivasi untuk melakukannya secara konsisten dan kontinu. Hal ini akan membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan dan memperoleh keahlian, yang pada akhirnya akan memperbesar peluang mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan ajaran Islam.

Keempat, menghadapi rintangan dan kesulitan dengan sabar dan tawakkal. Sebagai seorang Muslim, tidak jarang kita akan menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan dalam menjalani amal kebaikan. Namun, dengan sikap sabar, tawakkal kepada Allah, dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan, kita akan mampu mengatasi rintangan tersebut dan melanjutkan amal kebaikan dengan konsistensi dan kontinuitas.

Salah satu contoh konsistensi dan kontinuitas dalam beramal yang sangat penting adalah tentang topik sedekah jariyah. Sedekah jariyah adalah amal kebaikan yang terus mengalir pahalanya kepada pelakunya, meskipun ia telah meninggal dunia. Termasuk amal jariyah yang memiliki pahala yang mengalir walaupun sudah meninggal adalah anak yang shalih (bermanfaat), dan ilmu yang bermanfaat. Dalam konteks ini, kontinuitas berarti menjaga agar amal jariyah tersebut tetap berjalan dan bermanfaat bagi banyak orang sepanjang waktu.

Untuk menjaga kontinuitas dalam sedekah jariyah, seseorang harus memastikan bahwa amal jariyah yang dipilih memiliki dampak yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, penting juga untuk mengawasi dan memastikan bahwa amal jariyah tersebut terus berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan awal. Dalam hal ini, kerjasama dengan lembaga atau organisasi yang terpercaya dapat membantu memastikan keberlangsungan amal jariyah tersebut.

Kemudian selalu berusaha untuk mengembangkan diri dan belajar dari pengalaman. Untuk mencapai konsistensi dan kontinuitas dalam beramal, seseorang harus terus berusaha meningkatkan kualitas amal yang dilakukan dan mengadaptasi diri dengan perubahan lingkungan dan situasi. Dengan begitu, seseorang akan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan kontribusi positif bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Konsistensi dan kontinuitas dalam beramal juga berdampak pada kualitas hubungan kita dengan Allah SWT. Melalui konsistensi dalam menjalankan ibadah dan amal kebaikan, kita akan merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, dan dengan kontinuitas dalam beramal, kita akan semakin mendalamkan hubungan kita dengan-Nya. Dengan demikian, kita akan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

Pentingnya konsistensi dan kontinuitas dalam beramal juga dapat dilihat dari berbagai contoh yang diberikan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka adalah teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ketaatan dan kebaikan. Dengan meneladani akhlak dan amalan mereka, kita akan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik dan berkontribusi secara positif pada lingkungan sekitar kita.

Mengingat pentingnya konsistensi dan kontinuitas dalam beramal, kita harus selalu berusaha untuk mengingatkan diri dan orang lain tentang hal ini. Melakukan muhasabah atau introspeksi diri secara periodik akan membantu kita untuk menilai sejauh mana kita telah konsisten dan kontinu dalam beramal. Hal ini akan memungkinkan kita untuk membuat perbaikan dan perubahan yang diperlukan dalam upaya kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

Konsistensi dan kontinuitas dalam beramal akan membawa berbagai manfaat dalam kehidupan. Selain menciptakan perubahan yang signifikan bagi diri sendiri, beramal secara konsisten dan kontinu juga akan berdampak positif pada orang-orang di sekitar kita. Amal kebaikan yang dilakukan akan menular dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih baik dan harmonis sesuai dengan nilai-nilai Islami.

Kesimpulannya, konsistensi dan kontinuitas dalam beramal merupakan dua aspek penting yang harus diupayakan dalam kehidupan sebagai seorang Muslim. Dengan menjalani kehidupan yang konsisten dan kontinu dalam melaksanakan amal kebaikan, kita akan merasakan perubahan positif dalam diri dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, mari kita terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan menjaga konsistensi dan kontinuitas dalam beramal . Selalu ingat bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan, meskipun sekecil apapun, akan tercatat dan menjadi bagian dari investasi kita di akhirat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak meremehkan amal kecil dan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas amal kebaikan yang kita lakukan.

Dalam menjaga konsistensi dan kontinuitas dalam beramal islami, kita juga harus senantiasa memohon kepada Allah SWT agar diberi petunjuk, kekuatan, dan kemudahan dalam menjalani kehidupan ini. Doa merupakan senjata yang kuat bagi seorang Muslim dan bisa menjadi sumber motivasi yang besar untuk tetap konsisten dan kontinu dalam beramal. Dengan selalu berdoa dan memohon pertolongan-Nya, kita akan merasakan ketenangan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini.

Tidak kalah pentingnya, menjaga keseimbangan dalam kehidupan sangat diperlukan agar kita dapat menjaga konsistensi dan kontinuitas dalam beramal islami. Membagi waktu dengan bijak antara ibadah, keluarga, pekerjaan, kegiatan sosial, dan kegiatan pribadi akan memastikan bahwa kita tidak kehilangan fokus dan tetap termotivasi untuk beramal secara konsisten dan kontinu. Seimbang dalam kehidupan juga berarti menjaga kesehatan, baik jasmani maupun rohani, agar kita mampu menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan kebahagiaan.

Di samping itu, jangan lupa untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Rasa syukur akan membantu kita untuk melihat berbagai kesempatan dan potensi yang ada di sekitar kita, serta menjadi pemicu bagi kita untuk terus beramal dan berbuat kebaikan. Dengan selalu bersyukur, kita akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan, serta memiliki keinginan yang kuat untuk terus konsisten dan kontinu dalam beramal islami.

Akhir kata, konsistensi dan kontinuitas dalam beramal adalah dua aspek yang saling melengkapi dalam upaya kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam. Kedua aspek ini akan membantu kita dalam menciptakan perubahan positif dalam meraih keberkahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.



Ramadhan (8): Jika Hanya Untuk Kenyang

Bismillahirrahmanirahim,

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjalani rutinitas yang sama yang menjadi kebutuhan dasar, salah satunya adalah makan. Wajar jika sebagian besar dari kita secara sadar maupun tidak sadar makan hanya untuk merasa kenyang dan memenuhi kebutuhan fisik, tanpa menyadari bahwa ada makna yang lebih dalam dari proses tersebut.

Makan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan berkembang. Namun, jika kita melihat lebih jauh, makan juga memiliki makna spiritual yang terkait dengan ajaran Islam. Sebagai umat Muslim, kita diajarkan untuk menjalani hidup dengan penuh kesyukuran dan kebersamaan, kebermanfaatan, termasuk saat kita menyantap makanan.

Islam mengajarkan bahwa kita harus bersyukur atas nikmat makanan yang kita terima, karena setiap butir makanan yang kita makan berasal dan rezki dari Allah SWT. Sebagai contoh, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 172:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

Makan hanya untuk merasa kenyang seringkali membuat kita melupakan bahwa kita harus bersyukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita harus selalu mengingat bahwa makan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, melainkan juga untuk mengingat nikmat yang diberikan dan kewajiban yang dipinta oleh Allah SWT kepada kita.

Selain itu, Islam juga mengajarkan kita untuk makan dengan adab dan sopan santun yang baik. Salah satu adab makan dalam Islam adalah memulai makan dengan menyebut nama Allah, yaitu dengan membaca Bismillah. Dengan demikian, kita mengakui bahwa segala nikmat yang kita terima berasal dari-Nya.

Jika kita hanya makan untuk merasa kenyang, kita cenderung melupakan pentingnya menjaga kesehatan tubuh, kita sedikit lalai dengan sesama, dan terlebih lagi kita terlupa dengan tujuan besar kita sebagai manusia memberikan nilai manfaat sebesar-besarnya, ataupun lupa sebagai muslim untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dalam makan, baik dari segi jenis makanan, kuantitas, maupun untuk apa.

Dalam menjalani kehidupan sebagai umat Muslim, kita harus selalu berusaha untuk melihat setiap aspek kehidupan, termasuk makan sebagai bagian dari ibadah dan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, kita akan merasakan keberkahan dan manfaat yang lebih besar dari setiap santapan yang kita nikmati.

Miqdam bin Ma’dikarib berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Manusia tidak memenuhi wadah yang buruk melebihi perut, cukup bagi manusia beberapa suapan (makanan) yang menegakkan tulang punggungnya, bila tidak bisa maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya.” [Jami’ At-Tirmidzi 2302 Hasan Shahih]

Walaupun penting makan untuk merasa kenyang adalah tujuan yang kurang afdhal, tujuan yang kurang memiliki fadhilah, ibarat memiliki motor tapi hanya bertujuan untuk mengisi minyak atau bensin, dengan lapar kita panik kemudian dengan kenyang kita terlupa dengan minyak yang penuh motor ini bisa kita bawa untuk beramal dan melakukan sesuatu kebaikan yang besar.

Ketika kita menyadari bahwa makan bukan hanya untuk merasa kenyang, melainkan juga sebagai sarana untuk menyempurnakan ibadah dan menghargai nikmat Allah SWT, kita akan lebih mampu menjalani kehidupan sebagai umat Muslim yang salih dan bertanggung jawab.

Melalui kesadaran akan makna mendalam dari makan, kita akan lebih menghargai setiap momen bersama keluarga dan teman saat makan bersama. Kita akan belajar untuk saling berbagi, saling mengingatkan, dan saling menguatkan dalam menjalani ajaran Islam. Makan bersama menjadi salah satu cara untuk mempererat silaturahmi dan menguatkan persaudaraan di antara umat Muslim.

Dengan makan secukup bahkan sekedarnya kita harus menjadikannya satu nilai tambah yang besar, mengemas keahlian dan pengalaman yang kita punya menjadi satu kegiatan bernilai tambah besar dan memberikan manfaat kepada dunia dan peradaban masyarakat.

Satu hadits dari pada Sa’id bin ‘Umair al-Ansari: “ditanya kepada Rasulullah SAW, apakah pekerjaan yang paling baik? Jawab Nabi: Amalan seorang lelaki dengan tangannya dan setiap jualan yang baik.” (HR Ahmad 17265)

Dalam hadits ini disampaikan upaya-upaya yang terbaik dan patut kita banggakan adalah apa-apa yang kita perbuat dengan tangan kita sendiri, hasil dari karya kita sendiri. Makanan harus menjadi minyak pemberi modal untuk melakukan karya-karya besar yang potensi kita lakukan. Karena setiap manusia dia berpotensi untuk melakukan kebaikan yang besar jika mampu memahami dan berjalan pada petunjuk yang Allah dan rasul-Nya berikan.

Oleh karena itu, mari kita terus berusaha untuk mengaplikasikan nilai-nilai Islami dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan makan. Dengan begitu, kita akan mampu menjadi umat yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Semoga kita selalu diingatkan akan makna yang lebih dalam dari makan dan merasa kenyang, sehingga setiap kali kita menyantap makanan, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, melainkan juga menjadikannya tenaga untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Semoga kita selalu diberikan petunjuk dan kekuatan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan setiap kegiatan, sebagai bagian dari upaya untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik dan bertaqwa. Dengan demikian, kita akan meraih kebahagiaan dan keberkahan yang lebih besar dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Wallahu’alam.



Ramadhan (7): Tantangan Global Pendidikan Islam

Bismillahirrahmanirahim,

Pendidikan Islam menghadapi berbagai tantangan global yang mempengaruhi perkembangannya secara signifikan. Dalam era globalisasi ini, tuntutan untuk bersaing dalam berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Pendidikan Islam, sebagai salah satu sistem pendidikan yang ada, juga harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dan memastikan penguatan serta peningkatan kualitas pendidikannya untuk tetap kompetitif.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh pendidikan Islam adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang kian berkembang pesat. Kemajuan TIK telah mengubah cara orang berkomunikasi, mengakses informasi, dan belajar. Pendidikan Islam harus mampu mengadopsi dan memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar-mengajar, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif. Salah satu yang sedang diusahakan oleh beberapa institusi pendidikan Islam adalah memberikan akses pendidikan inklusif dengan memanfaatkan TIK, baik dengan cara pembelajaran jarak jauh ataupun daring seperti International Open University (IOU) skala global ataupun seperti Universitas Siber Muhammadiyah dalam skala lokal.

Pendidikan Islam juga harus mampu menghadapi tantangan ekstremisme dan radikalisme yang dapat mengancam pemahaman umat Islam yang moderat dan toleran. Para pendidik dan institusi pendidikan Islam harus menyampaikan ajaran yang sejalan dengan prinsip-prinsip toleransi dan kesatuan, serta mendorong dialog antaragama dan antarbudaya untuk memperkuat kerukunan dan perdamaian dunia. Pendidikan Islam harus bisa meningkatkan mutu ajar yang berkualitas, sehingga dengan ini isu-isu moderat berkemajuan yang konstruktif akan dapat dipahami oleh peserta didik.

Tantangan global lain yang dihadapi oleh pendidikan Islam adalah perubahan iklim dan lingkungan. Pendidikan Islam perlu mengintegrasikan prinsip-prinsip konservasi lingkungan dan keberlanjutan dalam kurikulumnya. Dalam konteks ini, pendidik dan peserta didik perlu diberdayakan untuk menjadi agen perubahan yang positif dalam melindungi lingkungan dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Beberapa kearifan lokal ‘urf dalam melakukan konservasi seperti Ikan larangan, dan juga tidak kalah penting adalah upaya ijtimak kontemporer mengenai lingkungan, untuk langkah awal beberapa lembaga majlis fatwa seperti Muhammadiyah sudah menginiasi Fikih Lingkungan, dan kita harapkan ada hasil yang lebih komprehensif dalam beberapa waktu kedepan.

Kurikulum pendidikan Islam harus disesuaikan dengan kebutuhan global yang terus berubah. Pendidik perlu meninjau dan memperbarui materi pembelajaran untuk memastikan relevansi dan kesesuaian dengan kebutuhan zaman. Selain itu, pendidikan Islam juga harus fokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Tren-tren baru seperti HOTS (high order thinking skills) dan STEAM (science, technology, engineering, art and math) jangan sampai dianggap sebagai pendekatan yang berlebihan ataupun kita skeptis yang tidak relevan dengan Pendidikan Islam.

Pendidikan Islam dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusi bagi semua lapisan masyarakat. Pendidik dan institusi pendidikan harus mengupayakan penyediaan pendidikan yang inklusif, sehingga tidak ada yang terpinggirkan atau tertinggal dalam menerima pendidikan berkualitas. Pendidikan Islam juga harus mampu merangkul keberagaman budaya dan menjembatani perbedaan.

Pendidikan Islam juga harus memperhatikan isu kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dalam pendidikan. Hal ini adalah salah satu nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Islam, disaat peradaban lain tidak mengambil pusing tentang posisi perempuan. Pendidik perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi baik laki-laki maupun perempuan, serta menghapus diskriminasi yang mungkin ada dalam sistem pendidikan. Pendidikan Islam harus memberikan peluang yang sama kepada semua peserta didik, terlepas dari jenis kelamin, untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat. Jangan sampai pula akibat dari resistensi kejumudan dari kita pendidik, justru terjadi persepsi kontraproduktif tentang Islam yang tidak pro dengan pemberdayaan perempuan. Hal ini yang harus kita luruskan.

Pendidikan Islam perlu menghadapi tantangan globalisasi yang mempengaruhi identitas budaya dan nilai-nilai tradisional. Pendidik dan institusi pendidikan Islam harus mencari cara untuk mengintegrasikan nilai-nilai luhur dalam pendidikan, sekaligus mempromosikan nilai-nilai universal yang mendorong kerjasama dan saling pengertian di antara berbagai budaya dan tradisi.

Salah satu tantangan global dalam pendidikan Islam adalah meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia. Pendidik dan tenaga kependidikan perlu diberikan pelatihan dan pengembangan profesional yang memadai, sehingga mereka dapat menghadapi tantangan baru dan memberikan pendidikan yang berkualitas. Selain itu, peningkatan kualitas fasilitas pendidikan dan infrastruktur juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan kondusif.

Pendidikan Islam juga dihadapkan pada tantangan meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan. Institusi pendidikan Islam harus mendorong penelitian dan pengembangan yang relevan, inovatif, dan bermutu, serta meningkatkan kolaborasi antara peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan. Penelitian dan pengembangan yang kuat akan membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan global. Pengembangan literasi adalah tujuan utama dari pendidikan, dan literasi yang baik akan membangun peradaban sosial masyarakat yang juga insyaallah baik.

Pendidikan Islam harus menghadapi tantangan untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan relevan dan bermakna bagi kehidupan peserta didik dan masyarakat. Dalam bahasa sederhana adalah pendidikan harus bermanfaat baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, yang berkaitan dengan urusan dunia dan juga urusan akhirat. Pendidikan Islam harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk berhasil dalam dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung. Untuk mencapai hal ini, pendidik dan institusi pendidikan Islam perlu bekerja sama, berkolaborasi, berinovasi, hingga merevitalisasi dalam menghadapi tantangan global yang ada dalam memajukan pendidikan Islam.

Salah satu upaya untuk merevitalisasi pendidikan adalah dengan menggabungkan teknologi dalam proses belajar-mengajar. Pendidik dan institusi pendidikan Islam harus memanfaatkan teknologi digital dan inovasi pembelajaran, seperti e-learning, pembelajaran berbasis proyek, dan pendekatan blended learning. Penggunaan teknologi ini akan membantu meningkatkan keterlibatan dan motivasi peserta didik, serta mempermudah proses pembelajaran yang lebih efisien dan efektif.

Untuk merevitalisasi pendidikan Islam, pendidik dan institusi pendidikan harus berkomitmen untuk mengembangkan kurikulum yang relevan, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Kurikulum yang dihasilkan harus mencakup pendidikan adab, karakter, nilai-nilai luhur, dan keterampilan abad ke-21 yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global. Hal ini akan memastikan bahwa lulusan pendidikan Islam memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk bersaing dalam dunia yang semakin kompleks.

Penguatan peran orang tua dan masyarakat dalam pendidikan Islam juga merupakan upaya penting dalam merevitalisasi sistem ini. Orang tua dan masyarakat harus diberdayakan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Keterlibatan mereka akan memastikan bahwa pendidikan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan kondusif bagi peserta didik.

Merevitalisasi pendidikan Islam juga memerlukan peningkatan kualitas dan profesionalisme pendidik. Pendidik harus diberikan peluang untuk mengembangkan kompetensi mereka melalui pelatihan, sertifikasi, dan program pengembangan profesional yang berkelanjutan. Pendidik yang berkualitas dan profesional akan mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan lebih efektif, menciptakan lingkungan belajar yang positif, dan menginspirasi peserta didik untuk mencapai potensi mereka yang terbaik.

Pada akhirnya upaya merevitalisasi pendidikan Islam harus mencakup peningkatan kerjasama dan kolaborasi antara institusi pendidikan Islam, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi internasional. Kolaborasi ini akan memungkinkan pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan praktik terbaik yang dapat membantu meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan Islam. Selain itu, kerjasama ini juga akan mempromosikan pengakuan dan penghargaan terhadap pendidikan Islam sebagai kontributor penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, toleran, dan sejahtera.

Dalam rangka merevitalisasi pendidikan Islam, upaya-upaya yang telah disebutkan di atas harus diintegrasikan secara komprehensif dan berkesinambungan. Dengan demikian, pendidikan Islam akan mampu menghadapi tantangan global yang ada dan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islam yang relevan dan berkualitas akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan masyarakat dan dunia yang lebih baik.

Wallahu’alam.



Ramadhan (6): Bersabar dalam Berusaha yang Halal

Bismillahirrahmanirrahim,

Dalam kehidupan di dunia ini, setiap individu manusia pasti menghadapi berbagai tantangan dan ujian. Salah satu aspek yang paling sering diuji adalah kesabaran dalam mencari rezeki yang halal. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 155:

 وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Ayat ini mengajarkan kita bahwa akan ada ketakutan, kelaparan, kekurangan sehingga kita harus memiliki kesabaran dalam mencari rezeki yang halal dan tidak terburu-buru dalam menggapai hasilnya.

Dalam mencari rezeki yang halal, setiap kita harus bekerja keras dan menjalani proses yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sebagai umat Islam, kita harus menjauhi rezeki yang haram dan mencari yang halal dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mu’minun 23:51)

Sabar dalam mencari rezeki yang halal juga mencakup kesabaran dalam menghadapi rintangan dan hambatan yang mungkin dijumpai. Hal ini penting karena ujian dan cobaan yang kita hadapi merupakan cara Allah untuk menguji keimanan dan ketakwaan kita. Oleh karena itu, kita harus menjaga kesabaran dan terus berusaha mencari rezeki yang halal, sekalipun terkadang prosesnya memerlukan waktu yang lama.

Kesabaran dalam mencari rezeki yang halal bukan berarti kita hanya menunggu tanpa usaha. Justru kita dituntut untuk terus berikhtiar, bekerja keras, dan berdoa. Dengan bekerja keras, kita akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan usaha kita.

Selain bekerja keras, kita juga perlu meminta petunjuk dari Allah SWT agar diberi kemudahan dalam mencari rezeki yang halal. Jangan lupa untuk selalu bersyukur atas rezeki yang telah diberikan, baik itu sedikit maupun banyak. Dengan bersyukur, hati kita akan selalu merasa cukup dan tidak mudah tergoda oleh rezeki yang haram.

Dalam menjalani proses mencari rezeki yang halal, penting bagi kita untuk tidak mudah iri hati terhadap orang lain yang mungkin mendapatkan rezeki dengan cara yang tidak benar. Ingatlah bahwa rezeki yang halal dan berkah adalah yang paling utama, meskipun mungkin tidak sebesar rezeki orang lain.

Kita juga harus mengingat bahwa rezeki adalah anugerah dari Allah SWT yang telah ditetapkan bagi setiap makhluk-Nya. Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa cemas atau khawatir akan kekurangan rezeki. Sebaliknya, kita harus fokus pada upaya ikhtiar kita untuk mencari rezeki yang halal dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan Islam.

Hadis daripada Sa’id bin ‘Umair al-Ansari:

سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Ditanya kepada Rasulullah SAW, apakah pekerjaan yang paling baik? Jawab Baginda: Amalan seorang lelaki dengan tangannya dan setiap jualan yang baik. (HR Ahmad 17265)

Dalam mencari rezeki yang halal, kita perlu menjaga etika dan akhlak dalam bekerja. Jangan melakukan tindakan yang merugikan orang lain atau merusak kepercayaan yang telah diberikan. Sebagai umat Islam, kita harus menjunjung tinggi kejujuran, integritas, dan keadilan dalam setiap aspek pekerjaan kita.

Salah satu cara untuk bersabar dalam mencari rezeki yang halal adalah dengan senantiasa mengingatkan diri akan tujuan akhir kita, yaitu untuk meraih ridha Allah SWT. Jangan biarkan keinginan duniawi mengaburkan pandangan kita terhadap tujuan yang lebih mulia. Ingatlah bahwa rezeki yang halal akan membawa keberkahan dan kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

Ketika kita telah berusaha keras dan bersabar dalam mencari rezeki yang halal, jangan lupa untuk menyisihkan sebagian dari rezeki tersebut untuk membantu sesama. Dalam Islam, sedekah dan zakat adalah bentuk penghormatan kita terhadap hak orang lain atas rezeki yang kita peroleh. Hal ini juga merupakan cara untuk membersihkan harta dan mendapatkan keberberkahan dari Allah SWT.

Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberinya kecukupan. Dan siapa yang bersikap iffah (menjaga kehormatan harga diri), maka Allah akan memuliakannya. Dan barangsiapa yang berusaha untuk selalu sabar, maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lapang daripada kesabaran.” (At-Tirmidzi 1947)

Konsisten berdoa dan bertawakkal kepada Allah SWT dalam setiap langkah pencarian rezeki yang halal. Kita harus menyadari bahwa segala hasil yang kita peroleh berasal dari izin Allah, dan tanpa ridha-Nya, kita tidak akan mampu mencapai keberhasilan. Oleh karena itu, berdoa dan tawakkal adalah bagian penting dalam menjalani proses pencarian rezeki yang halal.

Sebagai penutup kita perlu memahami bahwa kesabaran adalah salah satu kunci keberhasilan dalam mencari rezeki yang halal. Dengan bersabar, kita akan lebih mampu menghadapi tantangan dan ujian yang muncul di sepanjang perjalanan. Kesabaran juga akan membantu kita untuk terus berikhtiar dan menjaga keimanan kita dalam mencari ridha Allah SWT.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا ، وَرِزْقًا طَيِّبًا ، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima. (HR Ibn Majah 925)

Semoga kita semua selalu diberi kesabaran dan kekuatan dalam mencari rezeki yang halal dan barokah.

Wallahu’alam.



Ramadhan (5): Islam dan Dunia Intelektual

Bismillahirrahmanirrahim,

Islam merupakan agama yang dianut oleh lebih dari seperempat penduduk dunia, dan memiliki peran penting dalam sejarah dan perkembangan intelektual peradaban manusia. Sebagai agama yang ditekankan pada pengetahuan dan akal budi, Islam telah menjadi landasan bagi perkembangan dunia intelektual, pembentukan hukum-hukum yang inklusif, terutama pada era keemasan Islam yang berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Yang kemudian inklusifitas keilmuan ini memberikan satu perubahan besar dalam tatanan global dalam cara pandang melihat hukum, persamaan hak asasi, kesehatan sanitasi, kesetaraan gender dan semua hal yang dapat dikatakan moderat dan memberikan kemajuan di abad modern ini.

Di era zaman keemasan, Islam melahirkan banyak ilmuwan, filusuf, dan penulis yang berkontribusi pada perkembangan berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Ilmuwan-ilmuwan Muslim, seperti Al-Khwarizmi, Ibn Sina, Al-Razi, dan Al-Farabi, telah menghasilkan penemuan dan pemikiran yang menginspirasi generasi selanjutnya di seluruh dunia, tidak hanya umat Islam saja.

Pendidikan dalam Islam sangat dihargai, dengan perintah “Iqra” atau “bacalah” sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (QS. Al-Alaq 1)

Hal ini mencerminkan pentingnya pengetahuan dan keinginan untuk belajar dalam ajaran Islam. Al-Qur’an sendiri berisi banyak ayat yang mendorong umat Islam untuk mempelajari alam semesta dan mencari pengetahuan sebagai cara untuk lebih memahami kebesaran Allah SWT.

Seiring dengan penekanan pada ilmu pengetahuan, Islam juga mendukung pengembangan ekosistem intelektual melalui pendirian berbagai institusi pendidikan. Pusat-pusat pendidikan seperti universitas dan perpustakaan dibangun di berbagai tempat, dari Madrasah Nizamiyah, juga Universitas Al-Qarawiyyin di Fes, Maroko, yang diakui sebagai universitas tertua yang masih beroperasi di dunia dan belahan dunia lainnya.

Salah satu kontribusi terbesar Islam dalam dunia intelektual adalah dalam bidang matematika. Ilmuwan Muslim menciptakan konsep angka nol, sistem angka desimal, dan aljabar. Kemajuan ini kemudian membuka jalan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Eropa dan belahan dunia lainnya, yang pada akhirnya membentuk dasar untuk revolusi ilmiah dan teknologi modern.

Dalam bidang kedokteran, ilmuwan Islam seperti Ibn Sina, juga dikenal sebagai Avicenna, telah menyusun ensiklopedia medis yang sangat berpengaruh, “Al-Qanun fi al-Tibb” atau di barat dikenal dengan nama “The Canon of Medicine”. Karya ini menjadi referensi medis utama di dunia selama berabad-abad dan memberikan dasar bagi pengembangan ilmu kedokteran di Eropa.

Astronomi adalah bidang yang mengalami kemajuan pesat selama era keemasan Islam. Ilmuwan-ilmuwan Muslim pakar-pakar hisab seperti Al-Battani, Al-Farghani dengan Astrolabnya, Al-Sufi, Al-Biruni membuat observasi penting dan pengukuran yang akurat mengenai benda-benda langit, serta mengembangkan model matematika dan teori astronomi yang lebih canggih dan kompleks.

Dalam bidang filsafat, pemikir Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Al-Ghazali telah mempengaruhi perkembangan pemikiran filosofis di dunia. Mereka menggabungkan filsafat Yunani kuno dengan ajaran Islam, membuka jalan bagi pengembangan teologi dan filsafat yang lebih inklusif dan universal. Karya mereka kemudian menjadi inspirasi bagi para pemikir Eropa pada Abad Pertengahan, seperti Thomas Aquinas dan Roger Bacon.

Pada umumnya ilmuwan-ilmuwan Muslim zaman kontemporer adalah seorang polymath, yakni ilmuwan yang memiliki banyak keahlian, atau lebih tepatnya di dalam bahasa saat ini kita akan katakan ilmuwan-ilmuwan ini mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan keilmuan yang berbagai macam dan bervariasi.

Selama era keemasan Islam, budaya menterjemahkan juga tumbuh subur, di mana banyak karya ilmiah dan sastra dari berbagai peradaban diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Hal ini membantu menjembatani pengetahuan antara dunia Timur dan Barat, memungkinkan pemikiran dan penemuan dari berbagai tradisi untuk berkontribusi pada kemajuan dunia intelektual secara keseluruhan.

Dalam bidang sastra, Islam telah menghasilkan karya-karya besar seperti “Al-Qur’an” dan “Hadits”, yang merupakan sumber hukum dan etika Islam. Selain itu, sastra Arab klasik, seperti “Layla dan Majnun”, “Seribu Satu Malam”, dan puisi Jalaluddin Rumi, telah mempengaruhi pengarang dan penyair di seluruh dunia, menciptakan pengaruh yang abadi dalam dunia sastra.

Meskipun era keemasan Islam seolah nampak telah berakhir, kontribusi dan pengaruh Islam dalam dunia intelektual tetap relevan hingga saat ini. Sampai awal abad 20, masih banyak kontribusi-kontribusi signifikan yang dikembangkan di dunia Islam, seperti pendirian pendidikan tinggi universitas di Turki dan Asia Tengah yang bernama Darulfunun. Yang menjadi perbedaan adalah sebelum 1900 bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Arab ataupun lokasi huruf arab seperti huruf jawi, dan sebagainya. –

Hingga kini banyak universitas dan institusi penelitian di seluruh dunia menawarkan program studi tentang Islam, bahasa Arab, dan sejarah budaya Muslim. Ilmuwan dan peneliti Muslim saat ini juga terus berkontribusi pada berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora diseluruh belahan dunia, baik di negara Muslim ataupun yang menjalani hidup bukan di negara Muslim.

Secara keseluruhan, Islam telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi dunia intelektual dalam berbagai bidang. Dari era keemasan Islam hingga masa kini, pemikir dan ilmuwan Muslim telah membantu membentuk wajah ilmu pengetahuan modern, filsafat, dan sastra. Sebagai agama yang mendorong pencarian pengetahuan, Islam akan terus berperan dalam mempengaruhi dan membentuk perkembangan intelektual umat manusia di masa depan.

Sebagai penutup, ada baiknya kita renungkan satu hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi:

وَالذَّهَبِ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ

“Sesungguhnya manusia itu seperti tambang perak dan emas. Mereka yang terbaik pada masa masa jahiliah akan terhormat pula di masa lslam, jika mereka memahami (lslam). [Shahih Muslim 4774]

Demikian yang dapat disampaikan. Wallahu’alam



Ramadhan (4): Tantangan Pemuda Muslim

Bismillahirrahmanirrahim,

Pemuda merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki peran sangat penting dalam membangun peradaban Islam. Dalam era globalisasi saat ini, pemuda dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim. Oleh karena itu, penting bagi pemuda untuk senantiasa memperkuat iman dan aqidah, serta mengembangkan karakter yang Islami.

Kunci utama dalam menghadapi tantangan peradaban Islam adalah menjaga akidah yang lurus dan kuat. Pemuda harus senantiasa menggali ilmu agama dan memahami ajaran-ajaran Islam dengan benar dari sumber yang shahih, sehingga mereka mampu menghadapi berbagai pengaruh buruk yang dapat merusak dan membelokkan aqidah.

Pemuda perlu memperluas wawasan dan menambah pengetahuan mereka tentang dunia yang selaras dengan nilai-nilai agama. Keterampilan dan keahlian yang dimiliki akan menjadi modal penting dalam menghadapi tantangan global, serta menjadi sarana dakwah dan pembelaan terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan di dalam Islam.

Karakter yang Islami harus selalu ditanamkan dalam diri pemuda, seperti kejujuran, keikhlasan, kesabaran, dan kerja keras.

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa berbuat curang, ia tidak termasuk golongan kami.” [At-Tirmidzi No. 1236]

Karakter jujur dan kerja keras merupakan bekal yang penting dalam menghadapi berbagai tantangan dan menjadi teladan bagi generasi muda lainnya.

Pemuda juga perlu menjaga pergaulan yang baik dan selektif dalam memilih teman. Dalam pergaulan, mereka harus memilih kawan-kawan yang shalih yang juga akan turut menjaga mereka, menjaga etika dan adab, serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama. Pergaulan yang baik akan membantu pemuda dalam memperkuat iman dan menjaga aqidah.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemuda saat ini adalah dampak negatif dari teknologi informasi dan komunikasi. Mereka harus bijak dalam menggunakan media sosial dan internet, serta menghindari hal-hal yang dapat merusak moral dan aqidah.

Kepemimpinan yang baik dan memiliki tanggung jawab sosial merupakan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemuda. Sebagai generasi penerus, mereka harus mampu menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, serta peka terhadap kebutuhan masyarakat.

Pemuda harus senantiasa menjaga kesehatan fisik dan mental mereka, karena keduanya merupakan amanah dari Allah. Mereka harus menjaga pola hidup sehat, berolahraga secara teratur, dan menjauhi hal-hal yang merugikan kesehatan. Karena suatu saat kesehatan dan kekuatan tubuhnya juga akan diperlukan dalam kerja-kerja pengabdian di masyarakat.

Membangun peradaban Islam tidak hanya melibatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga memerlukan rasa cinta dan kepedulian terhadap sesama (habluminnanas). Pemuda harus aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, serta menunjukkan sikap toleransi dan persaudaraan.

Pendidikan merupakan kunci penting dalam menghadapi tantangan peradaban Islam. Pemuda harus rajin dan tekun dalam menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, untuk membekali diri mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan menjadi agen perubahan yang positif bagi masyarakat.

Karatau madang dihulu babuah bagno balun, merantau belajar bujang dahulu, dirumah baguno balun.

Seorang sahabat Nabi Jundub bin Abdullah ia berkata; “Ketika kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda yang kuat. Kami belajar iman sebelum mempelajari Al Qur`an, kemudian kami mempelajari Al Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami” (Sunan Ibnu Majah 60).

Pemuda juga perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan dan menciptakan lapangan kerja bagi sesama. Dalam hal ini, mereka harus mampu menggali potensi yang dimiliki dan mengoptimalkan sumber daya yang ada, serta menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat dan umat Islam.

Kepada pemuda asa dan harap disandarkan, banyak persimpangan harus ditempuh. Al-Quran dan As-Sunnah harus senantiasa dijadikan pegangan, jangan lupa untuk berkawan dengan orang-orang shalih supaya terus membuat kita terjaga dengan identitas kita sebagai Pemuda muslim.

Terakhir, penting untuk selalu bersyukur dan berdoa kepada Allah SWT, memohon petunjuk dan kekuatan dalam menghadapi tantangan peradaban Islam. Dengan keimanan yang kuat, konsistensi, semangat yang tinggi, dan dukungan dari keluarga, masyarakat, serta pemerintah, pemuda dapat menjadi generasi yang tangguh dan berperan aktif dalam membangun peradaban Islam yang gemilang.

Wallahu’alam



Ramadhan (3): Waktu Ramadhan Yang Terbatas

Bismillahirrahmanirrahim,

Banyak dari kita melewati Ramadhan seperti waktu-waktu yang umum, kecuali dalam hal kesibukan persiapan berpuasa, bangun awal dan tidur mungkin lambat karena shalat tarawih. Membangunkan diri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya diawal shubuh, tentu bukanlah hal yang mudah.

Disisi lain kita juga dapat melihat bahwa sebetulnya dalam puasa, kita telah melakukan penghematan, mengurangi anggaran dan jadwal makan dari tiga kali (3x) sehari menjadi 2x (sahur dan berbuka). Dalam Ramadhan juga kita sepatutnya telah mengurangi ekspetasi kita terhadap dunia. Tapi terkadang justru hal yang terjadi adalah sebaliknya. Kita terlena untuk memanfaatkan bulan Ramadhan, kita semakin padat beraktifitas sehingga terlupa dengan peluang-peluang yang Allah buka selama bulan Ramadhan, untuk mencebur larut dalam amal ibadah yang khusyuk.

Puasa Ramadhan seperti namanya adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Dilakukan selama satu bulan penuh dengan 29 atau 30 hari di bulan Ramadhan. Dimulai dari terbit shubuh hingga terbenamnya matahari. Tantangan yang berat ini menariknya Allah katakan sudah menjadi syariat bagi kaum-kaum sebelumnya. Sehingga jadi umat muslim bukanlah yang pertama mendapat syariat kewajiban berpuasa. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat 183 surat Al-Baqarah:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.”

Puasa tidak diwajibkan setahun penuh, seluruh bulan dan hari dalam sepanjang tahun. Puasa Ramadhan berada dalam waktu yang terbatas dan telah ditentukan dalam setahun hanya pada satu bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan ayat selanjutnya pada Al-Baqarah 184 yang berbunyi:

أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. (yang telah ditentukan, hari-hari yang dibatasi pada waktu tertentu saja)

Inilah yang perlu menjadi ibrah dalam semangat kita beribadah di bulan Ramadhan. Kebaikan-kebaikan, pahala-pahala yang kita cari di dalam puasa Ramadhan adalah waktu yang terbatas saja, yang tidak tersedia selalu, sehingga mudah disia-siakan.

Keuatamaan-keutamaan Ramadhan sepatutnya telah mampu membuat kita betul-betul mempertimbangkan ulang prioritas aktifitas kita. Sehingga sungguh sayang rasanya jika kita menyia-nyiakan waktu yang Allah berikan, dalam waktu yang berpeluang datangnya rahmat dan berkah yang melimpah di dalam waktu yang tertntu yang terbatas. Sungguh sayang jika kita melewati Ramadhan ini dengan kesia-siaan, menyepelekan dan tidak mendapat faidah yang banyak dari kesadaran dari usaha yang kita lakukan. Sunggu kita betul-betul menjadi orang yang merugi. seperti yang disampaikan dalam hadits:

“Merugi orang yang mereka mendapatkan Ramadhan, dan dia keluar dari Ramadhan dalam keadaan tidak mendapatkan apapun dari ampunan Allah Subhanahu Ta’ala.” (HR. Tirmidzi)

Jika momentum Ramadhan sudah terlewat, maka kita perlu menunggu Ramadhan berikutnya pada tahun yang berikutnya. pada tahun yang berbeda dan hari yang masih lagi panjang untuk ditunggu. Patutkah kita tidak menyesal? Sungguh ini dapat menjadi perhatian bagi kita semua.

Beberapa tips bisa dilakukan untuk mempersiapkan ramadhan agar tidak menjadi sia-sia:

  1. Bergembira dengan datangnya Ramadhan
    Kegembiraan akan datangnya Ramadhan adalah salah satu tanda syukur atas karunia dan rahmat Allah SWT kita masih diberikan kesempatan untuk menjumpai Ramadhan. Kegembiraan ini juga menjadi pintu atas kebaikan dan berkah yang kita harap Allah akan berikan kepada kita dalam mempersiapkan bulan Ramadhan. Jangan jadikan kita kedalam sebagian orang yang tidak senang dengan datangnya Ramadhan, apalagi jika membandingkannya dengan masalah dunia yang tidak didapatkannya selama bulan Ramadhan: baik penjualan yang lesu, pendapatan yang berkurang, atau waktu yang hilang melakukan aktifitas sehari-hari. Semoga kita diberikan Allah hati yang lunak untuk menyambut kegembiraan Ramadhan.
  2. Mempersiapkan strategi menjalani Ramadhan
    Dengan banyaknya aktifitas dan kewajiban kita, tentu perlu kita membuat strategi dalam menjalankan Ramadhan. Hal ini supaya kita dapat fokus meraih pahala dari ibadah-ibadah yang telah diutamakan untuk mengisi bulan Ramadhan, seperti: puasa, tadabbur al-quran, melengkapi yang fardhu dengan yang sunnah, qiyamul lail pada 10 hari terakhir. Jangan sampai kita menghabiskan waktu berputar-putar yang tidak mendatangkan kita kemaslahatan Ramadhan dan terlebih lagi juga merusakkan amanah kewajiban kita. Karena Ramadhan adalah peluang yang diberikan oleh Allah, tidak serta merta menghilangkan kewajiban kita terhadap urusan kita di dunia lainnya. Sehingga strategi yang baik adalah bagaimana kita mengangsur menyelesaikan urusan yang banyak sebelum datangnya bulan Ramadhan, dan juga bagaimana kita bisa menyelesaikan bulan ramadhan tanpa mengabaikan kewajiban kita yang lain.
  3. Mempersiapkan strategi ibadah dan amal
    Untuk menyelesaikan Ramadhan tentu perlu juga kita mempersiapkan bagaimana kita bersahur dan berbuka dengan sederhana dan tidak menghabiskan terlalu banyak tenaga, bagaimana kita dapat menyelesaikan bacaan al-quran kita, apakah kita dapat menyelesaikan 1 juz satu hari untuk mendapatkan 30 juz di akhir Ramadhan. Apakah kita bisa berjamaah selama bulan Ramadhan, setidaknya dengan keluarga kita. Apakah kita merencanakan untuk memberi makan dan minum unutk orang yang berbuka, ataupun bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim, dan banyak lagi lainnya.
  4. Meminta pertolongan kepada Allah
    Setelah semua ikhtiar itu sudah kita lakukan, maka terakhir dan yang utama adalah meminta pertolongan Allah untuk memberkahi kita dengan Ramadhan yang berkah, yang lancar, yang membuat kita menjadi orang-orang yang tawadhu, dan menjauhi kita dari sifat hasad, dengki dan riya, yang menjadikan fokus kita terganggu.

Demikianlah uraian tentang betapa terbatasnya waktu Ramadhan yang kita miliki. Perlu rasanya kita rencanakan seperti waktu-waktu kita yang penting lainnya, supaya waktu Ramadhan yang terbast ini tidak terbuang sia-sia. Dan semoga Ramadhan menghantarkan kita menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah dan tidak menyepelekan seruan Allah. Hidup kita yang sementara, waktu kita yang terbatas, semoga tidak sia-sia dan semoga Allah memberkati kita semuanya, khususnya Ramadhan ini.

Wallahu’alam.



Ramadan (2): Memaknai Hakikat Dari Ibadah Puasa

Bismillahirrahmanirrahim,

Puasa merupakan ibadah yang sangat penting dalam agama Islam. Puasa ini merupakan bagian dari rukun Islam dan wajib bagi setiap orang yang telah mencapai usia baligh (dewasa) serta memiliki kemampuan untuk melakukannya. Namun, tidak semua orang memahami hakikat sebenarnya dari ibadah puasa. Sehingga kebanyakan puasa akhirnya dilalui hanya dengan menahan dahaga, lapar dan haus saja. Pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai hakikat dari ibadah puasa.

Hakikat sebenarnya dari ibadah puasa adalah untuk meningkatkan kualitas ketakwaan seseorang mukmin kepada Allah SWT. Allah memilah dan memilih himbauan untuk berpuasa yang diberikan kepada orang-orang yang betul-betul yakin beriman. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 183:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.”

Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan bahwa ibadah puasa bertujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, yaitu dengan meningkatkan ketakwaan.

Tujuan dari ibadah puasa adalah untuk membersihkan hati dan jiwa seseorang dari berbagai dosa dan kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan harapan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari Muslim)

Dalam sebuah hadits juga diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ

Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka” (HR. Ahmad)

Tujuan lain dari ibadah puasa adalah juga untuk melatih kekuatan fisik dan mental seseorang dalam menghadapi berbagai cobaan, tantangan dan ujian kehidupan. Latihan kesabaran dan keteguhan hati seseorang mukimin agar dapat berjiwa lapang dan kokoh dalam menjalani kehidupan. Dalam surat Al-Insyirah ayat 5-6, Allah SWT berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا , إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa kesulitan dan ujian yang dihadapi seseorang mukmin akan membuka jalan kemudahan di masa depan, jikanya ia mampu bersabar dan berhusnudzan terhadap kondisi yang dialaminya.

Selain seorang mukmin harus bermental kokoh, ianya juga harus mampu mengontrol inderanya dalam merespon situasi, khususnya mulut. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّٰهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk ketika berpuasa, maka Allah SWT tidak membutuhkan ia untuk meninggalkan makanan dan minuman.” (HR Bukhari)

Selain itu, ibadah puasa juga bertujuan untuk melatih mukmin untuk senantiasa beramal shalih, khususnya memberi makan orang yang berpuasa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda dari Zaid bin Khalid:

مَن فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِن أَجْرِ الصَّائِمِ شَيئًا

“Barangsiapa yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sendiri.” (HR Ahmad, al-Tarmizi dan al-Baihaqi)

Sebagai kesimpulan hakikat ibadah puasa adalah bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Hal ini menunjukkan seluruh rangkaian dan ganjaran bahwa ibadah puasa adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang syariat-Nya sehingga kita dapat betul-betul memaknai ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Demikianlah, beberapa tujuan sebenarnya dari ibadah puasa yang dapat kita pahami dari dalil-dalil dan referensi yang ada. Semoga dengan memahami tujuan sebenarnya dari ibadah puasa, kita dapat menjalankannya dengan lebih khusyu, tawadhu dan memperoleh berbagai manfaat yang dijanjikan oleh Allah SWT. Mari kita tingkatkan kualitas ibadah kita dalam bulan Ramadan ini dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi shawab.



Ramadan (1): Mengenal Bulan Ramadhan dan Fungsi Ibadah Puasa

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi seluruh umat Muslim di dunia. Bulan ini dianggap sebagai bulan yang penuh rahmah dan berkah dari Allah SWT. Bulan Ramadhan selalu ditunggu-tunggu oleh umat Muslim karena di dalamnya terdapat banyak kesempatan untuk melakukan amalan-amalan yang sangat mulia, yang salah satunya adalah puasa. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat Muslim yang sudah memenuhi syarat-syarat dan rukun tertentu.

Puasa secara umum memiliki banyak fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi kehidupan umat Muslim. Di antaranya adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, mengembangkan rasa tawadhu, membersihkan jiwa dan raga dari dosa dan kesalahan terhadap Allah SWT, juga mempererat hubungan antara sesama manusia, serta meningkatkan kepedulian terhadap orang yang membutuhkan.

Dalil tentang wajibnya ibadah puasa bagi orang-orang mukmin bisa kita temukan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa ibadah puasa wajib dilakukan oleh setiap orang yang mengaku beriman, dengan tujuan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya. Ini adalah panggilan khusus dimana Allah tahu, hanya orang-orang beriman yang akan serius dalam menjawab anjuran puasa tersebut.

Selain itu, dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah menyampaikan Rasulullah SAW pernah bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan harapan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa puasa di bulan Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT, sehingga Allah pun memberikan ganjaran bahwa puasa Ramadhan dapat menghapus dosa-dosa yang telah berlalu. Sungguh merugi rasanya jika kita tidak dapat menangkap pesan ini.

Fungsi lain dari ibadah puasa juga adalah sebagai media untuk membersihkan jiwa dan raga dari hasad (tazkiyatun nafs), dengki dan suudzan (berburuk sangka). Ketika berpuasa, orang-orang beriman bukan hanya diharuskan untuk menahan diri dari makan, minum, tetapi juga menahan diri dari perilaku yang dapat merusak kebaikan hati dan pikiran, juga menahan diri dari perilaku yang dapat menyakiti hati orang lain. Dengan menahan diri dari hal-hal tersebut, diharapkan kita dapat lebih fokus untuk meningkatkan kualitas ibadah dan memperbaiki perilaku, dan tidak membuang-buang waktu dari hal yang toxic dan kontraproduktif.

Puasa juga berfungsi sebagai media untuk meningkatkan kepedulian terhadap orang yang membutuhkan dan berbuat baik kepada sesama manusia dan juga alam sekitar. Ketika berpuasa, kita diharuskan untuk lebih banyak memberikan sedekah dan membantu mereka-mereka yang dhaif (kesulitan). Dengan demikian, puasa dapat membantu kita dapat lebih peduli dan peka terhadap para dhuafa dan isu-isu sosial di sekitar kita.

Selain itu, ibadah puasa juga dapat membantu kita untuk meningkatkan kesehatan tubuh dan jiwa. Hal ini terjadi karena saat berpuasa, tubuh diharuskan untuk menahan diri dari makan dan minum selama beberapa jam (intermitten fasting). Dalam waktu tersebut, tubuh akan mulai menggunakan cadangan lemak dan gula dalam tubuh sebagai sumber energi. Hal ini dapat membantu meningkatkan metabolisme tubuh dan membakar kalori yang ada dalam tubuh.

Penting diingat bahwa dalam berpuasa, kita dianjurkan untuk tetap menjaga pola makan yang sehat dan seimbang saat berbuka dan sahur. Hal ini agar tubuh tetap mendapatkan asupan nutrisi yang cukup untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Jangan pernah jadikan puasa sebagai alasan menurunnya performa dan produktifitas. Justru sebaliknya banyak penelitian menunjukkan fisik berada dalam kondisi optimum disaat berpuasa, dan banyak momen-momen penting dalam sejarah justru dapat diwujudkan ketika berpuasa di bulan Ramadhan.

Selain itu, ibadah puasa juga dapat membantu meningkatkan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Ketika berpuasa, umat Muslim diharuskan untuk menahan diri dari makan dan minum meskipun merasa lapar dan haus. Hal ini dapat membantu umat Muslim untuk mengendalikan nafsu, emosi dan membantu mereka untuk lebih mengontrol diri, sabar dan ikhlas dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam rangka menjalankan ibadah puasa dengan baik, kita diharuskan untuk memahami syarat dan rukun puasa serta melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Selain itu, kita juga diharapkan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh serta menjaga sikap dan perilaku yang baik selama menjalankan ibadah puasa.

Dalam menjalankan ibadah puasa, kita diharuskan untuk berpuasa dengan penuh keikhlasan dan taqwa, sehingga puasa yang dilakukan dapat diterima oleh Allah SWT , yang tidak hanya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita sendiri, juga mampu memberikan nilai manfaat kepada orang lain.

Semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik dan penuh kesadaran serta mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Semoga Allah mudahkan kita semua menjalani Ramadhan kali ini, diberikan ketenangan hati, ketawadhuan serta kesempatan untuk mendapatkan hikmah dari pintu-pintu hidayah yang Allah buka lebar selama bulan ramadhan.



Sudah siapkah menghadapi Ramadhan?

Marhaban Ramadhan…

Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan rahmah, dimana amal dilipat gandakan dan dosa dilebur dalam mujahadah (kesungguhan beramal).

Ramadhan BUKAN bulan raun-raun. Walaupun terdapat kemudahan bagi para musafir, kehilangan satu hari ramadhan tidak berarti dengan ketidakpastian kita akan berjumpa ramadhan di tahun berikutnya.

Salah satu waktu mustajab berdoa adalah:
1. Sepanjang hari bulan ramadhan – orang yang berpuasa hingga berbuka
2. Waktu sahur / sepertiga malam
3. Waktu ashar menjelang magrib
4. Waktu berbuka puasa

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a, akan dikabulkan.” (HR. Al-Bazaar. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid, 10: 14 mengatakan bahwa perowinya tsiqoh -terpercaya-. Lihat Jami’ Al-Ahadits, 9: 224)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758).

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ يُرِيدُ سَاعَةً لاَ يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

“(Waktu siang) di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang muslim memohon pada Allah ‘azza wa jalla sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti Allah ‘azza wa jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Daud, no. 1048; An-Nasa’i, no. 1390. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Disaat berbuka puasa,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Mari kita bangkitkan tawadhu, kencangkan ikat pinggang, semoga kita dapat memanfaatkan bulan ramadhan dengan bijak.



Rindu Heningnya Ramadhan

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Penggalan surat Al-Baqarah ayat 183 ini selalu menjadi pembuka tausiyah para penceramah dalam menyambut bulan Ramadhan, mengingatkan orang-orang mukmin atas kewajiban untuk berpuasa. Para jamaah pun segera memulai persiapan dalam menyambut Ramadhan, seolah-olah sudah sama paham bahwa kita sedang bertemu bulan yang dimuliakan, bulan yang memiliki malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Ditengah-tengah kesibukan mempersiapkan segala keperluan fisik, kita juga perlu mempersiapkan hati dan jiwa kita untuk bertawadhu dan mengeraskan tekad untuk memperbanyak amalan dan ibadah.

Dengan ramainya umat muslim yang ada diseluruh dunia, tentunya ada banyak budaya-budaya yang menghiasi dalam menghidupkan ramadhan. Kita merasakan kegembiraan akan datangnya bulan yang dimuliakan ini. Walaupun begitu, sekiranya hilang khidmat dan khusuk kita dalam menjalankan ibadah ramadhan, hal ini tentu sangat disayangkan karena bertolak belakang dengan apa yang kita niatkan untuk dicapai pada akhir Ramadhan yakni meningkatkan ketakwaan, ketundukan kita kepada Allah SWT.

Puasa bukanlah ibadah yang baru saja diperkenalkan oleh nabi Muhammad, karena dalam ayat yang diatas Allah telah memberikan penjelasan bahwa puasa (yang pastinya penuh tantangan dan mengharapkan keseriusan ini) juga diperintahkan kepada manusia-manusia sebelumnya, kepada umat-umat pengikut para rasul dan para nabi sebelumnya, kepada semua manusia yang mendapatkan risalah ketuhanan tidak memandang warna kulit, asal, dan latar belakang.

Sebab itu amalan puasa ini juga telah menghasilkan banyak insan-insan hebat yang sukses dalam puasanya, dan berhasil meningkatkan ketaatannya kepada Allah. Juga amalan puasa dan bulan ramadhan ini khususnya juga telah menjadi saksi jutaan manusia yang gagal merasakan khidmatnya ramadhan, dan hanya mengeluarkan jerih payahnya saja untuk lapar dan haus, sebagaimana peringatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW:

“Banyak manusia yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan dari puasanya itu, melainkan lapar dan dahaga.” (HR Ibnu Majah)

Jika kita membaca ataupun mengkaji agama-agama besar didunia, yang pada umumnya adalah agama samawi, dan pada juga dikenal sebagai Abrahamic Religions, agama monotheis, kesemuanya memiliki risalah berpuasa yang memiliki durasi kurang lebih 1 bulan lamanya. Inilah bukti bahwa apa yang Allah nyatakan bahwa ini diwajibkan kepada umat sebelumnya adalah satu pernyataan yang jelas dan benar, dan menjadi pengingat bagi kita yang hidup sekarang.

Dalam menghidupkan ramadhan adakalanya kita terlebih dalam bersikap dan merayakan, sehingga muncul fenomena-fenomena berlebih-lebihan yang tidak sering bertolak belakang dengan apa yang kita usahakan dalam mencapai kesyahduan dalam beribadah. Kita memasak ataupun berbelanja makanan berbuka yang lebih dari cukup, kita menyiapkan pakaian-pakaian baru lebih dari kemampuan kita, dan sebagainya.

Di negara Eropa Barat, ataupun Asia Timur yang Islam adalah menjadi agama yang asing, muslim dari berbagai macam asal bangsa yang minoritas merayakan Ramadhan dengan sedikit keterbatasan. Dari keterbatasan ini kita melihat bahwa pokok-pokok agama Islam (ushuluddin) yang walaupun berasal dari berbagai budaya adalah sama dan tidak jauh berbeda. Dan pokok-pokok ini yang memberikan kita kekhusyuan dalam berramadhan, pokok-pokok agama yang belum lagi terlalu banyak dihias dengan budaya-budaya yang sebagiannya baik dan sebagiannya justru menjauhkan kita dari kekhusyuan.

Ramadhan adalah bulannya ibadah dan amal, dimana Allah memberikan pahala yang berlipat dan mengkhususkan untuk memberikan ganjaran puasa olehNya sendiri. Sekiranya tidak lebih penting dari urusan nyawa dan agama, ada baiknya urusan lain kita tunda sebisanya setelah lewat bulan Ramadhan, supaya kita dapat mencurahkan perhatian dan jerih payah kita untuk mengusahakan amal ibadah dalam rangka mendapatkan pahala yang meningkatkan ketaqwaan kita.

Banyak urusan dunia yang sekiranya masuk bulan puasa, juga menjadikan kita terasa untuk semakin terdesak untuk melakukannya, dimulai dari makanan, penampilan, perniagaan, dan memang begitu adanya. Manusia dengan segala kelebihannya juga memiliki perkara yang akan menjerumuskannya sendiri, yakni hawa nafsu keinginannya yang tidak terkendali. Hal ini yang menjadikan puasa adalah satu usaha yang sangat besar tantangannya, tetapi manis hasilnya yakni berupa meningkatnya ketaataan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Untuk ramadhan ini, mari kita coba heningkan ramadhan kita, mengintrospeksi diri kita, melakukan amal-amal shalih yang kita adalah pelaku utamanya, yang tangan kita adalah alat yang utama digunakan. Menata kegiatan kita dalam hati yang tawadhu, dari menjelang sahur hingga tertidur kembali, dengan mengintensifkan amalan-amalan ibadah sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Mari kita usahakan ramadhan ini dengan amal-amal shalih, dan menghindari berlebih-lebihan yang tidak membantu kita menyempurnakan ibadah, serta menjauhi segala kemaksiatan yang menjadikan kita jauh dari kebenaran. Kita juga berharap semoga Allah memberi kemudahan dan kesabaran untuk kita menjalani semua ini. Pada akhirnya kita juga berharap Allah masukkan kita dalam golongan orang-orang yang bertaqwa.

Selamat Berpuasa. Taqabalallahu minna wa minkum.

Kuala Lumpur, 2 April 2022.



Sedekah dan Pembuktian Komitmen

Sedekah berasal dari bahasa arab shadaqah yang arti secara kontekstual adalah pemberian1 yang ikhlas. Jika dicermati kata shadaqah sendiri juga dikenal dalam bahasa ibrani Tzedaka2. yang artinya seperti yang dapat kita pahami, bahwa ritual sedekah sudah dikenal oleh semua umat, bukan tidak mungkin sedekah adalah tuntunan yang diamalkan oleh para nabi sejak dahulu.

Kata sedekah dalam bahasa arab berakar kata dari kata sidiq, yang jika menjadi kata sifat bermaksud adalah pembenaran atau pembuktian atau pemenuhan komitmen. Jika kita melihat dari perspektif tiga komponen agama yang dijelaskan dalam hadits jibril3, yakni ihsan, islam dan iman. Maka perbuatan sedekah adalah termasuk ihsan, dimana memperjelas atau membuktikan komitmen keimanan kita.

Pada prakteknya sedekah pada umumnya berupa pemberian uang, walaupun begitu sedekah secara luas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat diaktualisasikan secara fisik.

Jika memahami konsep sedekah ini, kita justru semakin yakin bahwa keyakinan harus dibuktikan dengan perbuatan yang menunjukkan komitmen. Seperti ungkapan cinta dan sayang tentu juga harus diikuti dengan pembuktiaan, begitu juga ungkapan loyalitas tentu juga harus diikuti dengan komitmen yang menunjukkan hal tersebut.

Ironisnya banyak manusia yang menyatakan perhatian dan loyalitasnya, tetapi zonk alias kosong dalam pembuktian komitmennya. Manusia-manusia ini tentu menjadi bahan pertanyaan bahkan bahan guyonan, bagaimana menyatakan komitmen tapi omdo doank. Jika begitu mudahnya menyatakan komitmen bahkan tidak mau kalah, ingin terdepan dan menjabat, tapi tidak nampak pembuktian komitmennya.

Apakah ada komitmen lain, seperti ego pribadi dan nafsu jabatan? Tentu kita tidak berharap sejauh itu. Komitmen yang benar juga memerlukan pembuktikan, sehingga hal-hal ikhlas yang diberikan kepada komitmen tersebut menjadi pembenar bahwa betul orang tersebut memiliki komitmen untuk hal tersebut.

Jangankan keluar uang, keluar tenaga dan perhatian saja tidak nampak, jadi bagaimana bisa dikatakan komitmennya terhadap hal tersebut dapat dibenarkan. Pembiaran terhadap pernyataan komitmen dan pembenaran ini harus dihindari, lebih baik kita mengoreksi komitmen kita daripada akhirnya menciptakan kayakinan didalam hati yang tidak selaras dengan perbuatan untuk membuktikan komitmen.

Hal-hal ini lah yang perlahan-lahan mendidik kita memiliki sifat munafik, yang jika sudah dominan sifat ini dalam diri seseorang dia akan menimbulkan fasad, kerusakan disekitarnya. Jika komitmen yang benar diikuti dengan pembuktian komitment tersebut, kita berdoa jika sifat seperti ini yang kita hadirkan dalam keyakinan kita kepada Allah, tentu di hari hisab nanti kita berharap pembuktian amal-amal komitmen kita betul-betul menjadi saksi, pembenar (shadaqa) dari komitmen kita kepada Allah.

wallahu’alam


1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah
2 https://en.wikipedia.org/wiki/Tzedakah
3 hadits jibril tentang islam, iman dan ihsan, https://darulfunun.or.id/kitab/s/hadits-arbain-nawawi/arbain-nawawi-2/



Selagi Muda (1): Kuatkan Integritas Perkaya Pengalaman

Diantara kelebihan dari karakter pemuda adalah idealisme, melihat sesuatu secara ideal. Namun dibalik itu juga terdapat kelemahan dari sisi kontekstual atau pengalaman, sehingga kesempatan untuk mengetes idealisme adalah pengalaman yang sangat berharga. Bertolak belakang dengan pemuda, untuk karakter yang mereka yang cukup berumur adalah pengalaman, sehingga hilangnya kesempatan untuk memiliki idealisme dalam masa muda akan terlihat bagaimana terlalu kontekstualnya di masa muda, atau dengan bahasa sederhana mengikuti kemana angin bertiup.

Idealisme yang mengarah kepada kebaikan dan kebenaran harus terus diasah dan menjadi satu karakter integritas yang memang nampak dari seseorang. Nabi SAW memberikan satu nasihat yang sangat baik tentang pemuda yang berintegritas:

يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ

Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah [HR. Ahmad].

* shobwah adalah kecenderungan untuk berniat/berlaku buruk

Dalam satu kondisi lain, sahabat yang pada saat itu diamanahi menjadi Khalifah, Abu Bakar RA, menilai pemuda juga dari idealisme kejujuran. Bagaimana integritas menjadi penilai tinggi setelah memiliki kemampuan yang terkualifikasi untuk urusan tertentu.

قَالَ أَبُو بَكْرٍ –وَعِنْدَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ- لِزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ : إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لاَنَتَّهِمُكَ، وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَتَبَّعِ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ

Abu Bakr RA mengatakan kepada Zaid bin Tsabit saat itu Umar bin Khatthab RAu anhu berada diantara mereka, “Sesungguhnya kamu laki-laki yang masih muda, cerdas dan kami tidak menuduhmu (berbuat dusta), kamu dahulu menulis wahyu untuk Rasulullah, maka sekarang telitilah al-Qur’an itu dan kumpulkanlah ia (Al-Quran itu) [HR. Bukhari].

Bagaimana seorang pemuda diberi amanah besar untuk mengumpulkan Al-Quran yang pada saat itu masih tercerai berai dalam catatan banyak sahabat, dalam bentuk catatan yang bervariasi. Dan ditangan Zaid bin Tsabit ini lah Al-Quran dalam bentuk mushaf terkumpul dan disahihkan oleh para sahabat.

Pemuda juga harus mengambil peran pada saat diberikan kesempatan, karena pada saat itu karakter dan tekad dibina, dan bagaimana alasan-alasan untuk dikalahkan oleh kuatnya tekad dan tanggung jawab yang terbina. Ibnu Mas’ud bercerita bagaimana beliau bersama para sahabat-sahabat yang masih muda umurnya diajak untuk menguatkan tekad dalam jihad yang riil, berhadapan dengan kematian selagi menjaga niat lillahi taala, satu pengalaman besar yang kemudian mengantarkan para sahabat-sahabat muda ini menjadi pondasi Islam dimasa kemudian.

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا نَغْزُوْ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَابٌ

Dari Ibnu Mas’ud RA berkata, “Kami ikut berperang bersama Rasulullah padahal saat itu kami masih muda [HR. Ahmad]

Dari uraian diatas dapat diambil ibrah, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita jadikan pelajaran:

  1. Idealisme adalah hal yang paling berharga dimiliki oleh pemuda,
  2. Integritas adalah satu karakter unggul yang menjadi pembeda. Integritas dapat dibina dari konsistensi terhadap idealisme yang mengarah kepada kebaikan dan kebenaran.
  3. Masa muda adalah masa tepat yang belajar bersama-sama berpartisipasi dalam upaya melakukan kebaikan dan kebenaran dalam kegiatan-kegiatan yang bernilai positif dan menginpirasi. Sekiranya disaat muda sudah terbina pondasi yang kuat, tentunya kita berharap dimasa yang akan datang ada lebih banyak kebaikan yang datang dan terbangun dari hal-hal tersebut, biidznillah.

Semoga bermanfaat.



HOTS, Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi (Berlapis dan Kompleks)

Kritik bahwa pendidikan memberikan output yang rigid dan monoton, sebetulnya sudah banyak dikritisi oleh para pelaku pendidikan, bahkan baru-baru ini juga dirumuskan mengenai HOTS (High Order Thinking Skills) atau SBTT (Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi) yang berlapis dan kompleks.

Alih-alih dari mengharapkan kecerdasan belaka, HOTS adalah keterampilan yang dikembangkan selama masa pembelajaran siswa, yang seringnya tidak dapat dikenali dalam penilaian evaluasi belajar secara umum. Pengembangan keterampilan HOTS disisipkan dalam soal-soal latihan yang mengharuskan siswa untuk berfikir minimum satu lapis sebelumnya. Sebelum menemukan pertambahan 1+1, siswa minta mengurai cerita misalnya tentang bayu yang memiliki sebuah kedondong kemudian setelah berjalan jauh beberapa meter, bertemu dengan ramai orang, ada seorang nenek memberikan sebuah kedondong, sehingga ada berapa kedondong bayu sekarang.

Semakin tinggi tingkat belajar anak, maka soal-soal berlapis ini akan semakin kompleks, seperti menemukan variabel a untuk menghitung soal dalam y=ax2+bx+c yang a sendiri perlu dihitung dari persoalan yang lain. Kemudian dikembangkan lebih kompleks dalam bentuk algoritma berlapis yang setiap lapisnya juga memiliki algoritme lainnya.

Keterampilan melihat solusi dari persoalan adalah tujuan pokok dari HOTS ini. Keterampilan berfikir kompleks akan menjadi kemampuan yang diharapkan dalam kesehariannya siswa sebagai pribadi dapat mempertimbangkan hal yang kompleks sebelum membuat keputusan.

Di beberapa sekolah-sekolah maju, HOTS ini sudah banyak dijumpai dari banyaknya lomba dan olimpiade yang diikuti. Sebaliknya di beberapa sekolah yang memiliki keterbatasan, menjadikan kemampuan HOTS siswa didik terlambat berkembang.

Seperti umumnya pendidikan, yang hasilnya bersifat jangka panjang. Maka kita akan melihat kemampuan siswa yang terlambat dalam pengembangan HOTS nya akan kesulitan mencerna, mengambil keputusan dan melerai masalah yang kompleks.

Dan tentu ini menjadi satu persoalan besar bagi pengembangan regional, dimana SDM-SDM di usia produktif diharapkan untuk dapat bersaing secara global. Keterbatasan SDM-SDM ini untuk berfikir kompleks, akan terindikasi dari sulitnya penerapan teknologi-teknologi dan pendekatan modern yang kompleks. Sehingga alih-alih menghadapi persoalan bagaimana untuk maju, justru akan terfokus di upaya penyelesaikan masalah konflik, dan ini kita saksikan sendiri.

Di masa-masa usia produktif, tentu yang diharapkan adalah hasil dengan sedikit training untuk mempertajam keterampilan. Pendidikan adalah investasi besar yang melibatkan 12 tahun pendidikan dasar dan 4 tahun pendidikan tinggi. Sehingga terlambatnya pengembangan keterampilan di usia belajar perlu sangat diperhatikan oleh semua pihak, khususnya pelaku pendidikan.



Ibrah Pendidikan (2): Yang Lebih Berat Dari Berperang

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ حَدَّثَنِي عُرْوَةُ، أَنَّ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ ‏ “‏ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ، وَكَانَ أَشَدُّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ، إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلاَلٍ، فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ، فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي، فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلاَّ وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ، فَرَفَعْتُ رَأْسِي، فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي، فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ، وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ، فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ، فَسَلَّمَ عَلَىَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ، فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمِ الأَخْشَبَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ‏”‏‏.‏

Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab berkata telah bercerita kepadaku ‘Urwah bahwa ‘Aisyah (ra), istri Nabi (saw) bercerita kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi: “Apakah baginda pernah mengalami peristiwa yang lebih berat dari kejadian perang Uhud?”. Beliau menjawab: “Sungguh aku sering mengalami peristiwa dari kaummu. Dan peristiwa yang paling berat yang pernah aku alami dalam menghadapi mereka adalah ketika peristiwa ‘Aqabah (Thaif), saat aku menawarkan diriku kepada Ibnu ‘Abdi Yalil bin ‘Abdu Kulal agar membantuku namun dia tidak mau memenuhi keinginanku hingga akhirnya aku pergi dengan wajah gelisah dan aku tidak menjadi tenang kecuali ketika berada di Qarnu ats-Tsa’aalib (Qarnu al-Manazil). Aku mendongakkan kepalaku ternyata aku berada di bawah awan yang memayungiku lalu aku melihat ke arah sana dan ternyata ada malaikat Jibril yang kemudian memanggilku seraya berkata; “Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan apa yang mereka timpakan kepadamu. Dan Allah telah mengirim kepadamu malaikat gunung yang siap diperintah apa saja sesuai kehendakmu”. Maka malaikat gunung berseru dan memberi salam kepadaku kemudian berkata; “Wahai Muhammad”. Maka dia berkata; “apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika kamu kehendaki, aku timpakan kepada mereka dua gunung ini”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak. Bahkan aku berharap Allah akan memunculkan dari anak keturunan mereka orang yang menyembah Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”. (Sahih Al-Bukhari 3231)

# IBRAH

  1. Hadits diatas mengabarkan kepada kita bahwa Rasulullah (saw) menyampaikan Aisyah (ra) bahwa dakwah mengajak kepada kebenaran (ke Thaif) lebih berat dari perang Uhud. Beliau harus menempuh jarak yang tidak dekat, kemudian setelah berjumpa ajakan beliau ditolak, Mubarakfuri menceritakan dalam sirah nabi (raheeq al-makhtoum) bagaimana beliau diusir (dikejar-kejar) juga dilempari batu, hingga beliau berlari dan baru berhenti setelah jauh.
  2. Mendidik bukan sekedar menyampaikan informasi, tetapi juga lebih beratnya adalah memberitahu mana yang baik dan benar, dan juga mengajak yang dididik untuk senantiasi berbuat baik dan benar. Mengajak kebaikan dan kebenaran adalah inti dari dakwah. Dalam surat Al-Hajj ayat 67 disebutkan “dan serulah (mereka kepada Tuhan-Mu), sungguh engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus.”
  3. Bagaimana niat mendidik beliau tidak padam walaupun kesulitan yang beliau hadapi, dan tetap optimis berharap kedepannya situasi akan lebih baik disana.
  4. Bagaimana Allah (swt) memberi pertolongan kepada orang-orang yang berdakwah, dan ini juga menunjukkan penganiayaan terhadap nabi terjadi sangat luar biasa, sampai malaikat Jibril marah dan meminta izin untuk memberikan hukuman.
  5. Bagaimana urusan dakwah adalah urusan berat yang menjadi amanah kepada seorang hamba. Sehingga atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mendidik, nabi mencontohkan dengan berdoa dan mengadu kepada Allah.
  6. Tidak perlu ada dendam dalam berdakwah ataupun mendidik, pendidik perlu fokus terhadap misi mendidik, bahkan dianjurkan untuk menyampaikannya dengan cara yang baik.
  7. Di penghujung kisah Thaif ini, akhirnya ada sekelompok jin yang masuk Islam (Al-Ahqaf:29)a. Ini memberikan gambaran, dalam mendidik kebenaran, seandainya ada satu kelompok yang menolak, insyaallah akan selalu ada kelompok lain yang menerimanya. Yang terpenting adalah menjaga niat dan juga fokus tujuan dakwah adalah menyampaikan kebenaran dan kebaikan.

Referensi

Azmi, Ahmad Sanusi. 40 Hadis Tentang Dakwah dan Tarbiah. Ulum Hadith Research Center, 2020.
https://sunnah.com/bukhari:3231
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/2992



Ibrah Pendidikan (1): Peranan Kecil Sangat Berharga

وَحَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، وَأَبُو كَامِلٍ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ الْجَحْدَرِيُّ – وَاللَّفْظُ لأَبِي كَامِلٍ – قَالاَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، – وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي، هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً، سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ – أَوْ شَابًّا – فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَسَأَلَ عَنْهَا – أَوْ عَنْهُ – فَقَالُوا مَاتَ ‏.‏ قَالَ ‏”‏ أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي ‏”‏ ‏.‏ قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا – أَوْ أَمْرَهُ – فَقَالَ ‏”‏ دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ ‏”‏ ‏.‏ فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ ‏”‏ إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ ‏”‏ ‏.‏

Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya seorang wanita berkulit hitam (atau remaja kulit hitam) sering terlihat membersihkan masjid. Suatu hari Rasulullah SAW tidak melihat dia dan bertanya kepada orang-orang sekitar. mereka memberitahunya bahwa wanita (remaja) itu telah meninggal. Beliau berkata kenapa mereka tidak memberi tahunya, seolah-olah mereka menganggap keberadaan wanita (remaja) ini adalah hal yang sepele. Rasulullah SAW kemudian berkata: “tunjukkan aku kuburnya!”. Lalu mereka mengantarkannya dan menshalati kuburnya, kemudian berkata: “sesungguhnya kubur-kubur ini penuh kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah azza wa jalla (maha agung dan maha tinggi) menerangi kubur ini untuk penghuninya karena doaku atas mereka. (Sahih Muslim, no: 956)

# IBRAH

  1. Dalam hadits ini Rasulullah sangat memperhatikan siapa saja disekelilingnya yang melakukan perbuatan baik dan bermanfaat. Begitu juga dalam pendidikan, semua pihak mengambil peranan dan patut dihargai atas kebaikan dan peranannya, walaupun kecil.
  2. Sebagian masyarakat menganggap sepele kerja-kerja kecil seperti ini. Dan Rasulullah SAW mencontohkan tidak patut kita menyepelekan orang lain karena latar belakang ekonomi ataupun penampilannya.
  3. Setiap pemimpin juga perlu ambil perhatian terhadap anggota-anggota timnya. Dan Rasulullah SAW mencontohkan setiap peran kecil dari pekerjaan besar perlu diperhatikan dan dihargai.
  4. Menurut al-Imam Ibn Hajar, wanita ini adalah Ummu Mihjan, atau Mihjanah, seorang wanita kulit hitam yang berkhidmat membersihkan masjid (Ibn Hajar, al-Isabah). Menurut riwayat al-Nasa’i pula, wanita ini disifatkan sebagai seorang yang miskin. a
  5. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk bertanya kabar tentang orang lain. Bahkan menurut riwayat Al-Hakim, Rasulullah sering bertanya khabar penduduk Anshar. b

Referensi:

Azmi, Ahmad Sanusi. 40 Hadis Tentang Dakwah dan Tarbiah. Ulum Hadith Research Center, 2020.
https://sunnah.com/muslim:956



Kemkes rilis Fitur Baru di Satu Data Vaksin: Stok Vaksin

Luar biasa, perjuangan front liner ini memang luar biasa. Memang tidak semua sempurna, tapi kita bisa lihat bahwa pandemi ini membuat percepatan dalam pengelolaan layanan kesehatan.

Apa sih yang kita bisa lihat dari satu data vaksin ini.

Langkah cepat vaksinasi di Jakarta ini memang patut diberikan jempol, walau setelah lebih 70% daerah lain jadi merasa kurang diperhatikan. Dan jawaban ini sebetulnya diberikan di fitur satu data vaksin. Banyak daerah tidak sigap dan siap. Mungkin jatah vaksin sekarang ini dianggap sama dengan antrian vaksin / imunisasi biasa, targetnya semua di vaksin, seharusnya semua cepat tervaksin.

Akhirnya dengan mulai beraksinya varian delta setelah Iedul Adha, semua daerah kewalahan, dikejar cepat stok vaksin tidak ada, saat stok vaksin ada, kita tidak siap.

Vaksinasi memang belum merata, Jakarta sebagai episentrum ekonomi dan juga kawasan Industri prioritas di utamakan, supaya variabel-variabel ekonomi bisa terus berjalan positif. Sebab itu indikator ekonomi membaik, walaupun ekonomi di masyarakat emput-emputan.

Pesantren di pulau Jawa khususnya Jawa Timur yang pada awalnya banyak anti vaksin berhasil diyakinkan, bahkan tidak main-main sebulan lalu Kemenag sampai menjaga 8jt kedatangan vaksin di airport, dan setelah itu memang tancap gas.

Daerah lain bagaimana, masih alon-alon kata orang jawa, masyarakat yang kurang partisipatif dan mungkin medan yang sulit. Terlihat masih ada area data yang hitam, artinya belum atau tidak ada stok vaksin disana.

Mengaca pada Jakarta yang bahkan saat ini sudah lebih 100% vaksinasi pertama bahkan masih terus berjalan untuk siswa dan ibu hamil. Apa sih yang bisa dilakukan oleh daerah lain untuk mendapat tambahan stok vaksin dan mempercepat bangkit dari masalah pandemi, karena seperti yang kita tahu sebagian propinsi di Indonesia memiliki penerbangan dan perbatasan dengan dunia internasional.

Jikapun Indonesia bisa dihapus dari travel warning, bisa jadi propinsi diluar pulau Jawa dan Bali masih akan lambat lagi untuk pulih.

Satu data ini mungkin salah satu mekanisme yang dijadikan ukuran dan birokrasi.

Sehingga cara paling efektif rasanya: suntik siapa saja asalkan stok vaksin bisa cepat habis.

Libatkan semua dari dinas kesehatan, pendidikan, sekolah, hingga swasta. Semakin cepat habis, semakin cepat stok baru didatangkan. Dan semakin baik indikator pemulihan dan birokrasi yang menyertainya.

Abaikan saja yang memang sengaja tidak tertib, mungkin memang dari awal begitu refleksi hidupnya, apa yang mau diharapkan.

Justru ceruk-ceruk yang pasti seperti sekolah, pos pelayanan umum, pasar adalah tempat berkumpul massa setiap hari dan setiap saat. Mulai di tempat yang pasti, karena menunggu masyarakat datang pastinya akan sulit. Seperti Jakarta sekarang menunggu di stasiun MRT, Kereta Api, Airport dan kabarnya akan di Terminal Bis.

Jika Kota Kabupaten di luar pulau Jawa ada yang bisa tembus ribuan perminggu, pastinya daerah lain juga bisa, tentunya selain faktor medan alam yang susah.

Cepat dan tertib cuma itu kuncinya. Siapa paling bontot, artinya memang ya begitu adanya.



Wajah Ego

Ego diartikan dalam kamus sebagai persona, bisa juga kesadaran akan diri sendiri, ada juga yang mengartikan sebagai persepsi akal pikiran terhadap siapa kita, atau lebih menarik lagi disebut adalah sebagai jembatan persepsi antara diri seseorang dengan realita dunia.

Pada saat pandemi dan kesulitan seperti ini kita sebetulnya melihat karakter masing-masing dari kita. Kita melihat dimana ego menempatkan kita pada realita yang kita hadapi sekarang, apakah muncul empati dan rasa berkontribusi atau justru sebaliknya.

Mana yang sibuk dengan urusan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, mana yang sibuk berpartisipasi urusan orang banyak dan mana yang sibuk dengan urusan pribadi dan ego nya.

Lihat para politisi, disaat pandemi ada yang meminta menjadi komisaris dan pembina, bukannya meringankan urusan justru menambah ribet situasi. Lihat juga pada yang bermental lemah, ada pandemi tidak tahan ada duit mengalir, padahal sepeser pun sudah ada alokasi bantuan yang terkunci.

Sebetulnya disini kita dapat melihat, klaim-klaim simpati diuji dengan kondisi yang amal yang riil. Hari ini menjadi saksi siapa sebetulnya kita, apakah kita termasuk orang yang melakukan perbaikan atau kita termasuk perusak yang suka berbuat onar dan fasad.

Toh pada akhirnya kita semua juga akan mati. Semoga kita yang sehat dijaga dari marabahaya, semoga kita yang sakit diberi kesembuhan, semoga diakhir zaman usia kita ini kita diberikan akhir yang baik, husnul khatimah.



Koruptor itu bernama Qarun

Kerusakan Besar Yang Dicatat dalam Sejarah

But seek the abode of the Hereafter in that which Allah hath given thee and neglect not thy portion of the world, and be thou kind even as Allah hath been kind to thee, and seek not corruption in the earth; lo! Allah loveth not corrupters, (Al-Qasas 27 : 77)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qasas 27 : 77)

Dua terjemah ini (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) menjadi penting untuk kita pahami bagaimana istilah korupsi yang diserap dari bahasa Inggris digunakan dalam meterjemahkan atau menafsirkan kata di dalam Al-Fasaq Al-Quran sebagai kerusakan.

Jika kita bertemu dengan Yahudi mereka akan merepek bercerita mengatakan nasib mereka yang kurang baik di dunia, didzalimi sejak masa Firaun, padahal masa itu mereka termasuk ramai orang beriman dan alim. Mereka tidak sebut kalau dikalangan mereka ada yang berbuat kerusakan dan mendzalimi bangsa mereka sendiri. Salah satu yang namanya diabadikan dalam Al-Quran adalah Qarun.

Sampai saat ini kita pun melihat bagaimana cerita-cerita sedih menjadi bahasan yang menjadi pokok dari pembicaraan, dan kemudian menjadi legitimasi dalam pembenaran yang mereka lakukan. Kita belum lagi bicara tentang hukum dan normatif atau budaya. Mari kita bicara tentang apa yang diperbuat Qarun sehingga dikatakan berbuat kerusakan yang besar yang menghancurkan kaumnya yakni Yahudi.

Qarun berkata dia kaya karena ilmunya. Hal ini dibantah oleh Allah dalam Al-Quran dalam rangkaian surat diatas, bahwa sudah banyak kaum yang lebih hebat dibinasakan, dan mereka lebih banyak mengumpulkan harta. Qarun ini juga disebutkan suka pamer kemudian menginspirasi dan memanasi orang lain untuk berbuat sepertinya, bahasa kitanya sekarang belagu atau berlagak.

Al-Quran mencatat kesalahan besar Qarun adalah berbuat kerusakan yang nyata, yang mungkin dari persepsinya bukan betul-betul kerusakan atau hanya sedikit. Bayangkan dari banyak sifat bani Israel yang sering disebut diantaranya suka cari celah keringanan, ada yang Allah sebutkan bahwa ada yang lebih parah dari sifat-sifat itu semua, dan Allah hukum Qarun supaya hal itu “berpandai-pandai” Qarun tidak menjadi pembenaran. Apa yang Qarun lakukan sebenarnya?

Al-Quran juga mencatat Qarun adalah bagian dari kaum nabi Musa. Ya walaupun Qarun PNS nya firaun, Al-Quran memberikan klarifikasi walau dia PNS Qarun adalah bagian dari bani Israel. Pastinya ada maksud kenapa disebutkan bahwa kaya nya Qarun ini dijadikan isu oleh Allah (tidak wajar). Kita bisa bayangkan bangsanya saat itu tengah miskin dan didzalimi. Kemudian Qarun berkata ya saya kaya karena saya pandai. Apalah kepandaian Qarun ini hingga Al-Quran menuliskan banyak lagi orang yang lebih hebat dari Qarun, dan kenapa kerusakan yang diperbuat Qarun sangat fatal hingga perlu menjadi contoh bagi manusia hingga akhir zaman.

Qarun dihukum bukan karena nabi Musa berdoa untuk diberi hukuman, ataupun kaumnya berdoa buruk kepadanya. Orang-orang alim dan shalih dari bani Israel justru mengingatkan “jadilah orang beriman, beramal shalih dan sabar”, untuk mengcounter demam jangan ikutin tuh si Qarun, ada cara lain menjadi kaya, yakni bersabar.

Kira-kira cerita Qarun diatas serupa dengan banyaknya cerita yang datang kepada kita tentang bagaimana menjadi kaya karena “berpandai-pandai” seperti Qarun kemudian sombong selangit. Allah benamkan dia kedalam bumi, walaupun pada saat itu banyak orang bercita-cita mengikut jejak Qarun, walaupun saat itu tidak banyak orang berdoa karena didzalimi olehnya.

Dan sifat Qarun saat itu hanya kecil menurutnya, yakni berbuat kerusakan (fasad), yang sebagian kita pun melihatnya sebagai “berpandai-pandai” dan hanya berakibat kecil. Dalam bahasa kekinian yang dilakukan oleh Qarun kita kenal dengan istilah korupsi. Al-Quran menyebutkan kerusakan Qarun mengenai harta yang dia miliki, dan memberikan kerusakan yang nyata di dalam masyarakat. Dan kerusakan itu masih kita akan jumpai ketika dibahas dalam kisah nabi Musa berikutnya bagaimana kaumnya seolah-olah tidak bisa diatur dan tidak bisa mengikuti aturan, sedikit kesempatan menghasilkan kerusakan dimana-mana.

Kisah Qarun adalah gambaran nyata bagaimana kerusakan non-fisik adalah isu serius yang dibahas oleh Allah. Kerusakan yang merusak sendi-sendi keteraturan dalam masyarakat, dan semua itu diakibatkan oleh korupsi. Itulah harta Qarun yang dibenamkan oleh Allah, harta Korupsi yang jumlahnya sangat besar. Semoga kita dijauhkan mencari harta dengan “berpandai-pandai” kemudian sombong ini hasil kerja keras (kerja cerdas) seperti Qarun.

Wallahu’alam

Diterbitkan juga di: https://insancendekia.org/khazanah/notes/koruptor-itu-bernama-qarun



Refleksi Moderasi Kaum Muda

Foto: Lembaga Hikmah – Hamka. Cetakan ke-4 (1966).

Salah satu masalah besar kita sebagai pembelajar adalah memframing karya dan pendapat orang lain dengan narasi sendiri. Jika sudah terjadi seperti itu, lebih tepat framing ataupun narasi tersebut diakui sebagai buah tangannya, dan pikiran orang yang disebutnya adalah referensi. Hal ini lebih membantu dalam membangun apa yang disebut oleh akademisi kontribusi pada keilmuan.

Seperti contohnya tulisan ini berharap dapat menstimulus dan dicarikan bahasanya dalam bahasa yang lebih intelek oleh kawan-kawan akademisi yang membaca disini. Mengemasnya dalam framework yang lebih solid dan akhirnya secara kolektif partisipatif memberikan kontribusi secara estafet pada peradaban. Tentu tidak semudah itu, tapi patut diharap dan dicoba.

Salah satu ibrah dalam belajar dengan membaca adalah dengan mencoba menyelami cara berfikir, metodologi, narasi dan tujuan yang ingin disampaikan penulis. Bahasa dan alat apalagi tren kontekstual menjadi hambatan tersendiri, yang akhirnya sengaja atau tidak disengaja, maksud yang ingin disampaikan terdistorsi.

Mungkin cara seperti ini dapat disebut “high orders thinking skill”.

Menariknya disinilah peran berikutnya para pembelajar, bukan untuk meluruskan, tetapi melanjutkan membangun bangunan dari pondasi-pondasi yang sudah dimulai sebelumnya.

Menarik dalam buku Hamka adalah cara bahasa dan alur yang disampaikan, pendekatan naratif orang pertama dan kedua, ataupun seperti salinan khutbah menjadikan buku ini seolah hidup berkomunikasi dengan pembaca.

Walaupun pernah dikatakan wahabi dan tundingan khas identik dengan persekusi (bullying) karena berbeda, banyak karya Hamka sebetulnya hemat dalil, salah satu corak khas pemikiran kaum muda. Corak lain yang menonjol adalah persoalan moderasi, baik antara sains dan agama, akal dan dalil, aqli dan naqli, hujjah dan konteks, juga persoalan membangun harapan untuk masa depan.

Taufik Abdullah menyebutkan Hamka sebagai generasi kedua pergerakan kaum muda. Tapi lebih tepatnya Hamka adalah generasi ketiga, karena beliau diajar oleh generasi kedua bukan oleh Ayahnya sendiri.

Generasi pertama kaum muda, masih meninggalkan khazanah luar biasa yang menjadi pondasi muslim moderat di Indonesia. Diantara mereka sekawan adalah KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, Haji Abdul Karim Amrullah, Syekh Abbas Abdullah, A. Hasan, dan banyak lagi. Belum lagi mereka yang ada dibelahan Nusantara lain, seperti Singapura dan Malaysia.

Karya moderasi mereka menjadikan mereka dikatakan sebagai pembaharu oleh murid-muridnya, dan tidak jarang eksklusifitas menjadikan murid-murid ini secara emosional tidak sengaja membanding-bandingkan. Mereka meninggalkan murid-murid yang juga mampu menjaga corak moderasi ini di zaman berikutnya. Ada Muhammadiyah, ada NU, ada Gontor, ada Diniyah School sebagai generasi kedua, dan banyak lainnya.

Sehingga pantas saat ini, kita merasa kehilangan ahli-ahli moderasi ini. Ditengah kegalauan dan framing konflik beragama saat ini, dimasa kita kehilangan keberpihakan atas kultur keagamaan, apakah berharap pada murid-murid mereka yang mungkin sudah mencapai generasi kelima untuk memulai kembali dan mencoba inklusif sedikit berlebihan? Mereka harus muncul dan dimunculkan sekarang untuk meneruskan perjuangan bukan justru menjadi antitesis guru-gurunya.

diterbitkan di: https://insancendekia.org/khazanah/notes/refleksi-moderasi-kaum-muda