All posts by Admin

Kiai Cholil : Seni adalah Nafasnya Dakwah

JAKARTA -– Keterkaitan antara seni dan dakwah sudah terjadi sejak zaman rosulullah saw. Beliau pertama kali memulai peradaban dari seni.

“Ketika Nabi Hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau disambut dengan sholawat Thola’al Badru Alaina, dan itu adalah sebuah seni”, ujar Kiai Cholil, (02/8/2022).

Pada zaman Wali Songo, penyebaran agama Islam dilakukan dengan metode pendekatan pada kearifan lokal yang ada, salah satunya adalah melalui kesenian. Jika dipahami lebih mendalam, seni dan dakwah sebenarnya adalah dua hal yang sama dengan versi yang berbeda. Hal tersebut disampaikan oleh Kiai Cholil Nafis pada kegiatan Multaqa, FGD dan Rakornas LSBPI MUI.

“Dakwah dan seni tu sebenarnya sama, hanya versinya yang berbeda. Seni disentuh dari sisi ihsannya sementara dakwah disentuh dari sisi Islamnya. Yang dibangun oleh pendakwah kita dalam akidah disentuh dari imannya,” ujarnya.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perkembangan seni yang ada di Indonesia saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi mampu merubah cara pandang seseorang dan memberikan jalan yang mudah untuk proses berdakwah.

”Saya dulu punya pemikiran bahwa menonton bioskop itu buruk, dan orang yang doyan maksiat. Tapi Ketika Ada Ayat – Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan film Islami lainnya membuat presepsi saya aitu berubah, bahwa ternyata film itu adalah sarana untuk dakwah, dan orang mau berkarya, menyampaikan pesan lewat film, sehingga film tidak lagi konotasi maksiat,” katanya menjelaskan.

Dalam penyaimpaiannya di ruang FGD LSBPI MUI, Kyai Cholil menyampaikan bahwa penyempurnaan seluruh aspek keislaman itu ada pada seni.

“Menurut saya penyempurna dari dakwah kita di MUI atau penyempurna dari seluruh aspek keislaman kita (iman dan Islam) adalah ihsan, dan ihsan ada pada seni. Seni ini adalah upaya mengungkapkan atau menampilkan rasa dalam visual. Bisa dalam bentuk tulisan, film dan sebagainya. Hal – hal yang sifatnya akulturasi, seni, itu sangat mencair, dan di situ lah nafas nafas Islam. Tinggal tugas nya LSBPI MUI untuk menemukan bagaimana caranya agar bisa memasukkan nilai – nilai dakwah di dalam seni, dan seni itu menjadi nafasnya dakwah,” pungkasnya.
(Dhea Oktaviana/Fakhruddin)



Buku Saku Kumpulan Khutbah Ekonomi dan Keuangan Syariah, Baca di Sini

buku-saku-kumpulan-khutbah-ekonomi-dan-keuangan-syariah,-baca-di-sini

Makassar, muisulsel.com – Kini terbit buku edisi kedua Buku Saku Kumpulan Khutbah Ekonomi dan Keuangan Syariah.

Pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar, sebagai penerbit, Juli 2022.

Buku saku ekonomi Islam ini karya kolaborasi antara manajemen Bank Indonesia (BI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel.

Penulis:
KH. Muammar Bakry
KH. Ahmad M. Sewang
KH. Kamaluddin Abunawas
KH. Arifuddin Ahmad
Raudhatul Jannah Syarief Mukhlis Sufri
Kamaruddin Arsyad Arniati Samaila
Raudhatul Jannah Syarief M. Ishaq Shamad
H. Idris Parakkasi
Muhammad Yusuf
Rizky Iman Perkasa Wardoyo Putra Denni Arisitiawan
Fadli Muin
Andi Muammar Qkhadafi
Muh. Surya Alif Utama Teguh Prasetya
Nurhidayat M. Said
Hj. Nurjannah Abna Ichwan Jufri

Anda yang berminat membaca buku saku 250 halaman tersebut, silakan unggah atau baca di sini: Buku Saku Kumpulan Khutbah Ekonomi dan Keuangan Syariah

Selamat membaca selengkapnya di sini:

Buku Saku Kumpulan Khutbah Ekonomi dan Keuangan Syariah

 

 

The post Buku Saku Kumpulan Khutbah Ekonomi dan Keuangan Syariah, Baca di Sini appeared first on MUI SULSEL.



Istikamah dalam Sabar dan Salat pada Awal Tahun 1444 Hijriah

istikamah-dalam-sabar-dan-salat-pada-awal-tahun-1444-hijriah

Oleh:
Ust Muhammad Asriady SHd MThI
(Pengurus Komite Dakwah Khusus MUI Sulsel)

Awal tahun 1444 Hijriah menjadi awal yang baik setelah muhasabah di akhir tahun 1443 H.

Pesan inspiratif dari hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim Bahwa:

من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل امسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من امسه فهو ملعون.( رواه الحاكم)

Artinya:

“Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.” (HR. Al Hakim).

Hadis tersebut memberikan pesan bahwa jika diibaratkan baik itu sebagai kualitas pribadi, maka manusia yang beruntung adalah Ia yang kualitas pribadinya hari ini lebih baik dari kemarin dan esok Ia memiliki kualitas pribadi yang lebih baik dari hari ini.

Sebab jika kualitas pribadi seseorang hari ini sama dengan kemarin maka Ia merugi, dan ketika kualitas pribadi seseorang hari ini lebih buruk dari kemarin sejatinya Ia celaka.

Untuk itu, ayo terus istikamah berpacu mengembangkan diri untuk menjadi pribadi berkualitas.

Sebagai muslim membutuhkan istikamah sebagai pribadi berkualitas dengan sabar dan salat. Sabar dan salat menjadi penolong bagi kehidupan umat muslim dari berbagai macam problematika kehidupannya.

Pada Alquran Surah Al-Baqarah ayat 45 berbunyi:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ

Terjemahnya: Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu.

Sabar menghadapi cobaan dan istikamah mendirikan salat yang kemudian berupaya menjadi pribadi yang khusyuk di dalam salat dan diluar salat, maka otomatis menjadikan pribadi berkualitas.

Mari terus berpacu mengembangkan diri pada tahun 1444 H, istikamahkan kesabaran dalam menjalani kehidupan, dan menjadikan salat sebagai jalur penetrasi jika menghadapi perkara sulit dalam kehidupan.

Semangat Sukses Berkah. (Irfan)

Baca juga:

Ketum Harap Kader Ulama MUI Sulsel Jaga Adab, Tak Mudah Salahkan Sesama

Tingkatkan Kualitas Muraqabatullah di Akhir Tahun 1443 Hijriah 

The post Istikamah dalam Sabar dan Salat pada Awal Tahun 1444 Hijriah appeared first on MUI SULSEL.



Multaqo LSBPI MUI Diharapkan Dapat Merapatkan Barisan Para Seniman dan Budayawan

JAKARTA — Ketua Pelaksana Multaqo Seniman dan Budayawan Muslim LSBPI MUI 2022, Erick Yusuf mengatakan, kegiatan ini diharapkan dapat merapatkan barisan para seniman dan budayawan Muslim di Indonesia.

Erick menyebut, dalam kegiatan ini juga akan berlangsung Forum Group Discussion (FGD) dan Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) LSBPI MUI se-Indonesia.

Erick mengungkapkan, kegiatan ini diharapkan bisa memperkuat kolaborasi dan bersinergi, serta menguraikan berbagai permasalahan keumatan dari sisi seni budaya.

“Kami gelar Rakornas agar supaya seluruh daerah yang mewakili dari para alim ulama di bawah komisi atau lembaga seni budaya. Untuk ikut merangkul seluruh seniman, budayawan, praktisi seni yang peduli terhadap keumatan,” kata Erick saat sambutan pembukaan acara, di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Erick mengatakan, kegiatan ini diharapkan menjadi triger dan embrio dari pertemuan lanjutan dari Multaqo.

“Diharapkan hadir gagasan-gagasan dan ide-ide setidaknya blue print untuk dakwah Islam khususnya seni budaya,” ujarnya.

Oleh karenanya, Erick berharap, momen ini dapat merangkul dan mempererat seluruh seniman, budayawan, dan praktisi seni yang peduli terhadap keumatan.

“Inilah saatnya satu momen yang sama-sama kita tunggu yaitu MUI mewadahi dan memfasilitasi pertemuan ini. (Diharapkan) kita runtinkan setiap tahunnya,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Multaqo LSBPI MUI Diharapkan Dapat Merapatkan Barisan Para Seniman dan Budayawan

JAKARTA — Ketua Pelaksana Multaqo Seniman dan Budayawan Muslim LSBPI MUI 2022, Erick Yusuf mengatakan, kegiatan ini diharapkan dapat merapatkan barisan para seniman dan budayawan Muslim di Indonesia.

Erick menyebut, dalam kegiatan ini juga akan berlangsung Forum Group Discussion (FGD) dan Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) LSBPI MUI se-Indonesia.

Erick mengungkapkan, kegiatan ini diharapkan bisa memperkuat kolaborasi dan bersinergi, serta menguraikan berbagai permasalahan keumatan dari sisi seni budaya.

“Kami gelar Rakornas agar supaya seluruh daerah yang mewakili dari para alim ulama di bawah komisi atau lembaga seni budaya. Untuk ikut merangkul seluruh seniman, budayawan, praktisi seni yang peduli terhadap keumatan,” kata Erick saat sambutan pembukaan acara, di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Erick mengatakan, kegiatan ini diharapkan menjadi triger dan embrio dari pertemuan lanjutan dari Multaqo.

“Diharapkan hadir gagasan-gagasan dan ide-ide setidaknya blue print untuk dakwah Islam khususnya seni budaya,” ujarnya.

Oleh karenanya, Erick berharap, momen ini dapat merangkul dan mempererat seluruh seniman, budayawan, dan praktisi seni yang peduli terhadap keumatan.

“Inilah saatnya satu momen yang sama-sama kita tunggu yaitu MUI mewadahi dan memfasilitasi pertemuan ini. (Diharapkan) kita runtinkan setiap tahunnya,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Citayam Fashion Week dan Raibnya Moralitas Generasi Muda Kita, Tawaran Solusi

Oleh: KH Nurul Badruttamam, SAg, MA, Sekretaris Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI
 
Citayam Fashion Week beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatian dari kalangan pengguna media sosial. Kemunculan anak-anak muda dari daerah penyangga Jakarta yang kemudian viral dengan sebutan SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok) menjadi perbincangan hangat karena kiprah muda-mudi yang berpakaian nyentrik dalam membuat konten kreatif dan berlenggak lenggok menirukan peragaan busana layaknya model Internasional.

Kreativitas muda-mudi ini tentu saja patut kita apresiasi, di tengah dinamika perkembangan teknologi informasi yang begitu hebatnya, generasi ini berhasil menaklukkan teknologi bukan hanya sebagai penggunanya saja. Mereka ambil bagian sebagai konten kreator yang kemudian menjadi hype dan menjadi trend di masyarakat. Sebut saja Jeje, Bonge, Kurma, Roy dan lainnya yang berhasil menjadi seleb Instagram maupun tiktok dan berhasil mendapatkan popularitas juga penghasilan dari konten yang mereka ciptakan.

Apresiasi juga datang dari berbagai kalangan, tak terkecuali Presiden Jokowi, menurutnya kegiatan tersebut justru harus didukung dan didorong selama sifatnya positif serta tidak melanggar hukum.

Memetakan Masalah

Saya berkesempatan merasakan langsung suasana Citayam Fashion Week ketika saya melipir ke Dukuh Atas dan melihat langsung bagaimana muda-mudi usia belasan tahun saling beradu gaya di zona yang jadi buah bibir semua kalangan juga media. Tentu saya dibuat takjub dengan kreativitas dan gaya mereka.

Di sisi lain saya juga sangat terpukul sekaligus prihatin, miris melihat muda-mudi saling merangkul bebas, dan “maaf” saling bercumbu tanpa batas tanpa menghiraukan lagi norma dan adat keIndonesiaan kita. Bagaimana mungkin, ruang kebebasan berekspresi yang sudah kita percayakan kepada generasi kita menjadi teramat kebablasan.

Banyak sekali pertanyaan bergelayut di benak saya, apalagi membayangkan fenomena Citayam Fashion Week yang kabarnya saat ini mulai menjamur dan dicopy paste di berbagai daerah lainnya.

Adakah norma dan batasan yang masih terjaga sebagaimana budaya dan ajaran agama yang selama ini kita percaya?
Jika kita tilik lebih jauh, kelompok “SCBD” ini terdiri dari remaja yang berusia kisaran belasan tahun dan memiliki kondisi status sosial yang rendah serta putus sekolah sehingga ketika tawaran untuk merasakan kembali bangku pendidikan, di saat iming-iming kemandirian finansial yang menghampiri, tentu saja mereka lebih memilih untuk mandiri finansial daripada kembali ke bangku sekolah yang dulu pernah gagal dicapainya.

Kerasnya kehidupan yang menempa, juga keinginan untuk diakui identitasnya sebagaimana  WHO mengidentifikasi bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana  individu berkembang dari saat pertama kali yang menunjukkan perubahan pada seksualitas sampai mencapai kematangan seksualitasnya, mereka akan mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatif menjadi lebih mandiri.

Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi masa kanak-kanak mereka menuju masa dewasa, atau bisa dikatakan dalam proses pencarian jati diri menyebabkan mereka melakukan tindakan yang sulit dipertanggungjawabkan. Seringkali mereka menjustifikasi setiap perbuatannya benar dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Adu gaya di ruang terbuka, bercumbu mesra dengan lawan jenis menjadi peristiwa sehari-hari yang kita temui di Citayam Fashion Week. Mereka berargumen di balik kata kebebasan berekspresi.

Lebih jauh, seringkali masyarakat kita menyalahkan dan mempermasalahkan masalah ini karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Padahal bisa jadi pendidikan moral yang kita berikan tidak benar-benar sampai dan menyentuh hati mereka. Atau jangan-jangan kita lebih sering membincang masalah moral dan akhlak di forum-forum tertutup, tanpa benar-benar berinteraksi dengan generasi muda kita secara langsung.

Penguatan moral dan akhlak harus hadir merangkul remaja Citayam Fashion Week, menjadi pedoman bagi generasi muda Indonesia yang hari ini sudah akrab dengan perkembangan teknologi yang semakin mendunia.

Penguatan moral harus hadir tidak hanya di institusi pendidikan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah, ia harus hadir dan disajikan dengan konten kekinian dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Kebebasan berekspresi juga berkreasi memang tidak seharusnya kita caci apalagi benci, sebaiknya diarahkan pada kebebasan yang bertanggungjawab dan bermoral. Jangan sampai fenomena Citayam Fashion Week yang sudah ditutup dan mulai merajalela di belahan Indonesia lainnya hadir sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang tidak beradab dan jauh dari nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Kamu cantik, kamu ganteng, tapi kamu juga berkarakter, slebeeeewwww!!!!
 
 



Citayam Fashion Week dan Raibnya Moralitas Generasi Muda Kita, Tawaran Solusi

Oleh: KH Nurul Badruttamam, SAg, MA, Sekretaris Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI
 
Citayam Fashion Week beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatian dari kalangan pengguna media sosial. Kemunculan anak-anak muda dari daerah penyangga Jakarta yang kemudian viral dengan sebutan SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok) menjadi perbincangan hangat karena kiprah muda-mudi yang berpakaian nyentrik dalam membuat konten kreatif dan berlenggak lenggok menirukan peragaan busana layaknya model Internasional.

Kreativitas muda-mudi ini tentu saja patut kita apresiasi, di tengah dinamika perkembangan teknologi informasi yang begitu hebatnya, generasi ini berhasil menaklukkan teknologi bukan hanya sebagai penggunanya saja. Mereka ambil bagian sebagai konten kreator yang kemudian menjadi hype dan menjadi trend di masyarakat. Sebut saja Jeje, Bonge, Kurma, Roy dan lainnya yang berhasil menjadi seleb Instagram maupun tiktok dan berhasil mendapatkan popularitas juga penghasilan dari konten yang mereka ciptakan.

Apresiasi juga datang dari berbagai kalangan, tak terkecuali Presiden Jokowi, menurutnya kegiatan tersebut justru harus didukung dan didorong selama sifatnya positif serta tidak melanggar hukum.

Memetakan Masalah

Saya berkesempatan merasakan langsung suasana Citayam Fashion Week ketika saya melipir ke Dukuh Atas dan melihat langsung bagaimana muda-mudi usia belasan tahun saling beradu gaya di zona yang jadi buah bibir semua kalangan juga media. Tentu saya dibuat takjub dengan kreativitas dan gaya mereka.

Di sisi lain saya juga sangat terpukul sekaligus prihatin, miris melihat muda-mudi saling merangkul bebas, dan “maaf” saling bercumbu tanpa batas tanpa menghiraukan lagi norma dan adat keIndonesiaan kita. Bagaimana mungkin, ruang kebebasan berekspresi yang sudah kita percayakan kepada generasi kita menjadi teramat kebablasan.

Banyak sekali pertanyaan bergelayut di benak saya, apalagi membayangkan fenomena Citayam Fashion Week yang kabarnya saat ini mulai menjamur dan dicopy paste di berbagai daerah lainnya.

Adakah norma dan batasan yang masih terjaga sebagaimana budaya dan ajaran agama yang selama ini kita percaya?
Jika kita tilik lebih jauh, kelompok “SCBD” ini terdiri dari remaja yang berusia kisaran belasan tahun dan memiliki kondisi status sosial yang rendah serta putus sekolah sehingga ketika tawaran untuk merasakan kembali bangku pendidikan, di saat iming-iming kemandirian finansial yang menghampiri, tentu saja mereka lebih memilih untuk mandiri finansial daripada kembali ke bangku sekolah yang dulu pernah gagal dicapainya.

Kerasnya kehidupan yang menempa, juga keinginan untuk diakui identitasnya sebagaimana  WHO mengidentifikasi bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana  individu berkembang dari saat pertama kali yang menunjukkan perubahan pada seksualitas sampai mencapai kematangan seksualitasnya, mereka akan mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatif menjadi lebih mandiri.

Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi masa kanak-kanak mereka menuju masa dewasa, atau bisa dikatakan dalam proses pencarian jati diri menyebabkan mereka melakukan tindakan yang sulit dipertanggungjawabkan. Seringkali mereka menjustifikasi setiap perbuatannya benar dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Adu gaya di ruang terbuka, bercumbu mesra dengan lawan jenis menjadi peristiwa sehari-hari yang kita temui di Citayam Fashion Week. Mereka berargumen di balik kata kebebasan berekspresi.

Lebih jauh, seringkali masyarakat kita menyalahkan dan mempermasalahkan masalah ini karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Padahal bisa jadi pendidikan moral yang kita berikan tidak benar-benar sampai dan menyentuh hati mereka. Atau jangan-jangan kita lebih sering membincang masalah moral dan akhlak di forum-forum tertutup, tanpa benar-benar berinteraksi dengan generasi muda kita secara langsung.

Penguatan moral dan akhlak harus hadir merangkul remaja Citayam Fashion Week, menjadi pedoman bagi generasi muda Indonesia yang hari ini sudah akrab dengan perkembangan teknologi yang semakin mendunia.

Penguatan moral harus hadir tidak hanya di institusi pendidikan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah, ia harus hadir dan disajikan dengan konten kekinian dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Kebebasan berekspresi juga berkreasi memang tidak seharusnya kita caci apalagi benci, sebaiknya diarahkan pada kebebasan yang bertanggungjawab dan bermoral. Jangan sampai fenomena Citayam Fashion Week yang sudah ditutup dan mulai merajalela di belahan Indonesia lainnya hadir sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang tidak beradab dan jauh dari nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Kamu cantik, kamu ganteng, tapi kamu juga berkarakter, slebeeeewwww!!!!
 
 



LSBPI MUI Prakarsai Multaqo Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia

JAKARTA – Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Multaqo Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia.

Pertemuan antara ulama dan para cendekiawan yang konsen dalam bidang seni tersebut, akan dilaksanakan secara offline di Hotel Sari Pan Pasifik, pada 2-3 Agustus 2022.

Dalam acara silaturahim dan bincang-bincang pra-acara, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengembangan Seni Budaya dan Peradaban Islam, KH Jeje Zaenudin menyampaikan bahwa Multaqo yang diselenggarakan oleh LSBPI MUI merupakan yang pertama dan dapat dijadikan tonggak sejarah bagi para seniman budayawan muslim Indonesia.

“Kegiatan Rakornas, FGD dan Multaqo ini dapat dijadikan soko guru serta pondasi untuk membuka dakwah yang berbasis pada seni budaya Islami,” tutur Kiai Jeje, (01/08).

Kiai Jeje menjelaskan, LSBPI MUI merupakan wadah untuk mengembangkan lahirnya insan-insan kreator, pemikir, hingga para praktisi seni budaya Islam yang karyanya akan dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Karena merupakan Multaqo perdana yang diselenggarakan, Kiai Jeje mengingatkan untuk memberi banyak kritik dan masukan selama terselenggaranya acara nanti.

“Akan banyak evaluasi yang didapatkan selama terselenggaranya Multaqo, namun hal itu justru menjadi masukan yang membangun guna peningkatan kualitas penyelenggaraan acara selanjutnya,” kata Kiai Jeje.

Selain itu, Kiai Jeje berharap, terselenggaranya Multaqo bagi seniman dan budayawan muslim Indonesia dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim dalam aspek seni budaya.

Karena menurut dia, seni budaya sangat melekat di dalam jiwa manusia dan tidak bisa lepas dari spirit agama.

(Isyatami Aulia/Angga)



Ajak Dakwah Lewat Seni Budaya, LSBPI MUI Gelar Rakornas, FGD dan Multaqo Seniman

JAKARTA – Seni budaya menjadi salah satu media dakwah yang dapat digunakan untuk menyebarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Karenanya, melalui media tersebut, Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak dakwah yang ramah serta dapat menebar manfaat melalui seni budaya.

Ketua pelaksana Rakornas, FGD dan Multaqo LSBPI MUI 2022, Erick Yusuf, menyampaikan inti dari ketiga rangkaian acara tersebut adalah mempertemukan cendekiawan, seniman, dan budayawan Muslim Indonesia dalam satu wadah guna mempererat silaturahim satu sama lain.

“Pertemuan antar para seniman ini, dihaarapkan mampu melahirkan sinergi dan kolaborasi dalam membangun peradaban dari seni dan budaya Islam di Indonesia,” jelas Erick dalam kesempatan silaturahim dan bincang-bincang pra-acara, di Hotel Sari Pan Pasifik, pada (01/08).

Erick menuturkan, pertemuan yang akan dihadiri oleh banyak tokoh, pejabat negara, hingga praktisi kesenian merupakan langkah awal untuk memberikan rekomendasi dan masukan dalam bidang seni budaya bangsa.

Selain itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Habiburrahman El Shirazy menuturkan pertemuan tersebut akan dihadiri oleh seniman lintas bidang.

“Semua seniman Muslim dalam acara ini kita undang, baik yang konsentrasi dalam bidang sastra, seni suara, seni rupa, seni film hingga seni teater,” kata Kang Abik.

Ulama yang karib disapa Kang Abik ini menjelaskan, meskipun undangan secara offline terbatas, para peserta undangan yang belum berkesempatan hadis di tempat dapat mengikutinya secara online.

Novelis ini juga berharap, terselenggaranya Multaqo ini akan menghadirkan kerinduan bagi para seniman muslim Indonesia untuk bertemu dan bertukar pikiran.

Karenanya Multaqo dapat menjadi wadah bagi insane yang bergelut dibidang seni meningkatkan kualitas dan kreativitas diri.

(Isyatami Aulia/Angga)



Berikut Bukti UUD 1945 adalah Konstitusi Paling Religius di Dunia

JAKARTA— Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun hal tersebut tidak membuat Indonesia tergolong dalam 23 negara dari 193 negara PBB yang mengakui agama Islam secara eksplisit.

Hal tersebut disampaikan pakar hukum tata negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003-2008), Prof Jimly Asshiddiqie, pada kegiatan 6th Annual Conference On Fatwa MUI Studies di Jakarta, Selasa (26/7/2022) lalu, sebagaimana dikutip dari kanal resmi Youtube TVMUI, Senin (1/8/2022).

Prof Jimly menjelaskan, dari 193 negara anggota PBB, Kristen diakui di 41 negara secara eksplisit, itu berarti setara dengan 55,41 persen. Sedangkan agama Islam diakui secara eksplisit di 23 negara atau setara dengan 31,08 persen. Artinya lebih banyak diakui negara Kristen, dan negara Indonesia tidak termsuk pada dua kategori tersebut.

“Menariknya, Indonesia tidak masuk di dalam dua kategori tersebut. Indonesia tidak termasuk 23 negara yang Islam, juga tidak termasuk 41 negara yang Kristen,” kata dia.

Lebih jelas dia menyampaikan bahwa kebanyakan negara di dunia ini tidak mengatur tentang agama dan tuhan di dalam konstitusinya, namun hal itu berbeda dengan Indonesia. Indonesia justru banyak menyebut tentang tuhan dan agama dalam Undang Undang Dasar 1945.

“Pada umumnya konstitusi di dunia ini tidak menyebut nama tuhan, tapi lihatlah pada UUD 1945, saya namakan the must godly constitution in the world, karena di dalamnya ada 20 kata yang berhubungan dengan tuhan dan agama disebut dalam satu naskah UUD 1945,” kata alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Dia mengungkapkan, dalam UUD 1945 terdapat kata “Allah” disebutkan sebanyak dua kali. Yaitu pada alenia 3 pembukaan UUD, yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa”.

Selanjutnya pada pasal 9 yang berbunyi,: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.”

“Selanjutnya kata ketuhanan yang Mahaesa disebutkan sebanyak dua kali, kata moral satu kali, kata akhlak mulia yang berasal dari akhlaqul karimah juga disebutkan pada pasal 31. Dan bahkan kata agama dalam UUD kita disebutkan sebanyak 14 kali. Maka, the must godly constitution in the world adalah UUD 1945,” sambungnya.

Dia menegaskan penyebutan agama dan tuhan dalam UUD 1945 berlaku untuk semua, tidak ada kekhususan pada satu agama, terlebih pasca 18 Agustus 1945. Seluruh agama yang berketuhanan yang mahaesa akan dilayani secara sama, tanpa perbedaan.

Dalam hal ini, negara juga memiliki kepentingan, yakni agar seluruh warga negara taat kepada agama yang diyakini guna memastikan memastikan kualitas dan integritas warga negara Indonesia.

“Kita adalah negara Pancasila yang sudah tidak perlu ragu untuk memperbincangkan bagaimana sumbangan semua agama dengan nilai–nilai kemuliaannya masing–masing untuk diadopsi menjadi kebijakan resmi untuk negara, termasuk dalam urusan fatwa,” ujar dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)



Siapkan Kongres Budaya Islam Indonesia 2023, Lembaga Seni Budaya MUI Gelar Multaqo Seniman Budayawan Muslim Besok

JAKARTA – Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI menggelar kegiatan Multaqo (pertemuan) Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia pada Selasa (02/08) di Hotel Sari Pasifik, Jakarta.

Kegiatan tersebut dalam rangka meminta masukan dari berbagai pihak khususnya dari kalangan seniman dan budayawan Islam untuk mempersiapkan Kongres Budaya Islam 2023. Wapres RI KH Ma’ruf Amin dipastikan akan membuka langsung kegiatan ini.

Pada malam harinya, LSPBI MUI akan meneruskan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Road to Kongres Kebudayaan Islam 2023. Agenda ini akan diikuti budayawan, seniman muslim, pengurus MUI Pusat, pengurus LSBPI MUI, dan LSBPI MUI Provinsi.

“Kegitan ini akan membahas mengenai konsep arah baru budaya Indonesia yang berisi tentang budaya Islam masa lampau, sekarang, maupun masa depan, ” ungkap Ketua LSBPI MUI, Habiburrahman El Shirazy, kepada MUIDigital, Senin (08/07).

Ketua Panitia Multaqo, Erick Yusuf, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan menjaring ide dan gagasan untuk Kongres Budaya Islam 2023. Kongres Budaya Islam merupakan agenda lanjutan MUI setelah dua kali berhasil menyelenggarakan Kongres Ekonomi Umat.

“Ide-ide dan gagasan brilian dari para pakar dan pelaku seni budaya ini kemudian menjadi bahan utama yang akan ditindaklanjuti dalam Kongres Budaya Islam 2023, ” ujar dia.

Kegiatan bertema “Meneguhkan Orientasi Seni dan Budaya Islam dalam Membangun Peradaban Bangsa” ini akan dibuka oleh Wapres RI KH Ma’ruf Amin dan diberikan sambutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi, serta Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya KH Jeje Zainuddin.

Pada kegiatan Multaqo ini, juga akan ada penyerahan penghargaan Hamka Award. Ini merupakan penghargaan khusus yang diberikan kepada tokoh seni dan budaya Islam yang telah dikurasi oleh LSBPI MUI.

Selain itu, pada kegiatan ini, juga ada pembacaan puisi dari penyair yang puisinya terkenal unik yaitu Sutardji Calzoum Bachri. Musisi Dwiki Dharmawan juga akan tampil memeriahkan kegiatan ini.

Malam harinya, pada kegiatan FGD, narasumber terdiri dari Prof Abuddin Nata, Adian Husaini, dan Saiful Bahri. Sementara peserta aktif terdiri dari Habiburrahman El Shirazy, Tiar Anwar Bachtiar, Kusen, Ahmad Mujib, Aguk Irawan, dan M Irfan Hidayatullah.

Setelah seharian penuh menggelar Multaqo dan FGD, LSBPI akan melanjutkan dengan kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang diisi oleh Ketua MUI Bidang Seni Budaya KH Jeje Zainuddin dan Kang Abiek sebagai Ketua LSBPI MUI pada Rabu (03/08) pagi sampai siang.

Menurut Kang Abik, Rakornas LSBPI MUI ini bertujuan menjadi wadah silaturahim pengurus LSBPI MUI dari pusat sampai daerah. Berbagai program unggulan LSBPI juga akan dibahas dalam pertemuan ini.

“Melalui Rakornas, kita juga menyosialisasikan AD/ART LSBPI MUI maupun buku panduan karya seni budaya islami disertai sharing season LSBPI MUI seluruh Indonesia, ” tutupnya. (Saddam Al Ghifri/Azhar)



Tingkatkan Kompetensi Da’i, Komisi Dakwah MUI Gelar Standardisasi Da’i Ke-14

JAKARTA— Komisi Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat mengadakan kegiatan standardidasi da’i ke-14 pada 28 Juli 2022 di Kantor MUI Pusat, Jakarta.

Seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, standardidasi kali ini juga bertujuan meningkatkan kualitas dai. Selain itu, program ini merupakan pembekalan agar para dai memahai secara mendalam Islam Wasathiyah.

Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, menyampaikan MUI akan terus melakukan upaya peningkatakan kompetensi da’i. Cakupan kompetensi itu meliputi pemahaman keagamaan, kecakapan metodologi dakwah, dan pemahaman wawasan kebangsaan.

“MUI terus berkomitmen menciptakan dakwah yang mencerahkan, membangun, serta meningkatkan kemampuan umat. Kami ingin menumbuhkan dkawah yang mendamaikan dan santuan sekaligus tetap berkomitmen pada NKRI dan Pancasila, ” ungkap Kiai Zubaidi, Senin (01/08) kepada MUIDigital.

Akademisi UIN Jakarta ini menyampaikan, kegiatan standardisasi dai rencananya akan terus dilaksanakan bahkan meluas ke berbagai daerah. Langkah ini untuk membuka peluang yang setara sehingga dai di daerah bisa merasakan program standardidasi juga.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyampaikan bahwa MUI terus mendorong da’i berdakwah yang dilandasi kompetensi keagamaan dan pemahaman kebangsaan.

“Hal itu dapat dijawab dengan dakwah Islam Wasathiyah yang digulirkan MUI, ” ujar dia.

Menurutnya, Islam Wasathiyah memiliki ciri khas yang unik sehingga mampu menjadi jawaban masalah keumatan dan kebangsaan. Beberapa ciri Islam wasathiyah tersebut antara lain mengutamakan kedilan, bertindak proporsional, jalan tengah antara yang berlebihan dalam beragama dan mengurangi ajaran agama, keseimbangan dan tegas, sehingga dapat membedakan antara penyimpangan (inhiraf) dan perbedaan (ikhtilaf).

Islam wasathiyah, ungkap Kiai Cholil, juga mengedepankan prinsip musyawarah (syuro), dengan prinsip menempatkan kemaslhatan umum di atas segalanya, mengutamakan prinsip reformatif (islahi) dengan berpijak pada kernagka nilai dan mengakomodasi kemajuan zaman.

“Islam Wasathiyah juga mengutamakan sikap tasamuh, bersikap egaliter (musawah) dalam bermuamalah dan hukum, memegang prinsip aulawiyyah, dan memperhatikan perkembangan zaman (tathowwuriyah), ” ungkapnya. (Dhea Oktaviana/Azhar)



Mengapa Hukum Islam Perlu Ditopang Negara? Ini Jawaban Prof Jimly

JAKARTA— Di antara diskusi yang kerap mengemuka baik di kalangan praktisi atau pakar hukum tata negara adalah apakah hukum Islam perlu mendapat pengakuan dan dukungan negara?

Jawaban atas pertanyaan di atas disampaikan pakar hukum tata negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003-2008), Prof Jimly Asshiddiqie, saat menyampaika materi dalam 6th Annual Conference on Fatwa Studies yang digelar Komis Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 26-28 lalu, sebagaimana dikutip dari kanal resmi Youtube TVMUI, Senin (1/8/2022).

Prof Jimly menyatakan hukum Islam yang ada harus mendapat dukungan dari pemerintah dalam pelaksanaannya.

“Hukum dalam agama kita ini membutuhkan dukungan kekuasaan untuk penerapan. Hukum Islam harus ditopang oleh sistem kekuasaan resmi bernegara. Masalahnya, sistem kekuasaan resmi bernegara ini tidak hanya tercermin dalam peraturan perundang –undangan seperti yang secara sempit kita pahami sekarang,” kata dia.

Menurut Prof Jimly, ada beberapa produk hukum yang membutuhkan topangan dari kekuasaan negara, di antaranya adalah produk hukum regulasi, produk hukum administrasi, produk hukum ajudikasi, produk hukum perjanjian, dan produk ilmu hukum umum.

Tidak hanya membahas terkait hukum Islam, pada kesempatan tersebut Prof Jimly juga menyampaikan beberapa hal yang harus dibenahi dalam hukum nasional. Beliau menegaskan ada tiga hal yang harus dibenahi dalam konteks hukum nasional.

“Menurut saya, dalam konteks hukum nasional kita, kita perlu membenahi mekanisme pembentukan fatwa, selanjutnya mengenai substansi fatwa, lalu mengenai bagaimana fatwa menjadi fungsional dalam konteks hukum nasional bernegara,” kata dia.

Dengan terselenggaranya kegiatan yang mengusung tema “Peran Fatwa MUI dalam Perubahan Sosial” ini, dia berharap bahwa ke depannya ada kumpulan fatwa MUI yang diresmikan.

Peresmian tersebut melalui dua cara yaitu melalu pemerintahan eksekutif yang dituangkan dalam keputusan presiden. Kedua, melalui peradilan dengan tujuan untuk memandu hakim dalam menjalankan tugasnya, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Selanjutnya, dia juga berharap kedepannya Fatwa MUI dikukuhkan Mahkamah Agung dengan penetapan administratif yang diberlakukan sebagai petunjuk untuk semua hakim dalam menjalankan semua tugasnya yang berhubungan dengan kewenangan peradilan agama.

Dia juga mengingatkan MUI memiliki tugas yang cukup besar, baik dalam penegakan hukum maupun dalam bidang lainnya. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)



Target 25 Ribu Produk Halal Gratis, MUI dan BPJPH Perkuat Akselerasi Halal

JAKARTA–Pasca terbitnya Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH) meniscayakan adanya percepatan sekaligus penguatan produk halal di Indonesia.

Undang Undang tersebut memberikan amanah dalam proses sertifikasi halal dengan bersinergi melalui MUI, BPJPH dan LPH. BJPH sendiri menargetkan 25 ribu produk halal yang disertifikasi secara gratis.

Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham mengatakan, setidaknya ada 25 ribu produk halal yang digratiskan yang banyak melibatkan para pelaku usaha UMKM.

“Hal ini meniscayakan keterlibatan pelaku usaha UMKM yang mengajukan proses sertifikasi halal,” kata Aqil Irham saat rapat terbatas di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat (29/7).

Pada kesempatan ini, Wakil Menteri Agama KH Zainut Tauhid Saad berharap, akselerasi Ketetapan Halal (KH) dan Sertifikat Halal (SH) dilakukan secara bersinergi dan berkolaborasi antara MUI dan BPJPH.

“Sehingga kedua proses ini dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan mendorong tiga aktor dalam sertifikasi halal untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi).

Ketiga aktor sertifikasi halal yang diatur dalam UU tersebut yakni BJPH, MUI dan LPH. Dengan begitu, jelasnya, akselarasi dan penguatan dapat dilakukan semua pemangku kepentingan secara bersamaan.

Selain itu, kata Buya Amirsyah, diperlukan pemetaan potensi produk halal untuk akselerasi berapa target jumlah produk halal yang akan dihasilkan berdasarkan SDM dan infrastruktur melalui IT.

Sejalan dengan itu, Ketua MUI Bidang Halal, KH Sholahudin Al Ayub mengungkapkan bahwa masing-masing pihak sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam proses percepatan sertifikasi halal.

Hal itu dilakukan sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya Ketetapan Halal (KH) dan Sertifikat Halal (SH).

“BPJPH misalnya, memiliki tugas menetapkan aturan atau regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha dan menerbitkan sertifikasi halal,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati menyampaikan bahwa LPPOM MUI sebagai salah satu LPH bertugas melakukan pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halal.

“Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH,” ungkapnya.

Pada kesempatan ini, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Nian Sholeh menharapkan agar substansi fatwa terhadap produk halal dapat dilakukan penguatan oleh Komisi Fatwa MUI setelah pemeriksaan dilakukan oleh LPH yang terakreditasi oleh BPJPH.

“Karena iyu, fatwa halal merupakan Ketetapan Halal (KH) yang diterbitkan MUI untuk memastikan ke halalan sejumlah produk,” ujarnya.

(Sadam Al Ghifari/Angga)



MUI Terima Kunjungan Delegasi Abu Dhabi Forum for Peace, Ini yang Dibicarakan

JAKARTA— Sekretaris Jenderal Abu Dhabi Peace Forum, Al-Mahfouz bin Syaikh Abdullah bin Bayyah, didampingi Wakil Direktur Universitas Muhammad bin Zayed, Khalifah Az-Zhohirin, anggota Board of Trustees dari Abu Dhabi Forum for Peace Dr Ahmed El Senousi, beserta Sekretariat Forum, Zeshan melakukan silaturahim ke Gedung MUI Pusat di Jl Proklamasi, Jumat (29/7/2022).

Dalam silaturahim ini mereka disambut dan dijamu secara langsung oleh Ketua MUI Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK), Prof Amany Lubis, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi.

“Tujuan mereka ke sini adalah menyampaikan undangan secara resmi untuk MUI, Ketua Umum MUI, dan ulama di MUI untuk menghadiri Konferensi Internasional ke-9 di Abu Dhabi, Desember 2022, mudah-mudahan wakil dari ulama Indonesia dapat menghadiri acara ini,” terang Amany Lubis.

Dalam kesempatan ini pula, Kiai Jaidi dalam sambutannya memperkenalkan Majelis Ulama Indonesia di hadapan para tamu delegasi.

Kiai Jaidi menyampaikan bahwa Majelis Ulama Indonesia terdiri dari 80 organisasi serta banyak organisasi besar di Indonesia yang ikut andil membesarkan MUI. Ada Muhammadiyah, NU, persis, dan lainnya.
Lebih lanjut, Kiai Jaidi mengungkapkan bahwa MUI bermanhaj Islam Wasathiyah, Islam moderat. “Kami Insya Allah senantiasa menjaga ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah basyariyah, termasuk persaudaraan dengan agama lain agar tercipta keamanan, kedamaian, dan ketenteraman,”pungkasnya.

Konferensi Internasional tersebut, dikabarkan akan diikuti sekitar 500 undangan dan 40 organisasi internasional untuk bersama-sama membahas langkah-langkah serius dalam upaya mencapai perdamaian dunia, termasuk isu yang berkaitan dengan keumatan dan sosial keislaman. (Ilham Fikri, ed: Nashih)



12 Amal Kebaikan yang Bisa Dilakukan pada Muharram

Muharram adalah salah satu bulan yang mulia. Saking mulianya Muharram disebut sebagai syahrullah (bulan Allah).
Kemuliaan bulan ini dikarenakan terdapat banyak amalan sunnah yang dapat dikerjakan. Salah satunya yang paling utama adalah berpuasa. Dalam hadits sahih, Rasulullah SAW bersabda:
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم
Artinya: “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram.” (HR Muslim). Dalam hadits lain, disebutkan:


جاء رجل إلى النبي ضلى الله عليه وسلم فقال: أي الصيام أفضل بعد شهر رمضان؟ قال:  شهر الله الذي تدعونه المحرم

Artinya: “Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?’ Nabi menjawab, ‘Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram.” (HR Ibnu Majah)

Keutamaan berpuasa di bulan Muharram, terdapat pada dua hari. Yaitu pada 9 (Tasu’a) dan 10 Muharram (‘Asyura). Hal ini sebagaimana hadit riwayat Ibnu Abbas RA berikut:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan menyuruh para Sahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata, ”Wahai Rasulullah SAW, hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.”

Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan.” (HR Muslim dan Abu Dawud)

Selain berpuasa, amalan utama yang dapat dikerjakan pada Muharram adalah bersedekah kepada anak yatim. Di Indonesia sendiri, di beberapa daerah, bersedekah kepada anak yatim di bulan Muharram sudah menjadi tradisi tersendiri. Hal ini berdasarkan pada hadits sahih. Rasulullah SAW bersabda:


مَنْ مَسَحَ رَأْسَ الْيَتِيمِ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنْ رَأْسِهِ حَسَنَةً، وَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ يَتِيمٌ أَوْ يَتِيمَةٌ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا»، وَنَصَبَ إِصْبَعَيْنِ وَقَرَنَهُمَا

“’Seseorang yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim di hari Asyura’ (10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, setiap helai rambut yang diusap satu derajat.  Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.’ Nabi berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, lalu Nabi memisahkannya sedikit.” (HR Bukhari)

Di samping itu, Syekh Abdul Hamid dalam kitabnya Kanzun Naja was Surur fi Ad’iyyati Tasyrahus Shudur berkata dalam bentuk sya’ir mengenai 12 amalan di bulan Muharram:


فِى يوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ * بِهَا اثْنَتَانِ وَلهَاَ فَضْلٌ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صَلْ زُرْ عَالمِاً عُدْ وَاكْتَحِلْ * رَأْسُ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلَى اْلعِيَالِ قَلِّمْ ظُفْرَا * وَسُوْرَةَ الْاِخْلاَصِ قُلْ اَلْفَ تَصِلْ
 
Artinya, “Ada sepuluh amalan di dalam bulan ‘Asyura, ditambah lagi dua amalan lebih sempurna (12 amalan).

Berpuasalah, shalatlah, sambung silaturrahim, ziarah orang alim, menjenguk orang sakit dan memakai celak mata.
Usaplah kepala anak yatim, bersedekah, mandi, menambah nafkah keluarga, memotong kuku, dan membaca surat al-Ikhlas 1000 kali.

Demikian amalan yang dapat dikerjakan pada Muharram. Semoga kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya. Dan semoga amalan yang nantinya kita kerjakan! diterima Allah SWT. (Shafira Amalia, ed: Nashih)



3 Langkah Transformasikan Spirit Hijrah dalam Momentum Tahun Baru Hijriyah

JAKARTA—1 Muharram 1444 bertepatan hari ini, Selasa 30 Juli 2022. Riang gembira umat merayakan pergantian tahun menjadi fenomena magis yang begitu memesona. Gegap gempita kegembiraan secara identik mengarak masyarakat dalam suasana perayaan. Semua orang menanggalkan aktivitas rutin keseharian ikut serta menyemarakkan dengan beragam festival, syukuran, dan hajatan.
 
Gema perayaan saling bersahutan, di timur dan barat, di utara dan selatan. Toa-toa yang memekakkan, petasan yang silih-ganti bertebaran, suara riak anak kecil dengan permainan, suara tabuh rebana shalawatan, dan bisik-gemercik ala ibu-ibu pedesaan menghiasi panorama 1 Muharram dalam satu malam. Inilah daya magis Muharram dengan kegembiraan yang barangkali menghiasi umat Muslim Indonesia.
 
Merayakan pergantian tahun menjadi hal yang wajar. Ritus tahunan ini tidak hanya dilakukan umat Islam. Dalam era dengan doktrinal tunggal modernisme dan gempuran kemajuan digital, perayaan semacam ini masih bergelut dengan ritual umat-umat di seluruh dunia, mewujud menjadi peradaban, di India, China, bahkan Amerika Serikat. Terdapat hal renungan eksploratif, baik dalam rajutan historis, nilai sosiologis, dan dasar teologis yang hanya bisa diekspresikan lewat kegembiraan.
 
Secara historis, hakikat tahun baru Hijriyah adalah momentum perubahan. Bisa dilihat bagaimana jasa peradaban dari Rasulullah SAW yang ditandai dengan perjalanan dakwah kenabian ke Madinah. Hijrah Nabi—yang dihubungkan dengan penanggalan Hijriyah—memantik perubahan konstruktif secara besar-besaran dalam lintas zaman dan ruang. Fakta itu adalah kebenaran imparsial yang diakui secara aksiomatik tanpa bantahan.
 
Peradaban masyarakat madani (civil society) pun terbentuk, dari umat yang bergelut dengan konservatisme-mistikal beranjak ke umat yang rasional dan profesional, dari budaya literatur mengingat dan menghafal berubah menjadi umat yang membaca dan menulis secara teks dan kontekstual, era perbudakan oligarki-monarki berubah pada era musyawarah dan demokrasi, dan budaya matriarki-patriarki dihapuskan dengan konsep kesetaraan gender (Nasaruddin Umar, 2018: 09).
 
Secara sosiologis dan peribadatan, perayaan tahun Hijriyah manjadi ritual peribadatan kemanusiaan. Selain ritus-ritus keagamaan yang disyariatkan, makna dan hakikat perubahan yang dikandung dalam pergantian tahun berhasil memberikan impresi sosial yang cukup berarti. Hal primordial adalah renungan terhadap amal peribadatan (teosentrik) dan penajaan ulang terhadap keberagamaan, terlebih relasinya terhadap kemanusiaan (antroposentristik).
 
Pada saatnya, renungan itu bertransformasi pada kultur etis yang membudaya, berupa perayaan ekspresi kegembiraan di ruang-ruang terbuka. Di Indonesia, hal itu menjadi tren spritualitas kekinian yang dilakaukan secara berkala di tiap tahun. Setidaknya, impact sosial yang dipertontonkan, pergantian tahun menjadi momentum sakral untuk meningkatkan keimanan dan penghambaan kepada Tuhan.
 
Begitu pula dalam telaah teologisnya, dalam literatur teks-teks keagamaan banyak ditemui dalam ayat maupun hadits yang menelaah tentang urgensi pergantian/perubahan tahun. Ini secara ontologis literaturnya, secara umum dinisbatkan pada sumpah (qasam) Tuhan, yakni ‘demi masa’. Allah SWT dengan lugas menjadikan waktu/masa dalam QS Al-Ashr sebagai pijakan autentik dari firman-firman-Nya kepada umat manusia. Ini menjadi bukti waktu adalah bagian dari dalih ontis yang dimuliakan.
 
Dalam QS ali Imran ayat 140, Allah SWT menegaskan ulang tentang epistimologi waktu dan relasinya dengan kehidupan manusia.
اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗوَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim.” (QS Ali Imran  ayat 140).
 
Dalam ayat tersebut disebutkan pergantian masa (pergiliran) adalah momentum bergulir yang digunakan Tuhan untuk menguji konsistensi keimanan umatnya. Dengan itu pula, perbedaan refleksi yang ditunjukkan oleh masing-masing umat menjadi petanda perbedaan tingkat kuliatas keumatan di antara mereka.
 
Maka, merayakan pergantian tahun baru Hijriyah secara hakikat dan maknawi adalah merefleksikan diri untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Setidaknya ada tiga hal yang perlu ditransformasikan dari sekadar ritual perayaan tahunan sehingga nilai filosofisnya bisa diproyeksikan secara nyata dalam laku peribadatan.
 
Pertama, mensyukri tambahan umur yang telah dianugerahi Tuhan kepada kita. Bertambahnya umur adalah kesempatan untuk kesekian kalinya yang patut untuk digunakan sebaik mungkin dalam melaksanakan tugas kekhalifahan Tuhan di dunia. Kedua, memohon ampunan dosa sebagai makhluk yang tidak terlepas dari kesalahan. Akhir tahun menjadi waktu yang tepat untuk melakukan introspeksi diri dan meminta ampunan Tuhan.
 
Ketiga, dengan memohon bimbingan Tuhan dalam menghadapi masa-masa di tahun mendatang. Nurani manusia yang bersimbur dengan nafsu hewani dan duniawi akan menjerumuskan manusia dalam kubangan durhaka dan maksiat. Maka, pertolongan dan bimbingan Allah SWT. senantiasa diharapkan menjadi oase kehangatan untuk menjaga kewarasan kita dalam berhamba dan beragama. (A Fahrur Rozi, Nashih)



Hikmah: Bacaan Alquran Obati Berbagai Penyakit Hati

hikmah:-bacaan-alquran-obati-berbagai-penyakit-hati

تلاوة القرآن تعمل في أمراض الفؤاد، ما يَعمله العسل في علل الأجساد

“Bacaan Al-Qur’an dapat mengobati berbagai penyakit hati seperti halnya madu yang dapat mengobati berbagai macam penyakit fisik.”

Ibnu al-Jauzi

The post Hikmah: Bacaan Alquran Obati Berbagai Penyakit Hati appeared first on MUI SULSEL.



Risalah Umat Islam untuk Indonesia Lestari Siap Dibacakan

JAKARTA — Sejumlah kolaborator Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari membacakan dan menyerahkan 7 butir risalah sebagai panduan dalam mencari solusi perubahan iklim kepada Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin di Masjid Istiqlal pada 29 Juli 2022.

Risalah tersebut salah satunya menegaskan bahwa perubahan iklim telah terjadi, dan dampaknya telah terasa di seluruh sektor masyarakat. Sehingga diperlukan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam, berakar pada kearifan lokal, dan dilakukan secara sistematis, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.

Wakil Presiden RI KH Ma’Ruf Amin menegaskan bahwa perubahan iklim terjadi akibat kelalaian umat manusia dalam berinteraksi dengan alam, sehingga dampaknya terjadi di mana-mana, salah satunya adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir. Sebab itu, dia melanjutkan, 5 tujuan syariat Islam (menjaga Agama, Akal, Nyawa, Harta dan Keturunan) perlu ditambah dua hal, yaitu menjaga keamanan dan kedamaian, serta menjaga lingkungan.

“Saya menghimbau para tokoh ulama dan umat Islam diharapkan dapat berperan aktif menyampaikan isu terkait kerusakan lingkungan untuk dijadikan aksi nyata. Saya mendukung rekomendasi dan aksi-aksi tindak lanjut secara konkret,” ujar KH Ma’ruf Amin dalam sambutan usai menerima risalah dari perwakilan dari Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari.

Risalah yang dibacakan tersebut merupakan kulminasi dari berbagai riset dan jajak pendapat yang telah dilakukan pada 2021. Serangkaian diskusi kelompok terarah dan Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari juga telah dilaksanakan.

“Risalah ini selain menegaskan pentingnya solusi atas perubahan iklim telah terjadi, kami juga ingin mendorong urgensi peran ulama, pemimpin, dan pemuka agama Islam dalam mencari dan menerapkan solusi tersebut,” ujar Mahesti Hasanah, perwakilan kolaborator Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari yang juga Fasilitator Sidang Kongres yang dilaksanakan sehari sebelumnya.

Adapun, beberapa pokok lain dalam risalah juga menegaskan perlunya kepemimpinan perempuan dan anak muda dalam solusi krisis iklim. “Dalam kongres diskusi yang mencuat adalah peren kelompok rentan seperti anak muda dan perempuan yang menjadi paling terdampak dalam perubahan iklim. Sebab itu penting untuk mengusung kepemimpinan anak muda dan perempuan dalam hal ini,” tegasnya.

Hal lain yang ditonjolkan dalam risalah adalah penggunaan dana-dana keuangan syariah termasuk dana umat seperti shodaqoh, infaq, dan wakaf dalam mencari solusi perubahan iklim. Juga peran institusi keagamaan, seperti masjid dan pondok pesantren mengembangkan wawasan dan perilaku ramah lingkungan. Institusi tersebut juga dianggap dapat menyediakan ruang-ruang strategis untuk mengembangkan kajian, inisiatif, implementasi, dan inovasi bagi umat Islam agar terlibat aktif dalam aksi perubahan iklim.

Gatot Supangkat, perwakilan kolaborator yang menyerahkan risalah kepada KH Ma’ruf Amin menambahkan, Risalah Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari ini juga dibacakan bertepatan dengan momen Tahun Baru 1444 hijriah. “Sudah saatnya umat Islam berhijrah dari model pembangunan yang merusak alam, menjadi pembangunan yang ramah iklim, ramah lingkungan, dan berkelanjutan, dengan mengedepankan kepemimpinan kaum muda,” tegasnya.

Pihak kolaborator menyepakati bahwa acara ini hanyalah langkah awal untuk diskusi yang lebih dalam dan menyeluruh antarpemangku kepentingan. Kedepannya, para inisiator akan memfasilitasi diskusi dan inisiatif lanjutan agar ikhtiar ini dapat berkelanjutan dengan inisiatif dan solusi konkret dan berasal dari, untuk, dan dilakukan oleh umat Islam.

“Sudah saatnya umat Islam memimpin aksi iklim, tak hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia perlu tampil dengan kapasitas sebagai pemimpin gerakan Islam dunia dalam mencari solusi perubahan iklim. Apalagi berbagai organisasi seperti NU, Muhammadiyah, dan MUI pun sudah memiliki kapasitas yang kuat dalam isu perubahan iklim,“ ujar Muhammad Ali Yusuf, salah satu kolaborator yang juga memimpin sidang bersama Mahesti.

Adapun para kolaborator yang membacakan risalah merupakan penggagas dan penyelenggara Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Republika, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istiqlal Global Fund (IGF).



Jelang Pergantian Tahun Hijriyah, Ini Pesan MUI

JAKARTA –Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pesan jelang perayaan pergantian Tahun Baru Islam atau Hijriyah. Pergantian tahun tersebut akan jatuh pada 30 Juli 2022.

Ketua MUI Bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam, KH Jeje Zaenudin mengatakan, sepanjang tahun 1443 H umat Islam berada pada suasana transasi dan adaptasi dari situasi Pandemi Covid-19.

“Dan di akhir tahunnya, alhamdulillah kita dapat menghirup suasana kebebasan dari kekangan protokol kesehatan dan pembatasan aktivitas yang ketat, setelah pandemi mereda,” ujar kiai Jeje, kepada MUIDigital, Jumat (29/7/2022).

Menurut dia, situasi seperti ini harus disyukuri. Namun, harus tetap waspada dan hati-hati.

Kiai Jeje menekankan, kewaspadaan dan kehati-hatian harus terus dilakukan agar tidak terulang kembali gelombang pandemi Covid-19.

Lebih lanjut, kiai Jeje mengingatkan bahwa makna yang hakiki dari pergantian tahun adalah jatah usia dan umur dunia yang terus berkurang dan semakin dekat pada ajal dan kehancuran.

“Maka harus memotivasi untuk meningkatkan kualitas amal kebajikan sebelum hilang peluang dan kesempatan,” sambungnya.

Kiai Jeje berharap, momen pergantian tahun Hijriyah ini dapat menginspirasi untuk menjadikan semangat hijrah sebagai ruh kehidupan agar terus berhijrah.

“Yaitu merubah dan meningkatkan kualitas hidup kita kearah yang lebih baik,” jelasnya.

“Dari kelalaian kepada giat, dari kebodohan kepada ilmu, dari kemiskinan kepada kesejahteraan dan terusnya,” tambahnya.

Wakil Ketua Umum PP Persis ini mengajak umat Islam untuk mempersiapkan diri di tahun 1444 H sebagai tahun penuh harapan dan keberkahan untuk perbaikan hidup dan kehidupan pada segala aspek.

“Baik itu di bidang aqidah dan peribadatan, maupun bidang maumalah dan akhlak moralitas kita pada tataran pribadi dan keluarga, maupun tataran masyarakat dan negara,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Jelang Pergantian Tahun Hijriyah, Ini Pesan MUI

JAKARTA –Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pesan jelang perayaan pergantian Tahun Baru Islam atau Hijriyah. Pergantian tahun tersebut akan jatuh pada 30 Juli 2022.

Ketua MUI Bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam, KH Jeje Zaenudin mengatakan, sepanjang tahun 1443 H umat Islam berada pada suasana transasi dan adaptasi dari situasi Pandemi Covid-19.

“Dan di akhir tahunnya, alhamdulillah kita dapat menghirup suasana kebebasan dari kekangan protokol kesehatan dan pembatasan aktivitas yang ketat, setelah pandemi mereda,” ujar kiai Jeje, kepada MUIDigital, Jumat (29/7/2022).

Menurut dia, situasi seperti ini harus disyukuri. Namun, harus tetap waspada dan hati-hati.

Kiai Jeje menekankan, kewaspadaan dan kehati-hatian harus terus dilakukan agar tidak terulang kembali gelombang pandemi Covid-19.

Lebih lanjut, kiai Jeje mengingatkan bahwa makna yang hakiki dari pergantian tahun adalah jatah usia dan umur dunia yang terus berkurang dan semakin dekat pada ajal dan kehancuran.

“Maka harus memotivasi untuk meningkatkan kualitas amal kebajikan sebelum hilang peluang dan kesempatan,” sambungnya.

Kiai Jeje berharap, momen pergantian tahun Hijriyah ini dapat menginspirasi untuk menjadikan semangat hijrah sebagai ruh kehidupan agar terus berhijrah.

“Yaitu merubah dan meningkatkan kualitas hidup kita kearah yang lebih baik,” jelasnya.

“Dari kelalaian kepada giat, dari kebodohan kepada ilmu, dari kemiskinan kepada kesejahteraan dan terusnya,” tambahnya.

Wakil Ketua Umum PP Persis ini mengajak umat Islam untuk mempersiapkan diri di tahun 1444 H sebagai tahun penuh harapan dan keberkahan untuk perbaikan hidup dan kehidupan pada segala aspek.

“Baik itu di bidang aqidah dan peribadatan, maupun bidang maumalah dan akhlak moralitas kita pada tataran pribadi dan keluarga, maupun tataran masyarakat dan negara,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Tanggapan MUI Sulsel untuk Festival Ekonomi Syariah Bank Indonesia

tanggapan-mui-sulsel-untuk-festival-ekonomi-syariah-bank-indonesia

Makassar, muisulsel.com – Ketua Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Najamuddin Lc MA menyambut baik upaya manajemen Bank Indonesia (BI) dalam menyuarakan ekonomi Islam.

Pembukaan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia (KTI) berlangsung di Ballroom Sandeq Claro Hotel, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Kamis (28/7/2022). KH Najamauddin turut hadir memenuhi undangan BI, penyelenggara FESyar.

“Sangat bergembira jika ekonomi syariah berjalan di Sulawesi,” kata KH Najamuddin kepada muisulsel.com.

Baca juga:

Hikmah: Bacaan Alquran Obati Berbagai Penyakit Hati

Hikmah: Cukup Tiga Indikator Orang Baik

MUI Sulsel sampai sekarang ini aktif mendorong penerapan ekonomi Islam di wilayah Sulawesi, khususnya. Berbagai cara MUI tempuh, salah satunya dengan membuat konten dakwah ekonomi Islam yang disiarkan melalui channel YouTube MUI Sulsel.

FESyar BI, menurut KH Najamuddin, senada dengan perjuangan MUI yang ingin menghidupkan ekonomi syariah.

KH Najamuddin juga berharap dengan Festival Ekonomi Syariah, “Ini semakin meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat dalam ekonomi Islam”.

KH Najamuddin (di podium) memimpin doa pembukaan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia (KTI) berlangsung di Ballroom Sandeq Claro Hotel, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Kamis (28/7/2022). BI selaku penyelenggara. [dok.tribun-timur.com)

Informasi dihimpun dari tribuntimur.com, lembukaan FESyar dihadiri Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, Deputi Gubernur Bank Indonesia Aida S Budiman, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara, Kepala BI Sulsel Causa Iman Karana, dan tokoh lainnya.

FESyar bakal berlangsung hingga Ahad (31/7/2022) secara daring dan luring. Secara daring di Hotel Claro Jl AP Pettarani, Makassar, TSM Makassar, dan Masjid Raya Makassar.

FESyar KTI tahun ini mengangkat tema “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah KTI untuk Memperkuat Pemulihan Ekonomi KTI yang Inklusif”.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aida S Budiman menjelaskan FESyar merupakan rangkaian kegiatan dari Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) berskala regional dan nasional serta merupakan kegiatan road to ISEF 2022.

“Tahun ini tahun kesembilan dilaksanakan ISEF, insya Allah akan dilaksanakan lima sampai sembilan Oktober 2022 di Jakarta,” katanya dikutip tribuntimur.com.

Dalam rangkaian acara ISEF, Bank Indonesia pun menggelar FESyar di tiga wilayah, yakni Sumatera, Jawa, dan KTI. Makassar sendiri merupakan tuan rumah FESyar KTI 2022.

“Di Kawasan Timur Indonesia ini pertama kali. Kemudin bulan-bulan selanjutnya akan dilaksanakan di Aceh dan di Surabaya,” kata Aida.

Lebih lanjut, Aida menjelaskan, kegiatan FESyar bertujuan untuk mendorong ekonomi syariah dalam mencapai kemandirian ekonomi serta peningkatan literasi ekonomi syariah di Indonesia.

Untuk mencapai hal tersebut, kata Aida, diperlukan penguatan kelembagaan dan memanfaatkan trend digitalisasi.

“Ekonomi syariah tidak terlepas dari ekonomi nasional, kita satu nafas. Hanya yang berbeda caranya,” katanya. (Sumber: muisulsel.com dan Tribun Timur)

The post Tanggapan MUI Sulsel untuk Festival Ekonomi Syariah Bank Indonesia appeared first on MUI SULSEL.



Sejarah Penanggalan Hijriyah, serta Kemuliaan Muharram sebagai Awal Tahun Islam

JAKARTA — Muharram merupakan bulan pembuka dalam penanggalan tahun Islam (Hijriyyah). Sejarah 1 Muharram adalah tanda peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 masehi.

Lafaz Muharram memiliki arti ‘dilarang’. Maksudnya adalah sebelum ajaran Islam datang, bulan Muharram telah dikenal sebagai bulan yang dimuliakan oleh masyarakat Arab Jahiliyah.

Sejarah Tahun Hijriyah serta Asal Usul Bulan Muharram

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul-Baari menjelaskan asal muasal lahirnya penanggalan hijriyah.

Sejarah kalender Islam diawali ketika Gubernur Abu Musa Al-Asyari mengirimkan surat kepada Khalifah Umar Bin Khatab pada tahun 17 Hijriyah yang mengungkapkan kebingungannya perihal surat yang tidak memiliki tahun.

Pada masa itu, umat Muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam dalam menggunakan penanggalan yaitu menuliskan sebatas bulan dan tanggal tanpa tahun di dalamnya.

Hal tersebut menyulitkan sang Gubernur saat melakukan pengarsipan dokumen. Melalui keresahan tersebut, muncullah gagasan awal untuk menetapkan kalender Islam.

Menindak lanjuti surat dari Abu Musa al-Asy’ari, Khalifah Umar yang memanggil Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf RA, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam RA, Sa’ad bin Waqqas, serta Thalhan bin Ubaidillah sebagai tim yang bertugas penyusunan kalender Islam.

Setelah tim disepakati, mulailah pembahasan mengenai penentuan tahun pertama. Sebagian ada yang mengusulkan dimulai di tahun Gajah, yaitu waktu kelahiran Nabi. Ada pula yang mengusulkan di tahun wafatnya Nabi. Ada juga yang mengusulkan di tahun pengangkatan menjadi Rasul, hingga opsi di tahun hijrahnya Rasulullah ke Madinah.

Usulan keempat yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib lah yang disepakati sebagai awal tahun Islam yaitu ditandai dengan peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Pendapat tersebut, dianggap sebagai peristiwa besar bagi Islam yang mana hijrah merupakan simbol perpindahan masa jahiliyah ke masyarakat madani.

Keputusan awal tahun telah disepakati, pembahasan selanjutnya adalah bulan pertama yang mengawali tahun Islam.

Usulan bulan Rabi’ al-Awwal diajukan sebagai awal bulan untuk memulai tahun. Hal ini dikarenakan Rasulullah hijrah lada bulan tersebut.

Akan tetapi, usulan ini ditolak. Khalifah Umar justru memilih bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam susunan tahun Hijriyah. Pendapat ini didukung pula oleh Utsman bin Affan.

Alasan lain pemilihan bulan Muharram adalah meskipun hijrah dilakukan di bulan Rabi’ al-Awwal, akan tetapi permulaan Hijrah dimulai sejak bulan Muharram.

Khalifah Umar mengatakan, wacana hijrah dimulai setelah beberapa sahabat membaiat Nabi, yang dilaksanakan pada penghujung bulan Dzulhijjah. Adapun bulan yang muncul setelah Dzulhijjah yaitu bulan Muharram.

Oleh sebab itu, Muharram dipilih serta disepakati menjadi bulan pembuka dalam tahun Hijriyah.

Keutamaan Bulan Muharram

Setelah mengetahui asal muasal penanggalan hijriyah serta dipilihhnya Muharram sebagai awal bulan tahun Islam, terdapat beberapa kemuliaan dalam bulan Muharram, di antaranya:

Pertama, Muharram sebagai salah satu bulan haram (mulia).

Muharram adalah bulan yang dimuliakan bahkan sebelum datangnya Islam. Pada bulan ini terdapat dilarang untuk melakukan perbuatan dzalim baik untuk diri sendiri maupun orang lain, seperti peperangan.

Dilarangnya tumpah darah pada bulan ini merupakan hukum adat masyarakat Arab Jahiliyah yang tak tertulis serta berlaku sejak lama.

Penjelasan mengenai Muharram sebagai bulan mulia tersirat dalam firman Allah surah at-Taubah: 36.

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗ…

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram…..”

Adapun empat bulan haram (mulia) sebagaimana yang dijelaskan oleh at-Thabari dalam tafsirnya yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

Kedua, Muharram merupakan bulan Allah (syahrullah)

Mengutip perkataan dari al-Zamakhsyari yang dinukil dari kitab Faidh al-Qadir karya Abd al-Ra’uf al-Munawi, yang mengatakan ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Ahlullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy.”

Adanya penyandaran khusus terhadap bulan Muharram menunjukkan keutamaan bulan tersebut yang tidak kita temui pada bulan selainnya.

Ketiga, adanya anjuran puasa Tasu’a dan ‘Asyura di bulan Muharram.

Salah satu keutamaan bulan Muharram adalah adanya anjuran untuk puasa Tasu’a dan ‘Asyura. Sebagaimana yang dikutip dalam hadis riwayat Imam Muslim:

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram.” (HR. Muslim)

Adapun anjuran berpuasa dua hari dalam bulan Muharram berdasarkan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas ra.

“Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan menyuruh para Sahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah SAW, hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Maka Rasulullah SAW bersabda: ‘Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Demikianlah sejarah penanggalan hijriyah, penentuan bulan sebagai awal tahun Islam, serta keutamaan yang terkandung dalam bulan Muharram.

Dengan mengetahui sejarah panjang penentuan tahun Islam, diharapkan mampu memaknai kembali spirit yang ingin disampaikan para sahabat-sahabat Rasulullah kala memulai gagasan dibuatnya tahun Hijriyah.

Oleh sebab itu, dengan kemuliaan serta keutamaan yang Allah berikan, seyogyanya menjadi acuan bagi umat Muslim untuk memperbanyak amal ibadah serta menjauhkan diri dari perbuatan dzalim baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Wallahu’alam.

(Isyatami Aulia/Angga)



Adab-adab Menyambut Tahun Baru Islam Hijriyah

Sebentar lagi umat muslim akan menyambut hari raya tahun baru 1 Muharram 1444 Hijriah. Penamaan Muharram itu sendiri, menurut al-Biruni dalam kitabnya al-Atsar al-Baqiyah, sebab Muharram merupakan salah satu bulan hurum, bulan yang dimuliakan Allah. Firman Allah :

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (at-Taubah [9] : 36)

K.H. Said Aqil Siroj dalam satu kesempatan mengungkapkan bahwa ketika menyambut hari raya tahun baru Islam, seorang muslim harus menanamkan empat hal.

Pertama, rasa syukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan umur. Kedua, muhasabah diri, atau introspeksi. Ketiga, mu’atabah alias membersihkan diri, bertaubat kepada Allah. Dan terakhir, muraqabah, sikap optimistis menyongsong tahun-tahun ke depan.

Kemudian, dalam menyambut tahun baru, umat muslim Indonesia selalu mengadakan tradisi pawai obor. Pawai obor ini merupakan syiar dan simbol cahaya Islam menerangi seluruh alam.

Tradisi baik ini bukan hal yang terlarang. Pawai obor termasuk ke dalam mu’amalah, pergaulan sosial kemasyarakatan. Dalam Ushul Fikih tentang mu’amalah dinyatakan :

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ

“Asal dari segala sesuatu (kecuali ibadah) adalah mubah, selama tidak ada dalil yang melarangnya.”

Tentu, akan lebih baik jika pawai obor tadi disisipi membaca doa akhir tahun dan awal tahun bersama.

Doa akhir tahun:

اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْه وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ

Artinya:
“Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Karenanya aku memohon ampun kepada-Mu. Ampunilah aku.”

Doa awal tahun :
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

Artinya:
“Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Dan atas karunia-Mu yang besar dan mulia kemurahan-Mu, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun meminta tolong-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku meminta aktivitas keseharian yang mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”

(Ilham Fikri)