Muhammad Fakhruddin/anggota Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Pusat
Masa Kesultanan Banten yang berlangsung sekitar 300 tahun lamanya telah mewariskan berbagai ragam peninggalan budaya tertulis berupa prasasti dan naskah, yang kini tersimpang di beberapa tempat di Indonesia maupun di luar negeri. Di daerah Lampung misalnya, ditemukan beberapa lembar prasasti atau piagem yang diterbitkan oleh sultan Bantan untuk para pejabat setempat.
Piagem-piagem tersebut dipahat dengan aksara Jawa atau aksara Arab, dan berbahasa Jawa dialek Banten. Piegem tersebut umumnya berisi perjanjian atau pengaturan perdangan lada dengan sanksi-sanksinya yang diterapkan Sultan Banten.
Selain dari bukti-bukti tertulis tersebut, kegemilangan Kesultanan Banten dapat dilihat dari bangunan yang didirikan pada masa kesultanan. Kemegahan Masjid Agung Banten adalah salah satu contohnya.
Masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin dan memiliki keunikan pada struktur bangunannya. Bangunan induknya berbentuk segi empat. Atapnya yang diperbuat daripada genting tanah liat berbentuk bujur sangkar yang berupa kubah atap tumpang bertingkat lima. Terdapat empat batang tiang di bahagian tengah yang menjadi tiang penyangga. Terdapat juga mimbar kuno/lama yang berukiran indah.
Maulana Hasanuddin pun mulai membangun Kota Banten sebagai negara-kota (city-state), sekaligus sebagai kota bandar (harbor city). Tata letak keraton, alun-alun, masjid, pasar, dan jaringan jalan menunjukkan pola morfologi kota yang hampir sama dengan kota-kota Islam lainnya di Jawa, seperti Cirebon dan Demak.
Benteng pertahananpun mulai dibangun di sekeliling negara-kota itu. Penduduk yang terkonsentrasi di kota Benteng tersebut pada saat itu berjumlah sekitar 70 ribu jiwa.
Keraton Surosowan yang berada di dalam kota Benteng tersebut dibangun sekitar tahun 1522-1526. Konon, pembangunan keraton juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna.
Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.
Dua sumber air yang mengalir Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan. Tasikardi adalah danau buatan dengan luas kira-kira 6,2 ha yang seluruh alas dilapisi ubin bata.
Danau ini juga berfungsi untuk menampung air dari Sungai Cibanten yang kemudian disalurkan ke sawah-sawah dan ke Keraton Surosowan untuk keperluan air minum dan kebutuhan sehari-hari bagi penghuni kota Benteng.
Di tengah danau yang dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf (1570-1580) ini terdapat sebuah pulau yang disebut pulau Kaputren yang semula diperuntukkan khusus bagi ibu Sultan Mualana Yusuf untuk bertafakur mendekatkan diri kepada Allah.
Leave a Reply