Di dalam kamus Lisanul Arab, makna Syiah adalah seseorang yang menyepakati suatu hal. Atau orang-orang yang bersepakat dalam suatu permasalahan. Atau sekelompok orang yang memiliki suatu kesepakatan, mereka mengikuti pendapat seseorang di antara mereka (Lisanul Arab, Harfu asy-Syin: islamweb).
Setelah Amirul Mukminun Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu wafat, umat Islam berbeda pendapat dalam menyikapi para pembunuhnya. Ali berpendapat Muawiyah harus berbaiat kepadanya terlebih dahulu, baru urusan pembunuh Utsman bisa diselesaikan. Sedangkan Muawiyah sebagai keluarga Utsman, menuntut agar para pembunuh sepupunya itu segera diadili. Orang-orang yang sepakat dengan pendapat Ali, disebut Syiahnya Ali. Sedangkan orang-orang yang sepakat dengan Muawiyah disebut Syiahnya Muawiyah. Inilah makna asal dari Syiah. Seiring zaman, Syiah Ali terus berkembang. Bahkan sekarang pendapat mereka tentang Ali sangat ekstrim.
Ali dan Syiahnya
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengeluhkan pendukungnya, yaitu penduduk Kufah. Ia berkata, “Umat-umat terdahulu takut terhadap kezhaliman para pemimpinnya. Tapi aku, justru takut akan kezhaliman rakyatku. Aku mengajak kalian untuk berjihad, namun tak ada yang menyambut ajakanku. Aku berbicara pada kalian, tetapi kalian tak mendengarkan. Aku mengajak kalian kepada kebaikan secara rahasia dan terang-terangan, tapi kalian tak menurut. Aku menasihati kalian, tapi kalian tak menerima. Apakah kalian ada? Hakikatnya kalian tak ada. Apakah kalian hamba sahaya? Tapi seolah-olah kalian sebagai majikan.
Aku bacakan hukum pada kalian, namun kalian lari darinya. Aku nasihati kalian dengan nasihat yang bagus, namun kalian lari darinya. Aku ajak kalian berjihad menghadapi para pembelot, tapi belum sempat aku mengakhiri perkataanku, kalian sudah bubar kembali ke tempat kalian. Dan kalian manipulasi nasihat yang diberikan. Aku meluruskan kalian pada pagi hari. Sore harinya kalian kembali padaku dalam keadaan bengkok bak punggung ular. Yang memberi nasihat telah melemah, tapi yang dinasihati makin mengeras.
Wahai orang-orang yang hadir di sini tapi pikirannya entah di mana, yang berbeda-beda keinginannya, dan yang menjadi ujian bagi para pemimpinnya. Teman kalian tunduk kepada Allah. Sedangkan kalian mendruhakai-Nya. Aku sungguh sangat berharap -demi Allah- Muawiyah akan menukar kalian dariku, seperti menukar dinar dengan dirham, dimana dia mengambil dariku sepuluh orang di antara kalian dan memberiku seorang dari mereka.
Wahai penduduk Kufah, aku diuji melalui kalian dengan lima masalah: (1) kalian ini tuli tapi punya pendengaran, (2) bisu tapi bisa berbicara, (3) buta tapi punya penglihatan, (4) pengecut ketika menghadapi peperangan; dan (5) tidak ada teman yang dapat dipercaya ketika mendapat ujian. Celaka kalian! Kalian seperti kawanan unta kehilangan pengembalaannya, jika digiring dari satu sisi dia lari ke sisi yang lain (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 247-248, mengutip dari Najhul Balaghah 1/187-189).
Tidak hanya sampai di situ, bahkan mereka juga menuduh Ali radhiallahu ‘anhu sebagai pembohong. Syarif ar-Radhi meriwayatkan dari Amirul Mukminin, Ali radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Amma ba’du.. Wahai penduduk Irak! Kalian itu seperti wanita hamil yang ketika kehamilannya telah sempurna ia keguguran, suaminya mati, menjanda dalam waktu yang lama, dan pusakanya diwarisi orang yang hubungan kekeluargaannya sangat jauh dengannya. Demi Allah, aku tidak mendatangi kalian dengan sukarela, tapi aku datang kepada kalian (tinggal di Irak) dengan terpaksa. Aku sudah mendengar bahwa kalian mengatakan bahwa Ali berbohong. Semoga Allah membinasakan kalian. Kepada siapa aku pernah berbohong?” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 249, mengutip dari Najhul Balaghah 1/118-119).
Ali radhiallahu ‘anhu juga mengatakan, “Semoga Allah memerangi kalian! Kalian mencemari hatiku dengan nanah, memenuhi dadaku dengan amarah, mencekokiku dengan kesedihan, seteguk demi seteguk, dan kalian merusak pikiranku dengan kedurhakaan dan pengkhianatan.” al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 249, mengutip dari Najhul Balaghah 1/187-189).
Penilaian Para Sahabat Terhadap Syiah Ali
Karena itu, wajar para sahabat khawatir kepada Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma yang menyambut undangan penduduk Irak.
Pertama: Abdullah bin az-Zubair
Saat Husein bin Ali radhiallahu ‘anhuma hendak berangkat ke Irak, Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhuma berkata padanya, “Engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau ingin pergi ke tempat kaum yang telah membunuh ayah dan saudaramu? Janganlah engkau pergi.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 236, mengutip dari al-Bidayah wa an-Nihayah, 8/163).
Kedua: Abu Said al-Khudri
Ia berkata, “Wahai Abu Abdullah (kunyah Husein), aku ingin menasihatimu, dan aku benar-benar menyayangi kalian (ahlul bait). Aku sudah mendengar kabar bahwa sekelompok Syiahmu di Kufah telah menyuratimu dan mengajakmu untuk pergi ke tempat mereka. Padahal aku telah mendengar ayahmu berkata, ‘Demi Allah, aku telah bosan dan marah kepada mereka. Mereka pun telah marah dan bosan padaku. Mereka sama sekali tidak pernah menepati janji. Siapa saja yang mendapat dukungan mereka, maka dia telah mendapatkan anak panah yang tumpul. Demi Allah, mereka sama sekali tak mempunyai niat dan tekad untuk membela suatu urusan. Mereka juga sama sekali tidak mempunyai kesabaran dalam peperangan’.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 236, mengutip dari al-Bidayah wa an-Nihayah, 8/163).
Pendapat Ulama Syiah Ali
Pertama: Murtadha al-Muthahhari
Ia berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa penduduk Kufah (Irak) adalah pendukung Ali dan yang membunuh Imam al-Husein adalah pendukungnya (Syiahnya) sendiri.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari al-Malhamatul Husainiyah, 1/129).
Kedua: Kadzim al-Ihsa-i an-Najafi
Ia berkata, “Pasukan yang keluar untuk memerangi Imam al-Husein berjumlah tiga ratus ribu orang. Semuanya penduduk Kufah. Tidak ada orang Syam (Syiah nya Muawiyah), Hijaz, India, Pakistan, Sudan, Mesir, dan Afrika di antara mereka. Mereka semua adalah orang Kufah yang berkumpul dari berbagai daerah.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari Asyura, Hal: 89).
Ketiga: Husein bin Ahmad al-Baraqi an-Najafi
Mengutip ucapan al-Qazwini: “Di antara perbuatan sangat keji yang dilakukan orang-orang kufah adalah mereka menuduh al-Hasan bin Ali dan membunuh al-Husein setelah mereka mengundangnya.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari Tarikhul Kufah, Hal: 113).
Keempat: Muhsin al-Amin
Ia mengatakan, “Ada dua puluh ribu orang penduduk yang membaiat al-Husein dan mengkhianatinya, lalu memeranginya. Padahal, baiat itu masih mereka pegang. Hingga akhirnya mereka membunuhnya.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari A’yanusy Syiah, 1/26).
Seorang ulama Syiah, ath-Thusi, memasukkan Ubaidullah bin Ziyad dalam sahabat-sahabat ali bin Abi Thalib. (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari Rijal ath-Thusi, Hal: 54. Terbitan al-Matba’ah al-Haidariyyah, Najaf, 1961 M, dengna tahqiq Muhammad Shadiq Bahrul Ulum).
Ulama Syiah yang lain, An-Nazimi asy-Syahrudi, mengomentari Syamr bin Dzul Jausyan (orang yang memerintahkan pasukan untuk membunuh Husein): “Pada Perang Shiffin, ia berada di dalam barisan pasukan Amirul Mukmin Ali bin Abu Thalib.” (al-Khamis, Inilah Faktanya Hal: 255, mengutip dari Mustadrakat Ilm Rijalul Hadits karya al-Allamah an-Nazimi asy-Syahrudi, 6/220 bagian ke-6899, terbitan Mu-assasah an-Nasyr al-Islami, Qumm, 1425 H).
Sumber:
– al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Huqbah min at-Tarikh, Terj. Inilah Faktanya. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Read more http://kisahmuslim.com/5884-ali-bin-abi-thalib-mengecam-syiah-yang-mengkhianatinya.html