Ini Keutamaan Shalat Witir, Kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar

اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُم ْباِللّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari dengan shalat witir.” (HR. Bukhari 998 dan Muslim 749).

Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat, tentu perintahnya bukan perintah wajib, karena yang diperintahkan ini shalat sunnah, agar menjadikan shalat witir (ganjil) sebagai pengakhir shalat (sunnah) malam.

Shalat witir ini, sebenarnya bertujuan untuk mengimbangi shalat maghrib. Kalau shalat siang itu akhirnya (penutupnya) adalah shalat magrib dan itu ganjil, maka shalat malam akhirnya juga ganjil yaitu shalat sunnah witir. Keduanya sama-sama ganjil, hanya bedanya, yang akhirnya shalat siang yaitu Maghrib itu fardhu, sementara shalat witir itu sunnah.

Jadi, shalat witir itu penting. Bahkan ulama terdahulu hampir tidak ada yang meninggalkan shalat witir. Walaupun dalam pelaksanannya, ada yang menjalankan setelah shalat sunnah ba’diyah isya’. Setelah melaksanakan shalat sunnah ba’diyah isya’, lalu melaksanakan witir.

Dalam praktek yang dicontohkan sahabat terdahulu, ada yang betul-betul mengakhirkannya di penghujung malam seperti perintah hadist ini, menjalankannya setelah shalat sunnah tahajud. Ada pula yang menjalankan selepas shalat isya’. Keduanya sama-sama masyhur dan dipraktekkan oleh para sahabat. Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq, Utsman bin Affan, Umar bin Khottob, dan Ali bin Abi Tholib melakukan keduanya.

Sahabat Abu Bakar melaksanakan shalat witir setiap selesai menjalankan ba’diyah isya’, namun nanti kemudian bangun, shalat tahajud dan lain sebagainya.

Sedangkan Sahabat Umar, karena orangnya percaya diri, maka menjalankan shalat witirnya pada jam tiga menjelang subuh. Itu disebabkan karena sudah mantab hatinya.

Tapi itu bukan berarti apa yang dilakukan sahabat Abu Bakar tidak mantab, tetap mantab, namun hati-hati. Lebih baik beliau tidak kehilangan witir sebab yang namanya manusia, ada kalanya kelelahan, ketiduran, sehingga tidak sempat menjalankan witir. Karena itu, menurutnya, lebih baik menjalankan shalat witir seusai shalat ba’diyah isya.

Apa yang dilakukan sahabat Abu Bakar itu dilakukan juga oleh Sahabat Utsman, sementara yang dilakukan Sahabat Umar dilakukan juga oleh Sahabat Ali. Dalam kitab-kitab fiqih kita, itu biasa terjadi.

Hal yang patut menjadi perhatian, kata ja’ala (جعل). Di sini, ij’al (اجعلو) , ja’ala (جعل). Di dalam Alquran ada banyak contohnya. Salah satunya وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً (Surah Ar Rum: 21)

Ja’ala (جعل) itu artinya menjadikan yang didahului oleh sabab (beberapa sebab). Jadi, kalau ja’ala, Allah SWT menjadikan karena didahului sabab. Termasuk dalam “waja’ala bainakum mawaddah” bahwa Allah menjadikan keluarga itu mawaddah juga didahului sabab yang diusahakan. Ada penekanan di situ.

Ja’ala ini berbeda dengan kholaqo (خلق) . Kholaqo tidak harus didahului dengan sebab terlebih dahulu. Memang Allah SWT menciptakan langsung tanpa ada sebab. Itu masyhur di dalam kitab-kitab kita. Karena itu, perintah shalat witir ini didahului sebab-sebab.

Jadi, Shalat witir itu penting. Mungkin rankingnya menduduki ranking kedua setelah shalat sunnah fajar qabliyah subuh. Shalat Sunnah Qabliyah subuh itu yang paling utama, setelah itu shalat witir. Tahajud dan yang lain sebagainya itu di belakangnya. Bahkan tarawih itu di belakangnya lagi seumpama diranking.

Yang menarik, karena sighot hadist ini shighot amar, yaitu ij’alu, maka di antara imam madzhab terdapat perbedaan. Menurut Imam Abu Hanifah, shalat witir itu menjadi wajib. Abu Hanifah memandang ini wajib karena syighotnya amar yaitu ij’alu.

Manakala ada sighot amar, perintah, maka itu menunjukkan wajib.

Madzhab Imam Syafii memandang berbeda. Karena hadist ini menyebut akhirol lail, sehingga (waktunya) umum, maka Imam Syafii tidak menyatakan wajib, tetapi sunnah saja.

Dasar sahabat Abu Bakar dan Sahabat Utsman melaksanakan Shalat Witir di awal, maksudnya setelah shalat isya’, itu ada dasarnya, Bahkan riwayat Imam Muslim yaitu berupa.

مَنْ خَافَ أنْ لا يَقُومَ مِن آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أوّلَهُ، وَمَنْ طَمَعَ أنْ يَقَوْمَ آخِرَ اللّيْلِ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فإنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللّيْلِ مَشْهُوْدَةٌ، وَذَلِكَ أفْضَلُ

Barangsiapa yang khawatir tidak bisa shalat witir di akhir malam sebagai penutup, maka witirlah di awal malam. Awal malam ini setelah melakukan shalat isya, ba’diyah isya, lalu ditutup witir. Tetapi kalau dia mantab hatinya menginginkan witir seperti diperintahkan Rasulullah SAW, maka akhirkan.

Biasanya, orang yang terbiasa melaksanakan shalat witir, itu seperti ada yang membangunkan tidur. Malaikat-Malaikat itu seperti membangunkan. Tinggal orangnya bagaimana, mau bangun menjalankan shalat atau tetap melanjutkan tidurnya.

Sesuai hadist tadi, shalat di akhir malam, itu shalat yang disaksikan oleh para malaikat.

Bukan berarti yang lain tidak disaksikan, semua disaksikan oleh malaikat. Tetapi khusus ini, ada saksi tambahan.

Kalau pada semua shalat, malaikat mencatat dan menyaksikan semua. Tetapi khusus untuk shalat akhirul lail, ada saksi tambahan dari para malaikat.

Ketika shalat pada umumnya, malaikat mencatat dan menyaksikan semua. Namun khusus untuk shalat akhirul lail, ada saksi tambahan dari para malaikat.

(Disarikan dari Pengajian KH. Miftachul Akhyar dalam pengajian Kitab Hadist Jami’ as-Shaghir, Hadist Nomor 185)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia