MUI Minta Pemerintah Bentuk Kategori Usaha Mikro dan Ultra Mikro

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah Indonesia membentuk kategori usaha ketiga, yaitu usaha mikro dan ultra mikro. Sebelumnya, di Indonesia hanya ada dua kelompok kategori usaha yaitu usaha besar dan UMKM.

Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas, saat membuka expo virtual UMKM Halal 2021, Senin (6/12).

Kegiatan ini merupakan agenda rangkaian menuju Kongres Ekonomi Umat II yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI, yang rencananya di gelar pada 10-12 desember 2021, di Hotel Sultan, Jakarta Pusat.

“Menginginkan dan mengharapkan, MUI tidak hanya mengelompokan dua kelompok, tapi tiga kelompok. Usaha besar, usaha menengah kecil, dan usaha mikro dan ultramikro,” ujarnya.

Menurutnya, MUI harus memperhatikan masalah yang ada di bidang ekonomi yang berada di tengah masyarakat. Apalagi, lanjutnya, pemerintah dan dunia perbankan lebih berpihak kepada usaha besar dan usaha menengah.

“Kurang berpihak kepada usaha mikro dan ultramikro, yang jumlahnya sangat besar,” tambahnya.

Ia menilai, banyak pihak yang mengklaim peduli terhadap UMKM. Tetapi, setelah ditelusuri, yang diurus hanya usaha kategori menengah dan kecil saja.

Buya Anwar Abbas menuturkan, kredit dan pembiayaan kepada usaha besar yang hanya jumlahnya 0,01 persen, usaha menengah jumlahnya 0,9 persen, dan usaha kecil jumlahnya 1,2 persen.

Bila ditotal, lanjutnya, bantuan perbankan terhadap usaha besar, menengah, dan kecil hanya 1,32 persen.

“Sementara jumlah pengusaha mikro dan ultra mikro sangat besar, yaitu 68 juta. Kalau di usaha kecil itu hanya sekitar 700 ribu lebih, kalo usaha menengah sekitar 60 ribu lebih, tapi usaha besar hanya 5500,”terangnya.

Ia menilai, usaha-usaha yang dibiayai oleh dunia perbankan Indonesia tidak sampai satu juta.

Buya Anwar Abbas menjelaskan, para pelaku usaha, terutama usaha mikro dan ultra mikro membutuhkan pendampingan dalam hal pembiayaan.

“Karena mereka akan berusaha, maka mereka membutuhkan modal. Perlu adanya pendampingan dalam hal pembiayaan,” jelasnya.

Ia juga mendorong semua pihak untuk berupaya agar mereka bisa mendapatkan modal untuk usahanya.

Buya Anwar melihat, di beberapa tempat para pelaku usaha justru malah meminjam modal melalui rentenir.

“Rentenir itu prosesnya cepat sekali, bila bertemu ngomong lima menit, duitnya bisa keluar langsung, ini sangat cepat,” tambahnya.

Para pelaku usaha, kata Buya Anwar, mereka memang membutuhkan pembiayaan yang cepat. Berbeda dengan perbankan yang satu hingga dua minggu yang baru keluar.

“Rentenir memang mudah, tetapi bebanya luar biasa. Negara belum menonjol dalam usaha mikro dan ultra mikro,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Angga)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia