Arab Saudi, Visi 2030, dan Modernisasi Ala MBS

 

 
Oleh : Thobib Al-Asyhar , Wakil Ketua Komisi Infokom MUI
 
Setelah 14 tahun berlalu, pascaditunjuk sebagai petugas PPIH pada 2007 lalu, keinginan masih memuncak untuk bisa menginjakkan kaki di tanah suci. Kunjungan ke Arab Saudi, belakangan, sejak pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, memang sangat terbatas. Arab Saudi memberlakukan penguncian ketat bagi kunjungan wisatatan asing, termasuk jamaah haji dan umroh. 

Tetapi alhamdulillah, kesempatan itu, akhirnya, terbuka bagi saya.  Meskipun di tengah banyak orang belum bisa melaksanakan ibadah umroh karena pandemi Covid-19 saat ini.  Kunjungan saya ke tanah suci kali ini, tergabung dalam  delegasi Pemerintah RI untuk memenuhi undangan Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Arab Saudi, Syekh Abdullatif bin Abdulaziz, di Makkah.  Gus Men, sapaan akrab Menteri Agama, Yaqut Cholil Qaumas, memintaku bergabung dalam lawatan kali ini.  

 Muncul rasa bahagia yang luar biasa. Selain menjalankan misi negara sekaligus mengobati kerinduan untuk bersimpuh depan Multazam dan taman suci, Raudhah. “ Aku ingin bersimpuh di depan Ka’bah dan Raudhah. Ingin “mengadu” semua hal kepada Sang Pemilik Alam Raya,” gumamku.
 
Lepas dari hal tersebut, ada hal menarik dari apa yang saya lihat begitu menginjakkan kaki di bumi Raja Salman ini. Saya cukup intens mengikuti perubahan yang terjadi di negara pimpinan Raaja Salman itu.  Secara lebih spesik lagi, tentu setelah sang Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS), berkuasa.   

Ada beberapa kebijakan MBS yang menginginkan Arab Saudi lebih modern, terbuka, dan friendly buat wisatawan asing. Ini setidaknya tecermin dalam Visi 2030 yang dia canangkan, meskipun mendapat penentangan keras dari barisan konservatif.

Sebagai contoh, Arab Saudi kini memberikan ruang lebar untuk perempuan mengisi ruang publik. Kebijakan itu bukan hanya isapan jempol, melainkan benar-benar dipraktikan. Kata orang Betawi, bukan cuma omdo, alias omong doang.   
Benar saja, saat kali pertama kaki ini menapak di Bandara Jeddah, terlihat sekali begitu banyak petugas resmi dari kaum Hawa. Ada yang memeriksa dokumen kesehatan penumpang, one by one. Banyak pula yang ditempatkan di desk check point imigrasi. “Hallo. Indonesia? Selamat datang”.

Satu hal yang membuat saya surprise adalah iklim pelayanan kaum hawa yang cepat, profesional, dan ramah. Hal ini belum pernah terjadi sebelum MBS didapuk sebagai Putra Mahkota yang sangat berpengaruh.

Sebelumnya, jika Anda pernah ke Arab Saudi, Anda akan dapati petugas imigrasi bandara Jeddah semua laki-laki dengan baju kefiyah khas Arab. Pelayanannya sering bikin kita kesel, marah. Ada yang melayani sambil nonton bola melalui tayangan di HP. Ada pula yang tiba-tiba pergi nggak jelas. 
Hal lain dari keterlibatan perempuan di ruang publik adalah banyaknya perempuan yang mengemudikan mobil. Lalu lalang mobil mewah dikemudikan  tangan-tangan lentik perempuan. Bahkan sebagian dari mereka tidak mengenakan pakaian khas Arab Saudi. Tampil casual dan modis. Pemandangan progresif di negeri petro dolar tersebut.  

Sementara itu, di Makkah, banyak pula wanita yang keluar rumah tanpa baju tradisional khas mereka. Menurut informasi, di beberapa pantai di pinggir Jeddah, seperti Obhur tidak jauh beda pemandangannya dengan pantai-pantai di Bali maupun di Gili Terawangan. 
Alhasil, Arab Saudi sekarang berbeda jauh dengan Arab Saudi beberapa waktu yang lalu. Setidaknya seperti yang dipahami orang kebanyakan. Kini, Arab Saudi benar-benar berubah. Ada arus kebijakan yang kuat untuk mengubah negeri konsevatif ke negeri terbuka dan modern dengan tetap berprinsip pada nilai-nilai universalisme Islam. Mampu berdialog dengan budaya yang berbeda untuk mewujudkan visi besar sebagai salah satu pusat peradaban dunia. 

Iklim batin Arab Saudi memang tampak benar ingin menjadi negeri maju dan terpandang. Negeri yang ramah bagi siapapun agar mereka tahu tentang sejarah, budaya, keluhuran, dan visi besar Arab Saudi di  2030, seperti proyek raksasa Neom.

Tentu, setiap perubahan selalu meninggalkan kekhawatiran dan memunculkan ancaman. Tetapi nilai-nilai mulia akan selalu dijunjung tinggi oleh umat yang memiliki peradaban tinggi.



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia