5 Aspek Sabar yang Disebutkan dalam Alquran

Kata sabar dengan berbagai derevasinya, sebagaimana dikutip dari Al-Mu’jam Al Mufahras li Al Fazhil Qu’an, disebutkan lebih dari 100 kali dalam Alquran. Tak heran pembahasan mengenai sabar mendapat perhatian besar dari para ulama, seperti Imam Al Ghazali dalam kitab Ihyâ ‘Ulûmiddîn, Ibnul-Qayyim dalam kitab Madârijus-Sâlikîn dan Abu Thalib Al Makki dalam kitab Qût al-Qulûb.

Hal tersebut merupakan respons dari tingginya perhatian Alquran terhadap sabar. Bahkan jika seseorang ingin mencapai derajat yang tinggi dalam kehidupan,  secara materi maupun maknawi harus diiringi sikap sabar.

Sabar memiliki porsi penting bagi manusia, sebab sejak penciptaannya selalu penuh dengan tantangan. Dalam firman-Nya tergambar kesulitan yang dialami manusia sejak awal:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍۗ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS Al Balad ayat 4)

Lafaz kabad dalam Bahasa Arab, sebagaimana yang dikemukakan Al Ashfahani dalam kitab Mufradât Gharîb al-Qur′ân, bermakna kesulitan. Menurutnya penggunaan kata tersebut mengisyaratkan bahwa diciptakannya kehidupan manusia tidak terpisah dengan kesulitan dan penderitaan. Hal tersebut terjadi jika tidak dihadapi dengan usaha menembus segala
rintangan dan tantangan.

Secara umum, aspek sabar mencakup dua hal, yaitu sabar dalam menghadapi penderitaan dan sabar dalam menghadapi kesenangan. Berikut terdapat lima aspek sabar yang dapat disimpulkan dari penjelasan Alquran:
 

  1. Sabar terhadap cobaan dunia
    Aspek sabar pada tingkat ini akan dialami semua kalangan, baik atau jahat, mukmin atau kafir, pemimpin atau rakyat yang dipimpinnya. Karena cobaan merupakan bagian dari dinamika hidup manusia, firman Allah SWT:
    وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
    “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah ayat 155).
     
    Ayat tersebut menjelaskan agar cobaan yang telah Allah berikan harus dihadapi dengan sabar. Selanjutnya sikap sabar yang dimaksud ada pada ayat berikutnya:
    اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
    “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS Al Baqarah ayat 156)
     
    Cara menghadapi cobaan yaitu dengan mengucapkan al-istirjâ:
    اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
    “Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali.”
     
    Ungkapan ini menurut Al Alusi dalam Rûh al-Ma’âni, tak hanya melalui lisan, melainkan juga dengan hati. Hal tersebut dilakukan dengan menanamkan dalam hati ma‘rifatullâh atau mengenal Tuhan dan berusaha menyempurnakan jiwa yang menjadi tujuan ia diciptakan Allah SWT.
     
  2. Sabar terhadap dorongan hawa nafsu
    Allah SWT menciptakan manusia dengan tabiat mencintai kesenangan dan kenikmatan duniawi, hal tersebut termaktub dalam sura  Ali Imran ayat 14-15. Tak hanya itu, Allah SWT menguji manusia tak hanya dengan penderitaan tetapi juga dengan kesenangan, firman-Nya:
    كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
    “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS Al Anbiya ayat 35).
     
    Mengutip dari Tafsir Kementrian Agama RI, ayat di atas Allah SWT menyatakan dengan tegas bahwa setiap makhluk-Nya yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Allah SWT juga menjelaskan cobaan yang ditimpakan-Nya pada manusia tidak hanya berupa musibah yang tidak menyenangkan, tetapi dapat berupa bantuan ataupun kesenangan. 
     
    Apabila cobaan itu berupa musibah, maka bertujuan untuk menguji sikap dan hidup manusia, apakah akan bersabar dan bertawakal dalam menghadapi cobaan tersebut. Namun, jika cobaan berupa suatu kebaikan, maka tujuannya untuk menguji sikap mental manusia, apakah akan bersyukur atas segala rahmat yang dilimpahkan atau justru malah kufur kepada Allah SWT.
     
  3. Sabar dalam menjalankan Ketaatan pada Allah SWT
    Firman Allah dalam Alquran:
    رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهٖۗ هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا ࣖ
    “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?” (Q S Al Anbiya ayat 65)
     
    Dalam Tafsir Kementerian Agama RI, ayat tersebut dimulai dengan penegasan bahwa Allah merupakan penguasa langit dan bumi beserta isinya. Oleh sebab itu sebagai makhluk yang diciptakan oleh-Nya diwajibkan untuk menyembah Sang Pencipta melalui beribadah.
     
    Perintah bersabar pada ayat tersebut diungkapkan dengan lafaz isthabir dengan shighat kata kerja perintah untuk melakukan sesuatu dengan lebih maksimal. Penggunaan partikel lâm (li) dalam ungkapan di atas mengandung pengertian keberlangsungan secara terus menerus dan permanen dalam menunaikan ibadah.
     
    Tak bisa dimungkiri, ibadah memerlukan kesabaran, sebab ibadah memiliki banyak tingkatan menahan diri. Sehingga terkadang bisa dilakukan seseorang dengan baik dan terkadang tidak. Di sinilah peran penting keteguhan hati dan tekad yang kuat.
     
  4. Sabar terhadap gangguan orang kafir
    Firman Allah SWT dalam Alquran:
     لَتُبْلَوُنَّ فِيْٓ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا اَذًى كَثِيْرًا ۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
    “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS Ali Imran ayat 186)
     
    Ayat di atas memberikan peringatan bahwa cemoohan dan pelecehan dari musuh-musuh Islam akan selalu terjadi dan tidak akan berhenti.
     
    Menurut M Quraish Shihab dalam bukunya “Ayat-Ayat Fitnah, Sekelumit Keadaban Islam di Tengah Purbasangka” mengungkapkan  perintah bersabar pada ayat di atas bukan berarti menerima penghinaan dan berlagak memaafkan.
     
    Sabar merupakan menahan gejolak emosi demi meraih apa yang baik bahkan lebih baik. Pencapaian tersebut tak dapat dilakukan kecuali oleh orang yang memiliki mental yang kuat.
     
  5. Sabar dalam menjalin hubungan sosial
    Sabar dalam beretika dan berhubungan sosial
    Salah satu hal yang membedakan antara orang beradab dan tidak yaitu sejauh mana ia mampu menahan diri, mengendalikan emosi, dan bisa menjaga perasan orang lain. 
     
    Alquran merekam sikap orang yang tidak beradab melalui perilaku orang-orang Arab Badui yang memanggil Rasulullah SAW dengan suara keras dan sikap tidak sopan dari balik kamar istri-istri beliau. Meskipun sikap tersebut ditolerir karena ketidaktahuan, namun Alquran mengecam mereka dengan sebuah teguran, dalam firman-Nya:
    اِنَّ الَّذِيْنَ يُنَادُوْنَكَ مِنْ وَّرَاۤءِ الْحُجُرٰتِ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ (١) وَلَوْ اَنَّهُمْ صَبَرُوْا حَتّٰى تَخْرُجَ اِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
    “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.” (QS Al Hujurat ayat 4-5)
     
    Di dalam Alquran juga termaktub mengenai berhubungan sosial lainnya, seperti antara pasangan suami istri. Hubungan suami istri tak akan berjalan langgeng tanpa didasari kesabaran dari kedua belah pihak, khususnya untuk mengedepankan akal dari pada perasaan dan tidak diperbudak hawa nafsu. Firman Allah SWT:
    ..وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
    “Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya” (QS An Nisa ayat 19).
     
    Tak hanya itu, sabar juga diperlukan dalam menjalin hubungan antara anak dengan orang tua, antar tetangga, bahkan antara guru dan murid. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya, karenanya menjalin hubungan yang baik dengan kesabaran merupakan kunci bermasyarakat yang madani. Wallahu’alam (Isyatami Aulia/ Nashih).
     


Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia