All posts by Admin

Menyatukan Seluruh Komponen Bangsa – Majelis Ulama Indonesia

menyatukan-seluruh-komponen-bangsa-–-majelis-ulama-indonesia

JAKARTA –Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Keungan Haji (BPKH) dan Bank Muamalat akan menggelar silaturahim.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengatakan, kegiatan ini diikuti oleh seluruh jajaran MUI se-Indonesia dan semua komponen bangsa.

“Komponen bangsa baik yang berada di pemerintahan, partai politik, parlemen maupun ormas-ormas Islam,” kata KH Cholil Nafis kepada MUIDigital, Senin (16/5/2022).

Pria yang akrab disapa kiai Cholil ini menerangkan, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyatukan seluruh komponen bangsa. Menurutnya, saat ini ada gejala retak dan kurang akan solidaritas.

“Kondisi bangsa kita saat ini dalam kondisi ambang retak solidaritasnya, masing-masing sering berjuang untuk kepentingan kelompok atau golongannya,” sambungnya.

Hal ini juga, menurut kiai Cholil mirip seperti yang dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya dalam Quran Surat Ar Rum ayat 32.

“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”

Apalagi, kata kiai Cholil, kondisi bangsa ini didera oleh persoalan ekonomi yang tidak ringan. Ditambah dampak dari pandemi Covid-19 yang telah melanda Indonesia sekitar 2 tahun ini.

“Jika terjadi keretakan apalagi perpecahan antar komponen bangsa terus berlangsung. Maka kehidupan bangsa akan semakin sengsara, dan rakyat semakin menderita,” kata kiai Cholil.

Padahal, kiai Cholil menilai, Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki potensi sumber daya manusia potensial dan sumber daya alam yang sangat kaya.

Untuk itu, kiai Cholil berharap momentum Idul Fitri 1443 H ini dijadikan momentum untuk mengingatkan seluruh komponen bangsa agar bersatu demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Meskipun halal bi halal adalah istilah Indonesia dan berbahasa Arab, kiai Cholil berharap, semangat halal bi halal bisa menjadi semangat untuk mempersatukan dan memaafkan kepada pihak manapun yang layak diberikan maaf.

“Halal bi halal bisa menjadi ajang rekonsiliasi bangsa kita dengan saling memaafkan dengan ketulusan hati. Sehingga, keretekan dan perpecahan yang mengancam bangsa kita dapat diatasi, khususnya di kalangan umat Islam,” tegas kiai Cholil.

Kiai Cholil yang juga ketua pelaksana kegiatan Halal bi Halal ini menyampaikan, MUI dan umat diharapkan bisa bersatu untuk satu kepentingan yaitu Izzul Islam wal Muslimin (kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin).

Selain itu, kata dia, dapat memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dasar Pancasila dan menjunjung Bhineka Tunggul Ika.

Kiai Cholil menjelaskan, kemuliaan umat Islam tidak hanya dicapai dengan kuantitas umat yang banyak atau simbol-simbol Islam yang berdiri tegak, tetapi juga ditopang oleh keadaan ekonomi umat yang kuat.

Dengan kondisi ekonomi yang kuat, lanjutnya, akidah umat Islam pun akan kuat.

“Karena itu, MUI berharap, kegiatan ini akan memberi makna untuk kita semua untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan umat menuju umat yang kuat, sehat dan bermartabat,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Panitia Pelaksana, KH Arif Fahrudin mengatakan, silaturahim ini merangkai dua tema besar yaitu sektor ukhuwah dan ekonomi umat.

“Ukhuwah diharapkan semakin mengikat rasa persaudaraan sesama anak bangsa,” ujarnya.

Menurutnya, umat Islam sebagai umat terbanyak di Indonesia menjadi etalase perekonomian nasional yang memerlukan dorongan oleh berbagai elemen bangsa.

“Oleh karenanya, ukhuwah dan ekonomi perlu didorong oleh segenap elemen bangsa untuk mempercepat capaian pembangunan nasional pacsa pandemi Covid-19 untuk kesejahteraan bangsa,” jelasnya.

Rencananya, kegiatan ini akan digelar di Ballrom BJ Habibie Muamalat Tower, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sejumlah tokoh bangsa dan ulama rencananya akan menghadiri kegiatan ini di antaranya Wakil Presiden RI KH Maruf Amin, Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan.

Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu, CEO Bank Muamalat Ahmad Kusna Permana, dan Ketua ICMI Prof Arif Satria.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)

Source link

The post Menyatukan Seluruh Komponen Bangsa – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Gelar Silaturahim, Ketua MUI: Menyatukan Seluruh Komponen Bangsa

JAKARTA –Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Keungan Haji (BPKH) dan Bank Muamalat akan menggelar silaturahim.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengatakan, kegiatan ini diikuti oleh seluruh jajaran MUI se-Indonesia dan semua komponen bangsa.

“Komponen bangsa baik yang berada di pemerintahan, partai politik, parlemen maupun ormas-ormas Islam,” kata KH Cholil Nafis kepada MUIDigital, Senin (16/5/2022).

Pria yang akrab disapa kiai Cholil ini menerangkan, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyatukan seluruh komponen bangsa. Menurutnya, saat ini ada gejala retak dan kurang akan solidaritas.

“Kondisi bangsa kita saat ini dalam kondisi ambang retak solidaritasnya, masing-masing sering berjuang untuk kepentingan kelompok atau golongannya,” sambungnya.

Hal ini juga, menurut kiai Cholil mirip seperti yang dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya dalam Quran Surat Ar Rum ayat 32.

“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”

Apalagi, kata kiai Cholil, kondisi bangsa ini didera oleh persoalan ekonomi yang tidak ringan. Ditambah dampak dari pandemi Covid-19 yang telah melanda Indonesia sekitar 2 tahun ini.

“Jika terjadi keretakan apalagi perpecahan antar komponen bangsa terus berlangsung. Maka kehidupan bangsa akan semakin sengsara, dan rakyat semakin menderita,” kata kiai Cholil.

Padahal, kiai Cholil menilai, Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki potensi sumber daya manusia potensial dan sumber daya alam yang sangat kaya.

Untuk itu, kiai Cholil berharap momentum Idul Fitri 1443 H ini dijadikan momentum untuk mengingatkan seluruh komponen bangsa agar bersatu demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Meskipun halal bi halal adalah istilah Indonesia dan berbahasa Arab, kiai Cholil berharap, semangat halal bi halal bisa menjadi semangat untuk mempersatukan dan memaafkan kepada pihak manapun yang layak diberikan maaf.

“Halal bi halal bisa menjadi ajang rekonsiliasi bangsa kita dengan saling memaafkan dengan ketulusan hati. Sehingga, keretekan dan perpecahan yang mengancam bangsa kita dapat diatasi, khususnya di kalangan umat Islam,” tegas kiai Cholil.

Kiai Cholil yang juga ketua pelaksana kegiatan Halal bi Halal ini menyampaikan, MUI dan umat diharapkan bisa bersatu untuk satu kepentingan yaitu Izzul Islam wal Muslimin (kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin).

Selain itu, kata dia, dapat memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dasar Pancasila dan menjunjung Bhineka Tunggul Ika.

Kiai Cholil menjelaskan, kemuliaan umat Islam tidak hanya dicapai dengan kuantitas umat yang banyak atau simbol-simbol Islam yang berdiri tegak, tetapi juga ditopang oleh keadaan ekonomi umat yang kuat.

Dengan kondisi ekonomi yang kuat, lanjutnya, akidah umat Islam pun akan kuat.

“Karena itu, MUI berharap, kegiatan ini akan memberi makna untuk kita semua untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan umat menuju umat yang kuat, sehat dan bermartabat,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Panitia Pelaksana, KH Arif Fahrudin mengatakan, silaturahim ini merangkai dua tema besar yaitu sektor ukhuwah dan ekonomi umat.

“Ukhuwah diharapkan semakin mengikat rasa persaudaraan sesama anak bangsa,” ujarnya.

Menurutnya, umat Islam sebagai umat terbanyak di Indonesia menjadi etalase perekonomian nasional yang memerlukan dorongan oleh berbagai elemen bangsa.

“Oleh karenanya, ukhuwah dan ekonomi perlu didorong oleh segenap elemen bangsa untuk mempercepat capaian pembangunan nasional pacsa pandemi Covid-19 untuk kesejahteraan bangsa,” jelasnya.

Rencananya, kegiatan ini akan digelar di Ballrom BJ Habibie Muamalat Tower, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sejumlah tokoh bangsa dan ulama rencananya akan menghadiri kegiatan ini di antaranya Wakil Presiden RI KH Maruf Amin, Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan.

Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu, CEO Bank Muamalat Ahmad Kusna Permana, dan Ketua ICMI Prof Arif Satria.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Mengaminkan Al Fatihah Salah Pengucapan, Sah? Baca Dulu Jawaban 4 Mazhab – Majelis Ulama Indonesia

mengaminkan-al-fatihah-salah-pengucapan,-sah?-baca-dulu-jawaban-4-mazhab-–-majelis-ulama-indonesia

TANYA, muisulsel.com -Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…Ustadz…
Bagaimana hukumnya mengaminkan bacaan surah Al Fatihah yang salah pengucapannya?
Mohon bimbingannya.

JAWABAN:

Pertanyaan berkenan menjawab aamiin setelah al-Fatihah, ulama Hanafiah dan Malikiyah sependapat membaca dengan suara lirih.

Sementara Syafiiyah dan Hanabilah dikeraskan pada shalat jahar dan dilirih pada salat zuhur dan ashar, masing-masing dari kedua pendapat ini berdalil hadis kuat. Demikian dikutip dalam Tafsir al-Munir.

Berkenaan dengan mengaminkan imam yang bacaan al-Fatihahnya salah, maka makmum salatnya ikut tidak sah bila imamnya salah baca al-Fatihah. Demikian termaktub dalam mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali. Jadi salatnya harus diulang karena hadis yang dipegang ada yaitu Tidak tertunai salat bila tidak baca atau salah baca al-Fatihah.

Namun dalam Mazhab Hanafi hukum bacaan dalam salat itu minimal baca satu ayat Alquran dengan diukur minimal terdiri enam huruf ثم نظر .

Hanafiah berpendapat Membaca al-Fatihah tidak menjadi syarat dan bukan rukun dalam salat, ini juga ada dalil Qur’an hadis dan ma’qul ushul. Namun bila Imam salah baca, maka makmum tetap dapat membaca amiin dan itu tidak terlarang, apalagi imamnya ulangi secara benar. Kesalahan imam tanpa sengaja dimaafkan juga karena ada hadis sahih yang menjelaskan bahwa Allah membebaskan kesalahan orang lupa, kesalahan salah paham dan kesalahan orang yang dipaksa dengan ancaman.

Pendapat yang lain menyebutkan bahwa imam yang tidak baik bacaan tajwidnya, salatnya sah, namun demikian diharuskan seorang imam mempelajari bacaan al-Fatihah dengan tajwid yang benar.

Wallahu a’lam.

The post Mengaminkan Al Fatihah Salah Pengucapan, Sah? Baca Dulu Jawaban 4 Mazhab appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post Mengaminkan Al Fatihah Salah Pengucapan, Sah? Baca Dulu Jawaban 4 Mazhab – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Mengaminkan Al Fatihah Salah Pengucapan, Sah? Baca Dulu Jawaban 4 Mazhab

mengaminkan-al-fatihah-salah-pengucapan,-sah?-baca-dulu-jawaban-4-mazhab

TANYA, muisulsel.com -Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…Ustadz…
Bagaimana hukumnya mengaminkan bacaan surah Al Fatihah yang salah pengucapannya?
Mohon bimbingannya.

JAWABAN:

Pertanyaan berkenan menjawab aamiin setelah al-Fatihah, ulama Hanafiah dan Malikiyah sependapat membaca dengan suara lirih.

Sementara Syafiiyah dan Hanabilah dikeraskan pada shalat jahar dan dilirih pada salat zuhur dan ashar, masing-masing dari kedua pendapat ini berdalil hadis kuat. Demikian dikutip dalam Tafsir al-Munir.

Berkenaan dengan mengaminkan imam yang bacaan al-Fatihahnya salah, maka makmum salatnya ikut tidak sah bila imamnya salah baca al-Fatihah. Demikian termaktub dalam mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali. Jadi salatnya harus diulang karena hadis yang dipegang ada yaitu Tidak tertunai salat bila tidak baca atau salah baca al-Fatihah.

Namun dalam Mazhab Hanafi hukum bacaan dalam salat itu minimal baca satu ayat Alquran dengan diukur minimal terdiri enam huruf ثم نظر .

Hanafiah berpendapat Membaca al-Fatihah tidak menjadi syarat dan bukan rukun dalam salat, ini juga ada dalil Qur’an hadis dan ma’qul ushul. Namun bila Imam salah baca, maka makmum tetap dapat membaca amiin dan itu tidak terlarang, apalagi imamnya ulangi secara benar. Kesalahan imam tanpa sengaja dimaafkan juga karena ada hadis sahih yang menjelaskan bahwa Allah membebaskan kesalahan orang lupa, kesalahan salah paham dan kesalahan orang yang dipaksa dengan ancaman.

Pendapat yang lain menyebutkan bahwa imam yang tidak baik bacaan tajwidnya, salatnya sah, namun demikian diharuskan seorang imam mempelajari bacaan al-Fatihah dengan tajwid yang benar.

Wallahu a’lam.

The post Mengaminkan Al Fatihah Salah Pengucapan, Sah? Baca Dulu Jawaban 4 Mazhab appeared first on MUI SULSEL.



Bolehkah Wisata ke Candi – Majelis Ulama Indonesia

bolehkah-wisata-ke-candi-–-majelis-ulama-indonesia

MUI Jatim – Mendatangi tempat ibadah agama lain memiliki banyak pendapat dari para ulama lintas Mazhab.  Umumnya seseorang datang ke Candi bukan untuk tujuan masuk ke tempat ibadah, hanya melihat keunikan bangunan, mempelajari sejarah atau lainnya. Tapi bagaimana pun tetap ada Candi yang dijadikan sebagai tempat sesembahan agama lain. Silakan, boleh ikut pendapat yang mengatakan […]

Artikel Bolehkah Wisata ke Candi pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.

Source link

The post Bolehkah Wisata ke Candi – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Jenazah Yang Disaksikan Banyak Mata

jenazah-yang-disaksikan-banyak-mata

MUI Jatim – Entah sampai sekarang masih belum mampu menghindar dari bayang-bayang Kiai Fakhri. Pertemuan terakhir saya agak lama, yakni ketika saya minta izin kepada beliau dan segenap Zuriyah Syaikhona Kholil dengan rencana pembangunan PP Raudhatul PpRaudlatul Ulum Suramadu. Tingkat kepadatan jadwal Salawatan beliau sangat tinggi. Sepertinya beliau ingin mempertahankan “Bangkalan Kota Dzikir dan Shalawat”, […]

Artikel Jenazah Yang Disaksikan Banyak Mata pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Bolehkah Wisata ke Candi

bolehkah-wisata-ke-candi

MUI Jatim – Mendatangi tempat ibadah agama lain memiliki banyak pendapat dari para ulama lintas Mazhab.  Umumnya seseorang datang ke Candi bukan untuk tujuan masuk ke tempat ibadah, hanya melihat keunikan bangunan, mempelajari sejarah atau lainnya. Tapi bagaimana pun tetap ada Candi yang dijadikan sebagai tempat sesembahan agama lain. Silakan, boleh ikut pendapat yang mengatakan […]

Artikel Bolehkah Wisata ke Candi pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan – Majelis Ulama Indonesia

wafatnya-penjaga-benteng-nu-di-bangkalan-–-majelis-ulama-indonesia

wafatnya-penjaga-benteng-nu-di-bangkalan-–-majelis-ulama-indonesia

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Telah wafat guru kami, Cicit Syaikhona Kholil Bangkalan, Rais Syuriyah PCNU Kab. Bangkalan sekaligus Pengasuh PP Syaikhona Kholil, KH Fachrillah bin KH Abdullah Sachal. Pagi ini jam 05.25 WIB. Ahad besok saya berharap bisa berjumpa dengan beliau di acara Salawatan. Namun Allah berkehendak lain setelah beberapa hari lalu beliau sakit […]

Artikel Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.

Source link

The post Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.

Source link

The post Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Komisi Hukum dan HAM MUI: Kampanye LGBT Bisa Dijerat Hukum

RIAU -– Prilaku LGBT di Indonesia merupakan hal yang sangat tabu, karena prilaku ini secara jelas melanggar undang – undang dan juga ideologi bangsa. Di Indonesia, beberapa organisasi kaum LGBT melakukan gerakan agar mendapatkan pengakuan hak. LGBT sendiri sebenarnya bukan kasus baru di negara ini, kasus tersebut sudah ada sejak lama dan dimunculkan kembali.

Menanggapi fenomena tersebut, Komisi Hukum dan Ham MUI menegaskan bahwasanya LGBT (perkawinan sesama jenis) tidak sesuai dengan ideologi bangsa. Hal tersebut disampaikan oleh Manager Nasution selaku wakil ketua Komisi Hukum dan Ham MUI melalui telewicara kepada MUIDigital,(13/05).

“Menurut Pancasila, konstitusi dan undang – undang perkawinan, bahwa perkawinan yang sah di Indonesia itu adalah perkawinan yang dilakukan oleh sepasang suami istri antara laki – laki dan perempuan. Oleh karena itu, perkawinan sesama jenis tidak sesuai dengan Pancasila, konstitusi dan undang – undang yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut, Manager juga menyampaikan bahwa Hak Asasi Manusia yang dianut dalam Pancasila dirumuskan sebagai Hak Asasi Manusia yang tidak boleh bertentangan dengan agama.

Berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam dunia internasional yang disepakati pada 10 Desember 1948 atau yang dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dijelaskan bahwa sebuah perkawinan dilakukan oleh laki – laki dan perempuan. Dengan demikian, di dalam DUHAM tersebut tidak ada dasar yang memperbolehkan melakukan perkawinan sejenis dengan alasan apapun.

Menurut Manager, pelaku LGBT yang dengan sengaja melakukan kampanye di ruang publik dapat dijerat dengan undang – undang yang berlaku di Indonesia. Mulai dari Undang – Undang perkawinan, Undang – Undang ITE hingga Undang – Undang pornografi.

“Bagi pelaku yang sengaja melakukan kampanye di ruang publik, MUI mendorong agar norma ini masuk ke dalam Rancangan KUHP kita yang baru. Saya berharap para pembuat undang – undang memikirkan agar pengaturan norma ini masuk dalam Rancangan KUHP dan mudah – mudahan dalam waktu dekat bisa segera disahkan,” ungkapnya.

Selaras dengan hal tersebut, Manager Nasution juga berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus kepada korban LGBT ataupun mereka yang terpapar dengan prilaku LGBT.

“Negara harus hadir untuk memberikan pemulihan baik secara psikologis maupun secara kesehatan. Negara harus menyiapkan dokter, psikolog, bahkan menyiapkan psikiater untuk memberikan pemulihan kepada mereka yang terpapar,” ujarnya.

Jika memandang hak setiap warga negara, Manager Nasution juga menegaskan bahwa seluruh warga negara termasuk pelaku LGBT mempunyai hak yang sama, yakni memiliki hak pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan keselamatan. Akan tetapi pelaku LGBT tidak dapat menuntut legalitas.

“Sebagai warga negara, negara harus hadir memenuhi hak mereka dalam kesehatan, pekerjaan, pendidikan, dan keselamatan. Tapi, kalau mereka menuntut legalisasi perkawinan sejenis, itu melampaui keadaban kendonesiaan kita sebagai bangsa,” pungkasnya.

(Dhea Oktaviana/Fakhruddin)



Pakar: Waspadai Agenda Internasional Normalisasi Perilaku LGBT

JAKARTA— Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengatakan, warganet di media sosial cenderung menerima manusia LGBT, tetapi menolak perilaku LGBT. Apalagi, warganet menolak perilaku LGBT ini karena dilakukan secara terang-terangan dan terbuka yang mengarah pada konten pornografi di media sosial.

‘’Konten-konten itu banyak pasangan LGBT. Mereka berhubungan badan laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan itu sambil terbuka. Nah ini kan lebih ke arah pornografi. Pornografi ini banyak sekali dan saya kira lebih merusak. Baik itu yang normal maupun yang LGBT ini banyak,’’ujarnya saat dihubungi MUIDigital, Sabtu (13/5/2022).

Menurutnya, hal inilah yang menjadi contoh negatif bagi anak-anak dari konten pornografi LGBT maupun yang normal. Untuk itu, kata dia, kedua konten tersebut harus ditolak dan tidak boleh menyebar.

Ismail menerangkan, bahwa harus dipisahkan untuk menerima manusia dan perilaku LGBT. Bagi manusia yang memiliki perilaku LGBT sebaiknya diterima masyarakat luas. Menurutnya, Islam juga menerima adanya orang yang berbeda sama halnya dengan difabel yang tidak bisa ditolak, tetapi harus diterima dengan kasih sayang.

‘’Mereka (di media sosial) tidak memusuhi orangnya karena sesama (manusia), tetapi perilaku pornografi (LGBT), yang mempromosikan (LGBT), tindakan itu (LGBT) baik terang-terangan dan terbuka, nah itu yang selama ini dipermasalahkan sebetulnya,’’ kata dia.

Ismail yang juga Wakil Ketua Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menjelaskan, penolakan terhadap LGBT di media sosial kembali meningkat ketika influencer seperti Deddy Corbuzier mengundang pasangan LGBT di podcastnya.

“Awalnya tidak ada yang protes ya, malah sering muncul di TikTok. Tapi Ketika muncul di sosok influencer yang pengikutnya sangat besar baru kemudian menjadi gejolak,’’ tuturnya.

“kalangan yang menolak sangat besar sekali, yang mendukung ada tetapi kalah jumlah dibanding yang menolak perilaku demonstratif ya. Kalau mereka lakukan sembunyi juga kan tidak ada yang protes ya, kalau aksi demonstratif di acara Deddy Corbuzier, nah itu baru kemudian ditolak,’’ jelasnya.

Lebih lanjut, Ismail menjelaskan, podcast tersebut menuai kritik bagi yang pro dan kontra terhadap LGBT. Bagi yang kontra, didominasi umat Islam yang menganggap bahwa podcast tersebut membantu dan mempromosikan LGBT.

Namun bagi yang pro terhadap LGBT, Ismail menuturkan bahwa mereka melakukan protes karena video podcast tersebut dihapus dan merasa publik luas semakin memiliki alasan yang lebih kuat untuk memojokkan kaum LGBT.

“Mereka semakin disorot, makin banyak orang yang menuding ke mereka. Jadi ibaratnya, perjuangan mereka untuk mendapatkan kesetaraan semakin susah, karena take down (video itu) menjadi salah satu alasan buat banyak orang memusuhi LGBT,’’sambungnya.

Ismail mengatakan, LGBT sudah menjadi agenda internasional di masing-masing negara untuk mengupayakan agar LGBT bisa diterima di negara tersebut. Namun, di Indonesia penolakannya masih sangat tinggi karena mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Agenda tersebut pun penting untuk diwaspadai umat Islam.
Ismail menyebut bahwa upaya tersebut akan selalu dilakukan.

Apalagi, kata Ismail, mereka melihat kaum LGBT ini sebagai kaum minoritas yang terus menerus mendapatkan penolakan. Sehingga, lanjutnya, mereka merasa perlu untuk memperjuangkannya lewat LSM dan program.

Ismail Fahmi berharap, manusia yang berorientasi LGBT ini dapat diterima, bukan malah ditolak dan dikucilkan. Untuk kembali normal, Ismail Fahmi menuturkan, itu dikembalikan ke masing-masing individu. Kemudian, diserahkan kepada institusi, baik agama, kesehatan, dan yang lainnya.

“Intinya, harus dibedakan, orangnya jangan dimusuhi. Orangnya dimana pun, di pekerjaan, segala macem harus setara. Mereka kadang ada yang orientasinya dari lahir, pengaruh. Orangnya sama. Hanya perilaku itu sama kan dengan pornografi. Harus dicegah, dihindari, dan ditolak itu perilakunya,’’tegasnya.

Selain itu, Ismail Fahmi juga menyarankan masyarakat untuk bisa menyikapinya dengan merangkul manusia LGBT dengan kasih sayang. Tidak lagi dengan memusuhi dan menakut-nakuti mereka agar tidak semakin jauh dan bisa membantu menyelesaikan masalahnya.

“Mereka butuh bantuan, butuh teman. Dengan begitu, kalau mereka bagian dari problem (masalah) itu bisa terpecahkan, kalau mereka misalnya ada yang punya dua kelamin, mungkin bisa dibantu dengan medis, dan lain-lain. Selama ini kalau kita menakut-nakuti malah tidak memecahkan masalah, malah membuat masalah baru,’’terangnya.

Ismail mengingat pesan yang disampaikan oleh Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar saat Munas MUI ke-10 di Jakarta. Pada kesempatan itu, KH Miftachul Akhyar mengatakan bahwa dakwah itu harus merangkul, bukan memukul.

“Saya suka sekali itu, dakwah kita itu harus merangkul bukan memukul. Dengan kasih sayang bukan menakut-nakuti, kalau menurut saya. saya kira dalam pengamatan saya dalam komunikasi, pendekatan jauh lebih efektif, daripada kita gondok-gondokan,” kata dia. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)



Agama Tentatif Sesat Pikir, bukan Agama!

agama-tentatif-sesat-pikir,-bukan-agama!

Makassar, muisulsel.com – Sebutan agama tentatif di media sosial TikTok mengemuka belakangan ini. Ketua fatwa MUI Sulsel menyatakan klaim agama tentatif tidak memenuhi kriteria agama.

“Eksistensi agama mutlak adanya dan menjadi rukun kehidupan. Kepercayaan seseorang terhadap suatu agama bisa berubah itulah sebabnya banyak manusia pindah agama,” kata Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel Dr KH Ruslan Wahab MA kepada muisulsel.com, Sabtu (14/5/22).

Menurut KH Ruslan Wahab, masyarakat harus memahami agama dan beragama itu berbeda. Agama itu tidak berubah sedangkan beragama boleh berubah.

“Jika ada agama yang berubah-ubah maka itu bukanlah agama,” tegas KH Ruslan, wakil rektor III Universitas Islam Makassar (UIM).

KH Ruslan mengimbau umat Islam untuk tetap berpegang teguh terhadap syariah berdasarkan wahyu dan hadis, jangan sampai terpengaruh dengan ajaran baru yang bertentangan dengan Islam.

Jika mengabaikan ajaran Islam, lalu mengikuti klaim agama tentatif yang jelas-jelas sesat, “Maka itu namanya murtad.”

Agama, Tentatif?

Menurut sumber, mulanya postingan agama tentatif muncul menyusul unggahan daftar artis yang pindah agama.

Contohnya ada artis Deddy Corbuzier yang berpindah agama dari Katolik ke Islam. Tercatat pula Roger Danuarta, Asmirandah, dan lainnya.

Nah, dari situlah keterangan yang mencantumkan agama awal seorang “selebritis” adalah tentatif. Pertanyaan warganet pun heboh: apa maksud agama tentatif.

Mari menengok situs web KBBI, kata “agama” artinya ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata “tentatif” dalam KBBI artinya belum pasti, masih dapat berubah.

Istilah tentatif biasa juga digunakan dalam aktivitas lain misalnya di acara atau kegiatan untuk menunjukkan ketidakpastian atau bersifat sementara.

Indonesia negara yang berlandaskan Pancasila. Pasal satu Pancasila: Ketuhanan yang Maha Esa.

Negara Indonesia mengakui identitas agama bagi warganya. Tercatat enam agama di Indonesia: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Tidak ada agama tentatif. (Irfan)

 

 

The post Agama Tentatif Sesat Pikir, bukan Agama! appeared first on MUI SULSEL.



“Haul” Mengenang 40 Tahun Wafatnya Hadji Kalla – Majelis Ulama Indonesia

“haul”-mengenang-40-tahun-wafatnya-hadji-kalla-–-majelis-ulama-indonesia

Makassar, muisulsel.com – Istilah “Haul” dalam literasi fikih biasa ditemukan dalam zakat yang berarti berulang setiap tahun, sebagai syarat mengeluarkan zakat. Namun, sedikit unik dalam budaya Islam Indonesia, “Haul” juga digunakan dalam istilah tahunan untuk mengenang kepergian (wafatnya) seseorang. Istilah ini sangat mentradisi dalam masyarakat Islam Jawa, mengenang seseorang yang dianggap berjasa dengan mengundang banyak orang untuk mendoakan almarhum atau almarhumah.

Terlepas dari istilah yang sudah membudaya dalam masyarakat Islam Indonesia, secara subtantif kegiatan ini sangat islami, karena beberapa hal: Pertama, mendoakan orang mati apalagi orang yang berjasa besar pada kemaslahatan umat adalah perintah agama.

Kedua, al-Quran memerintahkan setiap momen dalam siklus kehidupan kita hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Ayat 62 Surah al-Furqan menjelaskan, Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti (hingga menjadi setahun) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran dan bersyukur (pada momen tersebut).

Hadji Kalla bukanlah orang biasa yang melewati hidupnya begitu saja. Dia membuat hidupnya Sunnah Hasanah, artinya dapat dinapaktilasi hidupnya karena memberi contoh baik. Manusia yang Lisana Shidqin fil Akharin, artinya punya kenangan baik untuk menjadi pelajaran bagi manusia. Maka momen 40 tahun kepergiannya, selain mendoakan juga mengambil hikmah dan pelajaran hidup darinya.

Orang yang baik jika meninggal adalah keselamatan baginya, karena ia akan menikmati hasil hidupnya di dunia. Demikian Nabi Isa pernah menyatakan yang diabadikan dalam al-Quran ayat 33 Surah Maryam Keselamatan bagi saya pada hari lahirku, pada hari matiku dan pada hari dibangkitkanku. Maka saya boleh berkata, Selamat kepada Bapak Hadji Kalla menikmati kematiannya dalam keabadian hidup di alam Barzakh, semoga segala usaha dan pikiran untuk umat menjadi amal jariyah bagi Bapak Hadji Kalla dan ibu Hj Athirah.

Muammar Bakry, Makassar 15 Mei 2022

 

The post “Haul” Mengenang 40 Tahun Wafatnya Hadji Kalla appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post “Haul” Mengenang 40 Tahun Wafatnya Hadji Kalla – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



“Haul” Mengenang 40 Tahun Wafatnya Hadji Kalla

“haul”-mengenang-40-tahun-wafatnya-hadji-kalla

Makassar, muisulsel.com – Istilah “Haul” dalam literasi fikih biasa ditemukan dalam zakat yang berarti berulang setiap tahun, sebagai syarat mengeluarkan zakat. Namun, sedikit unik dalam budaya Islam Indonesia, “Haul” juga digunakan dalam istilah tahunan untuk mengenang kepergian (wafatnya) seseorang. Istilah ini sangat mentradisi dalam masyarakat Islam Jawa, mengenang seseorang yang dianggap berjasa dengan mengundang banyak orang untuk mendoakan almarhum atau almarhumah.

Terlepas dari istilah yang sudah membudaya dalam masyarakat Islam Indonesia, secara subtantif kegiatan ini sangat islami, karena beberapa hal: Pertama, mendoakan orang mati apalagi orang yang berjasa besar pada kemaslahatan umat adalah perintah agama.

Kedua, al-Quran memerintahkan setiap momen dalam siklus kehidupan kita hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Ayat 62 Surah al-Furqan menjelaskan, Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti (hingga menjadi setahun) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran dan bersyukur (pada momen tersebut).

Hadji Kalla bukanlah orang biasa yang melewati hidupnya begitu saja. Dia membuat hidupnya Sunnah Hasanah, artinya dapat dinapaktilasi hidupnya karena memberi contoh baik. Manusia yang Lisana Shidqin fil Akharin, artinya punya kenangan baik untuk menjadi pelajaran bagi manusia. Maka momen 40 tahun kepergiannya, selain mendoakan juga mengambil hikmah dan pelajaran hidup darinya.

Orang yang baik jika meninggal adalah keselamatan baginya, karena ia akan menikmati hasil hidupnya di dunia. Demikian Nabi Isa pernah menyatakan yang diabadikan dalam al-Quran ayat 33 Surah Maryam Keselamatan bagi saya pada hari lahirku, pada hari matiku dan pada hari dibangkitkanku. Maka saya boleh berkata, Selamat kepada Bapak Hadji Kalla menikmati kematiannya dalam keabadian hidup di alam Barzakh, semoga segala usaha dan pikiran untuk umat menjadi amal jariyah bagi Bapak Hadji Kalla dan ibu Hj Athirah.

Muammar Bakry, Makassar 15 Mei 2022

 

The post “Haul” Mengenang 40 Tahun Wafatnya Hadji Kalla appeared first on MUI SULSEL.



Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan – Majelis Ulama Indonesia

wafatnya-penjaga-benteng-nu-di-bangkalan-–-majelis-ulama-indonesia

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Telah wafat guru kami, Cicit Syaikhona Kholil Bangkalan, Rais Syuriyah PCNU Kab. Bangkalan sekaligus Pengasuh PP Syaikhona Kholil, KH Fachrillah bin KH Abdullah Sachal. Pagi ini jam 05.25 WIB. Ahad besok saya berharap bisa berjumpa dengan beliau di acara Salawatan. Namun Allah berkehendak lain setelah beberapa hari lalu beliau sakit […]

Artikel Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.

Source link

The post Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan

wafatnya-penjaga-benteng-nu-di-bangkalan

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Telah wafat guru kami, Cicit Syaikhona Kholil Bangkalan, Rais Syuriyah PCNU Kab. Bangkalan sekaligus Pengasuh PP Syaikhona Kholil, KH Fachrillah bin KH Abdullah Sachal. Pagi ini jam 05.25 WIB. Ahad besok saya berharap bisa berjumpa dengan beliau di acara Salawatan. Namun Allah berkehendak lain setelah beberapa hari lalu beliau sakit […]

Artikel Wafatnya Penjaga Benteng NU Di Bangkalan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Rekatkan Soliditas dan Kualitas, TPP Lampung Tengah Gelar Halal bi Halal 1443 H dan Rapat Koordinasi – Majelis Ulama Indonesia

rekatkan-soliditas-dan-kualitas,-tpp-lampung-tengah-gelar-halal-bi-halal-1443-h-dan-rapat-koordinasi-–-majelis-ulama-indonesia

Lampung Tengah: Masih dalam momentum suasana Idul Fitri bulan yang istimewa, bulan Syawal 1443 H / 2022 M, keluarga besar Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung menggelar agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Kabupaten (Korkab) TPP Kabupaten Lampung Tengah, Nanang Susanto, S.Pd.I, disela-sela sambutan agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi di taman Hambalang, Kelurahan Bandar Jaya Timur, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Rabu (11/5/2022) bertepatan 10 Syawal 1443 H.

“Dalam momentum bulan Syawal 1443 H ini, saya atas nama pribadi, keluarga, dan Korkab TPP Kabupaten Lampung Tengah mohon maaf lahir batin, minal aidin wal faizin, dalam proses fasilitasi dan pendampingan ini, semoga kita semua kembali dalam keadaan fitri,” tambah alumni IAIN Metro, Lampung ini.

“Semoga kita lebih baik tingkatkan kualitas kerja-kerja pendampingan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa, kita semakin solid dan semakin kompak, menjalankan amanat dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” tutup mantan Ketua Umum PMII Cabang Kota Metro ini.

Koordinator Provinsi (Korprov) TPP Provinsi Lampung, Mashuri, S.P, ditempat yang sama menyampaikan, agar TPP se Kabupaten Lampung Tengah terus mengawal pelaksanaan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, di tahun ke 7 (tujuh) pelaksanaan Dana Desa ini, 301 Kampung di Kabupaten Lampung Tengah ini harus difasilitasi, di dampingi secara komprehensif oleh TPP, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi / laporan pertangung jawaban, dan lain-lain, sesuai dengan Permendes No 7 tahun 2021 tentang Prioritas Dana Desa Tahun Anggaran 2022.

“Kita buka lagi, kita baca lagi, kita jalankan amanat Gus Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa PDTT, sebagaimana yang tertuang dalam Kepmendesa PDTT No 40 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa,” tutup Sekretaris IKA PMII Provinsi Lampung ini.

Disela – sela agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi ini juga diadakan tanya jawab seputar pelaksanaan realiasasi Dana Desa tahun 2022, seperti; input dashboard Monev DD, Daily Report Pendamping (DRP), pemutakhiran SDGs Desa, pendaftaran online BUMDESA, capaian Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2022, dan lain-lain.

Secara sosiologis dan geografis Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Lampung Tengah tersebar pada (tiga ratus satu) 301 Kampung / Desa, dan dua puluh delapan (28) Kecamatan, yakni; Kotagajah, Kalirejo, Bangunrejo, Padang Ratu, Gunung Sugih, Trimurjo, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Rumbia, Seputih Banyak, Seputih Mataram, Seputih Surabaya, Terusan Nunyai.

Selanjutnya, Bumi Ratu Nuban, Bekri, Seputih Agung, Way Pengubuan, Bandar Mataram, Pubian, Selagai Lingga, Anak Tuha, Sendang Agung, Bumi Nabung, Way Seputih, Bandar Surabaya, Anak Ratu Aji, dan Putra Rumbia. (Akhmad Syarief Kurniawan)

Source link

The post Rekatkan Soliditas dan Kualitas, TPP Lampung Tengah Gelar Halal bi Halal 1443 H dan Rapat Koordinasi – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



MUI Sulsel Ingatkan Artis Muslim Jangan Ikut Melukat: Haram

mui-sulsel-ingatkan-artis-muslim-jangan-ikut-melukat:-haram

Makassar, muisulsel.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel kembali mengingatkan bahwa Melukat dan semacamnya haram bagi seorang muslim. Ini peringatan kepada selebriti muslim, khususnya, jangan sampai melukat. haram.

Komisi Fatwa MUI Sulsel, melalui kanal MUI Menjawab, menyampaikan, mengkultuskan sesuatu tempat dan ritual yg merupakan perbuatan jahiliah yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Bernazar melakukan perbuatan baik di semua tempat boleh bila di tempat yang dinazarkan itu tidak dilakukan ritual jahiliah. Bila ritual jahiliyah ditemukan pada satu tempat maka itu sama dengan melakukan penyembahan berhala di tempat itu, dan ini sangat dilarang oleh Islam.

Contoh: ada sahabat Nabi bernazar memotong onta di suatu tempat bernama Buwanat, Nabi periksa pernahkah tempat itu dikultuskan ada berhala disembah atau semacamnnya? Sahabat menjawab tidak pernah ada kultus di situ. Maka, Nabi bolehkan nazar sembelih onta tersebut. Artinya, bila ada kultus jahilah di suatu tempat maka nazar di tempat itu dilarang.

Selain itu, jika ritual ini mengarah pada ritual ibadah agama tertentu, maka sudah pasti kegiatan ini diharamkan, karena tasyabbuh (mengikuti) ritual agama lain. Jika itu dilakukan maka termasuk bagian darinya.

Artis Muslim Melukat?

Baru-baru kembali berembus kabar bahwa ada beberapa artis muslim Tanah Air yang diduga pernah melaksanakan prosesi melukat di Bali. Namun, penulis muisulsel.com, hingga detik ini, belum menemukan fakta para artis betul-betul melukat.

Tradisi melukat di Bali. [Dok.ist]

Di berbagai media massa, mengabarkan, selebriti muslim yang diduga melukat sampai membuat warganet heboh, sebab mereka diduga pindah agama. Tapi, belum juga penulis temukan fakta bahwa mereka pindah keyakinan atau tidak.

Menurut sumber, Melukat merupakan sebuah upacara yang bertujuan untuk membersihkan pikiran dan jiwa secara spiritual. Upacara sudah secara turun temurun digelar di Bali.

Melukat sendiri berasal dari kata sulukat, yaitu su yang mempunyai arti baik dan lukat mempunyai arti pensucian. Pada umumnya, melukat akan dipimpin oleh seorang pemangku dan diikuti oleh peserta. (*)

The post MUI Sulsel Ingatkan Artis Muslim Jangan Ikut Melukat: Haram appeared first on MUI SULSEL.



Rekatkan Soliditas dan Kualitas, TPP Lampung Tengah Gelar Halal bi Halal 1443 H dan Rapat Koordinasi

rekatkan-soliditas-dan-kualitas,-tpp-lampung-tengah-gelar-halal-bi-halal-1443-h-dan-rapat-koordinasi

Lampung Tengah: Masih dalam momentum suasana Idul Fitri bulan yang istimewa, bulan Syawal 1443 H / 2022 M, keluarga besar Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung menggelar agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Kabupaten (Korkab) TPP Kabupaten Lampung Tengah, Nanang Susanto, S.Pd.I, disela-sela sambutan agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi di taman Hambalang, Kelurahan Bandar Jaya Timur, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Rabu (11/5/2022) bertepatan 10 Syawal 1443 H.

“Dalam momentum bulan Syawal 1443 H ini, saya atas nama pribadi, keluarga, dan Korkab TPP Kabupaten Lampung Tengah mohon maaf lahir batin, minal aidin wal faizin, dalam proses fasilitasi dan pendampingan ini, semoga kita semua kembali dalam keadaan fitri,” tambah alumni IAIN Metro, Lampung ini.

“Semoga kita lebih baik tingkatkan kualitas kerja-kerja pendampingan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa, kita semakin solid dan semakin kompak, menjalankan amanat dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” tutup mantan Ketua Umum PMII Cabang Kota Metro ini.

Koordinator Provinsi (Korprov) TPP Provinsi Lampung, Mashuri, S.P, ditempat yang sama menyampaikan, agar TPP se Kabupaten Lampung Tengah terus mengawal pelaksanaan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, di tahun ke 7 (tujuh) pelaksanaan Dana Desa ini, 301 Kampung di Kabupaten Lampung Tengah ini harus difasilitasi, di dampingi secara komprehensif oleh TPP, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi / laporan pertangung jawaban, dan lain-lain, sesuai dengan Permendes No 7 tahun 2021 tentang Prioritas Dana Desa Tahun Anggaran 2022.

“Kita buka lagi, kita baca lagi, kita jalankan amanat Gus Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa PDTT, sebagaimana yang tertuang dalam Kepmendesa PDTT No 40 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa,” tutup Sekretaris IKA PMII Provinsi Lampung ini.

Disela – sela agenda Halal bi Halal 1443 H, sekaligus rapat koordinasi ini juga diadakan tanya jawab seputar pelaksanaan realiasasi Dana Desa tahun 2022, seperti; input dashboard Monev DD, Daily Report Pendamping (DRP), pemutakhiran SDGs Desa, pendaftaran online BUMDESA, capaian Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2022, dan lain-lain.

Secara sosiologis dan geografis Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Lampung Tengah tersebar pada (tiga ratus satu) 301 Kampung / Desa, dan dua puluh delapan (28) Kecamatan, yakni; Kotagajah, Kalirejo, Bangunrejo, Padang Ratu, Gunung Sugih, Trimurjo, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Rumbia, Seputih Banyak, Seputih Mataram, Seputih Surabaya, Terusan Nunyai.

Selanjutnya, Bumi Ratu Nuban, Bekri, Seputih Agung, Way Pengubuan, Bandar Mataram, Pubian, Selagai Lingga, Anak Tuha, Sendang Agung, Bumi Nabung, Way Seputih, Bandar Surabaya, Anak Ratu Aji, dan Putra Rumbia. (Akhmad Syarief Kurniawan)



Apakah Bitcoin Haram? Perhatikan 3 Ketentuan Hukum MUI

apakah-bitcoin-haram?-perhatikan-3-ketentuan-hukum-mui

TANYA, muisulsel.com – Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh
Saya ingin menanyakan perihal Bitcoin, apakah bisnis ini halal atau haram?

Oleh warga 0822589419xxx

JAWABAN:

Bitcoin bagian dari Cryptocurrency, perdagangan mata uang yang tidak jelas riilnya. Hanya angka dan nominal yang dipertukarkan.

Ijtima ke-7 Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia  di Jakarta, pada tanggal 9-11/11/2021, menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah Hukum Cryptocurrency.

Ketentuan Hukum

1. Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.

2. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.

3. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.

The post Apakah Bitcoin Haram? Perhatikan 3 Ketentuan Hukum MUI appeared first on MUI SULSEL.



Pengurus BPS GT Berkunjung ke MUI Sulsel, Pendeta Alfred Anggui Sebut Nyaman – Majelis Ulama Indonesia

pengurus-bps-gt-berkunjung-ke-mui-sulsel,-pendeta-alfred-anggui-sebut-nyaman-–-majelis-ulama-indonesia

Makassar, muisulsel.com – Ketua Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja (BPS GT) Pdt Dr Alfred Anggui M Th dan rombongan berkunjung ke kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Jumat (13/5/22) sore. Alfred Anggui mengaku nyaman diterima pengurus MUI Sulsel.

“Kalau duduk bersama begini rasanya adem dan suasana tenang,” kata Anggui sembari senyum menghadapkan wajahnya ke Ketua Umum MUI Sulsel Anregurutta Prof Dr KH Najamuddin Abduh Shafa Lc MA.

Anregurutta Najamuddin pun senyum meriah menyambut perkataan Anggui. Guru Besar Ilmu Budaya Unhas menilai kedatangan pengurus BPS GT merupakan hal yang baik dalam hal urusan kebangsaan dan kemanusiaan.

“Kami harapkan pertemuan seperti ini, jangan hanya hari ini. Dalam rangka NKRI, sama-sama warga negara, terima kasih sudah datang ke MUI,” tutur Anregurutta.

Pengurus Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja (BPS GT) bersama pengurus MUI Sulsel di kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Jumat (13/5/22) sore.

Hadir pula dalam pertemuan ini, Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakry Lc MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Dr KH Mustari Bosrah MA, DR KH Hasid Hasan Palogai MA, dan Andi Suriati Barisi S Ag, dan
Staf Ahli Kesra dan Keagamaan Gubernur Sulsel H Suherman SE MM.

Alfred Anggui datang bersama Sekretaris PGIW Pdt Y Metris M Th, Kombes Pol Darma Lelepadang, Soni Budi Pandin ST, Mesakh Rantepadang, SH, Letkol Purn Pol Lute Lantang, Aris Titti, Novianus Patanduk, dan Ais Sakar.

Alfred Anggui juga menyerahkan undangan langsung kepada ketua umum MUI Sulsel. Undangan kegiatan Konvensi Pendeta ke-3 Gereja Toraja pada tanggal 18-20 Mei di Makassar.

Anggui menyebut kegiatan ini bakal dihadiri seribu pendeta di Indonesia.

“Kami rencana konvensi pendeta.
Di Toraja itu, teman-teman muslim itu nyaman sekali. Kalau ada bencana, itu majelis ta’lim hadir membantu. Untuk itu kami berharap ada dari MUI bisa hadir menyapa,” ujar Alfred Anggui.

Muammar Bakry menyambung kesan nyaman Alfred. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar ini mengaku pernah disambut baik di Toraja.

“Waktu itu saya dewan hakim musabaqah di Toraja, saya katakan, nyaman, masyarakat di sana turut membantu kegiatan,” kata Muammar.

KH Mustari mengungkapkan, kerukunan antarumat beragama di Toraja cukup terjaga.

“Di sana ada kita temukan, satu keluarga banyak agama. Ada anaknya Islam, orangtuanya beda agama lagi,” KH Mustari tertawa kecil.

Najamudin juga Mengajak Gereja Toraja untuk bekerja sama dengan MUI Sulsel untuk meningkatkan program kegiatan sosial.

“Dengan adanya komisi Hubungan Umat Beragama di MUI, kita berharap semakin mempererat persatuan terutama ukhuwah insaniyah dan wataniyah,” ujar Anregurutta. (Irfan)

The post Pengurus BPS GT Berkunjung ke MUI Sulsel, Pendeta Alfred Anggui Sebut Nyaman appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post Pengurus BPS GT Berkunjung ke MUI Sulsel, Pendeta Alfred Anggui Sebut Nyaman – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Syawal dan Upaya Merawat Kefitrahan Buah dari Ramadan – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

syawal-dan-upaya-merawat-kefitrahan-buah-dari-ramadan-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

JAKARTA— Aktivitas mudik dan perayaan Idul Fitri sudah berlalu. Kegiatan kolosal yang menjadi tradisi periodik tiap tahunnya memiliki impact fitrah yang cukup berarti dalam menata ulang tentang kepribadian kita dalam relasinya dengan Tuhan dan sesama.

Bagi kebanyakan orang, kegiatan mudik bukan sekadar mobilitas orang dari kota ke desa atau transformasi pergerakan yang berada di perantauan kembali ke kampung halaman, melainkan lebih dari itu, mudik adalah momentum jeda aktivitas yang membangun kesadaran tentang asal-usul dengan menjauhi hiruk-pikuk kegiatan rutinan, termasuk pekerjaan.

Begitu pula dengan Idul Fitri. Kemenangan yang dirakayakan dalam setiap jengkal kegiatan berupa gema takbir dan ucapan minal aidin wal faizin di emperan masjid, mushala, rumah, jalanan, dan media sosial, riang anak-anak yang memainkan petasan, orang-orang yang hilir-mudik mengantarkan ‘sadaqahan’ hingga takbir keliling yang memoles panorama pesona satu hari satu malam.

Hal yang paling primordial dari ritus perayaan tahunan itu adalah kondisi seseorang yang mendapatkan kondisi ‘kembali suci’ dengan melepas kesalahan dengan ‘maaf-maafan’, membangun modalitas transedentif yang lebih segar dalam melaksanakan amalan syar’iyah, sehingga kesiapan fisik dan mentalitas beragama seorang hamba terbangun ulang ke depan.

Secara esensial, mudik, Idul Fitri, dan ‘syawalan’ menjadi hal yang identik, saling jalin berkelindan sebagai momentum sakral dalam lintasan tahunan umat Islam (Andi, 2022). Nuansa itu identik dengan kefitrian; mudik adalah fitri dengan kembali ke asal dan Idul Fitri adalah kefitrian jiwa sebagai hakikat ontis dari manusia. Ini yang kemudian dikenal dengan tren spritualitas tahunan di mana terdapat ritus berkala sebagai momentum menaja ulang keberagamaan kita.

Tidak ayal jika bulan Syawal (syala, syawwal, Arab) secara sentatik bermakna naik, meninggi, atau dibesarkan, karena jatuhnya sebagai bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah berada pasca-Ramadan di mana kefitrian seseorang terbentuk dan spirit keagamaan terbangun. Inilah sisi keistimewaan dari Syawal yang meskipun secara dogma religiusitas terlupakan dalam lintasan Rajab, Syaban, dan Ramadan.

Terdapat beberapa keistimewaan Syawal. Seperti Idul Fitri yang jatuh pada tanggal satu bulan Syawal, ajaran puasa ‘syawalan’ yang sebanding dengan puasa satu tahun (HR Bukhori), dan anjuran silaturrahim (halal bihalal, QS An Nisaa: 36).

Di samping itu, kefitiran yang dimanifestasikan dalam spirit keagamaan juga memiliki rajutan historisnya sendiri di bulan Syawal yaitu bagaimana Rasulullah SAW dan para Sahabat terdahulu menghias corak Syawal dengan nunsa keberagamaan.

Pada Syawal banyak terjadi perang, seperti Perang Bani Qainuqa pada tahun kedua Hijriyah, Perang Uhud pada 17 Syawal tahun ketiga Hijriyah, Perang Khandaq pada 18 Syawal tahun kelima Hijriyah, perang Hunain pada 6 Syawal tahun kedelapan Hijriyah dan pada tahun keempat belas Hijriyah terjadi penaklukan Madain, ibu kota Imperium Persia.

Kita mengetahui bahwa perang dan ekspansi dakwah keislaman adalah salah satu bagian jalan proses Islamisasi dan ekspansi kekuasaan sebagai jalan terkahir di mana legal survive berlaku di sana.

Meskipun terdapat musibah di dalamnya, seperti kekalahan umat Islam pada perang Uhud (QS Ali Imran ayat 121), spirit dakwah mewujud perjuangan Islamisasi kental terasa di bulan Syawal dengan kandungan pelajaran bermakna di baliknya.

Pada Syawal juga, pada 27 Syawal di Tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah SAW melakukan dakwah ke kota Thaif setelah mendapat penolakan dan tidak menemukan ruang dakwah di kota Makkah. Meski kondisi dakwah yang tidak jauh berbeda di Thaif, ada usaha hijrah yang dilakukan oleh Nabi di sini ketika terjadi kevakuman dan stagnasi dakwah keislaman.

Tidak kalah unik, Syawal juga identik dengan ‘bulan nikah’. Memang tidak dimungkiri ibadah penyempurnaan iman itu memiliki riwayat tersendiri pada Syawal.

Rasulullah SAW melakukan dua kali pernikahan di bulan Syawal, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah menikahi Sayyidah Aisyah Binti Abu Bakar dan pada tahun keempat Hijriyah Nabi menikahi Ummu Salamah. Seperti riwayat hadits dari Aisyah RA berikut ini:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku pada Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” ( HR Muslim no 2551, At-Tirmidzi no 1013, An Nasai no 3184, Ahmad no 23137 )

Rajutan Histroris keislaman di bulan Syawal menjadi bukti adanya spirit keagamaan yang berhasil direfleksikan dari kondisi fitrah di Bulan Ramadan. Secara implikatif, Idul Fitri dan tradisi mudik pada tiap tahunnya pada tataran tertentu memiliki imperatif moral yang berkelanjutan.

Artinya, semangat ubudiyah dan kemanusiaan, seperti ‘khataman’ dan ‘shadaqhan’, yang secara ‘fastabiqul khairat’ dilakukan pada Ramadan tidak berlalu bersamaan dengan kemenangan yang diraih.

Berlalunya momentum Idul Fitri dan kembalinya rutinitas sosial pasca mudik, bukan berarti spirit keagamaan yang dibangun dari impact kefitrian juga usang.

Ada entitas sprirtual yang harus kita rawat dan kita tingkatkan kualitasnya. Sehingga ritus spritualitas tahunan Idul Fitri dan tradisi mudik secara substansial bisa membentuk kepribadian Muslim yang hakiki. Mari terus merawat kefitrahan, wallahu a’lam. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih).

Source link

The post Syawal dan Upaya Merawat Kefitrahan Buah dari Ramadan – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Syawal dan Upaya Merawat Kefitrahan Buah dari Ramadan – Majelis Ulama Indonesia

syawal-dan-upaya-merawat-kefitrahan-buah-dari-ramadan-–-majelis-ulama-indonesia

JAKARTA— Aktivitas mudik dan perayaan Idul Fitri sudah berlalu. Kegiatan kolosal yang menjadi tradisi periodik tiap tahunnya memiliki impact fitrah yang cukup berarti dalam menata ulang tentang kepribadian kita dalam relasinya dengan Tuhan dan sesama.

Bagi kebanyakan orang, kegiatan mudik bukan sekadar mobilitas orang dari kota ke desa atau transformasi pergerakan yang berada di perantauan kembali ke kampung halaman, melainkan lebih dari itu, mudik adalah momentum jeda aktivitas yang membangun kesadaran tentang asal-usul dengan menjauhi hiruk-pikuk kegiatan rutinan, termasuk pekerjaan.

Begitu pula dengan Idul Fitri. Kemenangan yang dirakayakan dalam setiap jengkal kegiatan berupa gema takbir dan ucapan minal aidin wal faizin di emperan masjid, mushala, rumah, jalanan, dan media sosial, riang anak-anak yang memainkan petasan, orang-orang yang hilir-mudik mengantarkan ‘sadaqahan’ hingga takbir keliling yang memoles panorama pesona satu hari satu malam.

Hal yang paling primordial dari ritus perayaan tahunan itu adalah kondisi seseorang yang mendapatkan kondisi ‘kembali suci’ dengan melepas kesalahan dengan ‘maaf-maafan’, membangun modalitas transedentif yang lebih segar dalam melaksanakan amalan syar’iyah, sehingga kesiapan fisik dan mentalitas beragama seorang hamba terbangun ulang ke depan.

Secara esensial, mudik, Idul Fitri, dan ‘syawalan’ menjadi hal yang identik, saling jalin berkelindan sebagai momentum sakral dalam lintasan tahunan umat Islam (Andi, 2022). Nuansa itu identik dengan kefitrian; mudik adalah fitri dengan kembali ke asal dan Idul Fitri adalah kefitrian jiwa sebagai hakikat ontis dari manusia. Ini yang kemudian dikenal dengan tren spritualitas tahunan di mana terdapat ritus berkala sebagai momentum menaja ulang keberagamaan kita.

Tidak ayal jika bulan Syawal (syala, syawwal, Arab) secara sentatik bermakna naik, meninggi, atau dibesarkan, karena jatuhnya sebagai bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah berada pasca-Ramadan di mana kefitrian seseorang terbentuk dan spirit keagamaan terbangun. Inilah sisi keistimewaan dari Syawal yang meskipun secara dogma religiusitas terlupakan dalam lintasan Rajab, Syaban, dan Ramadan.

Terdapat beberapa keistimewaan Syawal. Seperti Idul Fitri yang jatuh pada tanggal satu bulan Syawal, ajaran puasa ‘syawalan’ yang sebanding dengan puasa satu tahun (HR Bukhori), dan anjuran silaturrahim (halal bihalal, QS An Nisaa: 36).

Di samping itu, kefitiran yang dimanifestasikan dalam spirit keagamaan juga memiliki rajutan historisnya sendiri di bulan Syawal yaitu bagaimana Rasulullah SAW dan para Sahabat terdahulu menghias corak Syawal dengan nunsa keberagamaan.

Pada Syawal banyak terjadi perang, seperti Perang Bani Qainuqa pada tahun kedua Hijriyah, Perang Uhud pada 17 Syawal tahun ketiga Hijriyah, Perang Khandaq pada 18 Syawal tahun kelima Hijriyah, perang Hunain pada 6 Syawal tahun kedelapan Hijriyah dan pada tahun keempat belas Hijriyah terjadi penaklukan Madain, ibu kota Imperium Persia.

Kita mengetahui bahwa perang dan ekspansi dakwah keislaman adalah salah satu bagian jalan proses Islamisasi dan ekspansi kekuasaan sebagai jalan terkahir di mana legal survive berlaku di sana.

Meskipun terdapat musibah di dalamnya, seperti kekalahan umat Islam pada perang Uhud (QS Ali Imran ayat 121), spirit dakwah mewujud perjuangan Islamisasi kental terasa di bulan Syawal dengan kandungan pelajaran bermakna di baliknya.

Pada Syawal juga, pada 27 Syawal di Tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah SAW melakukan dakwah ke kota Thaif setelah mendapat penolakan dan tidak menemukan ruang dakwah di kota Makkah. Meski kondisi dakwah yang tidak jauh berbeda di Thaif, ada usaha hijrah yang dilakukan oleh Nabi di sini ketika terjadi kevakuman dan stagnasi dakwah keislaman.

Tidak kalah unik, Syawal juga identik dengan ‘bulan nikah’. Memang tidak dimungkiri ibadah penyempurnaan iman itu memiliki riwayat tersendiri pada Syawal.

Rasulullah SAW melakukan dua kali pernikahan di bulan Syawal, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah menikahi Sayyidah Aisyah Binti Abu Bakar dan pada tahun keempat Hijriyah Nabi menikahi Ummu Salamah. Seperti riwayat hadits dari Aisyah RA berikut ini:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku pada Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” ( HR Muslim no 2551, At-Tirmidzi no 1013, An Nasai no 3184, Ahmad no 23137 )

Rajutan Histroris keislaman di bulan Syawal menjadi bukti adanya spirit keagamaan yang berhasil direfleksikan dari kondisi fitrah di Bulan Ramadan. Secara implikatif, Idul Fitri dan tradisi mudik pada tiap tahunnya pada tataran tertentu memiliki imperatif moral yang berkelanjutan.

Artinya, semangat ubudiyah dan kemanusiaan, seperti ‘khataman’ dan ‘shadaqhan’, yang secara ‘fastabiqul khairat’ dilakukan pada Ramadan tidak berlalu bersamaan dengan kemenangan yang diraih.

Berlalunya momentum Idul Fitri dan kembalinya rutinitas sosial pasca mudik, bukan berarti spirit keagamaan yang dibangun dari impact kefitrian juga usang.

Ada entitas sprirtual yang harus kita rawat dan kita tingkatkan kualitasnya. Sehingga ritus spritualitas tahunan Idul Fitri dan tradisi mudik secara substansial bisa membentuk kepribadian Muslim yang hakiki. Mari terus merawat kefitrahan, wallahu a’lam. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih).

Source link

The post Syawal dan Upaya Merawat Kefitrahan Buah dari Ramadan – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Pengurus BPS GT Berkunjung ke MUI Sulsel, Pendeta Alfred Anggui Sebut Nyaman

pengurus-bps-gt-berkunjung-ke-mui-sulsel,-pendeta-alfred-anggui-sebut-nyaman

Makassar, muisulsel.com – Ketua Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja (BPS GT) Pdt Dr Alfred Anggui M Th dan rombongan berkunjung ke kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Jumat (13/5/22) sore. Alfred Anggui mengaku nyaman diterima pengurus MUI Sulsel.

“Kalau duduk bersama begini rasanya adem dan suasana tenang,” kata Anggui sembari senyum menghadapkan wajahnya ke Ketua Umum MUI Sulsel Anregurutta Prof Dr KH Najamuddin Abduh Shafa Lc MA.

Anregurutta Najamuddin pun senyum meriah menyambut perkataan Anggui. Guru Besar Ilmu Budaya Unhas menilai kedatangan pengurus BPS GT merupakan hal yang baik dalam hal urusan kebangsaan dan kemanusiaan.

“Kami harapkan pertemuan seperti ini, jangan hanya hari ini. Dalam rangka NKRI, sama-sama warga negara, terima kasih sudah datang ke MUI,” tutur Anregurutta.

Pengurus Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja (BPS GT) bersama pengurus MUI Sulsel di kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Jumat (13/5/22) sore.

Hadir pula dalam pertemuan ini, Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakry Lc MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Dr KH Mustari Bosrah MA, DR KH Hasid Hasan Palogai MA, dan Andi Suriati Barisi S Ag, dan
Staf Ahli Kesra dan Keagamaan Gubernur Sulsel H Suherman SE MM.

Alfred Anggui datang bersama Sekretaris PGIW Pdt Y Metris M Th, Kombes Pol Darma Lelepadang, Soni Budi Pandin ST, Mesakh Rantepadang, SH, Letkol Purn Pol Lute Lantang, Aris Titti, Novianus Patanduk, dan Ais Sakar.

Alfred Anggui juga menyerahkan undangan langsung kepada ketua umum MUI Sulsel. Undangan kegiatan Konvensi Pendeta ke-3 Gereja Toraja pada tanggal 18-20 Mei di Makassar.

Anggui menyebut kegiatan ini bakal dihadiri seribu pendeta di Indonesia.

“Kami rencana konvensi pendeta.
Di Toraja itu, teman-teman muslim itu nyaman sekali. Kalau ada bencana, itu majelis ta’lim hadir membantu. Untuk itu kami berharap ada dari MUI bisa hadir menyapa,” ujar Alfred Anggui.

Muammar Bakry menyambung kesan nyaman Alfred. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar ini mengaku pernah disambut baik di Toraja.

“Waktu itu saya dewan hakim musabaqah di Toraja, saya katakan, nyaman, masyarakat di sana turut membantu kegiatan,” kata Muammar.

KH Mustari mengungkapkan, kerukunan antarumat beragama di Toraja cukup terjaga.

“Di sana ada kita temukan, satu keluarga banyak agama. Ada anaknya Islam, orangtuanya beda agama lagi,” KH Mustari tertawa kecil.

Najamudin juga Mengajak Gereja Toraja untuk bekerja sama dengan MUI Sulsel untuk meningkatkan program kegiatan sosial.

“Dengan adanya komisi Hubungan Umat Beragama di MUI, kita berharap semakin mempererat persatuan terutama ukhuwah insaniyah dan wataniyah,” ujar Anregurutta. (Irfan)

The post Pengurus BPS GT Berkunjung ke MUI Sulsel, Pendeta Alfred Anggui Sebut Nyaman appeared first on MUI SULSEL.



Syawal dan Upaya Merawat Kefitrahan Buah dari Ramadan

JAKARTA— Aktivitas mudik dan perayaan Idul Fitri sudah berlalu. Kegiatan kolosal yang menjadi tradisi periodik tiap tahunnya memiliki impact fitrah yang cukup berarti dalam menata ulang tentang kepribadian kita dalam relasinya dengan Tuhan dan sesama.

Bagi kebanyakan orang, kegiatan mudik bukan sekadar mobilitas orang dari kota ke desa atau transformasi pergerakan yang berada di perantauan kembali ke kampung halaman, melainkan lebih dari itu, mudik adalah momentum jeda aktivitas yang membangun kesadaran tentang asal-usul dengan menjauhi hiruk-pikuk kegiatan rutinan, termasuk pekerjaan.

Begitu pula dengan Idul Fitri. Kemenangan yang dirakayakan dalam setiap jengkal kegiatan berupa gema takbir dan ucapan minal aidin wal faizin di emperan masjid, mushala, rumah, jalanan, dan media sosial, riang anak-anak yang memainkan petasan, orang-orang yang hilir-mudik mengantarkan ‘sadaqahan’ hingga takbir keliling yang memoles panorama pesona satu hari satu malam.

Hal yang paling primordial dari ritus perayaan tahunan itu adalah kondisi seseorang yang mendapatkan kondisi ‘kembali suci’ dengan melepas kesalahan dengan ‘maaf-maafan’, membangun modalitas transedentif yang lebih segar dalam melaksanakan amalan syar’iyah, sehingga kesiapan fisik dan mentalitas beragama seorang hamba terbangun ulang ke depan.

Secara esensial, mudik, Idul Fitri, dan ‘syawalan’ menjadi hal yang identik, saling jalin berkelindan sebagai momentum sakral dalam lintasan tahunan umat Islam (Andi, 2022). Nuansa itu identik dengan kefitrian; mudik adalah fitri dengan kembali ke asal dan Idul Fitri adalah kefitrian jiwa sebagai hakikat ontis dari manusia. Ini yang kemudian dikenal dengan tren spritualitas tahunan di mana terdapat ritus berkala sebagai momentum menaja ulang keberagamaan kita.

Tidak ayal jika bulan Syawal (syala, syawwal, Arab) secara sentatik bermakna naik, meninggi, atau dibesarkan, karena jatuhnya sebagai bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah berada pasca-Ramadan di mana kefitrian seseorang terbentuk dan spirit keagamaan terbangun. Inilah sisi keistimewaan dari Syawal yang meskipun secara dogma religiusitas terlupakan dalam lintasan Rajab, Syaban, dan Ramadan.

Terdapat beberapa keistimewaan Syawal. Seperti Idul Fitri yang jatuh pada tanggal satu bulan Syawal, ajaran puasa ‘syawalan’ yang sebanding dengan puasa satu tahun (HR Bukhori), dan anjuran silaturrahim (halal bihalal, QS An Nisaa: 36).

Di samping itu, kefitiran yang dimanifestasikan dalam spirit keagamaan juga memiliki rajutan historisnya sendiri di bulan Syawal yaitu bagaimana Rasulullah SAW dan para Sahabat terdahulu menghias corak Syawal dengan nunsa keberagamaan.

Pada Syawal banyak terjadi perang, seperti Perang Bani Qainuqa pada tahun kedua Hijriyah, Perang Uhud pada 17 Syawal tahun ketiga Hijriyah, Perang Khandaq pada 18 Syawal tahun kelima Hijriyah, perang Hunain pada 6 Syawal tahun kedelapan Hijriyah dan pada tahun keempat belas Hijriyah terjadi penaklukan Madain, ibu kota Imperium Persia.

Kita mengetahui bahwa perang dan ekspansi dakwah keislaman adalah salah satu bagian jalan proses Islamisasi dan ekspansi kekuasaan sebagai jalan terkahir di mana legal survive berlaku di sana.

Meskipun terdapat musibah di dalamnya, seperti kekalahan umat Islam pada perang Uhud (QS Ali Imran ayat 121), spirit dakwah mewujud perjuangan Islamisasi kental terasa di bulan Syawal dengan kandungan pelajaran bermakna di baliknya.

Pada Syawal juga, pada 27 Syawal di Tahun kesepuluh kenabian, Rasulullah SAW melakukan dakwah ke kota Thaif setelah mendapat penolakan dan tidak menemukan ruang dakwah di kota Makkah. Meski kondisi dakwah yang tidak jauh berbeda di Thaif, ada usaha hijrah yang dilakukan oleh Nabi di sini ketika terjadi kevakuman dan stagnasi dakwah keislaman.

Tidak kalah unik, Syawal juga identik dengan ‘bulan nikah’. Memang tidak dimungkiri ibadah penyempurnaan iman itu memiliki riwayat tersendiri pada Syawal.

Rasulullah SAW melakukan dua kali pernikahan di bulan Syawal, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah menikahi Sayyidah Aisyah Binti Abu Bakar dan pada tahun keempat Hijriyah Nabi menikahi Ummu Salamah. Seperti riwayat hadits dari Aisyah RA berikut ini:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku pada Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” ( HR Muslim no 2551, At-Tirmidzi no 1013, An Nasai no 3184, Ahmad no 23137 )

Rajutan Histroris keislaman di bulan Syawal menjadi bukti adanya spirit keagamaan yang berhasil direfleksikan dari kondisi fitrah di Bulan Ramadan. Secara implikatif, Idul Fitri dan tradisi mudik pada tiap tahunnya pada tataran tertentu memiliki imperatif moral yang berkelanjutan.

Artinya, semangat ubudiyah dan kemanusiaan, seperti ‘khataman’ dan ‘shadaqhan’, yang secara ‘fastabiqul khairat’ dilakukan pada Ramadan tidak berlalu bersamaan dengan kemenangan yang diraih.

Berlalunya momentum Idul Fitri dan kembalinya rutinitas sosial pasca mudik, bukan berarti spirit keagamaan yang dibangun dari impact kefitrian juga usang.

Ada entitas sprirtual yang harus kita rawat dan kita tingkatkan kualitasnya. Sehingga ritus spritualitas tahunan Idul Fitri dan tradisi mudik secara substansial bisa membentuk kepribadian Muslim yang hakiki. Mari terus merawat kefitrahan, wallahu a’lam. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih).