MUI: Shalat Idul Adha Tetap Bisa Dilaksanakan, Ini Syarat dan Tata Caranya

JAKARTA – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI resmi mengeluarkan surat edaran Taushiyah itu bernomor Kep-1440/DP-MUI/VII/2021 tentang tatacara pelaksanaan ibadah, Sholat Idul Adha dan penyelenggaraan qurban bagi masyarakat Muslim di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
 
Ketua MUI Bidang Fatwa, Dr KH M Asrorun Ni’am Sholeh MA, mengatakan penerapan kebijakan PPKM darurat tidak menghalangi ibadah shalat Idul Adha.
 
“PPKM Darurat tidak menghalangi kita untuk melaksanakan shalat Ied dan juga aktivitas penyembelihan qurban,” ujar Kiai Asrarun, saat dikonfirmasi tim redaksi MUI, Sabtu (17/7).
 
Dia menjelaskan, merujuk pada Fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha Dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19, implementasinya diserahkan kepada Pemerintah.
 
Kata pria yang juga Deputi Bidang Pemuda Kemenpora RI ini, fatwa itu didasarkan upaya mewujudkan maslahat (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya mafsadat (daf’u al-mafsadah).
 
Dia mengimbau kepada masyarakat Shalat Ied dilakukan di rumah saja. Argumentasinya, rumah ibadah termasuk masjid untuk sementara tidak diperbolehkan untuk mengadakan kegiatan yang dapat menyebabkan sebuah kerumunan.
 
Apalagi, kata KH Asrorun Niam, Kementerian Agama (Kemenag) juga telah menerbitkan SE (Surat Edaran) Nomor. 17 Th. 2021 tentang Peribadatan yang ditiadakan sementara, termasuk pelaksanaan shalat Idul Adha ataupun malam takbiran di tempat umum, karena lagi-lagi akan menyebabkan kerumunan.
 
“Hanya saja pelaksanaannya harus memperhatikan aspek keselamatan diri dan juga orang lain, sehingga harus dipastikan tidak terjadi kerumunan,” ujar Kiai Asrorun.
 
Dia menjelaskan sunnah hai’at dan juga tata cara shalat Idul Adha tetap tidak berubah, tidak ada perubahan.
 
Sunnah hai’at adalah sunah yang ada di dalam shalat, yang jika anda tidak mengerjakannya maka tidak disunahkan untuk sujud sahwi.
 
Bahkan untuk bab sunnahnya sebelum pelaksanaan shalat Ied juga tidak berubah. Misalnya, seperti disunnahkan mandi terlebih dahulu, memakai pakaian putih yang terbaik, dan memakai wewangian, serta tidak dianjurkan untuk makan terlebih dahulu, berbeda dengan sebelum melakukan shalat Idul Fitri.
 
Untuk pelaksanaan dan tata cara shalat Ied di Hari Raya Idul Adha, dia menyebutkan bahwa tata caranya tetap sama seperti yang tertuang dalam fatwa MUI.
 
Waktu pelaksanaannya dimulai setelah terbit matahari dan diutamakan saat masuk waktu Dhuha sampai sebelum masuk waktu Zuhur. Berikut tata cara  melakukan shalat Ied dalam kondisi pemberlakuan PPKM berlangsung:
 

  1. Shalat dimulai dengan menyeru “ash-shalaata jaami‘ah”, tanpa azan dan iqamah.
  2. Memulai dengan niat shalat Idul Adha, yang berbunyi:
    اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى
     Artinya: “Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat menjadi makmum karena Allah ta’ala.”
  3. Membaca takbiratul ihram (Allahu Akbar) sambil mengangkat kedua tangan.
  4. Membaca doa iftitah.
  5. Membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara takbir itu dianjurkan membaca “Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu wallaahu akbar.”
  6. Membaca surah al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surah yang pendek dari Alquran.
  7. Ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.
  8. Saat rakaat kedua, sebelum membaca Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak 5 kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri (takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca “Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu wallaahu akbar.”
  9. Membaca Surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.
  10. Ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.
     
    “Setelah itu disunnahkan untuk berhutbah, tetapi jika sholat sendiri tidak perlu ada khutbah,” ujar pria yang juga akrab dipanggil Kiai Ni’am ini.
     
    Kiai Ni’am menambahkan, jika untuk yang belum terbiasa berkhutbah dan menjadi imam, agar mempersiapkan terlebih dahulu. Sebab, khutbah juga memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi.
     
    “Bisa juga dengan memegang buku naskah khutbah untuk dibaca,” ujar dia.(Muhamad Saepudin/Angga)


Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia