Alasan Mengapa Kabah Metaverse tak Bisa untuk Haji dan Umroh?

JAKARTA—Inisiatif Arab Saudi menghadirkan Kabah virtual versi metaverse, Virtual Black Stone Initiative, menuai polemik di kalangan umat Islam dunia.

Inisiatif ini memungkinkan memungkinkan umat Islam melihat secara virtual batu yang dihormati secara agama yaitu Hajar Aswad, atau Batu Hitam, di Makkah. Pembuatan Kabah versi virtual di metaverse. Proyek ini telah diluncurkan pada akhir 2021 oleh Imam Besar Masjidil Haram Syekh Abdurrahman Sudais dan dibentuk oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura. Di antara pertanyaan yang banyak menjadi perdebatan adalah terkait bolehkah berhaji menggunakan Kabah versi metaverse?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan rencana Arab Saudi yang akan menghadirkan platform metaverse untuk melihat maupun mengelilingi Kabah melalui virtual reality (VR) mesti dimaknai hanya sebagai simulasi ibadah haji semata.

“Platform itu harus dimaknai secara positif untuk memudahkan calon jamaah haji dan calon jamaah umroh untuk meng-‘eksplore’ lokasi-lokasi di mana nanti akan dilaksanakan aktivitas ibadah dengan mengetahui secara presisi di mana lokasi Kabahnya,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Ahad (13/2/2022).

Asrorun mengatakan upaya digitalisasi dalam platform metaverse merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang bersifat muamalah. Artinya, teknologi itu dapat memudahkan para calon jamaah untuk mengenal lebih dalam lokasi-lokasi ibadah sebelum nantinya mereka pergi langsung ke Tanah Suci untuk berhaji.

“Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana Maqam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas’a. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jamaah,” kata dia.

Dengan demikian, kata Asrorun, melihat atau mengelilingi Kabah dengan menggunakan teknologi secara metaverse merupakan hal yang baik, tetapi tidak dapat dikatakan sedang berhaji karena tak memenuhi syarat-syarat haji.

Dia mengatakan pelaksanaan Ibadah haji harus hadir secara fisik di tempat-tempat yang ditentukan, seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, Kabah, Shafa, dan Marwa. Selain itu, waktu pelaksanaannya telah ditentukan yakni digelar pada bulan Dzulhijjah.

“Tetapi bukan berarti kita cukup dan boleh hanya melalui media virtual itu saja, kalau haji lewat metaverse ya enggak sah,” kata dia. (Antara/ Saddam Al Ghifari/ Nashih)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia