All posts by Admin

Webinar PDPAB-MUI: Perkuat Peran Pesantren untuk Perbaikan Akhlak Bangsa

JAKARTA— Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa-Majelis Ulama Indonesia (PDPAB- MUI) bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menggelar Kajian Rabiul Awwal 1444 H dalam rangka menyambut Hari Santri 2022 pada Ahad (2/10/2022) malam secara daring.

Kegiatan yang membahas permasalahan akhlak bangsa dan peran pondok pesantren sebagai solusinya ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI Prof Waryono Abdul Ghofur, Ketua Lembaga Nusantara Islamic School Bekasi Timur Dr KH Muhammad Suaidi, dan pengurus PDPAB-MUI Hj Ramlah Umar. Tampil sebagai pembicara kunci adalah Ketua MUI Bidang Ukhuwan dan Dakwah, KH M Cholil Nafis.
Dalam sambutannya, Kiai Cholil menggaribawahi pesantren berperan penting dalam menjaga akhlak bangsa.

“Pesantren memegang peran strategis dalam menjaga akhlak bangsa, pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan tapi juga menjalankan peran dakwah dan pemberdayaan umat,” tuturnya.

Sementara itu, dalam paparan, Prof Waryono Abdul Ghofur, menitikberatkan peran pemerintah dalam mendukung pesantren agar dapat terus berperan dalam pembangunan manusia Indonesia.

“Pesantren ada di tengah-tengah masyarakat dan menjadi bagian masyarakat, tentunya memegang peran dalam pembangunan manusia Indonesia,” tutur Waryono.

Menurut, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI ini, pesantren adalah subjek pengungkit strategis karena pesantren memberikan akses pendidikan berkualitas untuk semua, akselerator pembangunan, dan tempat kiblat Islam moderat dunia.

Sementara itu, Muhammad Suaidi, mengupas tujuan dari pesantren mulai dari memberikan pendidikan agar santri menjadi orang yang bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat lahir dan batin.

Gus Suaidi, begitu akrab disapa, juga menambahkan bahwa pesantren juga mengkader santri sebagai kader ulama, mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, dalam mengembangkan syariat Islam secara utuh dan dinamis.

“Pesantren juga membentuk kepribadian santri agar memiliki semangat kebangsaan dan cinta Tanah Air,” ujar Gus Suaidi.

Acara ini dihadiri Ketua PDPAB-MUI KH Masyhuril Kamis, Sekretaris PDPAB-MUI KH Nurul Badruttamam, dan jajaran pengurus, juga peserta dari berbagai pesantren dan elemen masyarakat lainnya. (Adha Anggraini, ed: Nashih)



Alumni Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah Rutinkan Gelar Dzikrusysyafaah dan Ngaji Kitab Al Hikam

alumni-pondok-pesantren-darussyafaah-kotagajah,-lampung-tengah-rutinkan-gelar-dzikrusysyafaah-dan-ngaji-kitab-al-hikam

Lampung Tengah: Untuk meningkatkan nilai dan rasa ukhuwah Islamiyah, sekaligus ajang silaturrahim antar alumni Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah lintas angkatan/generasi dengan keluarga besar ndalem Pondok Pesantren Darusysyafaah Kotagajah, Lampung Tengah khususnya dengan Dr. KH. Andi Ali Akbar, M.Ag, maka para alumni mengadakan agenda yakni; Dzikrusysyafaah sekaligus Ngaji Kitab Al Hikam, kegiatan ini dilakukan setiap selapan sekali, yakni setiap Ahad Kliwon.

Hal tersebut disampaikan salah satu alumni Pondok Pesantren Darusysyafaah Kotagajah, Lampung Tengah, Ahmad Muhlison, M.Pd melalui sambungan seluler handphone, Ahad (1/10/2022) pagi.

Sekretaris MWC NU Seputih Agung, Lampung Tengah ini, menambahkan, adapun rangkaian kegiatannya adalah diawali dengan Sholat Dhuha berjamaah, dilanjutkan Dzikrusysyafaah dan di tutup dengan Ngaji Hikam oleh Dr. KH. Andi Ali Akbar, M.Ag, adapun para alumni yang mengikuti kegiatan tersebut dari berbagai Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Lampung, dari Pesawaran, Metro, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara bahkan Lampung Barat, dan lain-lain, kegiatan tersebut diikuti dengan antusias oleh para alumni.

IKASADA Wadahnya Para Alumni Pesantren Darusysyafaah

M. Sirojudin Sidiq, M.H ditempat terpisah menambahkan, para alumni Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah tersebut mempunyai forum bernama IKSADA (Ikatan santri dan alumni Darusysyafaah).

Dosen STISDA Lampung Tengah ini, melanjutkan, sejarah singkat berdirinya IKSADA (Ikatan santri dan alumni Darusysyafaah) berdiri pada tahun pada tahun 2013, IKSADA berdiri dalam rangka menjembatani sekaligus mewadahi alumni-alumni dari Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah.

“Ketua IKSADA Kotagajah Lampung Tengah periode 2013 – 2018 adalah Ustad Ali Kurniawan dari Gaya Baru, Seputih Surabaya. Selanjutnya pada tahun 2018 digelar kembali musyawarah IKSADA, dan akhirnya hasil musyawarah memilih Ustad Ahmad Muhlison, M.Pd dari Kampung Gayau Sakti, Kecamatan Seputih Agung untuk menahkodai IKSADA Kotagajah Lampung Tengah periode 2018 – 2024,” tambahnya.

IKSADA Berusaha mewadahi alumni jangan sampai putus dengan keluarga besar Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah. Meskipun berbeda angkatan, berbeda profesi, berbeda jalur pendidikan diharapkan tetap satu kesatuan dalam bingkai silaturahim IKSADA.

Kini, ribuan alumni Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah telah tersebar di seantero Nusantara, aktif dengan berbagai macam latar belakang profesi dan pengabdian sosial masyarakat, antaralain; guru, dosen, peneliti, ustad, pengasuh pesantren, jurnalis, Tentara Nasional Indonesia (TNI), pengusaha, dan lain-lain.

Sekretariat IKSADA Kotagajah Lampung Tengah beralamatkan di komplek Pondok Pesantren Darussyafaah Kotagajah, Lampung Tengah, Jalan Jenderal Sudirman No 60, Kauman – Kotasari, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

Sebagaimana kita mafhumi bersama, kini, Yayasan Darusysyafaah Kotagajah, Lampung Tengah telah memiliki beberapa unit pendidikan, dalam bentuk nonformal maupun formal, antaralain; Tahfidzul Qur’an, Madrasah Diniyah Nurul ‘Ulum, SD Darusysyafa’ah, SMP Unggulan Darusysyafa’ah, SMA Darusysyafa’ah (Jurusan: IPA & IPS), SMK Darusysyafa’ah (Jurusan: TKJ, TKR & TSM) dan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Darusysyafa’ah (STISDA) Lampung Tengah, terdiri 2 Program Studi; Hukum Keluarga Islam (HKI) dan Ekonomi Syari’ah (E.Sy). (Akhmad Syarief Kurniawan)







Tragedi Stadion Kanjuruhan, Ketua MUI Ingatkan Hak-Hak Jenazah Harus Terpenuhi

JAKARTA – Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur menelan ratusan korban jiwa paska digelarnya pertandingan sepak bola antara Arema FCVs Persebaya Surabaya. Ribuan suporter Arema masuk ke lapangan usai klubnya dikalahkan Persebaya 3-2.

Akibat kerusuhan, ratusan orang dinyatakan meninggal dunia, dan puluhan orang harus menjalani perawatan medis. Dua orang korban meninggal adalah anggota polisi.

Menanggapi kerusuhan yang terjadi, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengingatkan agar hak– hak jenazah korban kerusuhan Stadion Kanjuruhan segera dilaksanakan, (02/10/2022).

“MUI mengajak semua pihak, terutama Ormas Islam untuk bahu,-membahu memberikan pertolongan untuk penanganan jenazah yang sebaik–baiknya dan agar hak–hak jenazah segera ditunaikan sesuai ketentuan keagamaan. Bagi jenazah yang belum teridentifikasi agar segera ditangani secara syari,” ujar Kiai Niam yang saat ini berada di Makkah, Arab Saudi.

Kerusuhan terjadi setelah wasit meniupkan peluit sebagai tanda berakhirnya pertandingan tersebut. Kedua supporter turun ke lapangan pertandingan dan gas air mata pun dilontarkan untuk menghalau masa. Akan tetapi kerusuhan tak terelakkan dan semakin pecah hingga memakan ratusan korban jiwa. Menurut kabar terakhir, sekitar 130 orang gugur dalam tragedi Stadion Kanjuruhan tersebut.

Terkait ratusan jenazah korban tragedi Kanjuruhan, ia berharap agar kasus ini mendapatkan penanganan lebih lanjut. Seluruh pihak yang terlibat diharapkan mampu segera menangani dan menuntaskan permasalahan ini, agar olahraga sepak bola kembali pada khittanya.

“Sangat perlu adanya penanganan lebih lanjut untuk menuntaskan masalah ini. Kami juga sudah berkoordinasi dengan MUI daerah untuk mengonsolidasian dan memberi dukungan dalam penanganan korban. MUI mengajak semua pihak untuk memberian dukungan dan pertolongan bagi penanganan korban yang masih hidup untuk segera diselamatkan dan ditangani sebaik-baiknya,” pungkasnya.

(Dhea Oktaviana/Angga)



MUI Sampaikan Belasungkawa Atas Tragedi Kanjuruhan, Dorong Evaluasi Menyeluruh

JAKARTA— Dunia sepak bola Indonesia berduka akibat kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang saat laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022).

Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menyampaikan bela sungkawa sekaligus menyampaikan kekecewaannya terhadap pertandingan olahraga tersebut.

“Tentu kita ikut berduka cita dan mendoakan korban yang meninggal. Semoga oleh Allah SWT diampuni dosanya dan diterima amal baiknya.Tetapi saya sendiri merasa heran, yang seharusnya sepak bola itu menyenangkan kok bisa jadi menyedihkan,” Ujar Kiai Cholil kepada MUIDigital, Ahad (2/10/2022).

Kiai Cholil mendukung penuh adanya penghentian pertandingan Liga 1. Menurutnya, seluruh pihak harus melakukan evaluasi yang mendalam.

“Oleh karena itu, menjadi pelajaran bagi kita, saya setuju pertandingan disetop dulu, untuk tidak diteruskan pertandingannya. Kemudian dilakukan evaluasi kepada penyelenggara, dan juga pengamanan yang kurang profesional dalam hal ini,” kata dia.

Selanjutnya, MUI juga berharap kejadian ini mampu menjadi pelajaran bagi seluruh pertandingan olahraga baik di Indonesia maupun di dunia. MUI juga meminta pertanggungjawaban dari seluruh pihak yang terlibat.

“Kita berharap menjadi pelajaran, karena nyawa sebanyak itu bukanlah hal yang ringan, bukanlah sesuatu yang tak berharga yang hilang sia–sia itu. Oleh karena itu, menjadi perhatian kita semua. Untuk panitia pelaksana agar dilakukan evaluasi bahkan pertanggungjawaban, begitu juga keamanan setempat,” kata dia.

Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu, mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.

“Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri,” kata Nico.

Nico menjelaskansebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sementara sisanya meninggal saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat.

Menurutnya, hingga saat ini terdapat kurang lebih180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut.
Selain korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.

“Masih ada 180 orang yang masih dalam perawatan. Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan,” tambahnya.
Sesungguhnya, lanjutnya,pertandingan di Stadion Kanjuruhan tersebut berjalan dengan lancar. Namun, setelah permainan berakhir, sejumlah pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.

Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun kelapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.

Menurutnya, penembakan gas air mata tersebut dilakukan karenapara pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.

“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen,” katanya. (Dhea Oktaviana/Antara, ed: Nashih).



Asal-usul Rabiul Awal, Bulan Kelahiran dan Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Rabiul Awal adalah bulan ketiga dalam urutan kalender hijriah. Umat Islam di beberapa negara, termasuk Indonesia antusias menyambut kehadirannya karena pada bulan ini Rasulullah, Muhammad SAW lahir.

Hampir seluruh perhatian pada Rabiul Awal tersedot dengan peristiwa agung yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kendati demikian, tampaknya masih sedikit yang mengetahui ihwal latar belakang penamaan Rabiul Awal dan kejadian besar selain kelahiran Nabi Muhammad SAW pada bulan ini.

Mengapa Disebut Rabi’?
Kata rabi’ dalam bahasa Arab cukup rumit. Kata ini, digunakan untuk penamaan musim dan bulan. Adapun rabi’ dalam konteks musim, dapat berarti musim semi atau musim gugur.
Sebagian masyarakat Arab menyebut musim semi sebagai rabi’, sebagian lain menyebut rabi’ adalah musim gugur.
Sementara rabi’ dalam konteks bulan, adalah dua bulan berturut-turut setelah bulan Safar. Yaitu Rabiul Awal dan Akhir. Dinamai seperti itu sebab dua bulan tersebut terjadi antara musim semi sampai musim gugur.
Nah, untuk membedakan rabi’ yang bermakna musim dan rabi’ yang bermakna bulan, orang Arab biasa mengawali Rabiul Awal dan Rabiul Akhir dengan kata syahr (bulan), sehingga menjadi syahru rabi’ al-awwal wa syahr rabi’ al-akhir. (Jawwad Ali, al-Mufasshal fi Tarikhil Arab qablal Islam, juz 16, hlm. 76)

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ


“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Ibnu Katsir saat menafsirkan surat At-Taubah [9]: 36 di atas, tentang pembagian bulan menjadi dua belas, merujuk pendapat karya Syekh Alamuddin as-Sakhawi terkait alasan penamaan bulan-bulan Hijriyah.
Dalam karya Syekh Alamuddin yang berjudul al-Masyhur fi Asma’il Ayyam was-Syuhur itu, dijelaskan bahwa alasan penamaan Rabiul Awal dan Rabiul Akhir karena pada bulan tersebut orang Arab membangun atau mendiami bangunan khusus musim semi atau gugur. (Tafsir Ibnu Katsir Darut-Thayibah, juz 4 hlm. 146)
Selain itu, ada pula pendapat al-Biruni, menurutnya dua bulan rabi’, awal dan akhir dinamai demikian sebab pada bulan tersebut tumbuh bunga-bunga, terus menerus berembun dan hujan.
Menurutnya, di daerah tempat dia tinggal, ciri-ciri tersebut adalah ciri musim yang dinamai kharif (musim gugur). Sedangkan orang Arab, dengan ciri-ciri tersebut menamai musim itu dengan rabi’ (musim semi). (al-Biruni, al-Atsar al-Baqiyah ‘anil Qurun al-Khaliyah, hlm. 69)

Kejadian besar
Bila membincang kejadian besar di bulan Rabiul Awal, tentu peristiwa paling luar biasa adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bila diperhatikan, kelahiran Nabi Muhammad SAW di bulan ini cukup menarik, bulan rabi’ dianggap bulan di mana tumbuh bunga-bunga dan turunnya hujan di padang pasir.
Dengan demiikian, lahirnya Nabi Muhammad SAW ibarat sebuah isyarat bahwa akan ada sosok penyubur, penyembuh dahaga di tengah gersangnya peradaban masyarakat jahiliyyah kala itu.
Selain hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Rabiul Awal menjadi kelahiran titik balik penyebaran ajaran Islam. Di bulan inilah Nabi Muhammad SAW beserta rombongan tiba di Madinah setelah di bulan sebelumnya berhijrah dari kota Makkah.
Kemudian Masjid Quba, masjid pertama umat Muslim, dibangun pada bulan ini. Kejadian besar terakhir di bulan ini adalah wafatnya Rasulullah SAW. (Ilham Fikri, ed: Nashih).



GORESAN HATI: Memuliakan Kaum Dhuafa

goresan-hati:-memuliakan-kaum-dhuafa

Makassar, muisulsel.com – Dhuafa adalah golongan yang banyak dianggap enteng oleh orang-orang di sekitarnya. Itu karena kurangnya dominasi mereka dalam berbagai hal.

Dalam pandangan Islam, keberadaan dhuafa menjadi ujian utama bagi manusia yang lain. Kondisi mereka yang dhuafa adalah hal yang diposisikan Allah swt secara sementara waktu atau permanen. Orang yang kurang memandang mereka itu sebagai titipan Allah swt adalah orang yang terbuai dengan posisinya dan kesuksesannya yang juga titipan Allah swt, sama persis dengan kaum dhuafa.

Dengan sunnatullah, kaum dhuafa bisa saja jauh lebih sukses dari yang lain, di hari akhirat sudah pasti mereka lebih baik dari orang-orang yang meremehkan mereka, dan tidak berbuat semestinya:

(ألا أُخْبِرُكُمْ بِأهْلِ الجَنَّةِ؟ كُلُّ ضَعِيف مُتَضَعَّف، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لأَبَرَّهُ، أَلا أُخْبِرُكُمْ بِأهْلِ النَّارِ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

Rasul bersabda, “Kusampaikan pada kalian ahli surga, setiap dhuafa yang dilemah-lemahkan orang disekitarnya. Di saat ia bersumpah atau berdoa niscaya sumpah dan doa mereka dikabulkan. Kusampaikan pula pada kalian ahli neraka yaitu setiap orang yang selalu kasar, selalu berjalan congkak dan selalu menyombongkan segala hal.

Para Nabi dan para pemimpin bangsa banyak yang awalnya ditakdirkan sebagai dhuafa umat, seperti Nabi Musa as, Dawud as, Syuaib as, Yusuf as dan lainnya, bahkan Nabi Muhammad saw adalah yatim piatu juga dhuafa. Para ulama dalam tabligh dan dakwah mereka mengentaskan selalu permasalahan dhuafa, walau kaum kaya dan kaum ningrat juga tetap jadi target pembinaan dan nasehat mereka.

Di awal Islam di Madinah penghasilan terbesar baitul mal bersumber dari peperangan, maka Rasulullah membagikan hasil itu pada para pejuang dan dhuafa. Untuk menjawab pertanyaan para pejuang, knp dhuafa diikutkan dalam jatah pembagaian hasil perang, Nabi beralasan karena hasil perjuangan itu banyak dimenangkan karena doa kaum dhuafa dan jasa-jasa dukungan mereka.

إنما ينصر الله هذه الأمة بضعيفها بدعوتهم وصلاتهم وإخلاصهم“

Rasul bersabda umat ini disukseskan Allah karena doa dhuafa, karena kemuliaan shalat mereka dan keikhlasan mereka.

Al-Hafesh al-Muhallab al-Andalusiy al-Faqih berkata, “Rasul menegur Saad bin Malik ra yang mempertanyakan hak kaum dhuafa berserikat dengan para pejuang dalam hasilan perang, bahwa para pejuang itu menang karena doa mereka yang diijabah”

قال ثقلتك أمك ابن أم سعد وهل ترزقون وتنصرون إلا بضعفائكم

Alangkah naif bagimu…. kalian diberi rezki dan kalian dimenangkan bukankah karena jasa-jasa dhuafa?

Imam Nawawi juga menjelaskan status hukumnnya mustahab dan sangat utama mengedepankan kaum dhuafa.

Semoga umat ini selalu mengutamakan secara prioritas kaum dhuafa, umat selalu mengamankan hak mereka, dan menjadikan mereka mitra sejati mencapai kemajuan, selamat berbagi shobahul khaer. (ISR)

والله اعلم وصباح النور

The post GORESAN HATI: Memuliakan Kaum Dhuafa appeared first on MUI Sul Sel.



Standardisasi ke-16 MUI Fokus untuk Menghadapi Fenomena Berdakwah

JAKARTA–Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar standardisasi dai ke-16 di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2022).

Standardisasi dakwah ke-16 ini yang menjadi fokus pembekalannya adalah untuk mempersiapkan para dai untuk menghadapi fenomena dalam berdakwah.

Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Zubaidi mengatakan, salah satu fenomena dalam berdakwah yang kerap dijumpai adalah konflik penolakan terhadap para dai di beberapa daerah.

“Di antaranya disebabkan oleh ketidakmengertian dai terhadap objek dakwahnya. Yaitu dai yang mendakwahkan hal-hal yang bertentangan dengan keadaan objek dakwahnya,” kata Kiai Zubaidi saat memberikan sambutannya.

Sehingga, kata kiai Zubaidi, masyarakat tertentu merasa khawatir dengan kehadiran dai tersebut.

Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisasi dakwah MUI bertujuan salah satunya untuk meningkatkan kompetensi dai dalam berdakwah. Sehingga para dai ketika berdakwah dapat memperhatikan keadaan objek dakwahnya.

“Standardisasi menekankan agar para dai lebih mengutamakan persatuan dan persaudaraan umat dari pada berdakwah pada hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan,” jelasnya.

Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisai dakwah juga bertujuan untuk menyatukan persepsi para dai dalam berdakwah di lingkungan masyarakat.

Dikatakan oleh Kiai Zubaidi, fenomena penolakan terhadap para dai ini benar-benar terjadi.

“Jadi kita harus mempunyai strategi-strategi dakwah agar bisa diterima di seluruh masyarakat,” sambungnya.

Kiai Zubaidi menerangkan, strategi yang dimiliki oleh para dai sangat diperlukan untuk menjalankan misi yang benar sesuai dengan fiqh maupun amaliyah yang dijalani oleh masyarakat.

Meski begitu, Kiai Zubaidi mengakui, kegiatan standardisasi dakwah ini awalnya menjadi kontroversi.

“Namun kita menjelaskan sedetail mungkin bahwa standardisasi ini bukan untuk membatasi gerak para dai. Malah sebaliknya memperluas kemudahan dai dalam berdakwah,” ujarnya.

Kiai Zubaidi melihat, kondisi di lapangan juga membutuhkan para dai yang memiliki kompetensi yang cukup, baik dari segi kompetensi keagamaan maupun keilmuan dasar dalam islam.

“Mari kita bersama di forum ini, kita mengajak untuk kemajuan masyarakat dengan dakwah yang konstruktif,” sambungnya.

Pada kesempatan kali ini, ungkap Kiai Zubaidi, standardisasi dakwah MUI diikuti oleh sekitar 100 dai. Selama berlangsungnya standardisasi dakwah ini telah diikuti oleh seribu dai.

“Kompetensi dai salah satunya harus bisa minimal membaca Alquran dengan baik dan benar, bisa menulis Alquran dengan baik dan benar, serta memahami dasar-dasar ilmu keislaman dan juga pemahaman kebangsaan,” pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Angga)



Pengguna Medsos di Indonesia 191 Juta, MUI Sulsel Ajak Muballigh Giatkan Dakwah Digital

pengguna-medsos-di-indonesia-191-juta,-mui-sulsel-ajak-muballigh-giatkan-dakwah-digital

Pangkep, muisulsel.com – Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) per Januari 2022, total populasi (jumlah penduduk) Indonesia lebih dari 275 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak kurang lebih 210 juta orang (77 persen) sudah aktif menggunakan internet.

Dari 210 juta orang pengguna internet tersebut, sebanyak 191 juta orang aktif di media social seperti Facebook, WhatsApp (WA), Instagram, Telegram, dan lain-lain.

“Kita sekarang sudah berada di era informasi, era internet, era media sosial, maka dakwah pun harus masuk ke internet, harus masuk ke media sosial. Para da’i, para muballigh harus paham dunia internet, dunia medsos, dan harus masuk berdakwah di sana melalui dakwah digital,” kata Asnawin Aminuddin, Anggota Komisi Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulsel.

Ajakan itu ia sampaikan saat membawakan materi “Digitalisasi Dakwah” pada Refresing Muballigh dan membentuk Komite Dakwah Khusus (KDK) yang diadakan MUI Pangkep di Gedung Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) Kemenag Pangkep. Kamis, (29/09/2022)

Seluruh dai yang hadir nampak menyimak materi dari narasumber

Asnawin mengatakan pengguna internet di Indonesia rata-rata menggunakan internet sekitar delapan jam per hari, dan pengguna medsos rata-rata menghabiskan waktu 3 jam, 26 menit setiap hari. “Sudah saatnya dakwah dengan media sosial, dakwah bil medsos, digarap dengan serius dan konsisten oleh kalangan pendakwah,” ulas Asnawin yang juga Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel.

Dibandingkan dengan dakwah konvensional, lanjutnya, ada beberapa kelebihan berdakwah dengan menggunakan media sosial, antara lain jangkauan jamaah yang lebih luas, serta bisa dinikmati kapan pun dan dimana pun. “Jika tidak, dakwah Islam akan dilakukan oleh mereka yang tidak memahami Islam yang sesungguhnya. Bisa jadi, dakwah Islam akan dilakukan oleh mereka yang bukan ahlinya. Bisa jadi, dakwah melalui media sosial akan dilakukan oleh mereka yang belum memahami Islam secara kaffah,” ujar Asnawin.

Nampak seorang Muballigh bertanya kepada para pemateri dalam sesi tanya jawab

Dia menambahkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berdakwah di media sosial, antara lain konten harus bermanfaat dan menunjukkan Islam yang damai, konten harus berisi sesuatu yang menarik, serta dakwah perlu dilakukan dengan responsif atau menyesuaikan dengan trend.

“Dakwah juga sebaiknya menyesuaikan dengan tren atau hal-hal terbaru yang digandrungi masyarakat dan sedang jadi pembicaraan, serta dilakukan dengan responsif atau memancing umpan balik dari masyarakat,” tutup Asnawin. (NAP)

The post Pengguna Medsos di Indonesia 191 Juta, MUI Sulsel Ajak Muballigh Giatkan Dakwah Digital appeared first on MUI Sul Sel.



Islam Wasathiyah Solusi Pemahaman Menyimpang Radikalisme dan Liberalisme

JAKARTA— Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al-Aiyub mengatakan, Islam wasathiyah menjadi solusi dari pemahaman menyimpang radikalisme dan liberalisme.

“Radikalisme (al-ifrath) dan liberalisme (at-tafrith) agama telah mendistorsi (menyimpangkan) pemahaman agama. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah dan upaya untuk mengembalikannya ke jalan yang lurus, yaitu mengembalikan ke Islam Wasathiyah, ” kata Kiai Aiyub pada Seminar Nasional Penanggulangan Radikalisme dan Intoleran di Indonesia yang dihelat MUI Provinsi Riau, Kamis (29/09).

Radikalisme agama sendiri menurutnya menyimpang karena memahami nash agama hanya berpegang pada nash secara zhahir (manthuq an-nash) dan mengabaikan nash secara substansi (mafhum an-nash).

Hal ini, kata dia, menimbulkan pemahaman yang kaku dan pengamalan berlebihan terhadap ajaran agama. Sering pula disertai upaya mengubah tatanan pemahaman agama yang sudah ada.

Mereka yang terpapar radikalisme juga seringkali menganggap bid’ah orang yang berbeda pemahaman dengan kelompoknya, sehingga menimbulkan ekspresi keagamaan yang intoleran.

Adapun liberalisme agama, lanjut Kiai Aiyub, dianggap menyimpang karena meyakini bahwa nash adalah teks terbuka yang siapapun bebas untuk menafsirkan atau menakwilkannya tanpa memperhatikan sistem dan metodologi yang telah diformulasikan oleh para ulama.

Mereka ini biasanya beralasan bahwa ajaran agama mesti sesuai dengan kemaslahatan. Sehingga apabila nash bertentangan dengan maslahat, nash lah yang harus ditinggalkan.

“Padahal menurut para ulama, jika nash bertentangan dengan kemaslahatan maka nash harus dimenangkan dan didahulukan. Karena jika bertentangan, kemaslahatannya itulah yang bersifat asumtif dan semu (maslahah mauhumah), ” terang Kiai Aiyub.

Kiai Aiyub melanjutkan, pemahaman kelompok ini sangat berbahaya karena dapat merobohkan pilar-pilar epistemologis ajaran Islam sehingga menimbulkan keraguan umat terhadap akidah dan syariat Islam serta menjerumuskan ke dalam kesesatan.

“Maka jalan keluarnya adalah Islam Wasathiyah, yaitu pemahaman agama yang sesuai dengan paham Ahlu Sunnah wal Jama’ah, ” ujar Kiai Aiyub.

Selanjutnya, Kiai Aiyub memaparkan ciri Islam Wasathiyah di antaranya: pemahaman agama yang tetap berpegang pada metodologi pengambilan hukum (manhajiy), tetap dinamis (tathawwuriy), tetap mengedepankan paham moderat dalam memahami ajaran agama (tasamuhiy), dan menjauhkan dari pemahaman agama yang ekstrem (tawasshuthiy). (Shafira Amalia/Azhar)



MUI Pangkep Adakan Refreshing Muballigh dan Bentuk Komite Dakwah Khusus

mui-pangkep-adakan-refreshing-muballigh-dan-bentuk-komite-dakwah-khusus

Pangkep, muisulsel.com – Pencegahan stunting giat dikampanyekan di kabupaten Pangkajene dan kepulauan baik dari pemerintah dan aparatur terkait, maupun keterlibatan banyak elemen lainnya, salah satunya oleh para Da’i atau Muballigh.

Sebagaimana kita ketahui, peranan Da’i dan Muballigh sangat dekat dengan masyarakat, maka perannya dianggap sangat penting juga dalam menyampaikan upaya dan dianggap mampu dalam menedukasi masyarakat akan pencegahan stunting.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, MUI Pangkep melaksanakan Refresing Muballigh dan Pembangunan Komite Dakwah Khusus sebagai salah satu upaya dalam mengatasi hal tersebut dimana kegiatan tersebut diselenggarakan di gedung PLHUT Kabupaten Pangkep, Kamis (29/09/2022)

Para Muballigh menyimak materi yang diberikan oleh beberapa pemateri dengan seksama

Ketua MUI Pangkep, KH Abubakar Sapa, M.Sc. menyampaikan dengan kegiatan ini diharapkan semoga para Da’i dan muballigh bisa turut andil dalam membantu pemerintah dalam menurunkan angka stunting dan pernikahan anak sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah yakni Pangkep Sehat.

“Begitu juga melalui pembentukan KDK (Komite Dakwah Khusus) ini, kita turut menghidupkan pengajian di tiap pelosok desa sebagai bentuk mewujudkan program pemerintah lainnya yakni Pangkep Religius,” terangnya.

Dalam kegiatan tersebut, turut hadir sebagai pemateri Anggota Kominfo MUI Sulsel Asnawin Aminuddin, Asisten 1 & Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja dan Keluarga dr. Hj. Herlina, MM, Kadis Kesehatan Kab. Pangkep Hj. Herlina, S.Si. Apt., M.Kes., dan Kepala Kantor Kemenag Kab. Pangkep H. Muhammad Nur Halik, S.Sos., MA.

Nampak seorang Muballigh bertanya kepada para pemateri dalam sesi tanya jawab

Refresing Muballigh ini dihadiri oleh para Dai dan Muballigh dari beberapa kelompok Ormas dan Komunitas Da’i sekabupaten Pangkep. (Ard)

The post MUI Pangkep Adakan Refreshing Muballigh dan Bentuk Komite Dakwah Khusus appeared first on MUI Sul Sel.



Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Sambangi Kantor MUI Sulsel.

komisi-penanggulangan-hiv/aids-sambangi-kantor-mui-sulsel.

Makassar, muisulsel.com – Salah satu penyakit yang berbahaya dan mematikan serta menular adalah HIV AIDS. Hingga saat ini virus mematikan tersebut belum ditemukan obatnya di dunia ini.

Salah satu penyebab utama dari virus ini adalah pergaulan yang bebas dan bergonta-ganti pasangan, sehingga seseorang bisa menderita penyakit yang mematikan ini.

Pengurus MUI menerima kunjungan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS di Sekretariat MUI

Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Sulawesi Selatan melakukan kunjungan silaturahmi dan konsolidasi di Kantor MUI Sulawesi Selatan. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Ketua Umum MUI Prof. Dr. KH. Najamuddin, Lc., MA bersama Sekretaris Umum MUI Dr. KH. Muammar Bakry, Lc., M.Ag yang didampingi oleh Ketua Komisi Layanan Kesehatan dan Resiko Bencana, Ardadi, S.Farm., M.Kes dan Sekretaris Komisi Kajian dan Penelitian Prof. Dr. H. Muh Idham Khalid, M.Pd dan Wakil Ketua Umum Dr. KH. Mustari Bosra, M.Ag. Kamis, (29/09/2022).

Maksud tujuan kedatangan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS guna membicarakan hal-hal apa saja yang harus dilakukan di dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS ini.

Pada penjelasan awal, Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV AIDS Provinsi Sulsel Drs. Muharram Sahude, M.H mengatakan bahwa angka penularan virus mematikan ini sudah mencapai ribuan orang penderita dan ini adalah angka yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat Sulawesi Selatan. “Data yang sudah masuk pada tahun 2005 itu sudah mencapai lebih dari 2500 orang dan itu terus bertambah. Hingga setahun terakhir ini sudah bertambah lagi sebanyak 1831 orang. Jika hal ini dibiarkan saja, akan menjadi bom waktu bagi masyarakat Sulawesi Selatan,” ungkapnya di hadapan Para pengurus MUI.

Ketua Umum bersama Pengurus MUI lainnya menyimak penjelasan Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS

Muharram Sahude juga menambahkan bahwa perlu adanya langkah-langkah konkrit untuk mengatasi dampak dari penularan ini. Belum lagi menghadapi persoalan LGBT, sehingga ia sangat mengharapkan bagaimana tanggapan MUI dalam menghadapi persoalan ini. Sebab lanjutnya persoalan Penyakit HIV/AIDS ini tidak mudah untuk mendeteksinya karena tidak tampak ciri-ciri khusus. Berbeda dengan narkoba misalnya yang bisa dilihat ciri-cirinya, HIV ini nanti setelah 10 sampai 15 tahun kemudian baru ketahuan ternyata orang ini positif sehingga potensi penularannya sangat besar.

Menanggapi penjelasan Sekretaris KPA ini, Ketua Komisi Layanan Kesehatan dan Resiko Bencana, Ardadi menjelaskan bahwa perlunya pembagian ruang antara penderita HIV dan penderita AIDS. Jika masih dalam taraf HIV, kemungkinan penyembuhannya besar dan bisa hidup normal kembali. Berbeda jika sudah beralih ke AIDS, itu sudah mematikan. “Ada sebuah program yang digencarkan oleh pak Gubernur dan ini bekerja sama dengan Kementerian Agama Provinsi. Setiap calon pengantin itu diskrining dulu. Dengan alasan skrining narkoba, itu berguna untuk melacak sedini mungkin orang-orang yang terpapar HIV sehingga bisa meminimalisir penularan. Setidaknya terhadap calon anaknya nanti bisa tercegah,” ulasnya.

Ia pun menambahkan bahwa tantangan yang cukup besar dan tidak mudah untuk mendeteksinya adalah praktek-praktek transaksi seks secara online. Apalagi dengan adanya aplikasi-aplikasi saat ini sangat besar kemungkinan untuk terjadinya seks secara bebas melalui transaksi aplikasi. Oleh karenanya perlu juga adanya program dari MUI. “Saya juga berharap pada kesempatan ini, ada tim kerja progresif dari MUI kita bentuk dan melibatkan beberapa komisi. Misalnya, mengadakan seminar untuk mengkaji ulang kemudian di komisi dakwah juga bisa kembali mendorong khotbah-khotbah kepada masyarakat untuk menyadarkan orang bahwasanya dia itu sakit namun tidak mau mengakuinya,” ungkapnya.

Foto bersama Pengurus MUI dan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS usai bersilaturahmi dan berkonsolidasi oleh

Ketua Umum MUI Sulsel juga menanggapi hal ini dan mengatakan bahwa perlu adanya sistem pendidikan yang harus dibenahi, misalnya pendidikan akhlakul karimah terhadap anak-anak sehingga tidak mudah terjerumus pada hal-hal seperti ini.

Pada kunjungan perdana ini, Sekretaris KPA Provinsi Sulsel didampingi oleh Asisten Sekretaris Muhammad Aulia Yahya, S.Si.,Apt, Pengelola Administrasi Sekretariat KPA Dra. Suarni, MM dan pengelola Movev Sekretariat Lukman, ST. (NAP)

The post Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Sambangi Kantor MUI Sulsel. appeared first on MUI Sul Sel.



Berkata Baik atau Diam

berkata-baik-atau-diam

Selayar, muisulsel.com – Dari Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam. (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

Tidaklah seorang bertawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya. (HR. Muslim)

Al Imam Abu Hatim bin Hibban Al Busti berkata:

ﻟﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﻳﻜﻮﻥ ﻭﺭﺍﺀ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺭﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻗﺎﻝ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ

Lisannya orang berakal ada di belakang hatinya, apabila ingin mengutarakan sesuatu ia rujukkan kepada hatinya, jikalau pantas maka dia ucapkan, jika tidak, maka ia diam.

ﻭﺍﻟﺠﺎﻫﻞ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﻲ ﻃﺮﻑ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﻣﺎ ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻧﻪ ﺗﻜﻠﻢ ﺑﻪ ﻭﻣﺎ ﻋﻘﻞ ﺩﻳﻨﻪ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻔﻆ ﻟﺴﺎﻧﻪ

Sedangkan hati orang yang pandir berada di ujung lisannya, apa saja yang datang kepada lisannya langsung dia utarakan, sungguh tidaklah paham agama orang yang tidak mampu menjaga lisannya. (Roudhotul Uqola’: 49).

والله أعلم بالصواب

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

The post Berkata Baik atau Diam appeared first on MUI Sul Sel.



Media Harus Siap Bertransformasi di Era Digital untuk Tetap Bertahan

JAKARTA — Kondisi media sekarang ini tidak mudah karena banyak sekali tantangan-tantangan yang harus dihadapi akibat adanya kemajuan teknologi yang melahirkan digitalisasi.

Kondisi ini harus bisa disikapi oleh media dengan bertransformasi. Karena kemajuan teknologi membawa dua sisi yang dapat membawa keuntungan bagi media, tetapi bisa juga membawa ‘kehancuran’ bagi media.

Demikian disampaikan oleh Sekretaris Pokja Media Cyber Infokom MUI, Syukri Rahmatullah dalam Halaqah Mingguan Komisi Infokom MUI yang bertajuk, ‘’Masa Depan Industri Pers Indonesia: Refleksi Hari Hak untuk Tahu Sedunia.’’

Syukri mengungkapkan, meski sudah ada kemajuan teknologi yang mengharuskan media melakukan transformasi. Tetapi masih ada saja media yang masih bertahan dengan pola lama yang tidak melakukan transformasi.

Jurnalis senior ini mengenang perjalanannya menjadi seorang jurnalis sejak tahun 2000. Ia menilai sekarang ini terjadi perubahan yang sangat signifikan dan menantang di era digitalisasi.

‘’Dimana digitalisasi ini sebenarnya membuat media lebih mudah diakses. Tetapi membuat banyak orang (dan) tabloid berguguran. Meskipun ada beberapa media group yang mencoba bertahan, walaupun tidak memiliki masa depan,’’ ujarnya, Rabu (28/9/2022).

Pemimpin redaksi beritasatu.com ini mengungkapkan, era digitalisasi atau sosial media ini memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. ‘’Di satu sisi memang sosial media menjadi sebuah cermin bagi para pemilik modal media. Biasanya sebelum adanya era digital atau sosial media, komunikasi itu sifatnya seperti jarum hipodermik,’’ paparnya.

Kala itu, terangnya, masyarakat hanya dipaksa untuk menerima informasi apa saja yang dibangun oleh media tersebut. Ketika itu, hanya ada surat pembaca yang dimuat satu atau dua surat dari pembaca yang ditempatkan paling kecil di surat kabar.

‘’Kalau sekarang sudah tidak bisa, dulu suara pembaca hanya dimuat satu atau dua paling kecil dipojok. Kalau sekarang, komunikasi media sifatnya dua arah,’’ ungkapnya.

Menurut dia, ketika sekarang ini media tidak membuka kolom komentar dan tidak membuka respon dari pembaca media, media tersebut dapat dipastikan akan ditinggalkan oleh pembacanya.

‘’Makanya itu menjadi tantangan tersendiri dalam komunikasi dua arah bagaimana media bisa berbuat. Ditambah, selain perubahan teknologi, (digitalisasi) bisa mempengaruhi bisnis media,’’ kata dia.

Founder dari okezone.com ini mengenang diawal mendirikan media ini. Ketika itu, iklan dan banner di media online masih sangat laku dan sangat mahal. Tetapi sekarang ini, dengan adanya periklanan digital seperti google ads membuat harga iklan di media sangat murah.
.
‘’Kenapa? Karena misalnya satu klik hanya dibayar 50 rupiah. Jadi kita dibayar per klik 50 rupiah. Semakin banyak klik, kita baru bisa lebih banyak (pendapatan). Tapi itu pun harus sharing dengan si google itu sendiri,’’ ungkapnya.

Oleh karenanya, Sukri mengatakan, banyak media yang mengalami tantangan ini terutama media di daerah yang memiliki modal yang tidak cukup dan besar. Tantangan tersebut semakin besar bagi media daerah yang memiliki pengiklan yang tidak banyak.

‘’Hal inilah yang membuat media juga banyak yang akhirnya kehilangan independensinya. Misalnya media-media di daerah yang mengajukan diri menjadi teman penguasa dan sebagainya,’’ jelasnya.

Karena di media nasional juga, ujarnya, ada pesan-pesan yang memiliki penguatan-penguatan ideologi, kepentingan penguasa dan sebagainya. Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan hak untuk tau menjadi tereduksi (berkurang),

‘’Ditambah sekarang ini menghadapi tantangan-tantangan yang tidak gampang. Ini berat sekali memang tantangan media saat ini. Tidak sedikit media-media berguguran, PHK, perampingan dan sebagainya,’’ pungkasnya.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Ketua MUI: Pilar Keempat Demokrasi, Wartawan Emban Misi ‘Kewahyuan’

JAKARTA— Ketua MUI Bidang Infokom, KH Masduki Baidlowi, menyatakan wartawan mengemban misi mulia yang dalam bahasa sucinya adalah misi kewahyuan.

“Ini memang misi kewartawanan, kalau bahasa sucinya adalah misi kewahyuan. Wartawan itu memang pada mulanya adalah sebuah sikap netral to inform. Memberikan informasi yang akurat dan yang seimbang,” kata dia, dalam Halaqah Mingguan Komisi Infokom MUI bertemakan “Masa Depan Industri Pers Indonesia: Refleksi Hari Hak untuk Tahu Sedunia”, Rabu (28/9/2022).

Menurut Kiai Masduki, Seiring perkembangan yang terjadi, sikap netral to inform yang dimiliki wartawan akhirnya tidak netral.
Hal ini bukan tanpa alasan, Kyai Masduki menyebut, sikap tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mentransformasi kepada masyarakat.

“Tidak ada di dunia ini yang sifatnya netral, semuanya ada misi, ada target, ada pemihakan, dan lainnya. Dan saya kira wartawan bekerja sebagai kerja professional dan kerja intelektual itu memang harus berpihak. Harus memberikan pemihakan untuk mentransformasi masyarakat,” ujar dia.

Dia menegaskan, pekerjaan wartawan mencerminkan sikap idealism yang penih dengan gagasan – gagasan dan ide – ide yang sangat baik.

Banyak wartawan yang memiliki integritas bagus, seperti Mukhtar Lubis, Rosihan Anwar, Mahbub Djunaidi, dan masih banyak lagi.
Sikap wartawan tersebut melahirkan suatu konsep, bahwa dalam konteks demokrasi wartawan disebut sebagai pilar ke empat demokrasi.

“Jadi, begitu mulianya wartawan sehingga menjadi pilar ke empat dari suatu teori hukum yang sedemikian dahsyat yang dirumuskan Montesquieu dari Prancis tentang tiga pilar demokrasi,” kata dia.

“Karena kekuasaan adalah sebuah mandat yang diberikan oleh rakyat kepada seorang penguasa, maka kekuasaan dibagi menjadi tiga, yaitu, Eksekutif, Legislatif, dan yudikatif, dan yang keempatnya adalah pilar yang kita kerjakan saat ini. Jadi, dahsyat sekali sebenarnya tugas wartawan itu,” ujar dia.

Lebih lanjut, dia menggarisbawahi profesionalitas profesi wartawan. Pekerjaan wartawan adalah kerja intelektual.

“Pekerjaan wartawan sering juga disebut sebagai pekerjaan intelektual. Jadi, siapa yang memberikan informasi dengan prinsip – prinsip dasar 5W 1H misalnya, maka dia telah memberikan sesuatu hal yang sangat penting bagi seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu terhadap duduk perkara. Itu lah sebenarnya sesuatu yang sangat penting yang kita kerjakan selama ini,” tutur dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)



PATRI Siap Kolaborasi Kembangkan Kawasan Transmigrasi

patri-siap-kolaborasi-kembangkan-kawasan-transmigrasi

Jakarta: Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial, Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), telah melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) multi pihak di Jakarta (28/09/22). Tujuan Rakor mendorong multipihak/sektor mengembangkan ekonomi lokal di kawasan transmigrasi. (29/09/2022).

Tercatat 27 peserta multi pihak dalam acara tersebut, yang dilaksanakan secara hibrid (on-line dan off-line). Antara lain mewakili: kantor Kemenko Bidang PMK, Sekretariat Kabinet, Bappenas, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian Kominfo, Kementerian ATR/BPN, BUMN, Perwakilan 2 Pemda (Kalteng dan Sultra), serta perwakilan masyarakat diwakili organisasi PATRI (Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia).

Mustikorini Indrijatiningrum, Asdep di Kemenko PMK selaku moderator menjelaskan. Rakor bertema: Kolaborasi Multipihak dalam membangun SDM untuk Pengembangan Ekonomi di Kawasan Transmigrasi. Menampilkan narasumber Ketua Umum DPP PATRI, H.Sunu Pramono Budi (biasa dikenal Hasprabu, Lurah PATRI, red).

Dalam paparannya, Hasprabu menjelaskan arti strategis transmigrasi di Indonesia. Sejak sejarah perkembangan, kontribusi, dan problema yang dihadapi gerakan Transmigrasi.

“Transmigrasi bukan sekedar proyek demografi. Tetapi suatu Gerakan Nasional Perekat Bangsa. Program multi dimensi. Ada aspek ketahanan nasional, pangan dan energi, pengembangan wilayah, integrasi antar anak bangsa, dan penguatan SDM unggul. Semuanya dalam rangka kedaulatan NKRI”, ujarnya.

Tanggapan para peserta sangat mendukung peran PATRI. Bahkan sebagian peserta baru tahu ada ormas besar seperti PATRI. Punya jejaring Nasional. Banyak berkarya ditingkat lapangan, tapi kurang terpublikasikan. Beberapa karyanya antara lain di bidang pendidikan (SMP PATRI, kerjasama beasiswa), penguatan ekonomi (Himpunan Wirausaha Transmigran), seni budaya, dan advokasi kasus tanah Transmigrasi.

Berdasarkan pantauan, tanggapan antara lain dari: Direktur Regional II BAPPENAS, PLT Dirjen Transmigrasi, wakil Kantor Menteri UMKM, Sekkab, kantor ATR BPN, Ditjen Bangda, Kementerian KKP, Pemda Kalteng, dan lainnya.

Secara umum peserta Rakor mendukung program PATRI, dan menyarankan agar PATRI menyusun rencana aksi terukur, terus mengawal dan mengadvokasi kasus tanah Transmigrasi, bersinergi dengan dunia bisnis, mengembangkan koperasi, menguatkan kelembagaan PATRI, mendukung Transmigrasi di kawasan pesisir, dan menjabarkan lebih rinci konsep transmigrasi masa depan.

Sebelum mengakhiri acara, Sugiharto Parikesit dan Imam Mustofa dari Tim PATRI menambahkan.

“Menggarisbawahi usulan Pak Lurah kami (Ketum DPP PATRI, red) mohon dukungannya, agar Hari Bhakti Transmigrasi yang diperingati setiap 12 Desember, ditingkatkan menjadi Hari Transmigrasi Nasional. Kenapa, karena kontribusi transmigrasi sudah nyata terbukti. Dari aspek kewilayahan, selain pemekaran desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi. Dan terakhir IKN (ibukota negara baru, red) Nusantara. Itu jelas ada di wilayah permukiman transmigrasi.” ujarnya.

Ditambahkannya, “Jika di Indonesia ada Hari Air, Hari Tani, hari buruh, Hari Guru, dan lainnya yang berskala Nasional, mengapa tidak ada Hari Transmigrasi Nasional?” Imbuhnya.

Menanggapi masukan tersebut, Pimpinan rapat, Asdep Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial menyatakan, akan memperhatikan dan meneruskan kepada pimpinan.

“Ya, kami mendukung hal tersebut. Kami catat dan segera kami teruskan, agar menjadi atensi pimpinan kami,” pungkasnya, sambil menutup acara rakor multi pihak. (spb/hsp/patrilampung)







HIKMAH HALAQAH: Proses Negosiasi Kaum Kafir Quraisy kepada Nabi

hikmah-halaqah:-proses-negosiasi-kaum-kafir-quraisy-kepada-nabi

Makassar, muisulsel.com – Pasca diperintahkannya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam oleh Allah swt untuk berdakwah secara terang-terangan kepada penduduk kota Makkah, di situlah tantangan terbesar yang Nabi rasakan, baik itu penyiksaan, teror-teror dan lain-lain sebagainya.

Namun Apakah hal itu membuat Nabi saw menghentikan dakwahnya, ataukah ia berkecil hati karena melihat tantangan yg besar dihadapannya. justru sebaliknya, Nabi tetap berbesar hati dan melanjutkan dakwahnya.

Setelah masuk Islamnya paman Nabi saw Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar Bin Khattab yang keduanya adalah tokoh masyarakat dan mempunyai kedudukan yang tinggi, mereka menjadi angin segar bagi umat Islam pada saat itu, di mana atmosfer kota Mekah terkhusus kaum kafir Quraisy spontan berubah. Mereka seakan baru tersadar dari mabuknya yang selama ini asyik menghina dan menyiksa umat muslim.

Bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy pada saat itu untuk mencari jalan keluarnya, karena selama ini kekerasan yang dilancarkannya tidak berhasil. Diubahlah strategi tersebut dan melakukan upaya untuk mengadakan pendekatan atau negosiasi terhadap Nabi saw demi menghalangi dakwahnya.

Diutuslah Abu Al Walid pergi menemui Nabi untuk bernegosiasi kepadanya, lalu berkatalah Al Walid dengan manisnya, “Wahai Putra saudaraku, kita ini adalah sama-sama dari keluarga yang terpandang. Kita ini bersatu dengan yang lainnya, tetapi sekarang jadi terpecah belah oleh karena dakwahmu dengan agamamu yang baru yang engkau bawa. Dengarkanlah aku wahai Putra saudaraku. Sebutkanlah wahai Muhammad apa yang engkau inginkan kepada kami. Katakanlah semua kebutuhan-kebutuhanmu semoga apa yang engkau katakan dapat kami penuhi semuanya.”

Lantas Apa jawaban Nabi saw terhadap Al Walid?, Apakah Nabi menerima tawaran tersebut?, Lalu bagaimana proses negosiasi kaum kafir Quraisy kepada Nabi?. (NAP)

Simak selengkapnya disini.

 

 

 

 

The post HIKMAH HALAQAH: Proses Negosiasi Kaum Kafir Quraisy kepada Nabi appeared first on MUI Sul Sel.



Ketentuan Personal Financing Berdasarkan Fatwa DSN-MUI, Begini Penjelasannya

JAKARTA — Anggota Bidang Perbankan Syariah DSN-MUI, Dr. H. Oni Sahroni, M. A., menjelaskan ketentuan kebolehannya Pembiayaan Personal (At-Tamwil Asy-Syakhshi/Personal Financing), berdasarkan fatwa DSN MUI No.143/DSN-MUI/VIII/2021.

Hal ini disampaikannya dalam dalam Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi DPS ke-7 Bidang Koperasi Syariah, di Hotel Balairung, Jakarta, Rabu (28/09/2022).

“Terdapat 11 ketentuan bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam mengeluarkan produk personal financing berdasarkan fatwa DSN MUI nomor 143 tahun 2021,” tutur Oni Sahroni.

Pertama, akad antara nasabah dan LKS hanya boleh menggunakan akad bai’ murabahah atau bai’ musawamah secara tangguh atau secara bertahap/angsur
Kedua, LKS tidak boleh memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli mabi’ yang akan dibelinya dalam rangka mitigasi risiko terjadinya penyalahgunaaan.

Ketiga, nasabah dapat menjual barang yang telah dibelinya kepada pihak lain secara tunai.

Keempat, nasabah boleh memberikan kuasa dengan akad wakalah kepada LKS untuk menjual mabi’ miliknya kepada pihak lain.

Kelima, akad jual beli tersebut melahirkan perpindahan kepemilikan sejak ijab qabulnya yang sah terjadi, baik disertai qabdh haqiqi maupun hukmi.

“Selanjutnya ketentuan keenam yaitu nasabah tidak boleh menjual kembali barang yang telah dibeli dari LKS kepada LKS tersebut dengan harga yang lebih rendah dari harga pembeliannya,” tegas Anggota Bidang Perbankan Syariah DSN-MUI.

Ketujuh, mabi’ yang diperjual-belikan harus berupa barang yang mudah diperjual-belikan.

Kedelapan, transaksi jual beli barang boleh dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui transaksi elektronik yang tidak bertentangan dengan syariah dan perundang-undangan, di antaranya bursa komoditi dan marketplace.

Kesembilan, digunakan nasabah untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Kesepuluh, besarnya pagu maksimum mengacu kepada ketentuan pagu maksimum pada pembiayaan ultra-mikro sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesebelas, Pembiayaan Personal hanya berlaku dalam pembiayaan yang tidak dapat menggunakan akad-akad bagi hasil.

“LKS dapat membuat produk berdasarkan skema tersebut dengan syarat memenuhi 11 dhowabit dalam fatwa DSN di atas”. pungkas Oni Sahroni.

(Isyatami Aulia/Angga)



GORESAN HATI: Damaikan Konflik, Dapatkan Pahala Sedekah Seperti ini

goresan-hati:-damaikan-konflik,-dapatkan-pahala-sedekah-seperti-ini

Makassar, muisulsel.com – Perselisihan itu bisa terjadi dimanapun dan kapanpun bahkan sahabat nabi sekalipun tidak luput dari perselisihan. Hanya saja cepat dapat diselesaikan dan didamaikan.

Usai perang badar, saat rampasan perang dibagi, diantara sahabat ada yg berselisih, ada yang kurang setuju degan hasil pembagiannya. Perselisihan ini kemudian menjadi sebab turunnya ayat Al-Qur”an:

{فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ} [الأنفال: 1].

Bertaqwalah pada Allah dan damaikanlah perselisihan orang orang diantara kalian.

Terkait ayat diatas, Al-wahidiy menyebutkan bahwa mendamaikan orang yang berselisih itu, diganjar dengan pahala sedekah yang nilainya melebihi nilai kendaraan termahal yang ada. Hal itu merupakan penegasan dari Nabi Muhammad saw kepada sahabatnya, Abu Ayyub Al-Anshariy

ألاَ أَدُلُّك على صدقة هي خير لك من حمر النعم)). قال: نعم يَا رسول الله. قال: ((تصلح بين الناس إذا فسدوا، وتقرَّب بينهم إذا تباعدوا

Maukah kamu kutunjukan perbuatan sedekah yang lebih bernilai dari engkau mendapatkan kendaraan onta merah yang mewah?. Tentu ya Rasulullah. Nabi saw bersabda, “Engkau damaikan manusia yang berselisih bila berbuat kerusakan, dan engkau dekatkan mereka bila saling menjauhi. 

Melerai perselisihan, saat ini lebih dikenal dgn istilah mengatasi konflik. Hal itu dipandang sebagai kebajikan besar dan sangat luhur. Ajakan dan seruan yang dimaklumkan oleh para kaum cerdik pandai dan para pemimpin. Bila tidak mengandung unsur mengajak ke perdamaian dianggap tidak bernilai. Allah berfirman

لاَ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ} [النساء: 114].

Tidak bernilai kebajikan degan seruan-seruan mereka kecuali yang mengajak bersedekah, berbuat baik dan mendamaikan org-org yang berselisih

Prinsip mendamaikan ini sepanjang sejarah manusia selalu bernilai keluhuran bagi seseorang yang mengupayakannya. Siapapun dan apapun latar belakang orang itu. Inilah nilai insaniah yang sangat tinggi derajatnya.

Semoga kita dapat berperan sebagai para pendamai dari perselisihan yang ada di tengah-tengah kita. amiiin. (ISR)

والله اعلم وصباح النور

 

The post GORESAN HATI: Damaikan Konflik, Dapatkan Pahala Sedekah Seperti ini appeared first on MUI Sul Sel.



Opini: Gelisah Keberagamaan

opini:-gelisah-keberagamaan

Gelisah Keberagamaan
Oleh: H.M Soffa Ihsan
Pengurus MUI Pusat
Wakil LBM PWNU DKI
Marbot Rumah Daulat Buku (Rudalku)

Bagi yang sering menatapi medsos terutama youtube mungkin akan terpancal gelisah. Apa pasal? Tampaknya saat ini masih saja muncul di kalangan sekelompok muslim yang mengungkit-ungkit soal perbedaan ibadah (furu’iyah). Pernah terjadi perdebatan yang menyangkut hukum seperti tahlilan, istighotsah, doa untuk si mayat, dan lainnya. Mereka menuding praktik-praktik ibadah tersebut sebagai bid’ah. Bahkan pula ada ustadz yang dengan lantangnya menuding-nuding bahwa banyak pesantren di negeri ini yang mengajarkan kesyirikan. Ada posting yang ditujukan pada sebuah pesantren besar di Jawa Timur yang dibawahnya ditulis “bertahun-tahun mondok, begitu keluar hanya menyebarkan bid’ah”.

Itu sungguh mencemaskan. Padahal persoalan yang muncul itu sudah lama menjadi perdebatan klasik. Dalam kitab-kitab kuning, sudah sekian lama dalam bahasan fikih terhampar perdebatan tersebut. Contohnya, soal doa untuk si mayat, apakah sampai atau tidak. Ibnu Taymiyah, misalnya, membolehkannya. Sementara itu, mazhab Syafi’i tidak membolehkan.

Soal salat Tarawih pun sudah lama nian menimbulkan perbedaan dari segi jumlah rakaat hingga masalah dalil otoritatifnya. Bagi Syiah, salat Tarawih bahkan dipandang tidak memiliki dasar yang sahih. Sebab, Tarawih dipandang Syiah sebagai hasil kreasi Umar bin Khatthab, sedangkan mereka hanya mau mengambil dalil dari Ali. Semua itu disikapi para ulama sekarang (khalaf), yang tawasuth, sebagai perbedaan pendapat yang wajar-wajar saja.

Tapi, tidak demikian buat kalangan muslim puritan/Salafi yang kini tengah menebar pahamnya di negeri kita. Tampaknya, negeri kita sedang ”panen” kelompok puritan yang hobi berdebat hingga masuk ke desa-desa. Dalam setiap pengajiannya, mereka meneriakkan sesatnya ibadah oleh banyak umat Islam. Tak jarang, mereka langsung menelunjukkan jarinya pada tradisi ibadah kelompok lain. Di beberapa daerah, bahkan telah melahirkan konflik. Ada kasus seorang makmun sholat subuh yang memukulimam karena sang imam melafalkan qunut. Yang lebih tragis, ada seseorang yang mencederai dengan senjata tajam seorang kyai di sebuah pesantren. Alasannya orang kalap tersebut karena sang kyai dan pesantrennya itu sarang bid’ah sehingga dipandang sesat. Bukankah ini bentuk ‘kriminalisasi’ terhadap sosok kyai dan dalam hal ibadah?

Fenomena tersebut, tampaknya, berseturut dengan bangkitnya keinginan sekelompok umat Islam untuk mewujudkan pemurnian serta penegakan syariat. Memang, tidak semua memahami ‘’syariat” sebagai semata keharusan berdirinya negara Islam. Ada pula pemahaman yang mengarah pada puritanisme, khususnya dalam soal ibadah.

Arus reformasi dan demokratisasi yang didukung dengan era digital saat ini telah mengilhami kebebasan untuk mendiskusikan wacana keagamaan yang selama ini mungkin terkungkung. Hal itu tidak hanya terjadi dalam hal penerapan yang bersifat teknis, tapi juga dalam mengungkap dimensi yang hilang dalam wacana syariat Islam. Di sini pula, terdapat ruang yang lebar untuk memahami kembali syariat Islam yang selama ini hanya identik dengan istilah ”penerapan dan formalisasi” (tathbiq).

Masyarakat Tamaddun

Dari perspektif akidah, Islam memperkenalkan konsep keesaan Tuhan. Hal itu dimulai dari keberadaan Nabi Muhammad di Makkah, di tengah masyarakat yang menganut paganisme. Selama 13 tahun, Nabi Muhammad bersosialisasi di Makkah dengan menawarkan prinsip teologi la ilaha illa Allah.

Di samping secara teologis, bermakna penegasan tidak ada Tuhan yang absolut kecuali Allah, pernyataan keimanan itu juga berdampak sosial politik. Yaitu, manusia dibangun atas dasar kebersamaan, kebebasan, dan persamaan derajat (al-musawah bain al-nas).

Nabi Muhammad lalu hijrah ke Yatsrib. Ia dinamakan Yastrib karena yang pertama datang dan membangun kota tersebut adalah seseorang yang bernama Yastrib ibn Laudz ibn Sam ibn Nuh. Masyarakat Kota Yatsrib cukup beragam. Ada sejumlah suku dominan yang mendiami kota itu, yaitu Suku Aus, Khazraj, Qainuqa’, Quraidlah, dan Bani Nadhir.

Penduduknya pun menganut beragam agama, yaitu Islam, Yahudi, dan sebagian kecil Kristen Najran. Dalam masyarakat Islam, terdapat dua kelompok, yaitu kaum imigran (Muhajirin) dan warga asli (Anshar).

Pola interaksi yang dibangun Islam sejak awal mengedepankan pola ”uswah hasanah”. Yakni, berlambar moralitas dan contoh teladan yang baik. Pendekatan moralitas itu menuntut umat Islam untuk selalu menjadi ”uswah” atau teladan yang baik bagi lingkungan sekitarnya.

Tak heran, sejak awal eksistensinya di Makkah, umat Islam sudah akomodatif dan kreatif. Metode itu bersifat ‘’soft power” yang menjunjung tinggi keteladanan, akhlak, pembelaan terhadap kaum duafa, serta penegakan HAM. Praksis dakwah Islam tersebut merupakan bagian dari proses pembangunan akhlak (itmam al-khuluq).

Pada masa Nabi Muhammad, syariat menampilkan dua aspek dalam dirinya, yaitu aspek eksoteris dan esoteris. Sisi eksoteris syariat Islam, seperti kewajiban puasa, zakat, atau haji, baru sempurna ketika kondisi sosial politik serta ekonomi masyarakat Madinah sudah sampai ke situasi stabil.

Dari kondisi plural itu, lahirlah ”Negara Madinah”. Konsep Negara Madinah tertuang dalam al-Shahifah (Piagam Madinah) yang mengandung nilai universalitas. Yakni, keadilan, kebebasan, persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama di mata hukum.

Di sini, tidak ditemukan teks-teks yang menunjukkan superioritas simbol-simbol Islam seperti kata ”Islam”, ”ayat Alquran”, atau ‘’syariat Islam”. Kota Yatsrib pun berganti nama menjadi Madinah yang berasal dari kata ”tamaddun” yang berarti ”peradaban”. Maksudnya, kota atau negara yang mencita-citakan tatanan masyarakat berperadaban. Untuk mewujudkannya, Nabi Muhammad mengembangkan konsep ukhuwah madaniyah. Yakni, komitmen bersama untuk hidup dalam sebuah negeri yang berperadaban.

Melalui pengalaman Nabi Muhammad di Madinah itu, syariat Islam lebih bermakna sebagai upaya untuk saling menghormati dan menghargai, tolong-menolong, cinta tanah air, serta mewujudkan keadilan dan kemakmuran. Dalam Alquran, tidak kita jumpai kata-kata ”umat Islam”. Apalagi kata-kata ”negara Islam”. AlQuran memerintahkan untuk membangun ”ummatan wasathan” dan ”khoiru ummah”.

Ada lagi aspek hadlarah (kebudayaan) dan tsaqafah (peradaban) yang mengarusutamakan aspek ilmu pengetahuan dan peradaban. Maka, di sini berlaku Islam sebagai ”din al-’ilm wa al-tsaqafah”. Islam tidak hanya berputar-putar pada persoalan akidah dan syariah yang selama ini sering diperdebatkan dan bahkan menghasilkan tindakan puritanisme, radikalisme agama, serta terorisme.

Dalam aspek ini, Islam mengajari kita bagaimana memberikan pencerahan kepada masyarakat agar kreatif dan produktif. Ketika Islam membangun peradaban di wilayah yang dulu dikenal dengan Andalusia (Spanyol), sejarah menorehkan tinta emas tentang pencapaian-pencapaian yang diraih para ulama dan cendekiawan dari berbagai kalangan penganut agama.

Jelaslah, tsaqafah dan hadlarah akan terbangun dari manusia-manusia yang aktif dan produktif. Di situlah hikmah manusia diciptakan. Dia akan belajar, mencari, dan memetik pelajaran serta kebenaran dari mana pun asalnya. Dua aspek itu kerap dilupakan sehingga membuat umat Islam tertinggal dalam kompetisi membangun peradaban dewasa ini. Umat Islam masih lebih senang berkelahi dalam urusan perbedaan ibadah.

Kini saatnya membangun masyarakat tamaddun. Yaitu, masyarakat yang berperadaban luhur dengan sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Masyarakat yang berliterasi tinggi dan memiliki pola pikir dan sikap saintifik. Demikian pula, dalam hal keadilan sosial yang seyogyanya menjadi jihad umat Islam. Adanya kegeraman kelompok muslim puritan terhadap tradisi ibadah sebagian muslim lainnya, sehingga kemudian mereka mengampanyekan pahamnya secara militan, bukankah justru akan menimbulkan konflik sesama muslim?

Sejatinya, syariat akan membentangkan inovasi keilmuan serta transformasi sosial bagi penggiatan terhadap perwujudan kecerdasan ,keadilan dan kesejahteraan sosial yang berarti membangun masyarakat tamaddun.

 

 







Hari Terakhir Pra Ijtima Sanawi DSN MUI Hasilkan Resolusi Matraman, Ini Poin-poinnya

JAKARTA— Kegiatan Pra ijtima Sanawi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yang berlangsung delapan hari sejak Rabu (21/09) minggu lalu sampai Rabu (28/09) ini, menghasilkan Resolusi Matraman.

Resolusi Matraman berisi empat poin penting terkait peningkatan kinerja internal DSN MUI, peningkatan kapasitas Dewan Pengawas Syariah (DPS), serta dorongan spin off Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS).

Sekretaris DSN MUI, Prof Jaih Mubarok mengatakan poin-poin Resolusi Matraman ini akan disampaikan ke semua stakeholder di bidang ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

“Pertama, secara internal DSN MUI perlu terus melakukan penataan organisasi dan juga peningkatan kompetensinya agar fatwa-fatwa yang disahkan mampu memberikan solusi makhaharij fiqhiyyah terhadap apa saja yang dibutuhkan dalam pengembangan ekonomi, keuangan dan bisnis syariah, ” ujar Prof Jaih membicarakan poin pertama Resolusi Matraman itu di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Rabu (28/09).

Kedua, lanjut dia, DSN-MUI sebagai KBL (Komisi, Badan dan Lembaga) yang ada di bawah MUI terus menjaga kepercayaan dan harapan masyarakat serta dapat mempertanggung jawabkan segala kegiatan yang dilakukan secara transparan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.

“Sehingga secara kultural, masyarakat menerima dan membutuhkan MUI termasuk KBL yang ada di bawahnya, ” ujarnya.

Ketiga, DPS sebagai perangkat eksternal DSN-MUI yang bertugas mengawasi pelaksanaan Fatwa dan keputusan DSN-MUI pada LKS/LBS/LPS terus melakukan peningkatan kapasitas dan menjaga integritas.

Ke empat, Workshop Pra Ijtima Sanawi DPS berpandangan bahwa kebolehan Unit Usaha Syariah (UUS) di Perbankan Syariah dan di kegiatan UUS lainnya adalah proses pembelajaran bersyariah. Tarikh Tasyri’ menyebut itu sebagai tadarruj fi tathbiq al-Syariah.

“(Proses pembelajaran ini) bersifat sementara yang harus ada batas waktunya. Apabila UUS ini tidak ada batas waktunya, maka menyalahi kaidah tadarruj fi tathbiq al-Syariah dan menjadi tidak wajar/tidak rasional (ghair al ma’qul), ” pungkasnya membacakan isi Resolusi Matraman tersebut.

Rabu (28/09) ini menjadi hari terakhir kegiatan Pra Ijtima Sanawi DPS DSN MUI. Setelah ini, DSN MUI akan menyosialisasikan fatwa terbaru secara daring kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS), Lembaga Keuangan Syariah (LKS), dan Lembaga Perekonomian Syariah (LPS). Sosialisasi tersebut akan dihadiri 1000 peserta dan dilaksanakan pada Kamis, 27 Oktober 2022.

Sementara kegiatan inti Ijtima Sanawi DPS DSN MUI akan dilaksanakan pada Kamis, 1 Desember 2022 sampai Jumat, 2 Desember 2022. (Sadam Al-Ghifari/Azhar)



Bahas BPRS, Adiwarman A Karim Jelaskan Sistem Pembiayaan Hingga Keunggulannya

JAKARTA — Pakar Ekonomi Syariah, Adiwarman A. Karim memaparkan seputar sistem pembiayaan hingga keunggulan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dibandingkan dengan Bank Umum.

“Banyak sekali jenis pembiayaan yang ada di BPRS. Pembiayaan tersebut meliputi yang bersifat konsumtif maupun produktif,” jelas Adiwarman saat diwawancarai oleh MUIDigital dalam Workshop Pra Ijtima Sanawi (Annual Meeting) DSN MUI ke-7, di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Selasa (27/9/2022).

Adiwarman menyampaika, dibandingkan dengan Bank Umum, BPRS berperan banyak dalam wilayah sektor yang lebih kecil. Hal ini disebabkan, BPRS merupakan pemain lokal yang lebih mengetahui karakter masyarakat di daerah yang dikuasainya.

Di samping itu, sistem pembiayaan yang lebih melokal, Wakil Ketua BPH DSN MUI juga tersebut menuturkan pembiayaan usaha dari BPRS cenderung bagi yang sifatnya jangka pendek, umumnya berjangka 3 tahunan.

Adapun pendanaan untuk jangka panjang, misalnya berjangka 10 hingga 15 tahunan, menurut Adiwarman BPRS tidak mengambil peran di dalamnya. Ini dikarenakan, perputaran uang jangka panjang cenderung lambat dibanding dengan jangka pendek.

“Berdasarkan sistem pembiayaan tersebut, terdapat tiga keunggulan yang dimiliki oleh BPRS dibandingkan Bank Umum,” katanya.

Tiga keunggulan tersebut yaitu BPRS lebih lincah, lebih paham tentang kondisi di daerahnya, dan jangkauan pengawasannya lebih kecil. Dengan 3 keunggulan itu memungkinkan kinerjanya lebih optimal.

Pakar Ekonomi Syariah tersebut juga mengingatkan, apabila ada pembiayaan bermasalah di BPRS, maka penyelesaiannya jauh lebih mudah dibanding Bank Umum.

Penjelasan Adiwarman, saat ada masalah pembiayaan, pihak BPRS tidak menggunakan jalur hukum yang rumit seperti Bank Umum.

Hal tersebut disebabkan pendekatan dan jalinan hubungan sosial pihak BPRS lebih intens kepada masyarakat. Selain itu, tidak adanya sistem mutasi petugas, membuat pembiayaan bermasalah dapat lebih mudah diselesaikan.

(Isyatami Aulia/Angga)



Ketua MUI Sebut Peran Koperasi Sebagai Pilar Perekonomian Nasional

JAKARTA — Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH. Sholahuddin Al-Aiyub, M. Si., menyampaikan koperasi merupakan pilar perekonomian nasional yang membiayai banyak pelaku usaha kecil.

“Nasabah-nasabah dari UMKM hingga usaha ultra mikro, banyak yang mendapatkan fasilitas pembiayaan dan melakukan usaha bersama melalui koperasi,” jelas Kiai Aiyub, saat diwawancarai MUIDigital, Rabu (28/09/2022).

Dalam Workshop pra-ijtima sanawi DPS ke-7 Tahun 2022 Bidang Koperasi Syariah, yang berlangsung di hotel Balairung, Jakarta, Kiai Aiyub memaparkan dengan konteks yang strategis tersebut, Syariah turut hadir berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan umat.

Tak hanya itu, dia menyebut bahwa telah banyak koperasi yang diselenggarakan dengan menerapkan prinsip-prinsip Syariah.

Dalam koperasi Syariah, sebagaimana yang dijelaskan Kiai Aiyub, terdapat sebuah badan yang melakukan pengawasan terhadap kepatuhan prinsip kesyariahan yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS).

“Dalam workshop pra-ijtima ini, para DPS hadir guna melakukan konsolidasi dan membahas permasalahan yang mereka hadapi dalam menjalankan tugas,” tuturnya.

Wakil Ketua BPH DSN-MUI ini berharap adanya konsolidasi tersebut dapat melahirkan kesamaan pandangan dan kebijakan yang dikeluarkan DPS dalam menghadapi kasus-kasus di koperasi yang diawasinya.

“Dalam ijtima ini juga akan disampaikan aturan dan fatwa batu seputar perkoperasiam. Keduanya penting, karena nantinya menjadi alat bagi DPS untuk menjalankan tugas,” pungkasnya.

(Isyatami Aulia/Fakhruddin)



Gelar Remaja Bertanya Ulama Menjawab di Garut, LSBPI MUI Edukasikan Seni Budaya Islam

GARUT – Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menyelenggarakan kegiatan Remaja Bertanya Ulama Menjawab tentang Seni Budaya Islam. Kegiatan ini diselenggarakan di Kota Garut, Jawa Barat selama dua hari, 27-28 September 2022.

Kegiatan hari pertama dilaksanakan di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis, Garut, pada Selasa, 27 September 2022. Sekitar 300 mahasiswa STAI Persis menghadiri kegiatan dengan narasumber Ketua LSBPI MUI dan sastrawan, Habiburrahman El-Shirazy, Lc, MA dan Sekretaris LSBPI MUI yang juga dosen STAIPI, Dr Tiar Anwar Bachtiar, M Hum.

Sementara itu, pada hari kedua kegiatan dilaksanakan di Pesantren Persis 19, Garut, dengan narasumber Habiburrahman El-Shirazy, Lc, MA, Dr Tiar Anwar Bachtiar, M Hum, dan Erick Yusuf, SSy, MPd. Kegiatan dilaksanakan secara hybrid, disiarkan juga melalui Zoom online.
Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy, mengupas seni budaya Islam mulai dari sisi bahasa dan etimologi, karakteristik seni budaya Islam, hingga budaya yang diharapkan Allah SWT dan Rasul dari manusia.

Sastrawan yang telah melahirkan puluhan karya bestseller ini juga mengajak para mahasiswa yang hadir untuk berinisiatif mengambil peran dalam seni dan budaya. Sebab, saat ini adalah zaman perang inovasi dan kreativitas. Maka, anak-anak muda harus berinisiatif menyampaikan ide sebelum dipaksa untuk mengonsumsi ide orang lain.
Penulis yang belum lama ini meluncurkan karya terbaru Suluh Rindu yang merupakan sekuel Kembara Rindu, juga mengingatkan para peserta untuk selalu melakukan amal shaleh dan merujuk pada Islam. Agar semboyan Al-Islamu ya’lu wala yu’la alaihi selalu bermakna.

Sementara itu, Dr Tiar Anwar Bachtiar M Hum yang akrab disapa Kang Tiar, mengupas dengan gamblang makna budaya dan perbedaan dengan agama. Menurut Kang Tiar, agama datang dari Allah SWT melalui wahyu ke para nabi. Sedangkan budaya datang dari manusia. Hal-hal yang datang dari Allah, sifatnya tetap. Misalnya, menutup aurat hukumnya wajib. Tetapi jenis dan gaya busana adalah budaya. Misalnya Rasulullah Saw suka mengenakan gamis berwarna putih, hal itu adalah budaya, bukan syariat. Jadi, bisa diikuti bisa tidak. Yang harus diikuti adalah menutup aurat.

Peserta dengan antusias mengikuti kegiatan dan bertanya beragam hal terkait seni budaya Islam.

Pada kesempatan tersebut, diluncurkan Lomba Menulis Skenario Film Pendek Islami yang terbuka untuk pelajar, mahasiswa, dan umum. Menurut Kang Abik, tujuan diselenggarakannya lomba tersebut adalah sebagai penguatan literasi menulis.

“Kita tahu, literasi menulis masih perlu terus digaungkan di kalangan anak muda. Oleh karena itu, LSBPI MUI mengadakan lomba menulis skenario. Mengapa dipilih skenario? Sebab, film yg baik dimulai dari skenario yang baik. Lalu, mengapa skenario film pendek? Agar anak-anak muda berlatih. Mulai dengan menulis film pendek dulu, untuk kemudian menulis skenario film. Lomba ini diharapkan juga sebagai salah satu kanal bagi anak muda untuk melatih dan meningkatkan kreativitasnya dalam bidang seni budaya,” jelas Kang Abik.

Informasi mengenai Lomba Menulis Skenario Film Pendek Islami dapat diakses melalui link s.id/LombaSkenarioLSBPI dan media sosial LSBPI, baik di Instagram maupun Twitter. (Irwan Kelana, ed: Nashih)



Ulang Tahun Terakhir dan Ujung Bakti Sang Mahaguru: Syekh Yusuf Al-Qaradhawi

Oleh: Dr Mujahidin Nur Lc MA, anggota Komisi Infokom MUI dan Direktur Peace Literacy Institute, Jakarta

“Penyakit orang-orang ‘muda’ yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah di dunia ilmu keislaman adalah mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan satu sudut pandang yang mereka dapatkan dari satu orang guru. Mereka membatasi diri dalam satu madrasah dan tidak bersedia mendengar pendapat lainnya atau mendiskusikan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya..” Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Perbedaan Pendapat

Baru sekitar dua  pekan yang lalu,  Prof Dr Syekh  Yusuf Al-Qaradhawi mensyukuri ulang tahunnya  yang ke-96 (Lahir di Saft Turab, Mesir 9 September 1926 M), dengan cara yang sederhana dan penuh makna. Di hari ultah beliau, sahabat-sahabat terbaiknya datang dan berkumpul mendoakan sambil melaunching buku terbarunya, Fiqih Shalat, setebal 750 halaman. Namun beberapa hari pasca ultahnya, beliau dipanggil Allah SWT Senin (26/9/2022) bertepatan dengan 1 Rabiul Awal 1444 H.

Dalam sambutannya ketika melaunching bukunya itu, sebagaimana yang dirilis al-Jazirah (10/10/2022) almarhum mengaku sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberinya usia panjang, sehingga bisa terus menulis, memberikan pendapat, pengalaman, serta sedikit pengetahuan yang pernah dipelajarinya.

Syekh Qaradhawi juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak, terutama penerbit, yang telah memberi apresiasi dan bersedia menjadi wasilah untuk mempublikasikan karyanya ke khalayak. Buku Fiqih Shalat ini adalah buku yang ke-197 dari karya-karyanya sehingga benarlah ungkapan yang mengatakan, meninggalnya Syekh Yusuf Qaradhawi adalah musibah yang tak tergantikan dan duka yang mendalam. “Semoga Allah SWT menyayangi-Mu imam wasathiyyah,” ujar Prof Dr Rajab Abu Malih, selaku redaktur.

Di Indonesia, Ketua Organisasi Alumni Al-Azhar Indonesia, TGB Zainul Mazdi juga mengucapkan bela sungkawa. Menurut TGB, yang merupakan salah satu dari jutaan pembaca karya-karya beliau menyampaikan bahwa Mahaguru Yusuf al-Qaradhawi meninggalkan dakwah Islam yang membentang luas. Termasuk terkait pemikiran Islam yang kontemporer.

Dalam berbagai literatur, terutama Risalah, karya Arwani Amin disebutkan, Yusuf al-Qaradhawi kecil, sebelum genap umur 10 tahun, sudah hafiz (hafal) Alquran dan menguasai tajwidnya. Dia kemudian menempuh pendidikan dasar dan menengah di Ma’had al-Azhar Thantha dan Ma’had Tsanawi. Kemudian setelah itu, melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada 1952. Semua jenjang pendidikan beliau selesaikan dengan prestasi gemilang dan penuh ketawadhuan.

Yusuf al-Qardhawi kemudian memperoleh gelar doktor pada 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat, dengan nilai summa cumlaude.

Dari disertasi tersebut kemudian terbit sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Dakwah dalam kehidupan Yusuf Qaradhawi adalah ruh kehidupannya. Ia seumpama melekat dalam dirinya sajak muda sampai waktu menemaninya memejamkan mata menghadap haribaan Ilahi Rabbi. Dakwah menjadi jalan kehidupan laki-laki mulia ini, sehingga mendiangnya beliau pun terjadi dalam haribaan dakwah. Sejak muda ulama yang keilmuannya menerangi jutaan rumah umat Islam ini telah aktif berdakwah ke berbagai wilayah pelosok Mesir, bahkan merambah ke sejumlah negara tetangga, Sudan, Maroko, Qatar, dan Tunisa.

Jangan mendikotomi ilmu

Yusuf Qaradhawi dikenal sebagai seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Menurutnya, semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis selama ini telah menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan umat Islam.

Dengan latar belakang prestasi akademis dan keilmuan yang luas dan mendalam, pada 1961 Yusuf Qaradhawi pernah mendapat tugas untuk mengembangkan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di Qatar. Pada 1973 mendirikan fakultas syariah dan studi Islam di Universitas Qatar dan menjadi dekannya hingga 1990. Di samping beliau juga memimpin Pusat Studi Hadits dan Sejarah Nabi di Universitas yang sama.

Sesudah lama menetap di Qatar, Qaradhawi muda sempat pulang kampung dan dipercaya menjabat sebagai Pembina di Ma’had yang menjadi tempat pembinaan para imam di bawah Kementerian Wakaf Mesir. Kemudian berpindah ke kantor Manajemen Umum Kebudayaan Islam di Al-Azhar dengan tugas mengawasi terbitan-terbitannya dan menata teknis pengelolaan dakwah.

Saat itu, beliau sudah dikenal luas sebagai seorang dai yang faqih dan mampu mengkomunikasikan pesan-pesannya secara ilmiah, meyakinkan, dan kontekstual, dikemas dalam kefasihan bahasa, dibawakan dengan semangat dan kesungguhan.  Tema-tema sentral dakwahnya di antaranya membahas agar umat bersatu, keluar dari belenggu yang selama ini membuat mereka terbelakang dan tidak melakukan dikotomi pada keilmuan

Sang Imam Washatiyah

Beliau dikenal memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah Islam. Karena metodologi inilah dia mudah diterima di kalangan dunia Barat sebagai seorang pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat. Dengan kapasitas itu, Yusuf al-Qardhawi kerap menghadiri pertemuan internasional dengan para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika mewakil umat Islam.

Kemoderatan pemikiran Qaradhawi di antaranya terbaca dari fatwanya yang membolehkan mengucapkan selamat natal kepada kerabat, kolega, dan tetangga. Menurutnya ini termasuk perbuatan baik yang disenangi Allah SWT, dengan syarat tidak mengikuti ritual/ibadah mereka. Karena itu, sering ada kesalah pahaman di kalangan umat, mereka yang melarang ucapan natal seolah MUI mengharamkan ucapan selamat natal secara an sih. Padahal, Prof Din Syamsuddin dalam kapasitasnya saat itu sebagai Ketua Umum MUI menjelaskan, di antaranya dari pendapat Yusuf Al-Qaradhawi, bahwa yang dilarang dalam fatwa MUI itu adalah mengikuti ritual/ibadah natal di gereja, bukan mengharamkan ucapan selamat natalnya.

Sikap kemoderatan lainnya yang ditunjukkan Qaradhawi salah satunya adalah mengenai kontroversi riba pada bunga Bank. Sebagian kalangan ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba dan itu haram (dilarang) secara mutlak. Bagi Yusuf al-Qaradhawi, bunga bank yang diambil dari penabung di bank bisa masuk katagori riba yang diharamkan, tetapi jika bunga itu dihasilkan dari sistem kerja sama, saling menguntungkan dan atas dasar saling ridha, maka itu bukan termasuk riba.

Yusuf Qaradhawi menyandarkan pendapatnya dengan dalil surat al-Baqarah ayat 278-279 2, dan hadits riwayat Imam Muslim. Sementara metode yang digunakan Yusuf al-Qaradhawi adalah dengan menggunakan al-Qawa’id as-Syarriyyah al-Kulliyah, mempercayai dan mempertimbangkan maqasid syariah dalam perumusan hukum Islam.

Dalam menyampaikan tema yang krusial yaitu jihad, dalam buku Fiqh Jihadnya, Syekh Al-Qaradhawi berbicara tentang sikap orang-orang tentang jihad dan membaginya ke dalam tiga kategori. Kategori pertama, beliau mengatakan, ada yang memahami jihad hanya untuk melawan hawa nafsu sendiri dan bersikap anti sosial. Kedua, ada yang berlebihan, dan tidak adil melihat orang yang belum beriman sebagai kafir dan thogut dan harus diperangi. Sementara katagori ketiga adalah “umat yang moderat” (umat pertengahan) di mana Allah SWT telah memberi petunjuk kepada pendekatan moderat dan diberikan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pemahaman yang dalam mengenai syariah dan realitas.

Umat yang moderat melihat fiqih jihad dari berbagai sudut secara komprehensif. Sebab bagaimanapun semua manusia pada prinsipnya adalah saudara. Mereka sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sebagaimana yang dikatakan Sayyidina Ali: Imma Akhun laka fiedin wa Imma Syarikun Laka fil kholqi (Boleh jadi mereka adalah saudara seiman, boleh jadi saudara sebagai sesama manusia).

Mereka tidak tergelincir kepada kelalaian seperti mereka yang berada pada kategori pertama yang membiarkan hak umat tanpa diijaga dengan kekuatan, Alquran-nya tidak dijaga, serta rumah dan tempat-tempat sucinya tanpa penjaga untuk melindungi dan mempertahankan mereka. Karena jihad bagi mereka hanyalah melawan hawa nafsu.

Umat yang moderat bukan pula pada kategori kedua mereka yang jatuh pada tindakan berlebihan dan ekstremisme, memerangi orang-orang yang damai, dan mendeklarasikan perang melawan semua orang tanpa membeda-bedakan putih atau hitam, di Timur atau di Barat. Tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk mengarahkan orang-orang ke (jalan) Allah SWT, mengantarkan mereka yang terbelenggu ke surga dan membawa mereka secara paksa dengan tangan ke jalan yang lurus.

Mereka (kategori kedua itu) lebih lanjut menambahkan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan di depan orang-orang itu yang dibentuk rezim yang zalim yang tidak memungkinkan mereka untuk menyampaikan firman Allah SWT dan seruan Rasul-Nya kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mendengar dengan keras dan jelas dan bebas dari segala noda.

Karana itu, atas kiprah dan pendapatnya itu, banyak institusi yang memberinya apresiasi, antara lain:
 

  1. Pada 1411 H memperoleh penghargaan dari Bank Pembangunan Islam di bidang ekonomi Islam
  2. Pada 1413 H mendapatkan penghargaan Internasional Raja Faisal karena partisipasinya di bidang studi Islam
  3. Pada 1977 meraih penghargaan dari Sultan Hassanal Bolkiah (Sultan Brunei) dalam Yurisprudensi Islam
  4. Pada 1996 memperoleh penghargaan dari Rektor Universitas Islam Internasional di Malaysia atas produktivitas keilmuannya yang istimewa. Ini hanyalah sekelumit dari sekian banyak penghargaan internasional yang diterimanya.
     
    Sekali lagi, beliau dekenal sebagai dai dan ulama yang moderat. Dia berpikir dan bekerja untuk kemajuan umat Islam dan kemanusiaan, dan sebagian besar negara-negara Muslim telah dia kunjungi sehingga dia menjadi rujukan penting dalam menyikapi dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh dunia Islam. Dia memiliki struktur bangunan keilmuan yang kokoh dan konprehensif tentang Islam dalam berbagai aspeknya.
     
    Beberapa karya penting yang beliau tulis dan diterjemahkan keberbagai bahasa dunia, di antaranya adalah:
     
    Di bidang aqidah:
  5. Al-Iman wal-Hayah (Iman dan Kehidupan)
  6. Al-Asma’ al-Husna (Nama-nama Allah yang Terindah)
  7. Mauqiful Islam al-‘Aqdi min Kufr al-Yahud wan-Nashara (Sikap Aqidah Islam terhadap Kekafiran Yahudi dan Nasrani)
     
    Di bidang fiqih ibadah:
    1.  Al-‘Ibadah fil-Islam (Ibadah dalam Islam)
  8. Al-Halal wal-Haram fil Islam (Halal dan Haram dalam Islam)
  9. Fiqh Thaharah (Fiqih Bersuci)
  10. Al-Fiqh al-Islami baina al-Ashalah wat-Tajdid (Fiqih Islam antara Orisinilitas dan Pembaharuan)
  11. Fiqh Zakat, dan lainnya.
     
    Di bidang manhaj:
  12. Kaifa Nata’amalu ma’a al-Qur’an (Bagaimana kita berinteraksi dengan Al-Qur’an)
  13. Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah (Bagaimana kita berinteraksi dengan Sunnah)
  14. Fiqh Maqashid asy-Syari’ah (Memahami Tujuan-tujuan Syari’ah)
  15. Al-‘Aqlu wal-‘Ilmu fi Al-Qur’an (Akal dan Ilmu dalam Al-Qur’an)
  16. Taisir al-Fiqh fi Dhaui Al-Qur’an was-Sunnah (Memberi Kemudahan dalam Fiqih Sesuai Al-Qur’an dan Sunnah)
  17. Fiqh al-Wasathiyah fi al-Islam (Fiqih Moderat dalam Islam).
     
    Di bidang fiqih muamalat:
  18. Maqashid asy-Syari’ah al-Muta’alliqah bi al-Mal (Tujuan Syari’at yang berkaitan dengan Harta)
  19. Al-Qawa’id al-Hakimah li Fiqh al-Mu’amalat (Kaedah-kaedah penentu dalam Fiqih Muamalat)
  20. Fawaid al-Bunuk (Bunga Bank)
  21. Daur al-Qiyam wal-Akhlaq fi al-Iqtishad al-Islami (Peran Nilai dan Akhlak dalam Ekonomi Islam).
     
    Di bidang wawasan keislaman:
  22. Khashaish ‘Ammah li Al-Islam (Karaktersitik Umum Islam)
  23. Ad-Din fi ‘Ashr al-Ilm (Agama di Era Sains)
  24. Musykilah al-Faqr wa kaifa ‘Alajaha al-Islam (Bagaimana Islam Mengatasi Kemiskinan)
  25. Al-Muslimun wa al-‘Aulamah (Umat Islam dan Globalisasi)
  26. Al-Islam Hadharah al-Ghad (Islam Peradaban Masa Depan)
  27. Al-Usrah kama Yuriduha al-Islam (Keluarga yang diinginkan Islam)
  28. Tsaqafatuna baina al-Infitah wal-Inghilaq (Kebudayaan Kita: Antara Terbuka dan Tertutup).
     
    Di bidang dakwah:
  29. Min Ajli Shahwah Rasyidah (Menuju Kebangkitan yang Terarah)
  30. Malamih al-Mujtama’ al-Muslim (Ciri-ciri Masyarkat Muslim)
  31. As-Shahwah alIslamiyyah min al-Murahaqah ila ar-Rusyd (Kebangkitan Islam, dari Pubertas menuju Kedewasaan)
  32. Aulaawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah (Skala Prioritas Gerakan Islam)
  33. Tsaqafah ad-Da’iyah (Wawasan Seorang Dai).
     
    Di bidang politik dan kenegaraan:
  34. Min Fiqh ad-Daulah fi al-Islam (Fiqih Negara dalam Islam).
  35. Ghairul-Muslimin fi al-Mujtama’ al-Islami (Non Muslim di Tengah Masyarakat Muslim).
  36. Ad-Din wa as-Siayasah Agama dan politik).
  37. Ah-Tatharruf al-‘Ilmani fi Muwajah al-Islam (Ekstrem Liberal Memusuhi Islam).
  38. Al-Wathan wa al-Muwathanah (Tanah Air dan Kewarganegaraan)
  39. Al-Aqqalliyyat ad-Diniyyah wa al-Hill al-Islami (Umat Beragama Minoritas dan Solusi Islam).
     
    Di bidang Jihad:
  40. Al-Quds Qadhiyyah Kulli Muslim (Al-Quds adalah Persoalan Setiap Muslim).
  41. Fiqh al-Jihad (Fiqih Jihad).
  42. Ummatuna Baina Qarnain (Umat Kita diantara Dua Abad)
  43. Khithabuna al-Islami fi ‘Ashr al-‘Aulamah (Wacana Keislaman Kita di Era Globalisasi)
  44. Al-Mubasysyirat bi Intishar al-Islam (Tanda-tanda Kemenangan Islam).
     
    Di bidang Budaya.
     
  45. Nafahat wa Lafahat (Antologi Puisi), Dar al-Wafa’, Kairo
  46. Al-Muslimun Qadimun (Orang Muslim Masa Lampau) (Antologi Puisi), Dar al-Wafa’, Kairo
  47. Yusuf al-Sadiq, (Nabi Allah Yusuf) (Naskah Drama), Maktabah Wahbah, Kairo
  48. Alim wa Taghiyyat, (Ulama dan Pecundang) (Naskah Drama), Maktabah Wahbah, 1998.
     
    Maka, tidaklah berlebihan kalau Syekh Muhammad Hasan ad-Didu,seorang ulama dari Mauritania menjulukinya dengan sebutan Mujtahid al-’Ashr, Mujtahid Kontemporer, begitu juga, Syekh Muhammad al-Ghazali, seorang ulama Mesir mengatakan: “Dulu Syekh Qaradhawi adalah mahasiswa saya. Sekarang saya yang menjadi mahasiswanya.”
     
    Sementara Syekh Abu al-Hasan an-Nadawi, seorang ulama India, menyebutnya sebagai “seorang ulama dan peneliti”. Sedangkan syekh Abdullah bin Mahfuzh Bayyah (seorng ulama di UEA) menyebutnya sebagai seorang “Imam dan hati umat.”
     
    Akhirnya, dalam master piece Maulana Jalaludin Arrumi Sang Pujangga melukis puisi kematian,  “Di malam sebelumnya aku bermimpi, Melihat seorang Syekh di pelataran rindu. Dia menunjukkan tangannya kepadaku dan berkata; Bersiap-siaplah untuk bertemu denganku.”
     
    Selamat jalan Mahaguruku,  Selamat tinggal Penerang ilmu dalam kebodohanku. Sungguh, ultah terakhirmu memendarkan beribu makna dalam hidupku! ***