All posts by admin

Zulkifli Hasan: Tiga Syarat Menjadi Negara Maju

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan terdapat tiga syarat penting untuk menjadi bangsa yang maju di tingkat global.

“Pertama bangsa itu harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau itu harus, maka pendidikan harus yang benar,” katanya dalam acara Penganugerahan Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta Pendidikan Masyarakat Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional di Bengkulu, Jumat.

Ia mengatakan pendidikan harus mengarah pada efisiensi dan produktivitas. Tanpa itu, maka dipastikan negara akan kalah dalam kompetisi global.

Kedua, menurut dia, suatu bangsa akan maju bila ada rasa kepercayaan. Rasa kepercayaan itu akan muncul kalau pemimpinnya menerbitkan kebijakan yang adil untuk semua.

Ketiga, bangsa besar dan maju bila memiliki nilai-nilai dan karakter. Untuk itu, nilai-nilai dan karakter dibangun sejak dini.

“Karena penting sekali guru-guru PAUD meletakan dasar-dasar pada usia emas,” katanya.

Ia menambahkan Indonesia telah memiliki nilai-nilai dan karakter bangsa yaitu Pancasila. Untuk itu penguatan pendidikan karakter saat ini dibutuhkan guna membentengi ideologi yang tidak sesuai.

Dalam kesempatan itu, ia pun mensosialisasikan empat pilar kebangsaan di hadapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy, Plt Gubernur Bengkulu, Forkompimda Provinsi Bengkulu dan sekitar 1.400 peserta guru dan Tenaga Pendidikan PAUD seluruh Indonesia yang hadir dalam acara tersebut. (Antara)



Mughal Mewarisi Peradaban Tinggi

Dinasti Mughal

Dalam sejarah Islam, dikenal tiga kekuatan kepemimpinan Islam yang besar dan kuat. Ketiganya membentuk imperium di era yang hampir bersamaan, yakni pada abad ke-15 hingga abad ke-18. Ketiganya, yakni Turki Usmani (1281-1924) di Timur Tengah, Safawi (1501-1736) di Persia, dan Mughal (1526-1858) di India.

Di antara ketiga imperium raksasa tersebut, memang Turki Usmani lah yang paling terkenal. Mengingat, kesultanan yang berpusat di Istanbul itu merupakan pemegang estafet kekhalifahan sejak zaman Rasulullah. Turki Usmani pula yang membawa kekuatan Islam terakhir.

Namun, di samping Turki Usmani, terdapat Kesultanan Mughal yang tak kalah hebat. Meski tak sebesar Usmani, Mughal mampu membawa Islam di tengah daratan India yang didominasi Hindu. “Ia (Mughal) tak sebesar kerajaan Turki Usmaniyah. Namun, ia dapat bertahan selama tiga setengah abad dan berjaya menguasai wilayah yang mayoritas penduduknya adalah Hindu walaupun jumlah umat Islam adalah minoritas,” ujar Mohamad Nurhakim dalam bukunya Jatuhnya Sebuah Tamadun.

Menurut Mohamad Nurhakim, Mughal sebetulnya bukanlah penguasa Muslim pertama di India. Sebelumnya, Dinasti Umayyah dibawah Khalifah Al Walid pernah berusaha membuka India. Terdapat pula beberapa kerajaan kecil bercorak Islam sebelum Mughal lahir, di antaranya, Kerajaan Ghaznawi (977-1186), Khalji (1296-1316), Tughlaq (1320-1412), Sayyid (1414-1451), dan Lodhi (1451-1526).

Mughal merupakan kerajaan Islam terakhir sebelum akhirnya India jatuh ke tangan Inggris. Kesultanan tersebut didirikan Zahiruddin Babur yang bukan lain merupakan keturunan Timur Lenk, sang penguasa Mongol. Nama Mughal pun disebut-sebut merupakan ejaan dialek Indo-Aryan dari kata Mongol.

Menurut Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, pada 1398 Timur Lenk menyerang India untuk kali pertama. Namun, dalam penyerangan ke India, ia tak pernah berambisi untuk menguasainya. Ia pun hanya menunjuk seorang wakil, bernama Khizer Khan untuk menjadi gubernur di kawasan Multan yang berhasil dikuasainya.

Saat Timur Lenk wafat pada 1405, putranya, Syahrukh Mirza, menjadi penggantinya. Adapun pendiri Mughal, Zahiruddin Babur, merupakan putra dari Umar Mirza, penguasa Farghana di Turkistan. Burbur merupakan keturunan kelima dari Timur Lenk. Bahkan, dari garis ibu Burbur juga merupakan keturunan ke-14 dari Jengis Khan, penguasa Mongol ternama.

Menurut Mohamad Nurhakim, saat Babur menggantikan posisi ayahnya di Farghana, ia berhasil menguasai satu per satu wilayah India. Dimulai dari Samarkannd pada 1494, kemudian Kabul pada 1501. Kala itu, India berada di bawah kekuasaan Kerajaan Lodhi yang tengah mengalami krisis. Alhasil, Babur dapat masuk dan menguasai wilayah bekas kekuasaan Lodhi.

“Punjab ditaklukkan  pada 1525 M. Pasukan Zhiruddin seterusnya memasuki Kota Delhi dan kemudian mendirikan kerajaan di kota itu pada 1526 M. Orang Hindu sebenarnya menolak kehadiran kekuatan Mughal. Tetapi, pemberontakan ini dapat dipatahkan Babur,” kata Mohamad Nurhakim.

Dinasti Mughal pun berdiri. Uniknya, sang penguasa Islam ini memerintah masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Meski muncul beberapa pemberontakan, Mughal berhasil membawa kegemilangan bagi sejarah India.

Peradaban Tinggi

Siapa tak tahu Taj Mahal? Bangunan yang menjadi salah satu keajaiban dunia itu menjadi ikon ternama Negeri Punjab. Bangunan indah yang berdiri di tepi Sungai Jamuna Agra tersebut hanyalah satu dari sekian banyak peninggalan peradaban Kesultanan Mughal.

Taj Mahal dibangun Sultan Mughal, Syah Jahan, untuk istri tercinta, Mumtaz Mahal. Tak singkat, perlu waktu 12 tahun untuk membuat bangunan indah tersebut. Taj Mahal yang kemudian menjadi makam Mumtaz Mahal tersebut dibangun pada 1631 hingga 1643.

Selain Taj Mahal, masih banyak warisan Mughal lain, terutama yang tampak berupa bangunan megah nan indah. Sebut saja Istana Fatfur Sikri, Lahore, Villa, Masjid Agung Delhi, dan banyak lagi. Semua banguan cantik itu masih dapat ditemui hingga kini.

Terdapat pula bangunan terkenal lain, yakni Benteng Merah (Lal Qila). Seperti Taj Mahal, bangunan tersebut juga dibangun pada masa Kesultanan Syah Jahan. Sang sultan merancangnya sendiri dengan multifungsi bangunan. Tak sekadar sebagai benteng, Lal Qila yang dibangun pada 1638 itu juga terdiri atas istana, taman, tempat pemandian, bahkan terdapat pula masjid di dalamnya.

Kesultanan Mughal memang tercatat sebagai pembawa peradaban baru bagi tanah Punjab. Saat itu, budaya Islam dan Hindu berpadu membentuk sebuah kebudayaan India yang baru. Kemajuan peradaban tersebut dapat dilihat dari segi arsitekturnya seperti yang disebut di atas.

Dalam bidang arsitektur, imperium besar Islam itu meninggalkan banyak warisan. Bahkan, Mughal juga memiliki gaya arsitektur tersendiri yang sangat khas. Achmad Fanani dalam Arsitektur Masjid menuturkan, terjadi pertemuan antara Muslim dan Hindi dalam kebudayaan Mughal.

Gaya perpaduan tersebut dapat terlihat dalam kubah gaya Mughal. Kubah Indo Persiani, yakni model kubah berbentuk bawang, menurut Fanani, berkembang di wilayah kekuasaan Mughal India. Ekspresi puncaknya adalah kubah pada Taj Mahal yang sangat terkenal. Gaya kubah tersebut pun masih digunakan hingga kini.

Pada abad kedelapan, kata Fanani, merupakan abad ketika perjalanan arsitektur Islam di pusat budayanya, Damaskus, Iskandariyah, Bagdad, Kordoba, telah berkembang. Perkembangan tersebut makin menjadi ketika sampai ke Dinasti Mughal. “Anak keturunan Baabur; Humayun, Akbar, Jahangir, Shah Jahan, Aurangzeb, secara bersambung memegang takhta pemerintahan selama hampir dua abad dari awal abad ke-16 hingga awal abad ke-18. Arsitektur Islam telah menemukan corak bakunya,” ujar Fanani.

Tak hanya di bidang arsitektur, Mughal juga memberikan kontribusi besar dalam kemajuan pertanian dan industri India. Seperti disebutkan sebelumnya, kepemimpinan Mughal berhasil memajukan perekonomian India. Dalam hal tersebut, Kesultanan Mughal memodernisasi sistem pertanian dan industri di sana.

Pun, dalam bidang karya sastra. Banyak penyair yang lahir di era Mughal. Mereka menghasilkan banyak karya terkenal di dunia sastra. Malik Muhammad Jayazi, misalnya. Ia merupakan penyair istana Mughal terkenal yang menghasilkan karya terkenal, Padvamat.

Secara umum, Kesultanan Mughal telah memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan peradaban Islam. Kesultanan India tersebut telah membawa sebuah modernitas di dunia Islam. Sebagaimana pendapat Marshall Hodgson yang mencatat beberapa belokan alur transformasi dalam alur peradaban Islam. Beberapa yang penting dalam belokan tersebut, yakni adanya ekspansi wilayah urban dan merosotnya nomadenisme. Setelahnya, mucul perluasan Islam yang menggelar tatanan internasional pertama dengan lahirnya kekaisaran Islam, salah satunya, lahirnya Kesultanan Mughal. (disadur dari Republika)



Dicintai Manusia Karena Menaati Allah

Siapa yang tidak senang mendapat simpati dari manusia? Semua orang berharap agar orang-orang menyukainya. Orang ingin agar tidak memiliki musuh atau orang yang membenci. Dengan itu, ia bisa merasakan nikmat dan nyamannya hidup. Tapi, cinta dan simpati manusia jangan dijemput dengan cara membuat Allah murka. Alias bermaksiat kepada Allah.

Terkadang, ada orang yang ingin diterima dalam pergaulan, ia meminum khamr, merokok, melepas jilbab, dll. Ada orang yang ingin mendapat simpati dan dikatakan bijaksana, ia menafikan prinsip-prinspi agama. Ada juga yang ingin diterima kerja, ia melanggar syariat Rabbnya. Akhirnya, ia mendapatkan cinta dan simpati manusia yang setipe dengannya. Tapi menjemput murka Allah. Belum lagi simpati manusia itu kadang hanya basa-basi saja.

Ada cara yang sempurna. Ia bisa mendapat simpati dan cinta manusia, dan lebih-lebih lagi sekaligus mendapat cinta dari Allah.

Dalam sebuah ayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدّ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” [Quran Maryam: 96].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Suhail bi Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Dan ia meriwayatkan sebuah kisah, “Kami pernah berada di Arafah. Saat itu lewatlah Umar bin Abdul Aziz yang sedang berhaji. Orang-orang tegak berdiri memandanginya. Aku berkata pada ayahku, “Wahai ayah, aku yakin Allah mencintai Umar bin Abdul Aziz.” “Mengapa demikian?,” tanya ayahku. Aku berkata, “Dari kecintaan yang ada pada hati orang-orang padanya.”

Ayahku mengatakan, “Melalui ayahmu, engkau meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyebutkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِى فِى السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ. فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِى الأَرْضِ. وَإِذَا أَبْغَضَ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَيَقُولُ إِنِّى أُبْغِضُ فُلاَنًا فَأَبْغِضْهُ فَيُبْغِضُهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِى فِى أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ فُلاَنًا فَأَبْغِضُوهُ فَيُبْغِضُونَهُ ثُمَّ تُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِى الأَرْضِ

“Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril: “Sesungguhnya Aku telah mencintai si fulan maka cintailah fulan”. Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru penduduk langit: “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan, maka cintailah kalian fulan”, maka penduduk langit pun mencintainya dan diletakkan baginya penerimaan di tengah-tengah penduduk bumi”.

Dan jika Allah membenci seseorang, maka Allah menyeru Jibril dan berkata: “Sesungguhnya Aku membenci si fulan maka bencilah dia”. Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru penduduk langit: “Sesungguhnya Allah membenci si fulan maka becilah dia”. Penduduk langit pun membencinya, kemudian makluk dibumi pun membencinya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Birru wa ash-Shilatu wa al-Adabu, Bab Idza Ahabballahu ‘Abdan Habbabahu Ila ‘Ibadihi, No: 2637).

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi bahwasanya Abu Darda radhiallahu ‘anhu menulis surat kepada Maslamah bin Mukhallid radahiallahu ‘anhu yang saat itu menjadi Gubernur Mesir. “Keselamatan atasmu. Amma ba’du… Sesungguhnya seorang hamba apabila mengamalkan ketaatan, Allah akan mencintainya. Jika Allah telah mencintainya, Dia akan membuat para hamba-Nya mencintainya. Dan seorang hamba apabila melakuan bermaksiat kepada Allah, Dia akan murka padanya. Jika Allah telah murka padanya, Dia akan membuat hamba-hamba-Nya juga membencinya.”

Read more http://kisahmuslim.com/5967-dicintai-manusia-karena-menaati-allah.html



Ahmad bin Miskin dan Amal Rotinya

Beberapa pakar sejarah Islam meriwayatkan sebuah kisah menarik.
Kisah  Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriyah dari kota Basrah, Irak.

Menuturkan lembaran episode hidupnya, Ahmad bin Miskin bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah.
Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun, sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak. Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.

Maka aku berazam untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain. Akupun berjalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku. Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata: “berikan makanan ini kepada keluargamu.”

Di tengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya,Tatapannya jatuh pada kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:

“Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa menahan siksa lapar. Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan,Semoga Allah merahmati Tuan.”

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan akalku dalam khayalan ukhrowi, seolah-olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya, dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku. “Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki. Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.

Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku, sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku.

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah.

Dalam posisi seperti itu, tiba tiba Abu Nashr terbang kegirangan mendatangiku.

“Hei, Abu Muhammad! Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”, tanyanya.

“Subhanallah….!”, jawabku kaget. “Dari mana datangnya?”

“Tadi ada pria datang dari Khurasan. Dia bertanya tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya. Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta”, ujarnya.

“Terus?”, tanyaku keheranan.

“Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashroh ini. Kawan ayahmu. Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun. Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan. Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses. Kesulitan hidupnya perlahan lahan    pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.

Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis. Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya.”

Mengisahkan awal episode baru hidupnya, Ahmad bin Miskin berujar :

“Kalimat puji dan syukur kepada-Nya berdesakan meluncur dari lisanku. Sebagai bentuk syukurku, segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi. Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah, santunan dan berbagai bentuk amal shalih. Adapun hartaku, dia terus bertambah ruah tanpa berkurang.

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal shalihku. Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan. Ada semacam harapan pasti dalam diri, bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang shalih.

●●●

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi.

Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.

Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.

Aku juga lihat, badan mereka membesar. Dosa dosa pada hari itu berwujud dan berupa, dan setiap orang memanggul dosa dosa itu masing-masing di punggungnya.

Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar seukuran KOTA (kota tempat tinggal, pent), isinya hanyalah dosa-dosa dan hal hal yang menghinakan.

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu daun timbangan, sedangkan amal baikku di daun timbangan yang lain. Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku.

Tapi ternyata, perhitungan belum selesai. Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.

Namun alangkah ruginya, ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI. Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal shalih. Semua itu membuat amalku tak berharga. Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang lepas dari nafsu nafsu itu.

Aku putus asa.

Aku yakin aku akan binasa.

Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.

Tiba-tiba, aku mendengar suara, “masihkah orang ini punya amal baik?”

“Masih”, jawab seseorang. “Masih tersisa ini.”

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa?

Aku berusaha melihatnya. Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah kusedekahkan kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku.

Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi jadinya.

Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku, sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas), dan itu tidak berguna sedikit pun. Aku merasa benar benar tertipu habis habisan.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku. Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekan.

Tak sampai disitu, tenyata masih ada lagi amal baikku. Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah. Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku. Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus turun. Hingga akhirnya aku mendengar seseorang berkata, “Orang ini telah selamat.”



Ubay bin Ka’ab, Yang Paling Fasih Bacaan Alqurannya (1/2)

Ubay bin Ka’ab al-Anshari salah seorang sahabat mulia. Seorang sahabat Anshar yang disebut qari’nya (pembaca Alqurannya) Rasulullah. Ia datang ke Mekah. Bertemu Rasulullah dan menawarkan Kota Madinah, negeri yang aman untuk hijrah beliau. Berikut ini tulisan pertama dari dua tulisan tentang sahabat yang mulia, Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu.

Mengenal Qari Rasulullah

Dia adalah Ubay bin Ka’ab bin Qays al-Khazraji al-Anshari. Ia memiliki dua kun-yah. Rasulullah memberinya kun-yah Abu al-Mundzir. Sedangkan Umar bin al-Khattab menyebutnya Abu aht-Thufail. Karena ia memiliki seorang putra yang bernama ath-Thufail.

Ubay adalah seorang laki-laki yang rambut dan janggutnya berwarna putih. Namun ia tak mengubah warna perak rambut kepalanya itu dengan inay. Atau pewarna lainnya.

Allah Ta’ala memilih Ubay termasuk salah seorang yang pertama-tama memeluk Islam. Ia bersyahadat saat Baiat Aqobah kedua. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, ia dipersaudarakan dengan Said bin Zaid. Salah seorang dari sepuluh orang sahabat utama, al-muabsyiruna bil jannah.

Dididik Sang Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pendidik yang handal. Beliau memberi teladan dengan lisan dan perbuatan. Apa yang beliau ajarkan menancap di hati. Menjadi guratan-guratan yang muncul dalam perbuatan. Ubay pun merasakan murninya pendidikan nubuwah itu.

عن أبي هريرة أن رسول الله خرج على أبي بن كعب، فقال رسول الله: “يا أُبيّ” وهو يصلي، فالتفت أبي ولم يجبه، وصلى أبيّ فخفف ثم انصرف إلى رسول الله، فقال: السلام عليك يا رسول الله. فقال رسول الله: “ما منعك يا أبي أن تجيبني إذ دعوتك؟”. فقال: يا رسول الله، إني كنت في الصلاة. قال: “أفلم تجد فيما أوحي إليَّ {اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} [الأنفال: 24]؟” قال: بلى، ولا أعود إن شاء الله.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Ubay bin Ka’ab. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Ubay.” Saat itu Ubay sedang shalat. Ia hanya menoleh, tapi tidak menjawab panggilan Nabi. Ubay melanjutkan shalatnya. Dan menyegerakannya.

Setelah itu ia menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Assalamu’alaika ya Rasulullah,” sapa Ubay. Rasulullah bersabda, “Hai Ubay, apa yang menghalangi untuk menjawab panggilanku saat aku menanggilmu tadi?” “Wahai Rasulullah, tadi aku sedang shalat,” jawab Ubay.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi, “Tidakkah engkau mendapati sesuatu yang diwahyukan kepadaku ‘Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu’?” [Quran Al-Anfal: 24].

“Iya (aku telah mengetahuinya). Aku tidak akan mengulanginya lagi, insyaallah,” janji Ubay. (Sunan at-Turmudzi, Kitab Fadhail Quran, Juz: 5: 2875).

Perhatikanlah, bagaimana para sahabat dalam menanggapi perintah Rasulullah. Mereka tidak membantah. Tidak mengedepankan hasrat dan keinginan mereka. Ketika mengetahui bahwa Rasulullah menafsirkan ayat tersebut demikian. Mereka pun berazam untuk mengamalkannya. Tentu ini menjadi teladan bagi kita. Bagaimana adab ketika mendengar atau membaca hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah dan larangan.

Rasulullah melarang kita dari riba, mendekati zina, dll. Beliau memerintahkan wanita muslimah untuk mengenakan hijab yang sempurna. Ingatlah pesan Allah yang disampaikan Rasulullah dalam Surat Al-Anfal ayat 24 tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” [Quran Al-Anfal: 24].

Dalam riwayat Imam Ahmad dengan sanad dari Abu Hurairah dari Ubay bin Ka’ab bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ألا أعلمك سورة ما أنزل في التوراة ولا في الزبور ولا في الإنجيل ولا في القرآن مثلها؟” قلت: بلى. قال: “فإني أرجو أن لا تخرج من ذلك الباب حتى تعلمها”. ثم قام رسول الله فقمت معه، فأخذ بيدي فجعل يحدثني حتى بلغ قرب الباب. قال: فذكّرته فقلت: يا رسول الله، السورة التي قلت لي. قال: “فكيف تقرأ إذا قمت تصلي؟” فقرأ بفاتحة الكتاب، قال: “هي هي، وهي السبع المثاني والقرآن العظيم الذي أوتيتُه”.

“Maukah kuajarkan kepadamu suatu surat yang tidak Dia turunkan yang semisalnya dalam Taurat dan Injil. Juga tidak ada pada Alquran yang semisalnya?” Ubay menjawab, “Tentu.” “Aku berharap sebelum engkau keluar dari pintu itu, engkau telah mempelajarinya,” kata Rasulullah.

Kemudian Rasulullah berdiri. Dan aku berdiri bersamanya. Beliau mengandeng tanganku sambil mengajarkanku. Sampai beliau hampir sampai di pintu.

Aku berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, mana surat yang Anda janjikan untukku?”

Beliau berkata, “Apa yang engkau baca saat shalat?”

“Aku membaca surat Al-Fatihah,” jawabku.

“Itulah dia. Itulah dia (surat yang tidak terdapat dalam Injil dan Taurat. Bahkan dalam Alquran yang menyamai kemuliaannya). Surat itu adalah tujuh yang berulang-ulang. Dan Alquran yang agung yang diwahyukan padaku.”

Dalam riwayat yang lain, Ubay memperlambat langkahnya. Karena sangat ingin mendengar surat yang dijanjikan Rasulullah untuknya. Demikianlah semangatnya Ubay bin Ka’ab dan sahabat-sahabat lainnya memperoleh ilmu dari Rasulullah.

Kemuliaan Ubay bin Ka’ab

روى البخاري بسنده عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: قَالَ النَّبِيُّ لأُبَيٍّ: “إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ {لَمْ يَكُنْ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ}”. قَالَ: وَسَمَّانِي؟! قَالَ: “نَعَمْ”، فَبَكَى.

Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi berkata kepada Ka’ab, “Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu ‘Orang-orang kafir yakni ahli Kitab… [Quran Al-Bayyinah: 1]”

“Dia (Allah) menyebut namaku, wahai Rasulullah,” tanya Ubay penuh haru. “Iya,” jawab Nabi. Ubay pun menangis. (HR. al-Bukhari 4959)

فكان ممن جمعوا القرآن على عهد رسول الله؛ ففي البخاري بسنده عن قتادة قال: سألت أنس بن مالك: من جمع القرآن على عهد النبي؟ قال: أربعة كلهم من الأنصار: أبي بن كعب، ومعاذ بن جبل، وزيد بن ثابت، وأبو زيد رضي الله عنهم جميعًا.

Ubay adalah orang yang mencatat dan menyusun Alquran di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Qatadah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Anas bin Malik, ‘Siapa yang mengumpulkan Alquran di masa Nabi?’ Anas menjawab, ‘Ada empat orang. Semuanya dari kalangan Anshar. Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid -radhiallahu ‘anhum jami’an’.” (HR. al-Bukhari, 5003).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa ia adalah orang yang paling fasih bacaan Alqurannya di umat ini. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرْحَمُ أُمَّتِي بِأُمَّتِي أَبُو بَكْرٍ وَأَشَدُّهُمْ فِي أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ وَأَصْدَقُهُمْ حَيَاءً عُثْمَانُ وَأَعْلَمُهُمْ بِالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَقْرَؤُهُمْ أُبَيٌّ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ

“Umatku yang paling penyayang terhadap yang lain adalah Abu Bakar. Yang paling kokoh dalam menjalankan perintah Allah adalah Umar. Yang paling jujur dan pemalu adalah Utsman. Yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Yang paling mengetahui ilmu fara’idh (pembagian harta warisan) adalah Zaid bin Tsaabit. Yang paling bagus bacaan Alqurannya adalah Ubay. Setiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. at-Turmudzi 3791).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui luasnya ilmu Ubay bin Ka’ab. Dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

“يا أبا المنذر، أتدري أي آية من كتاب الله معك أعظم؟” قال: قلت: الله ورسوله أعلم. قال: “يا أبا المنذر، أتدري أي آية من كتاب الله معك أعظم؟” قال: قلت: “اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ”. قال: فضرب في صدري وقال: “وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ”.

“Wahai Abu al-Mundzir, tahukah engkau satu ayat yang paling agung dalam Kitabullah yang kau hafal?” Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih mengetahui.” “Wahai Abu al-Mundzir, tahukah engkau satu ayat yang paling agung dalam Kitabullah yang kau hafal?” Rasulullah ingin Ubay menjawabnya. Aku menjawab, “Allaahu laa ilaaha illaa huwa al-Hayyu al-Qayyum… (Allah Dialah yang tidak ada sesembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan terus-menerus mengurusi makhluknya).” Kemudian Rasulullah menderapkan tangannya di dadaku dan mengatakan, “Demi Allah, semoga dadamu dipenuhi dengan ilmu, wahai Abu Mundzir.” (HR. Muslim 810).

Banyak tokoh-tokoh sahabat yang belajar Alquran dari Ubay. Di antara mereka: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Saib, Abdullah bin Ayyasy bin Abi Rabi’ah, Abu Abdurrahman as-Sulami -radhiallahu ‘anhu jami’an-.

Kemuliaan lainnya yang disandang sahabat Anshar ini adalah sebagai penulis wahyu. Ubay adalah orang pertama di Madinah yang menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Kalau tidak ada Ubay, baru Rasulullah memanggil Zaid bin Tsabit. Di zaman Umar, ia diangkat menjadi hakim di Yaman.

Read more http://kisahmuslim.com/5960-ubay-bin-kaab-yang-paling-fasih-bacaan-alqurannya.html



Niujie, Masjid Untuk Perempuan di Cina

Masjid Wanita Niujie menarik ratusan jamaah selama bulan suci Ramadhan. Tidak cuma komunitas Muslim setempat, masjid khusus wanita tersebut jadi tujuan populer bagi wanita Muslim asing yang mengunjungi Beijing. Dilansir dari Sputnik, Kamis (29/6), ruang shalat luas di masjid yang berada di distrik Xicheng itu kerap dibanjiri ratusan wanita berjilbab yang beribadah.

Selama Ramadhan, kegiatan itu terus berlangsung setiap hari. Lokasinya berada di ujung jalan atau berada dekat Masjid Niujie, salah satu masjid favorit Muslim Beijing. Hal ini jadi salah satu tradisi unik di Cina, karena banyak Muslimah Cina yang beribadah di tempat khusus wanita.

“Masjid khusus wanita di Cina merupakan perwakilan agama terbaik dengan karakteristik Cina, ini adalah bangunan yang menunjukkan rasa hormat kami terhadap wanita,” kata Liu Jun yang merupakan Direktur Masjid Niujie kepada Global Times.

Selain memberikan pelayanan ibadah bagi wanita Muslim, masjid ini mengadakan pembelajaran tentang agama dan jadi identitas barunya. Itu jadi tempat menempa komunikasi internasional yang kerap dikunjungi Muslimah dari negara-negara Arab. Masjid Khusus wanita pertama di Beijing sendiri dibangun pada 1921 di Shouliu Hutong milik Xicheng, tapi hancur pada 1997 karena dianggap bobrok.

Pada 2005, pemda membangun lagi dekat Masjid Niujie dengan nama Masjid Wanita Niujie. Tidak ada data resmi jumlah masjid khusus wantia di Cina. Tapi, Profesor Shui Jingjun dari Akademi Ilmu Sosial Henan menulis di bukunya ‘The History of Women Mosques in Chinese Islam, pembangunan pertama dilakukan di dataran tengah.

Liu menuturkan, kemunculan masjid khusus wanita merupakan hasil perpaduan tradisi Cina dan Islam. Muslim Cina telah dipengaruhi budaya dominan bangsa yang secara tradisional melarag wanita dari kehidupan publik. Ketika Muslim pertama datang ke Cina selama Dinasti Tang (618-907), mereka jadi tamu kehormatan.

Tapi, selama Dinasti Ming (1368-1644) Muslim Cina tidak disukai penguasa dan di bawah penganiayaan, Muslimah Cina harus ikut mentransmisikan iman. Jadi, pada awal abad ke-17, sekolah agama yang khusus untuk mendidik perempuan Muslim resmi berdiri. Pada akhir Dinasti Qing (1644-1911), sekolah-sekolah ini berkembang jadi masjid khusus wanita.  (Republika)



Dua Masjid Bersejarah Yaman

Yaman merupakan salah satu negara yang pernah menjadi pusat peradaban Islam. Rasulullah SAW secara khusus memiliki perhatian terhadap negara ini dengan mengutus sejumlah sahabat untuk berdakwah mengajarkan Islam kepada penduduk lokal, salah satunya ialah saat mengutus Mu’adz bin Jabal.

Salah satu bukti peninggalan kuatnya akar Islam dalam kehidupan masyarakat Yaman adalah masjid-masjid yang masih bisa ditelusuri jejaknya hingga kini. Masjid tersebut berperan besar sebagai pusat peradaban Islam. Berikut ini sejumlah masjid di Yaman yang pernah memegang peran penting dalam penyebaran Islam:

Al-Jami’ al-Kabir

Masjid yang berlokasi di Kota Shana’a lama ini fondasi awalnya dibangun sejak masa Rasulullah SAW, sekitar akhir abad ke-6 Hijriyah. Masjid ini kemudian diperluas dan dibangun kembali oleh Khalifah Bani Umayyah, al-Walid bin Abd al-Malik, dan disempurnakan oleh para khalifah setelahnya. Konon, masjid ini berdiri di atas reruntuhan Istana Ghamdan Bangsa Saba’ yang terkenal di Shana’a.

Selain di Shana’a, Masjid al-Jund termasuk masjid terkuno yang pernah dibangun di Yaman, tepatnya di Kota al-Jund. Masjid ini dibangun oleh Mu’adz bin Jabal ketika diutus oleh Nabi Muhammad SAW berdakwah di Yaman. Masjid ini kembali direnovasi oleh al-Husain bin Salamah.

Penguasa Yaman, al-Mufaddhal bin Abu al-Barakat, merupakan tokoh terakhir yang merenovasi masjid ini. Pada masa Mahdi bin Ali bin Mahdi a-Raini al-Humairi, masjid ini pernah rusak. Peristiwa itu terjadi pada 558 H, lalu dibangun lagi oleh Saifuddin Atabik pada 575 H.

Masjid Baraqis

Bangunan masjid ini boleh saja runtuh dan tak terurus. Namun, masjid yang berlokasi di Kawasan Baraqisy yang melegenda ini pernah mencatat sejarah sebagai pusat dakwah. Masjid ini didirikan oleh Imam Abdullah bin Hamzah yang datang berdakwah di kawasan ini pada 480 H. Masjid ini ia jadikan sebagai titik tolak penyebaran dakwah ke sejumlah wilayah lainnya.  (Republika)



3 Museum Seni Islam Terindah

Islam sangat menghargai seni dan keindahan. Sebagaimana Allah juga sangat menyukai keindahan. Berbagai barang seni diciptakan oleh kaum Muslimin sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

Berbagai benda seni bernilai sejarah dan estetik yang tinggi tersebut kini masih bisa disaksikan dan dinikmati oleh kaum Muslimin. Benda-benda tersebut disimpan dengan rapi dan terjaga keutuhannya di berbagai museum seni yang ada di beberapa negara.

Selain benda-benda seni, museum tersebut juga menyimpan ribuan koleksi yang bernilai sangat tinggi. Dengan mengunjungi museum tersebut, kita bisa becermin dari kejayaan dan peradaban kaum Muslimin di masa lalu. Itu penting untuk mencapai kejayaan di masa kini. N

Museum Seni Islam Kairo

Museum yang dibangun pada 1903 ini konon merupakan museum seni Islam terbesar di dunia. Lokasi tepatnya berada di Shar’a Bur Sa’id di Maydan Ahmad Maher, Kairo, Mesir. Di dalamnya tersimpan sekitar 10 ribu koleksi benda-benda seni, khususnya dari Mesir. Namun, ada juga koleksi dari belahan dunia Islam lainnya.

Yang menarik dari museum ini adalah desain bangunan yang disesuaikan dengan media. Ini memperlihatkan  setiap era pembangunannya, seperti dari Umayah ke Abbasiyah, Fatimiyah, Ayyubiyah, dan Mamluk.

Daya tarik di museum seni Islam di Kairo, Mesir, tersebut adalah karyanya yang terbuat dari kayu, semen, intarsia, keramik, kaca, logam, yang penuh seni dan sejarah perjalanannya yang kuat. Selain itu juga ada koleksi tekstil dan karpet. Beberapa koleksi berharga museum ini adalah kunci emas pintu Ka’bah dan dinar Islam tertua yang pernah ditemukan, yaitu dari tahun 697 Masehi. Ada juga manuskrip langka Alquran. N

Museum Kesenian Islam Kuala Lumpur

Museum ini dibangun di area seluas 30 ribu meter persegi dan terletak di Taman Tasik Perdana, Kuala Lumpur, Malaysia. Di dalamnya tersimpan sekitar tujuh ribu barang artefak dan sebuah perpustakaan yang memiliki sejumlah besar buku yang berkaitan dengan seni Islam.

Benda-benda seni yang dipamerkan mulai dari perhiasan yang indah hingga ke salah sebuah model Masjidil Haram yang terbesar di dunia. Tujuan pendirian museum ini adalah untuk memamerkan koleksi kesenian Islam yang benar-benar mewakili keseluruhan dunia Islam.

Museum ini memberikan penekanan kepada hasil kesenian dari Asia dan tidak bertumpu semata-mata kepada hasil seni dari Persia dan Timur Tengah. Hasil seni dari Cina, India, dan Asia Tenggara juga banyak terdapat di sini. Benda-benda seni lain yang dipamerkan di 12 unit galeri ini berdasarkan jenis benda tersebut dan bukan tempat asalnya. N

Museum Seni Islam Doha

Museum ini menjadikan Qatar sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam di dunia. Desainnya pun sangat indah. Di dalamnya tersimpan dan terdokumentasikan berbagai koleksi seni dunia Islam dari seluruh dunia yang dikumpulkan selama 20 tahun. Termasuk juga manuskrip, kain-kain kuno, keramik dari Spanyol, Mesir, Iran, Irak, Turki, India, dan Asia Tengah. Museum ini dipercaya sebagai museum benda-benda seni Islam terlengkap di dunia.

Keberadaan museum menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke Qatar. Lokasinya di tepi pelabuhan Doha, tepatnya di ujung selatan Teluk Doha. Luas bangunan seluruhnya sekitar 45 ribu meter persegi.

Desain museum ini dirancang oleh seorang arsitek berkebangsaan Amerika Serikat kelahiran Cina bernama Leoh Min Pei. Selain koleksi seni-seni Islam, museum ini juga mempunyai beberapa fasilitas yang lengkap, seperti auditorium, perpustakaan, toko buku, restoran, taman, kolam, dan tempat bermain untuk anak-anak. (Republika)



3 Masjid Unik Benua Hitam

Afrika adalah benua pertama yang menjadi tempat penyebaran Islam pada awal abad ke- 7 M.
Hampir sepertiga populasi Muslim dunia tinggal di benua tersebut. Afrika menjadi rumah bagi 422 juta Muslim. Di Benua Hitam ini terserbar masjid dengan arsitektur yang indah. Gaya arsitektur masjidnya pun beragam, seperti halnya budaya yang beragam di benua ini.

Masjid di Afrika memiliki kubah masjid, bahan, dan metode yang berbeda dibandingkan masjid di benua lain. Perbedaan ini menjadi bukti sejarah, masa lalu, dan orang yang membangunnya.

Terdapat sejumlah masjid bersejarah di Afrika, tetapi tak banyak diketahui khalayak. Di antaranya Masjid Agung Djenne di Mali, Afrika Barat; Masjid Larabanga di Ghana; dan Masjid Agung Touba di Senegal. Berikut ini uraian tiga masjid unik dan bersejarah tersebut:

Masjid Agung Djenne

Di Kota kuno Djenne, Mali, terdapat bangunan bata lumpur terbesar di dunia. Bangunan ini memiliki sentuhan arsitektur Sudano Sahel yang dikenal sebagai Masjid Agung Djenne. Desain asli masjid ini meniru sebuah istana yang rencananya dibangun pada 1240. Namun, pada pada 1843, Amadou Lobbo yang menaklukan Djenne memerin- tahkan untuk membongkarnya karena terlalu boros.

Pembangunan masjid agung dimulai 1906 dan berakhir tahun 1907 hingga 1909. Meski tampak tradisional, masjid ini memiliki struktur bangunan yang jenius.

Dindingnya terbuat dari batu bata lumpur yang dibakar dan dilapisi dengan lumpur kembali. Masjid ini dilengkapi tiga menara. Masing-masing menara memiliki tangga spiral yang tersembunyi. Masjid Agung Djenne ditunjuk situs warisan dunia oleh UNESCO pada 1988.


Masjid Larabanga

Inilah masjid tertua di Ghana. Masjid bernama Lara- banga itu diyakini dibangun oleh orang Moor pada abad ke-13 M. Meskipun beberapa pendapat menyebutkan, masjid ini dibangun pada abad ke-15. Masjid Larabanga dibangun dari lumpur dan eksteri- ornya selalu berubah warna sepanjang hari, dari putih hingga keemasan. Karena bangunannya rapuh, maka harus direnovasi setiap hujan lebat.

Masjid ini memiliki empat pintu masuk. Masing- masing untuk kepala desa, pria, wanita, dan muazin. Sebuah salinan Alquran kuno berasal dari abad ke-17 pernah ada di masjid ini. Masjid ini masuk warisan dunia pada 2001 dan termasuk 100 situs dunia yang terancam punah.


Masjid Agung Touba, Senegal

Pembangunan masjid ini tidak terlepas dari ki sah Syekh Ahmadu Bamba Mbakke yang memban- gunnya. Ia dikenal sebagai pendiri persaudaraan Sufi Mouride. Sejarah Masjid Agung Touba dimulai ketika Bamba mendapatkan penglihatan tentang padang gurun.

Dia pun memiliki misi membangun sebuah Kota Dusana. Pada 1926, dengan izin dari Prancis, dia men dirikan sebuah kota di lokasi itu bernama Tou ba. Sebuah masjid juga dibangun di kota itu. Dia dimakamkan di masjid setelah wafat pada 1927. (Republika)



Dari Bongkaran Bangunan Masjid Istiqlal

Masjid At-Taqwa di Srengseng Sawah ini rupanya memiliki keterkaitan dengan Masjid Istiqlal di Jakarta. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) H Sofyan Abdul Halim menceritakan, puing bata merah, batu kali, dan besi dari Masjid Istiqlal rupanya pernah menjadi dasar bangunan dari masjid yang berada di ujung selatan Jakarta ini. “Orang tua kita dulu membawanya dengan truk. Bongkaran batu dan besi dari Masjid Istiqlal itu kemudian membentuk hampir separuh tembok dari masjid ini,” katanya.  Sofyan tak memahami bagaimana bisa puing Masjid Istiqlal itu dapat sampai ke masjid yang kini dipimpinnya. Kala itu, ia hanya melihat. “Saya masih kecil, sekitar SD,” ujarnya. Sofyan menjelaskan bahwa bongkahan batu dan besi dari Masjid Istiqlal itu didatangkan setelah peletakan batu pertama masjid yang dilakukan pada 4 Juli 1965. Pada saat itu, katanya, pembangunan masjid sempat terhenti selama beberapa saat menyusul pecahnya Gestapu. “Yang jelas sejak dibangun hingga sekarang, masjid ini sudah tiga kali mengalami renovasi.” Pada tampilan awal, masjid tersebut hanya memiliki satu lantai. Namun, saat sekarang Masjid At-Taqwa sudah memiliki dua lantai. Untuk renovasi terakhir, masjid ini menelan biaya hingga Rp 2,5 miliar. Dana tersebut berasal dari dana swadaya masyarakat sekitar. Seperti yang tertulis pada prasasti masjid, bangunan tersebut diresmikan ulang oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin pada 23 Mei 2010. “Kalau orang sini lebih mengenal Masjid At-Taqwa ini sebagai masjid Muhammadiyah,” ujarnya. (Republika)


3 Masjid Besar Warisan Mughal

Kesultanan Mughal pernah mewarnai sejarah India. Selama dua abad, yaitu dari abad ke-16 hingga ke-18,  kesultanan ini memegang tampuk kekuasaan di India. Islam berkembang dengan pesat pada masa Dinasti Mughal. Pada 1529 wilayah kekuasaan   dinasti ini sangat luas mulai dari Turkestan sampai Teluk Bengala. Artinya, daerah-daerah penting telah ada di bawah kekuasaan Mughal.

Salah satu sultan yang sangat terkenal dari Dinasti Mughal adalah Shah Jahan. Dia tidak hanya berani di medan perang, tapi juga piawai dalam mengatur negara. Sejumlah bangunan bersejarah dibangun oleh kesultanan ini dan bisa kita saksikan hingga saat ini.

Peninggalan yang paling fenomenal adalah Taj Mahal. Selain itu, juga Masjid Jama dan Masjid Chauburji. Bangunan-bangunan tersebut masih tegak berdiri hingga kini. Mereka saksi bisu kejayaan dan kebesaran Dinasti Mughal di India ratusan tahun silam. N

Taj Mahal

Bangunan ini sejatinya merupakan makam permaisuri kesayangan Sultan Shah Jahan, yaitu Mumtaz Mahal. Sang permaisuri meninggal pada 1631 di awal-awal kekuasaan Shah Jahan. Untuk mengenang istri terintanya, Sultan membangun sebuah monumen megah bernama Mumtaz Mahal atau Taj Mahal yang artinya mutiara istana.

Butuh 20 ribu orang untuk membangun Taj Mahal. Hasilnya, bangunan ini sangat mewah dan megah. Di dalamnya terdapat makam Mumtaz Mahal dan Shah Jahan. Masjid Taj Mahal melengkapi kemegahan kompleks Taj Mahal. Di sisi timur terdapat pula bangunan yang menyerupai masjid ini, yakni sebuah penginapan bagi tamu kaisar. Kedua bangunan tersebut memberi keseimbangan secara arsitektural bagi kompleks Taj Mahal.n

Masjid Jama

Selain membangun Taj Mahal, Sultan Shah Jahan juga membangun Masjid Jama yang berada di kawasan Kota Old Delhi, tepatnya di Jalan Chandni Chowk. Inilah masjid terbesar di India. Lebar masjid mencapai 270 meter dengan panjang sekitar 80 meter. Secara keseluruhan, masjid ini mampu menampung kurang lebih 25 ribu jamaah.

Masjid Jama dibangun pada 1656. Syah Jahan mengerahkan sekitar lima ribu pekerja untuk membangun masjid ini. Proses pembangunannya berlangsung selama 13 tahun. Seluruh badan masjid tersusun dari batu pasir dan marmer warna putih. Untuk melihatnya lebih dekat, setiap pengunjung terlebih dahulu harus menapaki susunan tangga yang cukup tinggi di sebelah timur, utara, atau selatan.

Tiga kubah masjid berlapis marmer putih dan bergaris-garis hitam bertengger di atap. Ujung setiap kubah dilapisi emas. N

Masjid Chauburji

Masjid ini terletak terletak di kawasan kota tua Shahjahanabad (Old Delhi) salah satu eks-kota tua yang terletak di New Delhi. Masjid Chauburji dulu tak hanya berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah bagi umat Islam pada masa Kesultanan Mughal. Masjid  ini juga sering difungsikan untuk melaksanakan kegiatan yang bernuansa Islam lainnya, seperti dakwah hingga kegiatan-kegiatan lainnya yang bertemakan tentang budaya Islam.

Masjid Chauburji merupakan salah satu masjid tua terpopuler di Kota New Delhi, bahkan merupakan destinasi pariwisata utama setelah bangunan Red Fort/Lal Qila yang juga dibangun pada masa-masa Dinasti Mughal.



Cahaya Masjid Tua di Nusantara

Peradaban Islam di Indonesia sudah berlangsung ratusan tahun. Banyak catatan sejarah menyebutkan, Islam hadir di Nusantara sekitar abad XII. Bahkan, beberapa sumber sejarah menyebutkan, Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad VII. Dalam perkembangannya, Islam kemudian menjadi agama yang dianut masyarakat Nusantara dan kerajaan-kerajaan saat itu. Seiring dengan itu, tempat-tempat ibadah umat Islam pun mulai didirikan.

Masjid-masjid di Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur. Corak arsitektur masjid-masjid tua di Indonesia banyak dipengaruhi oleh khazanah Hindu-Buddha. Biasanya, masjid-masjid itu memiliki denah bujur sangkar dan di sisi barat terdapat bangunan yang menonjol untuk mihrab. Sementara, di dalam masjid terdapat barisan tiang yang mengelilingi empat tiang induk yang disebut saka guru. Atap masjid biasanya merupakan atap tumpang (susun), semakin ke atas semakin kecil, dan yang paling atas berbentuk joglo. Tak hanya masjid di Jawa, bentuk atap seperti ini juga diaplikasikan pada masjid wilayah timur Indonesia, seperti Maluku.

Masjid tua atau kuno adalah masjid yang usianya telah mencapai 50 tahun atau lebih. Di Indonesia, jumlah masjid yang tergolong tua diperkirakan lebih dari 1.000 buah. Sebagian di antaranya masih berdiri kokoh dan mampu melaksanakan fungsinya dengan baik, misalnya Masjid Saka Tunggal di Banyumas (1288), Masjid Tua Wapauwe di Maluku (1414), Masjid Ampel di Surabaya (1421), Masjid Agung Demak (1474), Masjid Sultan Suriansyah, Banjarmasin (1526), Masjid Menara Kudus (1549), Masjid Agung Banten (1552), Masjid Mantingan, Jepara (1559), dan Masjid Palopo (1604).

Masjid Saka Tunggal

Berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, atau 30 km ke arah barat dari Kota Purwokerto, masjid ini dibangun pada 1288 M, seperti yang tertulis pada saka guru (tiang utama)-nya. Secara lebih jelas, tahun pembuatan masjid ini juga tercantum pada kitab-kitab yang ditinggalkan sang pendiri masjid, yaitu Kiai Mustolih. Sayangnya, kitab-kitab itu hilang tak tentu rimbanya sejak bertahun-tahun lalu.

Resminya, masjid ini bernama Masjid Saka Tunggal Baitussalam, namun lebih populer dengan nama Masjid Saka Tunggal. Dinamakan Saka Tunggal karena masjid ini hanya memiliki satu tiang penyangga (saka tunggal). Saat ini, bagian bawah saka itu—tempat terdapat angka tahun didirikannya masjid—dilindungi dengan kaca. Mengapa hanya ada satu saka? Konon, hal itu merupakan perlambang bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.

Berukuran 12 x 18 meter, Masjid Saka Tunggal menjadi satu-satunya masjid di Pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Walisongo—hidup sekitar abad XV-XVI. Jika melihat tahun pembangunannya, yakni 1288 M, maka Masjid Saka Tunggal merupakan masjid tertua di Indonesia.

Masjid Wapauwe

Inilah masjid tertua di Maluku sekaligus menjadi bukti keberadaan Islam di kawasan itu pada masa lampau. Diperkirakan, Islam mulai bersemi di Maluku pada 1400-an. Nah, masjid ini didirikan pada 1414 dan masih kokoh berdiri hingga sekarang.

Masjid yang berada di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Tempat ibadah itu dibangun tanpa paku sehingga dapat dibongkar-pasang. Untuk menyambungkan setiap bagian bangunan, perancangnya hanya menggunakan pasak kayu. Konstruksi ini memungkinkan masjid dipindah-pindahkan. Dindingnya terbuat dari gaba-gaba, yakni pelepah sagu yang dikeringkan. Ketika suatu kali dilakukan renovasi, setengah bagian dinding kemudian dibuat dengan campuran kapur.

Meski berada di wilayah timur Indonesia, terdapat pengaruh arsitektur Jawa di bangunan ini. Hal itu tampak pada keberadaan saka guru. Atapnya juga dipengaruhi oleh bangunan Jawa, yakni berupa atap tajuk bertingkat.

Selain usianya yang sudah sangat tua, masjid ini juga menyimpan mushaf Alquran yang diyakini merupakan mushaf tertua di Indonesia. Mushaf tersebut ditulis tangan oleh Imam Muhammad Arikulapessy dan selesai pada 1550. Di masjid ini juga terdapat Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada 1590 tanpa iluminasi (hiasan pinggir) dan ditulis tangan pada kertas buatan Eropa.

Imam Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Wapauwe. Sedangkan, Nur Cahya adalah cucu Imam Arikulapessy. Selain mushaf, di masjid ini juga tersimpan Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Rasulullah SAW, naskah khotbah, penanggalan, serta manuskrip Islam yang sudah berumur ratusan tahun.

Masjid Ampel

Ini adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya. Masjid ini didirikan pada 1421 oleh Raden Achmad Rachmatullah (Sunan Ampel). Saat itu, masjid berarsitektur Jawa kuno dengan nuansa Arab yang kental ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama untuk membahas penyebaran Islam di Tanah Jawa.

Masjid dan makam Sunan Ampel merupakan bangunan tua bersejarah yang masih terpelihara dengan baik. Struktur bangunan dengan tiang-tiang penyangga berukuran besar dan tinggi yang terbuat dari kayu, juga arsitektur langit-langit yang kokoh memperlihatkan bahwa kekuatan bangunan ini mampu melintasi zaman.

Untuk melestarikan kawasan sejarah ini, Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan Masjid Ampel sebagai cagar budaya dan membangun kawasan ini sebagai objek wisata religi. Masjid Ampel sudah beberapa kali direnovasi dan diperluas, yakni tahun 1926, 1954, dan 1972. Kini, luas salah satu masjid tertua di Indonesia itu mencapai 1.320 meter persegi.



Masjid Islamic Center Samarinda Terbesar Kedua di ASEAN

Sejak dulu, Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim), begitu memesona dengan perkembangan ko ta dan Sungai Mahakamnya yang jer nih. Sungai Mahakam yang memiliki panjang sekitar 920 kilometer itu, membentang dari Samarinda, Kutai Kartanegara, hingga ke Kutai Barat. Di dalamnya, hidup berbagai spesies ikan dan salah satu hewan langka, pesut Mahakam.

Hingga kini, Sungai Mahakam, salah satu sungai terpanjang di Indonesia itu, masih menjadi urat nadi kehidupan sebagian masyarakat di Kalimantan Timur. Pendek kata, dari dulu hingga sekarang, Sungai Mahakam masih menjadi ikon Provinsi Kalimantan Timur.

Seiring perkembangan zaman, ikon Kaltim tak hanya Sungai Mahakam dan ikan pesutnya, tapi kini sudah ber tambah. Seperti Stadion Aji Imbut di Tenggarong (Kutai Kartanegara), Jem batan Mahakam (Kota Samarinda), Ban dara Sepinggan (Balik papan), dan Pantai Derawan (Kutai Timur).

Demikian pula untuk tempat ibadahnya. Ada Masjid Raya Samarinda, Mas jid Agung Tenggarong, Masjid Agung Balikpapan, serta Islamic Centre Samarinda. Khusus untuk Islamic Centre Samarinda ini, ia bisa disebut sebagai ikon baru Kaltim.

Sebab, luas dan besarnya Masjid Islamic Centre Samarinda ini, merupakan terbesar kedua di Asia Tenggara (ASEAN) setelah Masjid Istiqlal Jakarta. Karena itu, ke beradaan Islamic Centre Samarinda ini menjadi kebanggaan masyarakat Kaltim.

Islamic Centre ini mulai dibangun pada 2000. Pencanangannya dilakukan di Bontang, Kaltim, oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bersama dengan sejumlah proyek infrastruktur lainnya. Selanjutnya, peletakan batu pertama mulai dilakukan pada 5 Juli 2001 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Dan akhirnya diresmikan pada 12 Juni 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Arsitektur Masjid Beragam Gaya

Kepala Tata Usaha Islamic Centre Samarinda Drs H Imron Aili,  mengatakan, keinginan untuk mendirikan Islamic Cen tre di Samarinda sudah ada sejak 1978. Keinginan besar tersebut, kata Imron, karena masyarakat Kalimantan Timur mayoritas beragama Islam.

“Gubernur Muhammad Ardan saat itu juga ingin menghadirkan satu ikon baru di Kalimantan Timur, terutama bagi umat Islam, yakni dengan membangun Islamic Centre,” ujar Imron (Dokumentasi Harian Republika)

Namun, kata dia, upaya untuk membangun Islamic Centre tak bisa langsung diwujudkan, mengingat keterbatas an dana dan lahan. Menurutnya, Masjid Raya Samarinda, yang terletak tak jauh dari Islamic Centre Samarinda, diharapkan bisa menjadi ikon baru. Namun, karena lahan yang terbatas dan kondisinya yang tak bisa menampung jamaah hingga 5.000-an, maka keberadaannya tak bisa dijadikan sebagai simbol. Untuk itu, harus ada lahan yang lebih luas dan didukung dengan dana yang cukup untuk mendirikan Islamic Centre di Samarinda.

Dengan berbagai upaya, kata Imron, akhirnya Islamic Centre di Sa marinda baru bisa direalisasikan pem bangunannya pada tahun 2000, te patnya di Kelurahan Telok Lerong Ulu, Sa marinda, yang dulunya merupakan la han bekas areal penggergajian kayu mi lik PT Inhutani I. Kini, keberadaan Is lamic Centre tersebut yang memiliki luas lahan sekitar 12,5 hektare, menjadi kebanggaan warga Samarinda khususnya dan Kalimantan Timur pada umumnya.

Islamic Centre Samarinda ini bi sa dikatakan sangat indah dan me ngagumkan, baik dari sisi arsitek turnya maupun letaknya yang sangat strategis ber ada di tepian Sungai Maha kam, Samarinda.

Dilihat dari sisi arsitekturnya, bangunan Islamic Centre Samarinda memadukan beragam gaya, mulai dari Spanyol, Timur Tengah, Turki, dan Asia. Gaya Spanyol tampak dari lorong masjid yang mirip dengan bangunan Alhambra. Sedangkan ga ya Timur Tengah, tampak dari ruangan da lam di lantai dua. Sejumlah kali grafi juga melekat di sisi dalam bangunan.

Ditambahkan se buah menara utama setinggi 99 meter dan didukung empat menara lainnya setinggi 70 meter, serta dua menara di bagian pintu gerbang setinggi 57 meter, maka keberadaan Islamic Centre Samarinda tampak indah dan mengagumkan. Apalagi bila dilihat dari Samarinda Seberang.

Bahkan, dengan dukungan sejumlah lampu hias maka pemandangan Islamic Centre Samarinda ini pada malam hari akan semakin mengagumkan. Tak heran bila banyak masyarakat Samarinda dan juga warga Kalimantan Timur lainnya atau yang dari provinsi lainnya ingin berkunjung ke tempat ini. Pengelola mencatat, per harinya tak kurang dari 500 orang yang datang berkunjung ke Islamic Centre ini.

Menara Asmaul Husna menjadi simbol dari Islamic Cen tre Samarinda. Disebut Menara Asmaul Husna karena memiliki tinggi 99 meter. Angka 99 itu dipilih karena itulah nama-nama Allah yang terbaik (Asmaul Husna). Menara Asmaul Husna ini memiliki 15 lantai yang masing-masing lantai dibangun setinggi enam meter. Islamic Centre Samarinda ini memiliki beragam simbol unik. Simbol-simbol atau bangunan tersebut menjadi perlambang akan kekhasan dari Islamic Centre ini. Ada beberapa bangunan yang menjadi kekhasan tersebut, antara lain:

Beduk Dua Meter, Islamic Centre Samarinda ini juga memiliki sebuah beduk yang sangat besar. Kulit sapi yang dijadikan beduk itu mencapai luas dua meter dengan diameter (lingkaran) mencapai empat meter atau lebih. Adapun kayunya terbuat dari kayu Bengkirai dan terbuat dari satu kayu utuh. Menurut Imron Aili, beduk tersebut merupakan sumbangan dari gubernur Kalimantan Timur.

Menara Rukun Iman, Menara Islamic Centre sejati nya ada tujuh buah, namun yang satu buah dijadikan seba gai ikon utama. Sedangkan enam menara lainnya sebagai pendukung dijadikan simbol rukun iman.

Sarana Pendukung, Sebagai simbol kegiatan ke islaman, Islamic Centre ini juga memiliki sejumlah bangunan lain. Di antaranya Taman Kanak-kanak (TK) Al- Fath, klinik bersalin, kantin, dan tempat tinggal (mess). Ada dua buah mess. Khusus untuk mess, pengelola Islamic Centre menjadikannya sebagai sarana tempat tinggal bagi tamu yang datang dari luar daerah. “Satu kamar disewakan sebesar Rp 350 ribu per malam,” ujarnya. Masing-masing mess memiliki 50 kamar. n

Tasbih Anak Tangga, Islamic Centre ini juga memiliki keunikan dari jumlah anak tangga yang terletak di lantai satu menuju lantai dua (utama). Anak tangganya berjumlah 33 buah sebagai perlambang tasbih. (Republika)



Kapan Kubah Diadopsi Masjid di Indonesia?

Menilik sejarahnya, keberadaan kubah di muka Bumi telah sangat tua. Namun, keberadaannya di Indonesia belum cukup lama. Kubah baru muncul di Tanah Air pada abad ke-18. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M. Meskipun sudah sejak lama rumah adat suku Dani di Papua, Honai, mengenal bentuk kubah, hanya saja kubah tersebut dibangun secara sangat sederhana dengan menggunakan rumbai. Masjid-masjid di Indonesia, terutama di Jawa, awalnya tidak menggunakan kubah pada bagian atapnya, tetapi menggunakan bentukbentuk minimalis dan berundak yang biasa digunakan pada kuil Hindu. Masjid Agung Demak misalnya tampil dengan atap berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas masjid ini terdiri atas tiga bagian yang merepresentasikan iman, Islam, dan ihsan. Masjid Agung Banten juga memiliki atap tanpa kubah. Atap bangunan utamanya bertumpuk lima, mirip pagoda Cina. Hal ini dimungkinkan karena arsitek masjid ini berasal dari Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Masjid tradisional di Kalimantan yang mengadopsi arsitektur setempat juga tak memiliki kubah. Kesamaan dari semuanya hanya satu, selalu ada titik puncak tertinggi di bangunan yang menjadi penanda fungsi sebagai ruang sakral. Kubah baru diadopsi oleh masjid di Indonesia pada masa kekuasaan Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (1833-1843). Struktur kubah diterapkan pada Masjid Sultan di Riau. Namun, Pijper dalam Studien over de geschiedenis van de Islam menduga, masjid pertama di Jawa yang menggunakan kubah ada di Tuban, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1894. Munculnya kubah itu diduga karena pecahnya perang antara Rusia dan Kesultanan Turki Utsmani yang terjadi pada 1877-1878. Saat itu pula, Kekaisaran Utsmani melancarkan gerakan budaya, termasuk pengenalan jenis masjid baru. Gerakan ini pun sampai ke Asia Tengara, “Masjidmasjid tradisional beratap tumpang digantikan masjid kubah dengan menara-menara gaya Timur Tengah atau India Utara,” tulis Peter JM Nas dalam Masa Lalu Dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia. Akhirnya, lambat-laun kubah menjadi simbol arsitektur Islam paling modern, yang seakan-akan wajib ada pada masjidmasjid baru di Asia Tenggara. Perubahan tersebut, misalnya, terjadi pada Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Masjid ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612. Setelah sempat terbakar pada masa penjajahan Belanda, masjid tersebut dibangun kembali pada 1879 dan rampung dua tahun kemudian dengan tambahan tujuh buah kubah. Perubahan juga ditambahkan pada menara Masjid Banten. Masjid Agung Ambon yang dibangun pada 1837 juga dihiasi kubah. Menambah Keindahan Pada masa-masa berikutnya, banyak masjid besar dan megah di Indonesia menggunakan kubah untuk menambah keindahannya. Misalnya, Masjid Istiqlal Jakarta yang tampil gagah dengan kubah berdiameter 45 meter. Masjid ini mampu menampung lebih dari 200 ribu jamaah. Kubah juga menambah keindahan masjid di Islamic Centre, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Kabarnya, ini merupakan masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal. Masjid ini memiliki luas bangunan utama 43.500 meter persegi. Umat Islam di Indonesia mengenal pula Masjid Al Markaz Al Islami di Makassar yang dibangun pada 8 Mei 1994. Desain arsitektur Al Markaz Al Islami banyak dipengaruhi oleh Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah. Ada pula Masjid Dian Al-Mahri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Kubah Emas. Masjid yang dibangun pada 1991 ini berada di Depok, Jawa Barat. Kubahnya menjadi magnet bagi kaum Muslimin di Indonesia untuk mengunjunginya. Masjid ini memliki lima kubah, satu kubah utama dan empat kubah kecil. Uniknya, seluruh kubah dilapisi emas setebal 2-3 mm dan mozaik kristal. Bentuk kubah utama menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara empat kubah kecil berdiameter bawah enam meter, tengah tujuh meter, dan tinggi delapan meter. Meski kebanyakan masjid di Indonesia kini menggunakan kubah, sejumlah arsitek kawakan Indonesia berusaha untuk mematahkan hal tersebut. Sebut saja arsitek Masjid Salman ITB, Bandung, Ahmad Noe’man. Masjid yang dibangun pda 1964 ini tidak memiliki kubah melainkan atap datar yang dibuat dari beton dan membentang sepanjang 25 meter. Di setiap ujung atap tersebut terdapat lengkungan ke atas sehingga menyerupai cawan terbuka. Lengkungan ini tidak hanya berfungsi sebagai penghias masjid, tetapi juga berfungsi sebagai talang datar untuk mengalirkan air dari atap datarnya sebagai antisipasi terhadap tingginya curah hujan di Indonesia. Selain Masjid Salman, arsitek Ridwan Kamil yang membangun Masjid Al Irsyad di Kota Parahyangan, Bandung, juga menghindari kubah. Masjid ini berbentuk kubus. Masjid ini terinspirasi dari bentuk Ka’bah. Mihrab masjid ini juga tidak sama dengan masjid kebanyakan. Mihrabnya dibiarkan terbuka, tidak dikelilingi dinding. Pada 2010, Masjid Al-lrsyad terpilih sebagai salah satu dari lima bangunan terbaik dunia versi National Frame Building Association untuk kategori arsitektur tempat ibadah. Konsep bangunannya yang ramah lingkungan pun mengantarkan masjid ini mendapat peng hargaan FuturArc Green Leadership Award 2011 oleh Building Construction Information (BCI) Asia. Masjid-masjid tanpa kubah ini tampaknya berusaha untuk meluruskan miskonsepsi yang terjadi dalam masyarakat Islam Indonesia. Bahwa tanpa kubah pun, masjid adalah masjid. Tempat beribadah dan menghadapkan muka kepada Sang Pencipta.  (Republika)


Ittiba’ – Mencukupkan (Dalil)

“Al-Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya kemudian setelah tabi’in dia boleh memilih.” (Ahmad bin Hambal dinukil oleh Abu Daud dalam Masail)

Dalam riwayat lain, “…janganlah kamu bertakqlid dalam agamamu kepada seorangpun dari mereka. Apa saja yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya maka kamu ambil kemudian tabi’in, setelah itu seseorang boleh memilih.”, dalam riwayat lain,

Janganlah bertaqlid kepadaku, jangan pula bertaqlid kepada Malik, jangan pula bertaqlid kepada Asy-Syafi’i dan jangan pula kepada Al-Auza’i  dan jangan pula kepada Ats-Tsauri. Dan ambillah dari mana mereka mengambilnya [kembali kepada dalil-dalil yang shohih].” (Dinukil oleh Ibnul  Qoyyim dalam ‘I’lamul Muwaqi’in).

Pendapat Al’Auza’i, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat dan dihadapanku semuanya sama, hanya saja yang dijadikan dalil adalah Al-Atsar (hadits Rasulullah).” (Dinukil oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al-Jami’)

Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

“العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، فما كان غير ذلك فليس بعلم”

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

“اِتَّبِعُوا وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ”

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ، أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوا أَفْضَلَ هَذِهِ الْأُمَّةِ، أَبَرَّهَا قُلُوبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللَّهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةِ دِينِهِ، فَاعْرَفُوا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوهُمْ فِي آثَارِهِمْ، وَتَمَسَّكُوا بِمَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ أَخْلَاقِهِمْ وَدِينِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا عَلَى الْهَدْيِ الْمُسْتَقِيمِ

Barang siapa di antara kalian ingin mencontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Sahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97)

Referensi:

Imam Ahmad bin Hanbal

Siapakah Salafus Shalih?



7 Ramadhan: Masjid Al-Azhar Resmi Dibuka

Tanggal 7 Ramadhan menjadi tanggal bersejarah dalam perkembangan pendidikan dunia Islam. 7 Ramadhan 361 H, al-Jami’ al-Azhar resmi dibuka. Masjid yang kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan dunia. Bahkan universitas pertama di dunia. Pada tanggal 7 Ramadhan inilah pertama kali shalat dilaksanakan di Al-Azhar. Suara muadzin terdengar dari puncak menaranya. Kemudian


Imam Ahmad bin Hanbal

Imam Ahmad bin Hanbal memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy.

Beliau dilahirkan  di Kota Baghdad pada Rabi’Al-Awwal 164 Hijriah. Ketika ia berusia tiga tahun, ayahnya Muhammad bin Hanbal wafat dalam usia 30 tahun.

Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. lbunya, Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan membesarkannya. Dikisahkan dalam riwayat sejarah bahwa Ibunya merupakan seorang yang zuhud, ahli ibadah, rajin berpuasa, beliau pula lah yang merawat dan mendidik imam Ahmad bin Hanbal.

Suatu waktu dan kesempatan Imam Ahmad pernah mengisahkan tentang ibunya (semoga Allah merahmatinya) :” Ibuku menjadikan ku hafal Al-Quran, ketika umurku 10 tahun. Dan dia tidak hanya hafal tapi juga memahaminya dengan hati, maka larilah semua godaan dan syaitan dari hatinya, dan menjadilah dia seorang yang ahli beribadah kepada Allah SWT. Imam Ahmad juga mengisahkan bahwa ketika umurnya 10 tahun ibunya memakaikan pakaian untuknya, membangunkannya dan memercikan air ketika sebelum sholat subuh, kemudian ibu mengajaknya pergi ke masjid.

Ibunya seorang wanita sholehah yang menginginkan generasi penerusnya sebagai generasi yang mampu cinta dan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Saat Imam Ahmad hendak pergi meninggalkan kampung halamannya di Baghdad, ibunya memberikan bekal, bukan emas atau dirham yang diberinya, melainkan kira-kira 10 adonan gandum, dan meletakkan di dalam tas yang terbuat dari kain, serta satu bungkus gandum, kemudian ibu nya berkata “Wahai anakku, sesungguhnya Allah apabila aku menitipkan sesuatu, Dia tak akan pernah menyia-nyiakan nya selamanya. Maka aku titipkan dirimu kepada Allah yang tak pernah terlantar segala yang dititipkan kepadanya”.

Maka pergilah Imam Ahmad, menuntut ilmu mencari hadits Rasulullah SAW. Ia pergi dari Madinah dan Mekkah, setiap kali ia tersesat, Ia memohon ampun kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, Ia menjelaskan belum usai dia berdoa, Allah Ta’ala telah mengubah jalan ku. Siapakah tempat berlindung orang yang takut? Siapakah yang menyelamatkan orang yang sabar? Dialah Allah SWT.

Imam Hanbali mendapatkan pendidikan pertamanya di Kota Baghdad. Setelah berhasil menghafal Al-Quran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berusia 14 tahun, Hanbali muda melanjutkan pendidikannya ke Ad-Diwan.

Guru pertamanya dalam bidang ini adalah Al-Qadhi Abu Yusuf, murid sekaligus rekan Imam Abu Hanifah. Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits saat berusia 16 tahun. la terus berada di Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu.

Beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) dari Bashrah lalu ke Negeri Hijaz dan Yaman. Tokoh yang paling menonjol yang pernah ia temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi’i. Ia banyak mengambil hadits dan faedah ilmu dari Imam Syafi’i. Ulama lain yang menjadi sumber Imam Hanbali dalam mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah. Ismail bin ‘Ulayyah. Wald’ bin aldarrah. Yahya al Qaththan. Yazid Nn Harun. dan lain-lain.

Dalam jangka waktu enam puluh tahun sejak dimulainya pada 180 H, Imam Hanbal akhirnya menyusun kitab yang dinamakan Al-Musnad dimana dalam kitab tersebut berisi 400 ribu hadits, serta beliau menyampaikan pula Fatwa dalam 60 ribu masalah berdasarkan firman Allah ta’ala dan sabda Rasulullah SAW. Di dalam kitabnya tersebut pula beliau mengkritisi ilmu logika, penggunaan akal pikiran secara bebas,serta filsafat dan berdebat. Selain itu, beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, nasikh mansukh, tarikh, muqaddam dan muakhkhar dalam Al-Quran.

Di dalam perjalanan kisah hidupnya, Ahmad bin Hanbal pernah mengalami cobaan, ujian rintangan terberat dan terbesar dalam hidupnya yang dikenal peristiwa mihnah, yang kala itu dipimpin oleh penguasa zalim, khalifah Al-Mu’tashim yang telah menjadi rusak karena disebabkan pendapat logika dengan mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, dan ia tegas menggunakan pedang untuk menegaskan ketetapan ini di tengah-tengah umat. Khalifah ini telah membunuh banyak ulama besar dan sahabat-sahabat Imam Ahmad. Sebagian lainnya dari mereka menjawab karena takut karena pedang, sebagian lagi tidak menjawab dan di bunuh seketika.

Imam Ahmad sendiri kala itu dengan tegas dan meyakinkan berkata “Tidak, demi Allah, Al-Quran adalah Kalamullah”. Sehingga mengakibatkan Imam Ahmad akhirnya dipenjara selama 28 bulan dengan mengalami berbagai macam penyiksaan. Dalam penjara ia kerap dicambuk hingga pingsan, ditakut-takuti dengan pedang kemudian disungkurkan ke tanah. Siksaan itu terus berlangsung hingga sang khalifah wafat. Setelah diganti oleh khalifah Al-Watsiq, siksaan yang diderita Imam Ahmad tidak selesai bahkan kian parah dari sebelumnya. Setelah estafet khalifah berganti ke Al-Mutawakkil (seorang penolong sunnah) dan setelahnya semua menjadi lebih jelas, bahwa Al Qur’an bukanlah makhluk seperti penguasa zalim sebelumnya yang mengatakan demikian, akhirnya Imam Ahmad dibebaskan dari penjara dalam keadaan terluka, kemudian khalifah Al-Mutawakkil mendatangi Imam Ahmad dengan membawa harta dan emas, tapi sang imam berkata “Demi Allah, sungguh aku takut dari fitnah kenikmatan lebih banyak daripada fitnah musibah dan cobaan.

Ketika Imam Ahmad sakit, semua penduduk kota Baghdad hampir memenuhi rumahnya untuk menjenguk beliau. Mereka menjenguk dan mendoakan untuk kesembuhan beliau.

Akhirnya pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada usia 77 tahun Imam Ahmad wafat menemui Rabb Allah Azza Wajjala. Maka gemparlah seluruh dunia dan tangis manusia pun bergemuruh seakan-akan dunia ikut bergetar. Kaum Muslimin bersedih dengan kepergiannya. Di dalam menuju pemakamannya, tidak sedikit kaum muslimin yang turut mengantar jenazahnya. Bahkan para sejarawan menuliskan bahwa yang mengantarkan jenazah Imam Hanbali saat itu lebih dari 800 ribu orang (delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan). Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka kepada Imam Ahmad akan pribadi akhlaknya, ketawadhu’an dan keluasan imu yang dimilikinya.

Imam Hanbali pernah berkata di kala semasa hidupnya, “Katakanlah kepada ahlul bid’ah bahwa perbedaan antara kami (ahlus sunnah) dengan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami.”

***

Beberapa ucapan Imam Ahmad bin Hanbal :

Janganlah bertaqlid kepadaku, jangan pula bertaqlid kepada Malik, jangan pula bertaqlid kepada Asy-Syafi’i dan jangan pula kepada Al-Auza’i  dan jangan pula kepada Ats-Tsauri. Dan ambillah dari mana mereka mengambilnya [kembali kepada dalil-dalil yang shohih].” (Dinukil oleh Ibnul  Qoyyim dalam ‘I’lamul Muwaqi’in).

Dalam riwayat lain, “…janganlah kamu bertakqlid dalam agamamu kepada seorangpun dari mereka. Apa saja yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya maka kamu ambil kemudian tabi’in, setelah itu seseorang boleh memilih.”, dalam riwayat lain,

“Al-Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya kemudian setelah tabi’in dia boleh memilih.” (Dinukil oleh Abu Daud dalam Masail)

Pendapat Al’Auza’i, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat dan dihadapanku semuanya sama, hanya saja yang dijadikan dalil adalah Al-Atsar (hadits Rasulullah).” (Dinukil oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al-Jami’)

“Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah maka dia berada diujung kebinasaan.” (Dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Manakib)

“Katakanlah kepada ahlul bid’ah bahwa perbedaan antara kami (ahlus sunnah) dengan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami.”

*******

Bila imam Ahmad bin Hanbal mengadakan majelis, tidak kurang dari 5.000 orang memenuhi majelis ilmunya. Tidak ada yang dibiarkan lewat saat Imam Ahmad memberikan fatwa-fatwa dan tausiyahnya di hadapan umat islam di kota Baghdad.

Guru-guru Beliau

Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:

1. Ismail bin Ja’far
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky
3. Umari bin Abdillah bin Khalid
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
5. Imam Asy-Syafi’.
6. Waki’ bin Jarrah
7. Ismail bin Ulayyah
8. Sufyan bin ‘Uyainah
9. Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil

Murid-murid Beliau:

Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hanbal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah:

1. Imam Bukhari.
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hanbal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
11. dan lain-lainnya.

Karya beliau:

1. Kitab Al Musnad
2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini hilang”.
3. Kitab Az-Zuhud
4. Kitab Fadhail Ahlil Bait
5. Kitab Jawabatul Qur’an
6. Kitab Al Imaan
7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
8. Kitab Al Asyribah
9. Kitab Al Faraidh

Dikisahkan suatu waktu Imam Ahmad pernah bermimpi di dalam tidurnya. Di dalam mimpinya ia bertanya kepada Allah Ta’ala, ” Ya Rabb, amal apa yang dapat mendekatkan orang-orang mutaqarribin kepadaMu ?” Allah berfirman ,  ” Dengan membaca Al-Qur’an ! “ Kemudian Imam Ahmad kembali bertanya, ” Dengan memahami isi kandungannya atau tidak paham ? “Dengan kedua-nya,” Jawab Allah Ta’ala.

Abdullah bin Ahmad (anak Imam Ahmad bin Hanbal) berkata, “Ayahku setiap hari membaca sepertujuh Al-Quran, dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap khatam Al-Quran selalu jatuh pada malam ke tujuh. Beliau pun senantiasa shalat isya dilanjutkan dengan qiyamullail, kemudian tidur sebentar dan qiyamullail lagi sehingga tiba waktu subuh. Lalu, shalat subuh dan melanjutkan membaca doa-doa. Pada setiap harinya, beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun, semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.” (As-Siyar: 11/212)

Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan ke-5, Shafar 1430/2009.

Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hanbal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hanbal hafal satu juta hadits”.

Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hanbal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”.

Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hanbal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.

Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.

Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.

Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini.

Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hanbal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.

Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.

Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”.

Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”

Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”.



13 Tips Meraih Ramadhan Terindah

Kita, kembali berada dipelukan Bulan Ramadhan. Sekarang saatnya, kita menyusun langkah untuk lebih baik beramal di bulan Ramadhan. Menatapnya dengan mata berbinar, menyambutnya dengan penuh suka cita. Mempersiapakan segala perbekalan untuk amal yang lebih berkualitas di dalamnya.

Ada 13 langkah pahala yang harus kita peroleh secara maksimal di bulan ini. keseluruhannya adalah harapan akan keselamatan kita dunia dan di akhirat. Semoga kita dikuatkan Allah SWT untuk meraih Rmadhan terindah di tahun ini.

1. Perbanyak Shalat

Shalat di bulan Ramadhan menyimpan pahala sangat besar. Di bulan ini, sholat sunnah bernilai shalat wajib, dan sholat wajib bernilai sama dengan minimal 70 kali sholat wajib bulan yang lain.

Shalat Sunah Muakkadah adalah shalat yang selalu dijaga pelaksanannya oleh Rasulullah berjumlah 12 rakaat yaitu: 2 rakaat sebelum shubuh, 4 rakaat sebelum Zuhur, 2 rakaat ba’da Zhuhur, 2 rakaat sebelum magrib, 2 rakaat setelah isya.

Pahala Shalat sunnah:

“Rasulallah saw bersabda: ” barangsiapa yang sabar melakukan shalat 12 rakaat dalam satu hari satu malam, maka ia akan masuk surga.” (HR An.Nasai). “Rasulallah bersabda; ” Barangsiapa yang shalat dalam satu hari satu malam dua belas rakaat, selain shalat wajib, dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga.” (HR Muslim)

Memotivasi amal shaleh dengan menghitung pahala shalat wajib:

Shalat wajib di masjid 27 kali lebih baik daripada shalat sendiri di rumah,kalikan 5 jika kita melakukan lima kali shilat wajib berjamaah di masjid. ini sama dengan 5 kali shalat x 70 pahala minimal shalat di bulan ramadhan x 27 lipatan pahala shalat di masjid x 30 hari dalam satu bulan = 283.500 kebaikan yang kita dapat dari shalat di masjid. Ini masih jumlah minimalnya, karena belum termasuk shalat sunnah muakkadah yang pahalanya senilai pahala shalat wajib. Selain itu, karena Allah akan melipatgandakan pahala hingga lipatan yang tidak terbatas bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.

2. Tingkatkan Kualitas Puasa

Imam Ghazali dalam Ihya membagi bobot puasa menjadi 3. pertama, puasa awam, yakni menahan makan, minum, syahwat kepada lawan jenis di siang hari di bulan puasa. Kedua puasa Khawash, yaitu puasa anggota badan dari yang haram, menahan mata, dari yang haram, menahan tangan dari yang haram, menahan tangan dari yang tidak hak, menahan langkah kaki dari jalan menuju yang haram, manahan telinga dari mendengarkan yang haram termasuk ghibah,dan yang ketiga adalah puasa Khawashul Khawash yaitu mengikat hati dengan kecintaan pada Allah SWT, tidak memperhitungkan selain Allah, membenci prilaku maksiat kepada-Nya. Dan hanya menyibukan hati dengan ketaatan dan zikir pada-Nya. Shaum yang mana yang akan kita jalankan ????

keuntungan:
– puasa satu hari menjauhkan antara diri kita dan neraka selama 70 tahun. Allah akan melipatgandakan pahala puasa bagi siapa saja yang Ia kehendaki. Sebagaimana disabdakan Rasulallah saw “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan api neraka dari wajahnya selama 70 tahun.” (HR Ibnu Majah)

– “Bau mulut orang-orang puasa bagi Allah lebih baik dari pada wangi kesturi” (HR Ahmad)

-Orang yang puasa mempunyai pintu di surga yang khusus, bernama Ar Rayyan (HR Bukhari)

-Shaum dari Al Quran adalah dua hal yang bisa memberi syafaat di hari kiamat. kedua-duanya tidak akan meninggalkan orang yang melakukan shaum dan membaca Alqur’an, sampai orang itu masuk ke dalam surga. (HR Ahmad)

3. Jangan Sia-siakan malam, lakukan Qiyamul Lail (Tarawih).

Sebaik-baik nikmat setelah islam adalah nikmat menyendiri bersama Allah SWT. Berdiri dan berzikir di hadapan Allah jelas lebih baik dari tidur terlentang diatas kasur. Qiyamul lail adalah madrasah yang agung dari madrasah pembinaan diri. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali orang-orang yang ikhlas. Maka paksalah diri kita untuk melakukannya. “Wahai orang-orang malam, bangunlah, ada banyak suara yang tidak ditolak di malam ini. Tidak ada yang bangun malam kecuali yang memiliki tekad dan kesungguhan.” Para salafushalih berkata tentang qiyamullail. Malikbin Dinar rahimullah mengatakan, “tidak ada yang tersisa dari kelezatan dunia kecuali tida hal yaitu: Dzikirullah, qiyamullail dan bertemu ikhwan”. Sementara Umar bin Abdul Aziz sangat menikmati manfaat qiyamullail ini. Ia mengatakan, “Aku melakukan terus-menerus qiyamullail dalam satu tahun, lalu kurasakan kenikmatannya selama 20 tahun.”

Keuntungan:
– Memperoleh kemuliaan. Rasulallah saw  bersabda: “Qiyamullail adalah indikasi kemuliaan bagi orang mukmin.”(HR.Ibnu Rajab, jami’Ulul wal Hikam,300)

– Paling tidak menurut Umar bin Khattab, qiyamul lail mengandung 5 keuntungan, menjadi bagian orang yang shalih, dekat dengan Allah.
menjauhkan dari dosa, menghapuskan dosa, menolak penyakit dari jasad.”

– Do’a yang pasti dikabulkan oleh Allah. Taubat yang pasti diterima khususnya jika dilakukan sepertiga malam terakhir.  Seperti disebutkan dalam hadits” Sesungguhnya Allah turun setiap malam kelangit dunia saat tersisa sepertiga malam terakhir. Ia berkata,”Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku akan Aku penuhi permintaannya. Barangsiapa yang memohon ampunan kepada Ku, maka Aku akan mengampuninya. Dan itu terjadi setiap malam.” (HR Bukhan)

4. Basahi lidahmu dengan Dzikrullah.

Dzikrullah adalah indikator hidupnya mati. Dzikrullah adalah peristirahatan bagi jiwa. Seorang Tabi’in mengatakan, “Sesungguhnya di dunia ini ada surga. Orang yang belum memasuki surga dunia, tidak masuk ke dalam  surga akhirat. Surga dunia itu adalah dzikrullah.”

Pelihara tiga kesempatan dalam berzikir:

1.  Dzikir pagi dan sore. Paling tidak dzikir yang tersusun dalam kumpulan doa al Matsu’rat (oa-doa yang berasal dari Rasullah) yang tidak lebih memakan waktu dari 15 menit. Imam Nawawi mempunyai pandangan, “Tidak ada orang yang ritun memelihara dzikir pagi dan sore kecuali ia orang yang bertakwa.” Salah seorang salafushalih yang lain mengatakan, ” Dzikir bagi seorang mukmin ibarat air bagi ikan.”

2.  Dzikir pada hal-hal tertentu. ketika masuk dan keluar rumah, ketika menaiki kendaran, ketika makan, ketika tidur dan sebagainya.

3.  Dzikir hati. Dengan kata lain adalah tafukkur, memikirkan kejadian langit, bintang, matahari, bulan, gunung, laut, bulan, dan berbagai fenomena  alam lainnya. Sikap ini akan semakin memantapkan keimanan didalam hati. Lalu menumbuhkan kepasrahan kepada Allah SWT.

Keuntungan:
– Ampunan dan memperberat timbangan amal shaleh yang hanya diperoleh dalam hitungan menit bahkan detik. Rasulallah SAW bersabda, “Bersuci itu separuh dari keimanan. Mengucapkan “alhamdullilah” itu memenuhi timbangan, mengucapkan “Subhanallah” dan “Alhamdullilah” memenuhi apa yang ada antara langit dan bumi.” (HR Bukhari)

– Dinaungi oleh malaikat, berarti mendapat perlindungan dan rahmat dari Allah SWT.(HR Bukhari)

-Ketenangan hati dan kesenangan jiwa. Allah SWT berfirman, “Ketahuilah, bahwa dengan dzikirullah itu akan menenangkan hari.” (QS.Ar Ra’d:28)

5. Jangan ragu keluarkan Shadaqah.

Apakah kita ingin mendekati Allah? Apakah kita ingin memperoleh derajat yang tinggi dan menemani Rasulallah saw di surga? Apakah engkau ingin disukai oleh banyak orang? Apakah ingin anak-anak kita aman dan terjamin kesejahteraannya sepeninggal kita? Apakah kita ingin ingin memiliki investasi sepanjang zaman? berinfaqlah. Dan jangan pernah takut miskin karena infaq, karena Allah pemilik Arsy tidak pernah kehabisan memberi kepada orang yang berinfaq. Diantara cahaya Shadqah:

Allah SWT berfirman:”Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (Menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS.Albaqarah:245)

Rasulullah saw bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim di surga seperti ini.”Rasul menunjukan dua jari, jari tengah dan telunjuk.(HR Ahmad)

Dalam sebuat atsar disebutkan perkataan: Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan bersedekah”

Malaikat berdoa setiap hari kepada Allah: “Ya Allah berilah ganti kepada orang yang berinfaq. Ya Allah sempitkan (rizki) orang yang kikir.”

Keuntungan:
– Simpanan yang dipenuhi dengan kebaikan disis Allah SWT.

-Bertambahnya rizki di dunia. Dalam sebuah hadist Qudtsi, Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah, akan Aku tulis untuknya 700 kali lipatan pahala.”(HR Turmudzi)

-Dalam sebuah atsar disebutkan: “Berinfaqlah, maka Allah akan memberi infaq kepadamu.”

6. Jangan sia-siakan waktu, Bacalah Al Qur’an

Membaca Al Qur’an adalah ibadah paling utama di bulan Ramadhan.Bersungguh-sungguhlah mengkhatamkan AlQur’an lebih dari satu kali di bulan Ramadhan. Rasulallah bersabda: “Kalian tidak akan sampai pada puncak keimanan sampai tidak ada sesuatu yang lebih kamu cintai daripada Allah SWT. Dan barangsiapa yang mencintai Alqur’an maka Allah akan mencintainya.”

7. Taubat, sekarang juga

Taubat adalah penyesalan atas perilaku kemaksiatan, dan jauh dari mengulangi dosa serta tekad untuk tidak mengulangi dosa serta tekad untuk tidak mengulanginya lagi. Semua kita memerlukan taubat setiap hari dari banyaknya dosa-dosa yang kita lakukan. Dalam Haditsnya Rasul SAW juga mengatakan, “Barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaKu satu jengkal maka aku akan mendekatinya Satu Hasta. dan barangsiapa yang mendekatiKu satu hasta, maka Aku akan mendekatinya satu depa. Dan barangsiapa yang mendekatiKu dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.”(HR Muslim)

8. Bertahanlah untuk i’tikaf di dalam Masjid

I’tikaf adalah sunnah yang selalu dilakukan Rasulallah SAW pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Bahkan pada tahun terakhir ketika beliau wafat, Rasulallah melakukan i’tikaf selama 20 hari. I’tikaf adalah tinggal di masjid untuk beribadah, meninggalkan urusan dunia dan kesibukannya. Seorang yang i’tikaf tidak keluar dari masjid kecuali karena dharurat.

9. Ridhalah atas segala Ketetapan-Nya

Orang yang yang paling gembira di dunia adalah orang yang paling ridha dengan ketetapan Allah SWT. Keridhaan adalah tingkatan paling tinggi dari sifat sabar. Ali bin Abi Thalib ra berkata: “Barangsiapa yang ridha dengan ketetapan Allah atas dirinya, maka ia akan mendapat pahala. dan barangsiapa yang tidak ridha terhadap ketetapan Allah atasnya, ketetapan itu akan tetap terjadi dan ia tidak mendapat pahala amal-amalnya.

10. Lapang Dada dan mudahlah memaafkan orang lain.

Termasuk indikator paling jelas dari sikap lapang dada dan mudah memaafkan adalah kemampuan menahan marah, terutama saat kita mampu melampiaskan kemarahan itu, sikap menahan marah merupakan sikap Nabi. Rasulallah saw bersabda: “Barangsiapa yang mampu menahan marah padahal ia bisa melampiaskan kemarahannya. Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di depan kepala para mahluk dan memberinya kebebasan untuk memilih bidadari mana yang ia ingini.

11. Sambunglah Hubungan Baik dengan Siapapun.

Seperti wasiat Rasul saw, ” Keutamaan yang paling utama adalah engkau menyambung hubungan yang baik dengan orang yang memutuskan hubungannya denganmu. Dan menyalami orang yang mencacimu.” (HR Ahmad)

12. Bahagiakan Orang Tua

Kita sangat memerlukan orang yang mau belajar kembali bagaimana caranya berbakti kepada orang tua. Bagaimana caranya menyalami dan mencium tangan mereka? Bagaimana caranya membantu mereka? kita telah banyak menyia-nyiakan hak kedua orangtua.

Dalam hadits riwayat muslim,Rasulallah saw bersabda,”Rugi dan bangkrutlah orang bertemu dengan kedua-orangtuanya saat mereka sudah tua-salah satu atau keduanya- tapi keadaan itu tidak bisa menyebabkannya masuk Surga.”(HR Muslim)

13. Serius meraih Lailatul Qadar

Malam yang paling mulia dalam satu tahun. Tidak ada keutamaan yang menyerupainya, ibadah pada malam ini lebih baik dari 1000 bulan. Kapankah malam Lailatul qadar? sejumlah hadits menyebutkan nalam tersebut jatuh pada salah satu malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, terutama malam-malam ganjil.

Rasulallah saw bersabda:”Barangsiapa yang bangun di waktu malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”(HR Bukhari)

Keuntungan:

–             Ampunan semua dosa yang telah lalu
–             Kita bisa memperoleh apa yang kita inginkan berupa rizki dan keluarga yang shalih.
–             kita bisa terbebas dari neraka karena malam ini.

Sumber Majalah Tarbawi edisi 96 Th.5/Ramadhan 1425 H/28 Oktober 2004 M



Ramadhan dan Al-Quran

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an yang menjadi petunjuk bagi manusia, dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan membedakan antara yang hak dan yang bathil. Maka barang siapa diantara kamu melihat bulan itu hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir: 29-30)

Membaca Al-Qur’an ada dua macam: Membaca lafadnya (hurufnya) saja dan membaca lafadh serta hukumnya dengan mengimani serta mengamalkan isinya. Yang kedua inilah tujuan di turunkannya Al-Qur’an.

Al-Qur’an mengandung berbagai obat dan kesembuhan bagi hati dan anggota tubuh lainnya dari segala penyakit.
Allah Ta’ala berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

Allah Ta’ala berfirman pula: “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar (penyembuh) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa’: 82)

Allah Ta’ala berfirman pula: “Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushshilat: 44)

Barangsiapa mempelajari Al-Qur’an dan hatinya menyertainya dengan khusyu’, pasti akan mampu memandang kebenaran dan kebatilan, mampu membedakannya seperti ia mampu membedakan antara malam dan siang.

Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Orang yang terbaik diantara kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dll)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan lancar (dan benar tajwidnya) bersama para malaikat yang mulia lagi baik, sedang orang yang membaca Al-Qur’an tersendat-sendat dan berat (kurang lancar), baginya dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ”Sesungguhnya orang yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (al-Qur’an) mendapat satu kebaikan dan dilipat gandakan sampai sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi dengan sanad hasan)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Mengapa salah seorang dari kamu tidak pergi ke masjid lalu mempelajari atau membaca dua ayat dari kitab Allah, hal itu lebih baik baginya daripada dua ekor onta, tiga (ayat) lebih baik baginya daripada tiga (ekor onta), empat (ayat) lebih baik baginya daripada (empat ekor) onta dan sejumlah bilangannya (ayat) (lebih) baik dari onta.” (HR. At-Tirmidzi. Beliau berkata: Hadis Hasan Sahih)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhya pada hari kiamat nanti ia akan datang untuk memberi syafaat kepada para pembacanya (yang mengamalkan)”. (HR. Muslim)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya ada satu surat dalam Al-Qur’an yang berisi tiga puluh ayat memberi syafaat (pertolongan) kepada seseorang sehingga diampuni (dosa-dosanya), yaitu surat Tabaarak (Al-Mulk).” (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad hasan)

Dalam membaca Al-Qur’an hendaklah kita tidak terburu-buru dan hanya mengejar khatam saja, akan tetapi kita meresapi dan merenungkan isi serta kandungannya. Sebagaimana para sahabat Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, mereka tidak melampaui sepuluh ayat sebelum paham dan mengamalkannya.

Ibnu Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Membaca satu surat dengan tartil (dengan penghayatan dan tadabbur) lebih aku sukai dari pada membaca Al-Qur’an seluruhnya (dengan cepat tanpa penghayatan dan tadabbur).”

Allah Ta’ala berfirman: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan (mentadabburi) Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?.” (QS. Muhammad: 24)

Khabbab –Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Bertaqarrublah kepada Allah semampumu! Ketahuilah sesuatu yang paling disukai oleh Allah Ta’ala untuk bertaqarrub kepadaNya adalah kalamNya (membaca Al-Qur’an).”

Utsman bin Affan –Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Andaikan hatimu itu bersih, pasti tidak akan pernah kenyang dari kalam Rabb-mu (ingin selalu membaca Al-Qur’an).”

Ibnu Mas’ud –Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Barangsiapa ingin mengetahui bahwa ia cinta kepada Allah, maka hendaklah mengukur dirinya dengan Al-Qur’an. Jika ia cinta kepada Al-Qur’an, berarti cinta kepada Allah, karena Al-Qur’an adalah kalam Allah.”

Marilah kita jadikan Ramadhan kita sebagai bulan Al-Qur’an dengan membaca, mempelajari dan mengamalkannya. Semoga kita dapat meraih semua keutamaan tersebut dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.



Yang Boleh Meninggalkan Puasa

Beberapa alasan dibolehkan oleh syar’i untuk mendapatkan keringanan meninggalkan puasa, diantaranya:

  1. Orang yang sedang sakit.
  2. Orang yang sedang bepergian
  3. Orang yang terasa berat bagi mereka berpuasa karena sudah tua (uzur) atau sakit lama (menahun).
  4. Perempuan yang sedang hamil.
  5. Ibu-ibu yang sedang menyusui.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (183)

  أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ 

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (184)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (185)

Didalam surat Al-Baqarah 183-185 diatas, selain berisi perintah untuk melaksanakan puasa, juga dijelaskan dispensasi atau kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang tertentu. Mereka itu adalah yang sedang sakit tapi tidak sembarangan sakit yang membolehkan seseorang berbuka puasa, tetapi sakitnya adalah sakit payah.

Resikonya kemudian adalah harus diganti pada hari yang lainnya. Kemudian bagi mereka yang melakukan perjalanan juga diberikan kemudahan. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan yang melelahkan atau perjalanan yang jauh.

Mereka yang terasa berat berpuasa adalah mereka yang telah lanjut usia, sakit yang tidak akan sembuh, pekerjaan kasar dan yang sebangsanya. Mereka wajib menggantinya pada hari lain. Kalau mereka tidak sanggup menggantinya pada hari lain maka mereka boleh membayar fidyah, berupa nafkah sehari untuk ganti puasa sehari yang diberikan kepada fuqara dan masakin. Minimal fidyah itu adalah lebih kurang 1 liter beras sehari.

Begitu juga kemudahan diberikan kepada mereka yang sedang hamil. Hal ini didasarkan pada hadis yang menjelaskan :

عن ابن عباس ا نه قال : اثبت للحبلى والمرضع ان يفطرا و يطعما كل  وم مسكينا

Artinya :
Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwasanya Nabi s.a.w bersabda “ditetapkan bagi wanita yang hamil dan menyusui untuk berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepda orang miskin setiap harinya”. (H.R. Abu Daud)


Buku Faham Agama dalam Muhammadiyah,
Buya Dr Afifi Fauzi Abbas, MA, UHAMKA Press
Pembina Utama Mata Kuliah Fiqh & Ushul Fiqh
Ketua PD Muhammadiyah Limapuluhkota
Pimpinan Yayasan Darulfunun El-Abbasiyah



Hikmah dan Pesan Moral Ramadhan

Ramadhan, Membuka Lembaran Baru Yang Putih Bersinar

Ramadhan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan membuka lembaran baru dalam kehidupan ini…Lembaran yang putih, bersih, jernih, bening, bersinar dan bercahaya…

Bersama Allah…Dengan Taubatan Nasuha dan memperbanyak amal saleh yang ikhlas serta kaaffah (total) dalam berIslam…

Bersama Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam…Dengan semakin berpegang teguh kepada Sunnah Beliau…

Bersama Kedua Orang Tua, Suami, Isteri, Anak-Anak, Karib Kerabat dan Sanak Famili…Dengan menyambung tali silaturrahmi dan berbuat baik kepada mereka…

Bersama Sesama…Dengan menjadikan hidup semakin bermanfaat…

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadis Sahih).

Ramadhan, Bulan Pendidikan Ruhaniah

Ramadhan mengantarkan kita lebih dekat kepada Allah. Dengan puasa kita menjadi orang yang paling dicintai Allah. Puasa melatih kita meninggalkan sikap egois kita dan bukan memperkuatnya. Puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan, dapat memenuhi kebutuhan spiritual kita. Sebuah penelitian di Barat menyebutkan bahwa orang yang berpuasa akan lebih tajam pikirannya sehingga mampu menangkap pesan-pesan moral wahyu Ilahi. Orang dewasa adalah orang yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruhaniahnya, bukan kebutuhan-kebutuhan jasmaniahnya. Itulah orang yang sudah sangat dewasa…

Puasa Adalah Bukti Iman dan Cinta Kepada Allah

Puasa adalah ibadah kepada Allah, yaitu seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan perkara-perkara yang disukai, dicintai dan diinginkannya daripada makanan, minuman dan syahwat hawa nafsu sehingga tampak jelas kejujuran imannya, kesempurnaan penghambaannya kepada Allah dan kekuatan cintanya serta pengharapannya atas apa yang ada di sisiNya. Seseorang tidak mungkin meninggalkan apa yang dicintainya kecuali disebabkan sesuatu yang lebih agung baginya dari apa yang ditinggalkannya tersebut.

Seorang mukmin rela meninggalkan syahwat nafsu yang dicintainya dan sangat diinginkannya demi untuk mendapatkan ridha Rabbnya karena ia meyakini bahwasanya ridha Allah ada dalam berpuasa.

Oleh karena itu, banyak sekali orang mukmin yang dipaksa untuk berbuka pada bulan Ramadhan sebelum tiba waktunya bahkan sampai diancam dan dipukul, akan tetapi dia tetap tidak mau membatalkan puasanya tanpa alasan yang syar’i. Ini adalah diantara hikmah terbesar dan paling agung dari puasa.

Meraih Takwa Dengan Puasa

Diantara tujuan puasa adalah agar seseorang mencapai tingkatan takwa sebagaimana firman Allah Ta’aala: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Orang yang bertakwa adalah orang yang mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.

Orang yang berpuasa diperintahkan untuk mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan sebagaimana sabda Nabi –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya serta kebodohan, Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya (puasanya).” (HR. Bukhari).

Orang yang berpuasa apabila terlintas dalam dirinya keinginan untuk berbuat kemaksiatan, ia segera tersadar bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia-pun segera menghindari kemaksiatan tersebut.

Orang yang sedang berpuasa tidak akan membalas kebodohan dengan kebodohan dan caci maki dengan caci maki, ia sadar bahwa orang yang berpuasa harus sanggup menguasai diri dan emosinya.

Pada akhirnya apabila seseorang berpuasa sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, pasti ia menjadi orang yang bertakwa dan mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat.

Dengan Puasa Hati Jernih Untuk Berpikir dan Berdzikir

Diantara hikmah puasa adalah agar supaya hati kita jernih untuk berpikir dan berdzikir karena banyak makan minum serta memuaskan syahwat menyebabkan kelalaian dan adakalanya hati menjadi keras dan buta dari kebenaran karenanya.

Rasulullah -Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Tidaklah seseorang anak adam itu memenuhi suatu bejana yang lebih jelek dari pada perut. Cukuplah bagi seseorang makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa harus menambahnya, hendaknya sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya.”  (HR. Imam Ahmad dll).

Nafsu perut adalah termasuk perusak yang amat besar. Karena nafsu ini pula Adam -Alaihis Salam dikeluarkan dari surga. Dari nafsu perut pula muncul nafsu kemaluan dan kecenderungan kepada harta benda, dan akhirnya disusul dengan berbagai bencana yang banyak. Semua ini berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan perut.

Sedikit makan itu melembutkan hati, menguatkan daya pikir, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan kebalikannya.

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani –Rahumahullah: “Sesungguhnya jiwa apabila lapar dan haus menjadi jernih dan lembut hatinya dan apabila kenyang menjadi buta hatinya.”

Puasa Menumbuhkan Kepedulian

Dengan berpuasa, orang kaya akan menyadari betapa banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya berupa kekayaan dan kecukupan sehingga dia tidak pernah kekurangan makan, minum, menikah dan lainnya, padahal banyak orang yang tidak mendapatkan dan merasakan nikmat seperti itu.

Dengan demikian orang kaya tersebut akan memuji Allah dan bersyukur kepadaNya atas kemudahan yang diberikan kepadanya. Orang kaya tersebut juga teringat saudaranya yang fakir miskin, yang adakalanya merasakan kelaparan sepanjang hari dan malam karena ketidakmampuannya. Hal ini menjadikan orang kaya tersebut terdorong dan termotivasi untuk membantunya dengan bershadaqah agar terpenuhi kebutuhannya berupa sandang, pangan dan papan.

Oleh karena inilah, Rasululah -Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam adalah orang yang paling dermawan dan kedermawanan Beliau bertambah ketika datang bulan Ramadhan, yaitu ketika berjumpa Malaikat Jibril -Alaihis Salam yang mengajarkan kepada Beliau Al-Qur’an.

Puasa Latihan Menundukkan dan Menguasai Hawa Nafsu

Diantara hikmah puasa adalah latihan menundukkan dan menguasai hawa nafsu sehingga benar-benar tunduh dan patuh untuk dikendalikan dan diarahkan menuju kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan. Karena pada dasarnya nafsu selalu mengajak kepada keburukan kecuali yang dirahmati Allah. Isteri Al-Aziz yang menggoda Nabi Yusuf –Alaihis Salam berkata (sebagian Ahli Tafsir mengatakan bahwa ini adalah ucapan Nabi Yusuf –Alaihis Salam) : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53).

Apabila nafsu dilepaskan dan tidak dikendalikan pasti akan menjerumuskan seseorang ke dalam kehinaan, kebinasaan dan kesengsaraan. Namun, apabila dikendalikan dan ditundukkan pasti seseorang akan mampu membawanya menuju derajat dan kedudukan yang tinggi lagi mulia.

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Naazi’aat: 37-41).

“dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas (kacau dan sia-sia).” (QS. Al-Kahfi: 28).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib –Radhiallahu ‘Anhu mengatakan: “Medan pertama yang harus kamu hadapi adalah nafsumu sendiri. Jika kamu menang atasnya maka terhadap yang lainnya kamu lebih menang. Dan jika kamu kalah dengannya maka terhadap yang lainnya kamu lebih kalah. Karena itu, cobalah kamu berjuang melawannya dahulu.”

Seseorang meminta nasehat kepada orang saleh: “Berilah aku nasehat”. Orang saleh tersebut menjawab: “Nafsumu! Jika kamu tidak menyibukkannya dengan yang positif pasti dia akan menyibukkan kamu dengan yang negatif.”

Puasa Mempersempit Ruang Gerak Syetan

Lapar dan haus akan mempersempit aliran darah sehingga menjadi sempit pula ruang gerak syetan di tubuh kita karena syetan mengalir di tubuh kita seperti atau bersama aliran darah sebagaimana hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dalam hadis sahih Bukhari dan Muslim.

Oleh karena ini pula Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Wahai sekalian pemuda! Siapa yang telah mampu untuk menikah diantara kalian maka hendaklah menikah, karena (pernikahan itu) lebih menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa (shaum), karena hal itu bisa mengurangi syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis tersebut Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menjadikan berpuasa sebagai sarana untuk mengurangi dan menghancurkan nafsu syahwat.

Inilah rahasia  mengapa orang yang berpuasa mudah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Puasa Menghancurkan Kesombongan

Puasa yang dilakukan dengan benar sesuai tuntunan Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam mampu menghancurkan nafsu-nafsu jahat dan meruntuhkan kesombongan sehingga menjadi tunduk kepada kebenaran dan rendah hati kepada sesama, karena banyak makan, minum dan berhubungan suami isteri membawa kepada sifat sombong, congkak, mau menang sendiri dan merasa tinggi atas orang lain dan tidak mau menerima kebenaran. Ketika seseorang bernafsu untuk makan, minum dan berhubungan suami isteri maka dia akan berusaha untuk memenuhinya, dan apabila telah mampu mendapatkannya dan memenuhinya maka akan timbul perasaan bangga yang tercela yaitu yang berdampak kepada kecongkaan dan kesombongan yang semua itu menjadi penyebab kebinasaannya. Jadi, diantara hikmah puasa adalah menghancurkan kesombongan sehingga seseorang menjadi tawadhu’ dan rendah hati. Allah dan juga manusia membenci orang-orang yang sombong dan mencintai orang-orang yang tawadhu’ dan rendah hati.

Hidup Sehat Dengan Puasa

Puasa memberikan faedah dan keuntungan dari sisi kesehatan karena dengan sedikit makan menjadikan pencernakan mampu untuk beristirahat sementara waktu sehingga kotoran-kotoran dan sisa-sisa yang terdapat di dalamnya terserap oleh tubuh dan tubuhpun menjadi sehat dengan puasa… Dan masih banyak lagi hikmah-hikmah lain dari puasa, semoga kita mendapatkan semuanya, amien…

Sumber: http://www.kajianislam.net/2015/06/hikmah-dan-pesan-moral-ramadhan/



Shalat Tarawih 4 Rakaat Salam, Sah!

Pertanyaan Dari: H. Imam Santosa, S.Ag., Secang, Magelang, Jawa Tengah (disidangkan pada hari Jum’at, 4 Syakban 1431 H / 16 Juli 2010)

Pertanyaan:

Membaca uraian saudara yang panjang lebar berikut argumentasi dan kutipan­kutipan baik yang bersumber dari kitab   الملخص الفقهي karangan Dr. Shaleh bin Abdullah Fauzan serta Fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz, dapatlah kami tangkap maksud yang saudara sampaikan, yaitu: Shalat Tarawih empat rakaat sekali salam adalah bermasalah alias batal sehingga perlu dikaji ulang.

Jawaban:

Sebelum menjawab substansi pertanyaan saudara, ada baiknya lebih dahulu diberikan penjelasan singkat tentang sebab­sebab perbedaan pendapat ulama, antara lain sebagai berikut:

  1. Karena perbedaan makna lafadz
  2. Karena masalah pemahaman hadis (nash )
  3. Karena berbenturan suatu dalil dengan pegangan pokok antara seorang dengan lainnya.
  4. Masalah Ta‘arudl dan Tarjih
  5. Perbedaan pandang terhadap dalil yang dipandang sahih oleh sebahagian ahli dan tidak sahih menurut sebahagian lainnya.

Kemudian berikut ini kami sebutkan lebih dahulu beberapa hadis yang berhubungan dengan shalat malam (qiyamul­lail /qiyamu Ramadan ), terjemahnya, serta penjelasan-penjelasannya, sebelum sampai pada kesimpulannya.

  1. Hadis Nabi saw riwayat al­Bukhari dari Aisyah r.a. َكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ

    Artinya: “Aisyah r.a. berkata: Pernah Rasulullah saw shalat pada waktu antara Isya’, dan Subuh, ­ yang dikenal orang dengan istilah ‘atamah”, sebanyak sebelas raka’at, yaitu beliau salam pada tiap­tiap dua rakaat, dan beliau shalat witir satu raka’at.” [HR. Muslim no. 736, dari ‘Aisyah]

  2. Hadis Nabi saw riwayat al­Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a. َوَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، ح وَحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِي شَىْءٍ إِلاَّ فِي آخِرِهَا ‏

    Artinya: “Aisyah r.a. berkata: Pernah Rasulullah saw shalat malam tiga belas raka’at, beliau berwitir lima raka’at dan beliau tidak duduk antara raka’at­raka’at itu melainkan pada akhirnya.” [HR. al­Bukhari dan Muslim no.737]

  3. Hadis Nabi saw riwayat al­Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا

    Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738.]

Penjelasan:

Hadis no. 1, menunjukkan bahwa Nabi saw pernah melakukan shalat malam dengan kaifiyah dua raka’at lima kali salam dan witir satu raka’at.

Hadis no. 2, menunjukkan bahwa Nabi saw shalat delapan raka’at, tetapi tidak diterangkan berapa kali salam.

Adapun hadis no. 3, menunjukkan bahwa Nabi saw shalat malam di bulan Ramadhan delapan raka’at dengan dua kali salam, artinya tiap empat raka’at sekali salam, kemudian dilanjutkan shalat witir tiga raka’at dan salam.

Mungkin timbul pertanyaan, dari mana kita memperoleh pengertian sesudah shalat empat raka’at lalu salam? Pertanyaan tersebut dapat dijawab sebagai berikut: Pertama, dari perkataan كيف (bagaimana) yang menunjukkan bahwa yang ditanya tentang kaifiyah shalat qiyamu Ramadlan disamping juga menerangkan jumlah raka’atnya. Kedua, kaifiyah itu diperoleh dari lafadz يُصَلِّي أَرْبَعًا  Lafadz itu mengandung makna bersambung (الوصل ) secara dzahir (ظاهر ) yakni menyambung empat raka’at dengan sekali salam, dan bisa mengandung makna bercerai (الفصل ) yakni menceraikan atau memisahkan dua raka’at salam – dua raka’at salam. Namun makna bersambung itu yang lebih nyata dan makna bercerai jauh dari yang dimaksud ( بعيد من المراد )Demikian ditegaskan oleh Imam ash­Shan’ani dalam kitab Subulus­Salam (Juz 2: 13).

Hadis Aisyah ini menerangkan dalam satu kaifiyah shalat malam Nabi saw, disamping kaifiyah yang lainnya. Hadis Aisyah ini harus diamalkan secara utuh baik raka’at dan kaifiyahnya. Hadis Aisyah ini tidak ditakhshish oleh hadis ْ صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى  ( shalat malam adalah dua raka’at, dua raka’at), dan hadis tersebut tidak mengandung pengertian “Hashar” seperti dikatakan oleh Muhammad bin Nashar. Imam anNawawi dalam syarah Muslim mengatakan, shalat malam dengan empat raka’at boleh sekali salam (تسلمة ولحدة   ) dengan ungkapan beliau (وهذا الجواز ليبان ) salam sesudah empat raka’at menerangkan hukum boleh (jawaz )). Perkataan an­Nawawi tersebut dikomentari oleh Nashiruddin al­Albaniy dalam bukunya “ صلاة التراويح  “ sebagai berikut:

 Artinya: “Dan sungguh benar ucapan Imam an­Nawawi rahimahullah itu, maka mengenai pendapat ulama­ulama Syafi’iyyah bahwa wajib salam tiap dua raka’at dan bila shalat empat raka’at dengan satu salam tidak sah, sebagaimana terdapat dalam kitab fiqih mazhab empat itu dan uraian al­Qasthallani terhadap hadis al­Bukhari dan lainnya, hal itu menyalahi hadis (Aisyah) yang shahih itu serta menafikan terhadap ucapan (pendapat) an­Nawawi yang mengatakan hukum boleh (jawaz) itu. Padahal an­Nawawi salah seorang ulama besar ahli tahqiq dalam mazhab Syafi’i, hal itu tidak bisa ditolerir (dibenarkan) bagi siapapun juga berfatwa menyalahi ucapan beliau itu.” [Shalatut­Tarawih , hal 17­18]

Sebagaimana diketahui hadis Aisyah itu yang diriwayatkan al­Bukhari dan Muslim sangat kuat (rajih) dibanding dengan hadis­-hadis lainnya tentang qiyamu Ramadlan. Sehubungan hal itu Ibnu al­Qayyim alJauzi menulis di dalam kitab Zadul Ma’ad :

Artinya: “Dan apabila berbeda riwayat lbnu Abbas dengan riwayat Aisyah dalam sesuatu hal menyangkut shalat malam Nabi saw, maka riwayat yang dipegang adalah riwayat Aisyah r.a. Beliau lebih tahu apa yang tidak diketahui Ibnu Abbas, itulah yang jelas, karena Aisyah selalu mengikuti dan memperhatikan hal itu, Aisyah orang yang lebih mengerti tentang shalat malam Nabi saw, sedangkan Ibnu Abbas hanya menyaksikannya ketika bermalam di rumah bibinya (Maimunnah r.a.) . [Zadul Ma’ad , 1: 244]

Diinformasikan oleh Imam asy­Syaukani, bahwa kebanyakan ulama mengatakan, shalat tarawih dua raka’at satu salam hanya sekedar menunjukkan segi afdlal (utama) saja, bukan memberi faedah Hashar (wajib), karena ada riwayat yang sahih dari Nabi saw, bahwa beliau melakukan shalat malam empat raka’at dengan satu salam. Hadis ْ صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى hanya untuk memberi pengertian/ menunjuk (irsyad ) kepada sesuatu yang meringankan saja, artinya shalat dua raka’at dengan satu salam lebih ringan ketimbang empat raka’at sekali salam.

Lebih jauh disebutkan dalam kitab Nailul­Authar, memang ada perbedaan pendapat antara ulama Salaf mengenai mana yang lebih utama (afdlal ) antara menceraikan (الفصل = memisahkan 4 raka’at menjadi 2 rakaat satu salam, 2 rakaat satu salam) dan bersambung (الوصل = empat raka’at dengan satu), sedangkan Imam Muhammad bin Nashar menyatakan sama saja afdlal nya antara menceraikan (الفصل ) dan bersambung (الوصل ), mengingat ada hadis sahih bahwa Nabi saw berwitir lima raka’at, beliau tidak duduk kecuali pada raka’at yang kelima, serta hadis­-hadis lainnya yang menunjukkan kepada bersambung (الوصل) . [Nailul­Authar : 2: 38­39]

Mengenai pendapat/ fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu‘ Fatawa nya dan Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Fauzan dalam bukunya   الملخص الفقهي yang mengatakan shalat empat raka’at sekali salam itu salah dan menyalahi sunnah, pendapat itu justru menentangkan sunnah dan terkesan ekstrim. Hal itu sama juga dengan pendapat sementara orang di Indonesia yang menyatakan shalat empat raka’at dengan satu salam adalah ngawur, mereka itu sangat terpengaruh dengan pendapat sebahagian ulama Syafi’i yang fanatik dalam hal tersebut seperti disebutkan oleh Muhammad Nashiruddin al­Albaniy (Kalau ingin memperluas uraian ini merujuklah kepada kitab­kitab shalat Tarawih karangan al­Albaniy itu).

Menurut hemat kami Syeikh Abdul Aziz bin Bas, dalam bidang akidah berpegang kepada ajaran yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, sedang dalam bidang fiqih sangat dipengaruhi oleh paham Ahmad bin Hambal (Hanbali), dan itu umum dianut penduduk Saudi Arabia. Ahli hadis Indonesia seperti Prof. Dr. T.M. Hasbi ash­Shiddieqy (dalam bukunya Pedoman Shalat hal 514; begitu juga dalam “Koleksi Hadis­Hadis Hukum” Juz 5: hal 130), begitu pula A. Hassan pendiri Persatuan Islam, ahli hadis juga, dalam bukunya “Pelajaran Shalat, hal 283­284 kedua beliau itu berpendapat bahwa shalat tarawih/qiyamu Ramadlan empat raka’at sekali salam adalah sah, itu salah satu kaifiyah shalat malam yang dikerjakan oleh Nabi saw.

Sebagai informasi tambahan kami kutip di sini apa yang ditulis Imam an­Nawawi dalam kitab alMajmu’ (syarah al­Muhazzab, juz 5: 55), al­Qadli Husein berpendapat bahwa apabila shalat tarawih dilakukan dua puluh raka’at, maka tidak boleh/ tidak sah dikerjakan, empat raka’at sekali salam, tetapi harus dua raka’at sekali salam, bukan yang dimaksud oleh beliau itu shalat tarawih delapan raka’at.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kaji ulang kami sebagaimana uraian/ penjelasan di atas, maka menurut hemat kami hadis tentang shalat tarawih empat raka’at sekali salam tidak bermasalah, baik dari sisi matan maupun sanadnya. Dalam buku Tuntunan Ramadan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang diterbitkan oleh Majalah Suara Muhammadiyah, telah disebutkan bahwa jumlah raka’at shalat tarawih empat raka’at salam dan dua raka’at salam merupakan tanawu’ dalam beribadah, sehingga keduanya dapat diamalkan. Wallahu ‘alain bish shawab . *th)


Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
http://www.fatwatarjih.com



Anjuran tidak mendahului Ramadhan dengan berpuasa

Terdapat larangan berpuasa di dua hari terakhir bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari, kecuali seorang yang memiliki kebiasaan berpuasa maka tidak mengapa dia berpuasa.” ( HR. Muslim : 1080)

Larangan yang dimaksud adalah larangan terhadap puasa sunnah mutlak. Jika puasa tersebut merupakan puasa sunnah yang telah menjadi rutinitas, maka terdapat hadits yang menunjukkan bahwa tidak mengapa puasa yang demikian itu dilakukan.

Hal ini seperti seorang yang terbiasa melakukan puasa sunnah Senin dan Kamis. Demikian pula, seorang yang memiliki tanggungan puasa wajib seperti puasa qadha atau puasa kaffarah, maka dalam hal ini tidak tercakup dalam larangan hadits di atas dan dia lebih utama mengerjakan puasa tersebut.

Hikmah larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa

Salah satu sebab yang diutarakan ulama perihal larangan berpuasa sehari atau dua hari terakhir di bulan Sya’ban adalah kehati-hatian agar tidak terjadi penambahan bilangan puasa Ramadhan. Sehingga terdapat pemisah antara puasa wajib dan puasa sunnah.



Andil Utsmaniyah dalam Geliat Dakwah Islam di Yokohama

Sejarah Islam di Yokohama tak lepas dari kedatangan Muslimin di Jepang. Sedikit terlambat dengan negara-negara sekitarnya, Islam baru dikenal di Jepang pada abad ke-19.

Sejarah Islam di negeri sentra teknologi itu berawal ketika menjalin hubungan dengan emparium Islam terbesar, Turki Utsmani. Disebutkan oleh Direktur Islamic Center Jepang Prof Dr Shalih Mahdy al-Samarray dalam artikelnya “Islam di Jepang; Sejarah dan Perkembangannya”, pada masa awal kebangkitan Jepang pada 1868 atau disebut era Meiji, terdapat dua negara Asia yang merdeka dari Barat, yakni Jepang dan negara Islam Turki Utsmani. Alhasil, keduanya pun menjalin hubungan erat dan saling berkunjung.

Pada 1890, Sultan Abdul Hamid II mengirim armada dengan 600 awak untuk bertemu kaisar Jepang. Namun, di perjalanan pulang, armada tersebut karam terkena badai di kawasan Osaka. Sekitar 500 awak Turki meninggal, beberapa lain selamat dan kembali ke Istanbul dengan bantuan Jepang.

Setahun pascainsiden tersebut, seorang jurnalis, Osotara Noda, mengumpulkan sumbangan untuk diberikan kepada korban kapal di Turki. Pada 1891, ia pun pergi ke ibu kota Istanbul. Saat tinggal di sana, ia memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Halim Noda. Pada 1893, hal yang sama dilakukan Yamada. Ia pergi ke Istanbul untuk memberikan sumbangan korban kemudian jatuh cinta pada Islam saat tinggal di sana.

Namun, rupanya hubungan dengan Turki Utsmani tak banyak berperan dalam membentuk komunitas Muslim di Jepang. Hingga kemudian, para pedagang India dan Arab banyak menetap di kawasan Tokyo, Kobe, dan Yokohama. Di tiga kawasan itulah komunitas Islam pertama tumbuh di Jepang. Namun, hubungan dengan Turki masih terjalin.

Ketika komunitas Muslim telah tumbuh, seorang utusan Sultan Hamid II bernama Muhammad Ali berkunjung ke Yokohama pada 1902. Ia bahkan sempat berencana membangun masjid di Yokohama. Sayangnya, tak dapat terlaksana. Sejak itu, hubungan Timur Tengah dan Jepang pun terbuka lebar. Islam mulai tumbuh di Negeri Sakura. Tiga kota komunitas Muslim awal makin berkembang pesat dan makin bertambah banyak jumlah Muslimin.

Saat ini, jumlah Muslimin Yokohama pun terus bertambah. Bukan hanya karena adanya imigran, tapi juga banyaknya mualaf asli warga Jepang. Berbagai organisasi yang menaungi Muslimin pun bermunculan. Salah satunya, yakni Asosiasi Muslim Yokohama atau Yokohama Muslim Association (Yokoms). Berdiri sejak 1998, Yokoms telah banyak membantu Muslimin Yokohama, terutama para mahasiswa Muslim.