All posts by Admin

MUI Jabar Nilai Dana Hibah Rp500 Juta Tak Proporsional, Rafani: Padahal Sumbangsih MUI Sangat Besar

mui-jabar-nilai-dana-hibah-rp500-juta-tak-proporsional,-rafani:-padahal-sumbangsih-mui-sangat-besar

MUIJABAR– Sumbangan MUI dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara sangat besar sehingga dana hibah Pemprov Jabar Rp500 juta tak proporsional.

“Selama dua tahun ini MUI Jabar mendapatkan dana hibah Rp500 juta yang bagi kami tak proporsional,” kata Sekretaris Umum MUI Jabar, KH. Rafani Akhyar, di kantornya, Jumat 20 Mei 2022.

Hal itu disebabkan untuk biaya operasional saja membutuhkan Rp70 juta per bulan sehingga program-program tak bisa dijalankan.

“Biaya operasional di antaranya honorarium staf kantor sebanyak 9 orang yang kini masih di bawah upah minimum, sedangkan pengurus tak digaji sama sekali,” katanya.

Biaya lainnya untuk transportasi, langganan PLN dan PDAM serta internet. “Belum lagi biaya operasional lain seperti alat tulis kantor dan lain-lain. Kami mengusulkan kebutuhan operasional dan program kerja sekitar Rp2 miliar,” katanya.

Mengenai dakwah digital yang kini marak, Rafani menyatakan, sudah menjadi sebuah keniscayaan oleh semua aktivis dakwah termasuk MUI Jabar.

“MUI Jabar ingin lebih menggiatkan dakwah digital karena memang trennya seperti itu. Kalau materi dakwah dan penceramahnya tidak akan kekurangan,” kata Ketua Umum MUI Jabar Prof. Dr. KH. Rachmat Sjafei.

Sedangkan Ketua PW Persis Jabar, Ustaz Iman Setiawan Latief menyatakan, dakwah digital memang membutuhkan biaya yang tak sedikit.

“Termasuk untuk update informasi setiap saat juga butuh tenaga khusus yang harus diberi honorarium,” katanya.

Bahkan Ustaz Iman menyatakan, kalau dakwah digital tidak diperbarui dengan informasi terbaru akan tersingkir oleh konten-konten hiburan yang tidak mendidik.

“Seperti website MUI Jabar kan informasi terakhir pada tahun 2021 sehingga jadi pertanyaan banyak pihak. Kalau tidak ada pembaruan informasi ya akan ditinggalkan masyarakat,” katanya.*** (sarnapi)



Jenderal Syafruddin Kumpul MUI Sulsel hingga Rektor, Pikirkan Pesantren dan Ekonomi Umat – Majelis Ulama Indonesia

jenderal-syafruddin-kumpul-mui-sulsel-hingga-rektor,-pikirkan-pesantren-dan-ekonomi-umat-–-majelis-ulama-indonesia

Makassar, muisulsel.com – Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi bercengkrama dengan ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh Sulsel di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Hadir Ketua Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Najamuddin Abduh Shafa Lc MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Dr KH Mustari Bosrah MA, Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Muhammad Bakry Lc MA, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel Dr KH Ruslan Wahab MA,

Rektor Unhas Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc, Pemimpin Redaksi Tribun Timur Thamzil Thahir, Dai kondang Ustaz Das’ad Latif, Rektor Unsulbar Dr Aksan Jalaluddin, dan sejumlah tokoh Sulsel lainnya.

Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi (tengah) bersama ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Syafruddin, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (2018-2019), mengaku terpanggil untuk memaksimalkan sinergitas ulama dan pimpinan pesantren dalam membagun kekuatan umat.

Pembangunan dimaksud ialah peningkatan sumber daya manusia dari pesantren dan penguatan ekonomi keumatan di Indonesia bagian timur, khususnya.

“Pesantren yang membina sumber daya insani diharapkan lebih berperan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang unggul,” kata wakil ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut.

Syafruddin satu-satunya wakil Indonesia sekarang ini di Rabithah Alam Islami (Liga Islam Dunia), setelah Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie dan Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi.

Rabithah merupakan lembaga Islam nonpemerintah terbesar dunia. Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulazis sponsor organisasi yang berdiri sejak tahun 1962 di Mekah, Arab Saudi.

Aktivitas Rabithah: mengawasi pembangunan Masjidil Haram, menyampaikan risalah Islam dan ajarannya ke seluruh dunia, memfasilitasi dai di seluruh dunia dalam berdakwah.

Selanjutnya, Rabithah memberikan bantuan kepada perguruan Islam di seluruh dunia. Perhatian Rabithah pula dicurahkan ke pers dan media massa di seluruh dunia.

Syafruddin, sebagai wakil Rabithah, siap memfasilitasi pesantren ijazah muadalah kuliah ke beberapa perguruan tinggi di luar negeri seperti Universitas Al-Azhar Mesir dan universitas ternama lainnya. Pesantren muadalah adalah pesantren ijazah yang disetarakan pendidikan formal pemerintah.

Syafruddin, beberapa waktu lalu, memimpin delegasi kurang lebih 60 pesantren berkunjung ke Mesir untuk urusan muadalah.

Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi (berdiri sambutan) bersama ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Selain perguruan tinggi di luar negeri, PTN ternama dalam negeri juga menjadi perhatian Syafruddin agar bisa diakses alumni pesantren.

Prof Jamaluddin Jompa mendukung keinginan Syafruddin. Ia menyampaikan dukungan saat didaulat memberi sambutan.

Anregurutta Prof Dr KH Najamuddin mengapresiasi nawaitu Syafruddin Kambo yang juga ketua dewan Pembina Ittihad Persaudaraan Imam Masjid Indonesia (IPIM).

“Pak Syafruddin sangat peduli dengan masjid dan pesantren. Sekalipun beliau bukan ulama, tapi memikirkan urusan ulama dan umat,” kata Anregurutta.

Prof Najamuddin berharap ada sinergi secara intens antara MUI dan Syafruddin. Sinergi untuk program-program yang dapat dinikmati umat.

“Program melalui MUI sebagai himayatul ummah,” ujar rais syuriah NU Sulsel.

Syafruddin, wakil Presiden Dewan Melayu Muslim Internasional (DMDI), menambahkan, “Selain SDM yang menjadi perhatian kita, hal yang tak kalah pentingnya adalah Penguatan ekonomi umat. Bangsa Indonesia yang terdiri dari mayoritas umat Islam, harus tampil menjadi kekuatan ekonomi bangsa agar terwujud keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Funding dari kekuatan zakat jika dimaksimalkan pasti dapat memecahkan problematika umat termasuk menjamin berjalannya roda pengelolaan pesantren secara baik”. (*)

The post Jenderal Syafruddin Kumpul MUI Sulsel hingga Rektor, Pikirkan Pesantren dan Ekonomi Umat appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post Jenderal Syafruddin Kumpul MUI Sulsel hingga Rektor, Pikirkan Pesantren dan Ekonomi Umat – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Jenderal Syafruddin Kumpul MUI Sulsel hingga Rektor, Pikirkan Pesantren dan Ekonomi Umat

jenderal-syafruddin-kumpul-mui-sulsel-hingga-rektor,-pikirkan-pesantren-dan-ekonomi-umat

Makassar, muisulsel.com – Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi bercengkrama dengan ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh Sulsel di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Hadir Ketua Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Najamuddin Abduh Shafa Lc MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Dr KH Mustari Bosrah MA, Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Muhammad Bakry Lc MA, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel Dr KH Ruslan Wahab MA,

Rektor Unhas Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc, Pemimpin Redaksi Tribun Timur Thamzil Thahir, Dai kondang Ustaz Das’ad Latif, Rektor Unsulbar Dr Aksan Jalaluddin, dan sejumlah tokoh Sulsel lainnya.

Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi (tengah) bersama ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Syafruddin, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (2018-2019), mengaku terpanggil untuk memaksimalkan sinergitas ulama dan pimpinan pesantren dalam membagun kekuatan umat.

Pembangunan dimaksud ialah peningkatan sumber daya manusia dari pesantren dan penguatan ekonomi keumatan di Indonesia bagian timur, khususnya.

“Pesantren yang membina sumber daya insani diharapkan lebih berperan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang unggul,” kata wakil ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut.

Syafruddin satu-satunya wakil Indonesia sekarang ini di Rabithah Alam Islami (Liga Islam Dunia), setelah Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie dan Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi.

Rabithah merupakan lembaga Islam nonpemerintah terbesar dunia. Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulazis sponsor organisasi yang berdiri sejak tahun 1962 di Mekah, Arab Saudi.

Aktivitas Rabithah: mengawasi pembangunan Masjidil Haram, menyampaikan risalah Islam dan ajarannya ke seluruh dunia, memfasilitasi dai di seluruh dunia dalam berdakwah.

Selanjutnya, Rabithah memberikan bantuan kepada perguruan Islam di seluruh dunia. Perhatian Rabithah pula dicurahkan ke pers dan media massa di seluruh dunia.

Syafruddin, sebagai wakil Rabithah, siap memfasilitasi pesantren ijazah muadalah kuliah ke beberapa perguruan tinggi di luar negeri seperti Universitas Al-Azhar Mesir dan universitas ternama lainnya. Pesantren muadalah adalah pesantren ijazah yang disetarakan pendidikan formal pemerintah.

Syafruddin, beberapa waktu lalu, memimpin delegasi kurang lebih 60 pesantren berkunjung ke Mesir untuk urusan muadalah.

Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin Kambo MSi (berdiri sambutan) bersama ulama MUI Sulsel dan sejumlah tokoh di kediamannya, Jl Gunung Batu Putih, Makassar, Ahad (22/5/22). Wakil Kepala Polri (2016-2018) membahas pesantren dan ekonomi umat.

Selain perguruan tinggi di luar negeri, PTN ternama dalam negeri juga menjadi perhatian Syafruddin agar bisa diakses alumni pesantren.

Prof Jamaluddin Jompa mendukung keinginan Syafruddin. Ia menyampaikan dukungan saat didaulat memberi sambutan.

Anregurutta Prof Dr KH Najamuddin mengapresiasi nawaitu Syafruddin Kambo yang juga ketua dewan Pembina Ittihad Persaudaraan Imam Masjid Indonesia (IPIM).

“Pak Syafruddin sangat peduli dengan masjid dan pesantren. Sekalipun beliau bukan ulama, tapi memikirkan urusan ulama dan umat,” kata Anregurutta.

Prof Najamuddin berharap ada sinergi secara intens antara MUI dan Syafruddin. Sinergi untuk program-program yang dapat dinikmati umat.

“Program melalui MUI sebagai himayatul ummah,” ujar rais syuriah NU Sulsel.

Syafruddin, wakil Presiden Dewan Melayu Muslim Internasional (DMDI), menambahkan, “Selain SDM yang menjadi perhatian kita, hal yang tak kalah pentingnya adalah Penguatan ekonomi umat. Bangsa Indonesia yang terdiri dari mayoritas umat Islam, harus tampil menjadi kekuatan ekonomi bangsa agar terwujud keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Funding dari kekuatan zakat jika dimaksimalkan pasti dapat memecahkan problematika umat termasuk menjamin berjalannya roda pengelolaan pesantren secara baik”. (*)

The post Jenderal Syafruddin Kumpul MUI Sulsel hingga Rektor, Pikirkan Pesantren dan Ekonomi Umat appeared first on MUI SULSEL.



Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

karakter-manusia-berdasarkan-tipologi-air-dalam-fikih-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Fath al-Qarib adalah kitab fikih Mazhab Syafi’i yang lazim dipakai hampir di seluruh pesantren Indonesia. Kitab Fath al-Qarib ditulis Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Ulama ini lahir pada 859 Hijriyah di Gaza, Palestina. Kitab ini adalah syarah (anotasi/penjelas) dari kitab Taqrib karya Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihani atau dikenal dengan al-Qadhi Abu Syuja’ (433-593 H).

Jika kita merujuk kepada kitab Fath al-Qarib tersebut, dapat kita temukan pembahasan tentang empat macam air:

  1. Air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan. Air ini disebut dengan air mutlak
  2. Air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan, yakni air yang terjemur panas matahari
  3. Air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas dipakai untuk bersuci
  4. Air yang berubah najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air tersebut volumenya kurang dari dua qullah, tidak sampai 270 liter.

Adapun makruh, dalam istilah fikih adalah perbuatan yang dilarang, meski bisa jadi tidak sampai pada konsekuensi berdosa. Sementara najis adalah sesuatu yang kotor dan dilarang untuk dikonsumsi.
Air yang kurang dari 270 liter dan terkena najis (mutanajjis) bisa kembali suci jika ditambahkan dengan air lain sehingga mencapai ukuran kurang lebih 270 liter.
Empat macam air di atas memiliki persamaan dengan beberapa karakter manusia:

A. Manusia yang baik (suci) adalah mereka yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan mengajak orang lain untuk bertakwa (menyucikan). Karakter manusia seperti ini dimiliki oleh para rasul Allah SWT dan umat Nabi Muhammad, yaitu orang-orang saleh yang istiqamah menyeru pada jalan kebaikan.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS Ali Imran ayat 110)

Kecenderungan sifat manusia seperti ini tidak saja memikirkan keselamatan atau kesejahteraan dirinya, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

B. Karakter manusia yang kedua mereka adalah orang baik (suci) dan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan). Tetapi dalam cara mengajak orang lain, mereka tidak dibekali dengan ilmu, wawasan dan pemahaman yang benar.

Pada karakter manusia yang kedua ini, adakalanya (1) terlalu kaku dalam berdakwah dan jumud (beku) dalam berpikir.

Atau sebaliknya, (2) terlalu bebas dalam berpikir dan menafsir sehingga melabrak pakem kebenaran yang digariskan.

Orang yang memiliki karakter seperti ini, akibat dipengaruhi oleh pemikiran orang lain, buku bacaan atau lingkungan pendidikan yang serba terlalu, baik terlalu kaku ataupun terlalu bebas, sebagaimana panasnya air yang dipengaruhi terik matahari.

Kecenderungan kelompok yang ‘terlalu’ ini biasanya sering menyalahkan orang lain tanpa diawali dengan konfirmasi dan diskusi. Atau mudah membenarkan apa saja sesuai alur pikiran dan seleranya tanpa melakukan pendalaman referensi.

Keduanya, baik ekstrem kanan yang jumud atau tekstualis dalam memahami agama (literal), atau ekstrem kiri yang menafsiri agama dengan bebas (liberal) sama-sama tidak baik untuk dipakai apalagi diikuti. Dalam istilah fikih: makrûhun isti’maluhu (tidak layak digunakan).

Pemahaman yang benar dan banyak diikuti (sawâdul a’zham) adalah kelompok yang berkarakter wasathiyyah atau moderat. Kelompok dengan pemahaman yang bersumber pada teks-teks Alquran dan hadits dengan tidak mengesampingkan konteks, menggabungkan dalil ‘aqliy (argumentasi rasional) dan dalil naqliy (argumentasi tekstual). Kelompok tengah ini menjadi sumber inspirasi pemahaman Ahlus Sunah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap agama.

Pemahaman wasathiyyatul Islâm (moderasi dalam Islam) ini didasari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan yang demikian ini Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (QS Al Baqarah ayat 143)

Karakter wasathiyyah berpijak pada keadilan dalam berpikir dan berbuat, pertengahan dalam setiap hal. Tidak ifrâth (melebih-lebihkan) dan tidak juga tafrîth (mengurang-ngurangi) dalam urusan agama dan dunia. Tidak ghuluw atau melampaui batas dalam melaksanakan agama dan tidak seenaknya sendiri di dalam melaksanakan kewajibannya.

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِى مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan.” (HR Muslim).

C. Karakter manusia yang lain, sebagaimana tipologi air yang ketiga, adalah golongan orang baik (suci) tapi belum bisa mengajak pada kebaikan (mensucikan) terhadap orang lain. Dengan demikian, dia lebih memilih menjaga keselamatan dirinya dan paling jauh untuk keselamatan keluarganya terlebih dahulu, daripada keselamatan orang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS At Tahrim ayat 6)
Dan suatu kondisi, merasa dirinya tidak baik justru merupakan sikap yang baik dalam Islam.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS An Najm ayat 32)

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR Muslim)

Ia tidak dapat mengajak (mensucikan) dalam kebaikan, sebagaimana jenis air ketiga yang tidak bisa mensucikan karena volumenya sedikit kurang dari dua qullah dan bekas dipakai untuk bersuci. Tetapi, jenis air semacam ini bisa kembali suci dan dapat mensucikan jika dikumpulkan atau ditambah dengan air lain yang suci hingga sampai ukuran dua qullah.

Artinya, jika seseorang yang semula tidak punya kemampuan untuk mengajak (mensucikan) orang lain karena keterbatasan ilmu dan pengalamannya serta bayangan hitam masa lalunya, ia suatu saat akan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan) dengan cara belajar dan berkumpul dengan orang-orang saleh.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit kita temukan orang yang dulunya minim tentang agama dan bahkan kehidupannya jauh dari nilai-nilai agama Islam, setelah mendapat hidayah ia kemudian belajar dan mendalami ajaran Islam dan menyesali kesalahan masa lalunya. Akhirnya, ia tidak saja menjadi orang yang baik tapi juga mampu mengajak orang lain dalam kebaikan.

D. Air mutanajjis adalah air sedikit kurang dari dua qullah yang terkena najis atau sudah mencapai dua qullah atau lebih namun sudah berubah salah satu sifatnya, apakah warna, bau, atau rasanya karena terkena najis tersebut.

Air yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk wudhu, mandi apalagi menghilangkan najis. Air najis bisa berubah statusnya menjadi air suci antara lain dengan cara ditambah volume airnya, atau najisnya dapat dihilangkan.

Tipologi air semacam ini ada kemiripan dengan seseorang yang bergelimang dosa karena kerap melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang pernah melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasûhâ (taubat yang semurni-murninya).” (QS At Tahrim ayat 8)

كلُّ بني آدم خَطَّاءٌ, وخيرُ الخَطَّائِينَ التوابون

“Setiap anak Adam bergelimang dosa, dan sebaik-baik ‎orang yang bergelimang dosa adalah yang banyak ‎bertaubat.” (HR Tirmidzi)

Tobat yang baik adalah menyesali perbuatannya, tidak mengulangi kesalahannya dan mengembalikan hak orang lain yang pernah dia zalimi.
Demikian kiranya tipologi karakter manusia jika dianalogikan dengan empat kategori air di dalam fikih. Tinggal setiap dari kita mau bercermin dengan jujur, di tipologi manakah kita berada.

Cermin yang jujur akan memudahkan kita bersikap dan menempatkan diri, untuk kemudian memperbaikinya, jika ada yang perlu diperbaiki. Dan tentu perbaikan demi perbaikan adalah sebuah kebutuhan niscaya dalam diri setiap manusia.

Source link

The post Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

karakter-manusia-berdasarkan-tipologi-air-dalam-fikih-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Fath al-Qarib adalah kitab fikih Mazhab Syafi’i yang lazim dipakai hampir di seluruh pesantren Indonesia. Kitab Fath al-Qarib ditulis Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Ulama ini lahir pada 859 Hijriyah di Gaza, Palestina. Kitab ini adalah syarah (anotasi/penjelas) dari kitab Taqrib karya Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihani atau dikenal dengan al-Qadhi Abu Syuja’ (433-593 H).

Jika kita merujuk kepada kitab Fath al-Qarib tersebut, dapat kita temukan pembahasan tentang empat macam air:

  1. Air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan. Air ini disebut dengan air mutlak
  2. Air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan, yakni air yang terjemur panas matahari
  3. Air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas dipakai untuk bersuci
  4. Air yang berubah najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air tersebut volumenya kurang dari dua qullah, tidak sampai 270 liter.

Adapun makruh, dalam istilah fikih adalah perbuatan yang dilarang, meski bisa jadi tidak sampai pada konsekuensi berdosa. Sementara najis adalah sesuatu yang kotor dan dilarang untuk dikonsumsi.
Air yang kurang dari 270 liter dan terkena najis (mutanajjis) bisa kembali suci jika ditambahkan dengan air lain sehingga mencapai ukuran kurang lebih 270 liter.
Empat macam air di atas memiliki persamaan dengan beberapa karakter manusia:

A. Manusia yang baik (suci) adalah mereka yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan mengajak orang lain untuk bertakwa (menyucikan). Karakter manusia seperti ini dimiliki oleh para rasul Allah SWT dan umat Nabi Muhammad, yaitu orang-orang saleh yang istiqamah menyeru pada jalan kebaikan.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS Ali Imran ayat 110)

Kecenderungan sifat manusia seperti ini tidak saja memikirkan keselamatan atau kesejahteraan dirinya, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

B. Karakter manusia yang kedua mereka adalah orang baik (suci) dan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan). Tetapi dalam cara mengajak orang lain, mereka tidak dibekali dengan ilmu, wawasan dan pemahaman yang benar.

Pada karakter manusia yang kedua ini, adakalanya (1) terlalu kaku dalam berdakwah dan jumud (beku) dalam berpikir.

Atau sebaliknya, (2) terlalu bebas dalam berpikir dan menafsir sehingga melabrak pakem kebenaran yang digariskan.

Orang yang memiliki karakter seperti ini, akibat dipengaruhi oleh pemikiran orang lain, buku bacaan atau lingkungan pendidikan yang serba terlalu, baik terlalu kaku ataupun terlalu bebas, sebagaimana panasnya air yang dipengaruhi terik matahari.

Kecenderungan kelompok yang ‘terlalu’ ini biasanya sering menyalahkan orang lain tanpa diawali dengan konfirmasi dan diskusi. Atau mudah membenarkan apa saja sesuai alur pikiran dan seleranya tanpa melakukan pendalaman referensi.

Keduanya, baik ekstrem kanan yang jumud atau tekstualis dalam memahami agama (literal), atau ekstrem kiri yang menafsiri agama dengan bebas (liberal) sama-sama tidak baik untuk dipakai apalagi diikuti. Dalam istilah fikih: makrûhun isti’maluhu (tidak layak digunakan).

Pemahaman yang benar dan banyak diikuti (sawâdul a’zham) adalah kelompok yang berkarakter wasathiyyah atau moderat. Kelompok dengan pemahaman yang bersumber pada teks-teks Alquran dan hadits dengan tidak mengesampingkan konteks, menggabungkan dalil ‘aqliy (argumentasi rasional) dan dalil naqliy (argumentasi tekstual). Kelompok tengah ini menjadi sumber inspirasi pemahaman Ahlus Sunah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap agama.

Pemahaman wasathiyyatul Islâm (moderasi dalam Islam) ini didasari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan yang demikian ini Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (QS Al Baqarah ayat 143)

Karakter wasathiyyah berpijak pada keadilan dalam berpikir dan berbuat, pertengahan dalam setiap hal. Tidak ifrâth (melebih-lebihkan) dan tidak juga tafrîth (mengurang-ngurangi) dalam urusan agama dan dunia. Tidak ghuluw atau melampaui batas dalam melaksanakan agama dan tidak seenaknya sendiri di dalam melaksanakan kewajibannya.

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِى مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan.” (HR Muslim).

C. Karakter manusia yang lain, sebagaimana tipologi air yang ketiga, adalah golongan orang baik (suci) tapi belum bisa mengajak pada kebaikan (mensucikan) terhadap orang lain. Dengan demikian, dia lebih memilih menjaga keselamatan dirinya dan paling jauh untuk keselamatan keluarganya terlebih dahulu, daripada keselamatan orang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS At Tahrim ayat 6)
Dan suatu kondisi, merasa dirinya tidak baik justru merupakan sikap yang baik dalam Islam.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS An Najm ayat 32)

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR Muslim)

Ia tidak dapat mengajak (mensucikan) dalam kebaikan, sebagaimana jenis air ketiga yang tidak bisa mensucikan karena volumenya sedikit kurang dari dua qullah dan bekas dipakai untuk bersuci. Tetapi, jenis air semacam ini bisa kembali suci dan dapat mensucikan jika dikumpulkan atau ditambah dengan air lain yang suci hingga sampai ukuran dua qullah.

Artinya, jika seseorang yang semula tidak punya kemampuan untuk mengajak (mensucikan) orang lain karena keterbatasan ilmu dan pengalamannya serta bayangan hitam masa lalunya, ia suatu saat akan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan) dengan cara belajar dan berkumpul dengan orang-orang saleh.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit kita temukan orang yang dulunya minim tentang agama dan bahkan kehidupannya jauh dari nilai-nilai agama Islam, setelah mendapat hidayah ia kemudian belajar dan mendalami ajaran Islam dan menyesali kesalahan masa lalunya. Akhirnya, ia tidak saja menjadi orang yang baik tapi juga mampu mengajak orang lain dalam kebaikan.

D. Air mutanajjis adalah air sedikit kurang dari dua qullah yang terkena najis atau sudah mencapai dua qullah atau lebih namun sudah berubah salah satu sifatnya, apakah warna, bau, atau rasanya karena terkena najis tersebut.

Air yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk wudhu, mandi apalagi menghilangkan najis. Air najis bisa berubah statusnya menjadi air suci antara lain dengan cara ditambah volume airnya, atau najisnya dapat dihilangkan.

Tipologi air semacam ini ada kemiripan dengan seseorang yang bergelimang dosa karena kerap melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang pernah melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasûhâ (taubat yang semurni-murninya).” (QS At Tahrim ayat 8)

كلُّ بني آدم خَطَّاءٌ, وخيرُ الخَطَّائِينَ التوابون

“Setiap anak Adam bergelimang dosa, dan sebaik-baik ‎orang yang bergelimang dosa adalah yang banyak ‎bertaubat.” (HR Tirmidzi)

Tobat yang baik adalah menyesali perbuatannya, tidak mengulangi kesalahannya dan mengembalikan hak orang lain yang pernah dia zalimi.
Demikian kiranya tipologi karakter manusia jika dianalogikan dengan empat kategori air di dalam fikih. Tinggal setiap dari kita mau bercermin dengan jujur, di tipologi manakah kita berada.

Cermin yang jujur akan memudahkan kita bersikap dan menempatkan diri, untuk kemudian memperbaikinya, jika ada yang perlu diperbaiki. Dan tentu perbaikan demi perbaikan adalah sebuah kebutuhan niscaya dalam diri setiap manusia.

Source link

The post Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



MUI Sulsel dan DPW Juleha Minta Pemprov Antisipasi Virus PMK

mui-sulsel-dan-dpw-juleha-minta-pemprov-antisipasi-virus-pmk

Makassar, muisulsel.com – Kini Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjangkiti ribuan hewan ternak, termasuk sapi potong. Pengurus Juru Sembelih Halal (Juleha) Sulsel dan MUI Sulsel berharap ke Pemprov turun tangan mengantisipasi.

“Wabah PMK ini sangat berbahaya dan cepat menular sehingga dibutuhkan antisipasi cepat dari perintah setempat,” kata Ketua DPW Juleha Sulsel drh H Wahyu Suhadji kepada pengurus MUI Sulsel, di Kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Ahad (25/5/2022).

Wahyu datang bersama Wakil Ketua II Juleha Sulsel Ir Muhammad Nusran, S TP MM PhD IPM ASEAN Eng, Divisi Pendidikan Juleha Sulsel Ahmad Daud, S TP M Si, Anggota Bidang Pengembang Juleha Sulsel Wahyu Munandar M Or, Bidah RPH/Unggas Juleha Sulsel Drh Muhammad Ridwan Gaffar MM.

Mereka diterima oleh Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakry Lc MA, Sekretaris Komisi Fatwa Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA, Wakil direktur LPPOM MUI Sulsel Budi Kurniawan Kamrul Kasim SH, dan Anggota Komisi Fatwa MUI Sulsel Dr KH Yusri Muhammad Arsyad Lc MA.

Virus PMK menyerang hewan lewat kuku dan mulut. Virus PMK menggerogoti kuku dan mulut ternak secara perlahan. Lama kelamaan hewan ternak tidak bisa berjalan dan tidak dapat mengunyah atau makan.

Pengurus MUI Sulsel dan DPW Juleha Sulsel membahas virus PMK di Kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Ahad (25/5/2022) sore.

Kasus PMK di Indonesia baru teridentifikasi di 16 daerah di Jawa Timur dan Aceh. Sulsel tidak termasuk, belum teridentifikasi.

“Belum menyebar ke Sulsel, namun perlu ketegasan atau pencegahan sejak dini mengingat Sulsel sangat ketergantungan dengan sapi dari wilayah lain seperti NTT dan NTB dan wilayah lainya,” kata Wahyu.

Muammar mengatakan, antisipasi penting mengingat hari raya kurban Iduladha tidak lama lagi. Kesehatan hewan ternak calon kurban wajib diperhatikan.

“Hewan yang sakit tidak boleh disembelih karena tidak sah kurbannya,” kata Muammar, dekan Fakultan Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

Pengurus MUI Sulsel dan DPW Juleha Sulsel membahas virus PMK di Kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Ahad (25/5/2022) sore.

Muammar menyampaikan, MUI dan Juleha akan merekomendasikan kepada Lemprov Sulsel untuk membahas antisipasi PMK. Pakar kesehatan juga bakal dilibatkan.

“Perlu melibatkan pemerintah dalam membahas masalah ini untuk memastikan bahwa hewan yang dikonsumsi tidak bermasalah dalam penyembelihan dan juga bebas dari penyakit,” ujar Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jend Jusuf, itu.

Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA juga menyampaikan, hewan yang cacat tidak bisa dikurbankan. “Jika kurus karena penyakit maka tidak dibolehkan sebagaimana Imam Syafii mengharamkan untuk disembelih.”

PMK menular, menyerang semua hewan berkuku, baik berkuku belah maupun berkuku genap. Hewan yang berpotensi PMK, di antaranya sapi, kerbau, kambing, dan domba.

Pengurus MUI Sulsel dan DPW Juleha Sulsel di Kantor MUI Sulsel, Jl Masjid Raya, Makassar, Ahad (25/5/2022) sore.

Menurut laporan tirto.id, penularan PMK di Indonesia ditemukan sejak 1887 yang dipicu sapi impor dari Belanda. Setelah itu, wabah PMK sempat beberapa kali terjadi di tanah air. Sebelum Indonesia dinyatakan bebas PMK pada 1990, wabah terakhir dari penyakit ini di Jawa terjadi pada tahun 1983. (Irfan)

The post MUI Sulsel dan DPW Juleha Minta Pemprov Antisipasi Virus PMK appeared first on MUI SULSEL.



Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia

karakter-manusia-berdasarkan-tipologi-air-dalam-fikih-–-majelis-ulama-indonesia

Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Fath al-Qarib adalah kitab fikih Mazhab Syafi’i yang lazim dipakai hampir di seluruh pesantren Indonesia. Kitab Fath al-Qarib ditulis Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Ulama ini lahir pada 859 Hijriyah di Gaza, Palestina. Kitab ini adalah syarah (anotasi/penjelas) dari kitab Taqrib karya Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihani atau dikenal dengan al-Qadhi Abu Syuja’ (433-593 H).

Jika kita merujuk kepada kitab Fath al-Qarib tersebut, dapat kita temukan pembahasan tentang empat macam air:

  1. Air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan. Air ini disebut dengan air mutlak
  2. Air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan, yakni air yang terjemur panas matahari
  3. Air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas dipakai untuk bersuci
  4. Air yang berubah najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air tersebut volumenya kurang dari dua qullah, tidak sampai 270 liter.

Adapun makruh, dalam istilah fikih adalah perbuatan yang dilarang, meski bisa jadi tidak sampai pada konsekuensi berdosa. Sementara najis adalah sesuatu yang kotor dan dilarang untuk dikonsumsi.
Air yang kurang dari 270 liter dan terkena najis (mutanajjis) bisa kembali suci jika ditambahkan dengan air lain sehingga mencapai ukuran kurang lebih 270 liter.
Empat macam air di atas memiliki persamaan dengan beberapa karakter manusia:

A. Manusia yang baik (suci) adalah mereka yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan mengajak orang lain untuk bertakwa (menyucikan). Karakter manusia seperti ini dimiliki oleh para rasul Allah SWT dan umat Nabi Muhammad, yaitu orang-orang saleh yang istiqamah menyeru pada jalan kebaikan.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS Ali Imran ayat 110)

Kecenderungan sifat manusia seperti ini tidak saja memikirkan keselamatan atau kesejahteraan dirinya, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

B. Karakter manusia yang kedua mereka adalah orang baik (suci) dan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan). Tetapi dalam cara mengajak orang lain, mereka tidak dibekali dengan ilmu, wawasan dan pemahaman yang benar.

Pada karakter manusia yang kedua ini, adakalanya (1) terlalu kaku dalam berdakwah dan jumud (beku) dalam berpikir.

Atau sebaliknya, (2) terlalu bebas dalam berpikir dan menafsir sehingga melabrak pakem kebenaran yang digariskan.

Orang yang memiliki karakter seperti ini, akibat dipengaruhi oleh pemikiran orang lain, buku bacaan atau lingkungan pendidikan yang serba terlalu, baik terlalu kaku ataupun terlalu bebas, sebagaimana panasnya air yang dipengaruhi terik matahari.

Kecenderungan kelompok yang ‘terlalu’ ini biasanya sering menyalahkan orang lain tanpa diawali dengan konfirmasi dan diskusi. Atau mudah membenarkan apa saja sesuai alur pikiran dan seleranya tanpa melakukan pendalaman referensi.

Keduanya, baik ekstrem kanan yang jumud atau tekstualis dalam memahami agama (literal), atau ekstrem kiri yang menafsiri agama dengan bebas (liberal) sama-sama tidak baik untuk dipakai apalagi diikuti. Dalam istilah fikih: makrûhun isti’maluhu (tidak layak digunakan).

Pemahaman yang benar dan banyak diikuti (sawâdul a’zham) adalah kelompok yang berkarakter wasathiyyah atau moderat. Kelompok dengan pemahaman yang bersumber pada teks-teks Alquran dan hadits dengan tidak mengesampingkan konteks, menggabungkan dalil ‘aqliy (argumentasi rasional) dan dalil naqliy (argumentasi tekstual). Kelompok tengah ini menjadi sumber inspirasi pemahaman Ahlus Sunah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap agama.

Pemahaman wasathiyyatul Islâm (moderasi dalam Islam) ini didasari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan yang demikian ini Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (QS Al Baqarah ayat 143)

Karakter wasathiyyah berpijak pada keadilan dalam berpikir dan berbuat, pertengahan dalam setiap hal. Tidak ifrâth (melebih-lebihkan) dan tidak juga tafrîth (mengurang-ngurangi) dalam urusan agama dan dunia. Tidak ghuluw atau melampaui batas dalam melaksanakan agama dan tidak seenaknya sendiri di dalam melaksanakan kewajibannya.

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِى مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan.” (HR Muslim).

C. Karakter manusia yang lain, sebagaimana tipologi air yang ketiga, adalah golongan orang baik (suci) tapi belum bisa mengajak pada kebaikan (mensucikan) terhadap orang lain. Dengan demikian, dia lebih memilih menjaga keselamatan dirinya dan paling jauh untuk keselamatan keluarganya terlebih dahulu, daripada keselamatan orang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS At Tahrim ayat 6)
Dan suatu kondisi, merasa dirinya tidak baik justru merupakan sikap yang baik dalam Islam.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS An Najm ayat 32)

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR Muslim)

Ia tidak dapat mengajak (mensucikan) dalam kebaikan, sebagaimana jenis air ketiga yang tidak bisa mensucikan karena volumenya sedikit kurang dari dua qullah dan bekas dipakai untuk bersuci. Tetapi, jenis air semacam ini bisa kembali suci dan dapat mensucikan jika dikumpulkan atau ditambah dengan air lain yang suci hingga sampai ukuran dua qullah.

Artinya, jika seseorang yang semula tidak punya kemampuan untuk mengajak (mensucikan) orang lain karena keterbatasan ilmu dan pengalamannya serta bayangan hitam masa lalunya, ia suatu saat akan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan) dengan cara belajar dan berkumpul dengan orang-orang saleh.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit kita temukan orang yang dulunya minim tentang agama dan bahkan kehidupannya jauh dari nilai-nilai agama Islam, setelah mendapat hidayah ia kemudian belajar dan mendalami ajaran Islam dan menyesali kesalahan masa lalunya. Akhirnya, ia tidak saja menjadi orang yang baik tapi juga mampu mengajak orang lain dalam kebaikan.

D. Air mutanajjis adalah air sedikit kurang dari dua qullah yang terkena najis atau sudah mencapai dua qullah atau lebih namun sudah berubah salah satu sifatnya, apakah warna, bau, atau rasanya karena terkena najis tersebut.

Air yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk wudhu, mandi apalagi menghilangkan najis. Air najis bisa berubah statusnya menjadi air suci antara lain dengan cara ditambah volume airnya, atau najisnya dapat dihilangkan.

Tipologi air semacam ini ada kemiripan dengan seseorang yang bergelimang dosa karena kerap melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang pernah melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasûhâ (taubat yang semurni-murninya).” (QS At Tahrim ayat 8)

كلُّ بني آدم خَطَّاءٌ, وخيرُ الخَطَّائِينَ التوابون

“Setiap anak Adam bergelimang dosa, dan sebaik-baik ‎orang yang bergelimang dosa adalah yang banyak ‎bertaubat.” (HR Tirmidzi)

Tobat yang baik adalah menyesali perbuatannya, tidak mengulangi kesalahannya dan mengembalikan hak orang lain yang pernah dia zalimi.
Demikian kiranya tipologi karakter manusia jika dianalogikan dengan empat kategori air di dalam fikih. Tinggal setiap dari kita mau bercermin dengan jujur, di tipologi manakah kita berada.

Cermin yang jujur akan memudahkan kita bersikap dan menempatkan diri, untuk kemudian memperbaikinya, jika ada yang perlu diperbaiki. Dan tentu perbaikan demi perbaikan adalah sebuah kebutuhan niscaya dalam diri setiap manusia.

Source link

The post Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Karakter Manusia Berdasarkan Tipologi Air dalam Fikih

Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Fath al-Qarib adalah kitab fikih Mazhab Syafi’i yang lazim dipakai hampir di seluruh pesantren Indonesia. Kitab Fath al-Qarib ditulis Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Ulama ini lahir pada 859 Hijriyah di Gaza, Palestina. Kitab ini adalah syarah (anotasi/penjelas) dari kitab Taqrib karya Syekh Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Asfihani atau dikenal dengan al-Qadhi Abu Syuja’ (433-593 H).

Jika kita merujuk kepada kitab Fath al-Qarib tersebut, dapat kita temukan pembahasan tentang empat macam air:

  1. Air yang suci dan mensucikan serta tidak makruh digunakan. Air ini disebut dengan air mutlak
  2. Air yang suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan, yakni air yang terjemur panas matahari
  3. Air yang suci tetapi tidak mensucikan, yakni air bekas dipakai untuk bersuci
  4. Air yang berubah najis, yakni air yang di dalamnya terdapat najis, di mana air tersebut volumenya kurang dari dua qullah, tidak sampai 270 liter.

Adapun makruh, dalam istilah fikih adalah perbuatan yang dilarang, meski bisa jadi tidak sampai pada konsekuensi berdosa. Sementara najis adalah sesuatu yang kotor dan dilarang untuk dikonsumsi.
Air yang kurang dari 270 liter dan terkena najis (mutanajjis) bisa kembali suci jika ditambahkan dengan air lain sehingga mencapai ukuran kurang lebih 270 liter.
Empat macam air di atas memiliki persamaan dengan beberapa karakter manusia:

A. Manusia yang baik (suci) adalah mereka yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dan mengajak orang lain untuk bertakwa (menyucikan). Karakter manusia seperti ini dimiliki oleh para rasul Allah SWT dan umat Nabi Muhammad, yaitu orang-orang saleh yang istiqamah menyeru pada jalan kebaikan.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS Ali Imran ayat 110)

Kecenderungan sifat manusia seperti ini tidak saja memikirkan keselamatan atau kesejahteraan dirinya, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

B. Karakter manusia yang kedua mereka adalah orang baik (suci) dan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan). Tetapi dalam cara mengajak orang lain, mereka tidak dibekali dengan ilmu, wawasan dan pemahaman yang benar.

Pada karakter manusia yang kedua ini, adakalanya (1) terlalu kaku dalam berdakwah dan jumud (beku) dalam berpikir.

Atau sebaliknya, (2) terlalu bebas dalam berpikir dan menafsir sehingga melabrak pakem kebenaran yang digariskan.

Orang yang memiliki karakter seperti ini, akibat dipengaruhi oleh pemikiran orang lain, buku bacaan atau lingkungan pendidikan yang serba terlalu, baik terlalu kaku ataupun terlalu bebas, sebagaimana panasnya air yang dipengaruhi terik matahari.

Kecenderungan kelompok yang ‘terlalu’ ini biasanya sering menyalahkan orang lain tanpa diawali dengan konfirmasi dan diskusi. Atau mudah membenarkan apa saja sesuai alur pikiran dan seleranya tanpa melakukan pendalaman referensi.

Keduanya, baik ekstrem kanan yang jumud atau tekstualis dalam memahami agama (literal), atau ekstrem kiri yang menafsiri agama dengan bebas (liberal) sama-sama tidak baik untuk dipakai apalagi diikuti. Dalam istilah fikih: makrûhun isti’maluhu (tidak layak digunakan).

Pemahaman yang benar dan banyak diikuti (sawâdul a’zham) adalah kelompok yang berkarakter wasathiyyah atau moderat. Kelompok dengan pemahaman yang bersumber pada teks-teks Alquran dan hadits dengan tidak mengesampingkan konteks, menggabungkan dalil ‘aqliy (argumentasi rasional) dan dalil naqliy (argumentasi tekstual). Kelompok tengah ini menjadi sumber inspirasi pemahaman Ahlus Sunah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap agama.

Pemahaman wasathiyyatul Islâm (moderasi dalam Islam) ini didasari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan yang demikian ini Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (QS Al Baqarah ayat 143)

Karakter wasathiyyah berpijak pada keadilan dalam berpikir dan berbuat, pertengahan dalam setiap hal. Tidak ifrâth (melebih-lebihkan) dan tidak juga tafrîth (mengurang-ngurangi) dalam urusan agama dan dunia. Tidak ghuluw atau melampaui batas dalam melaksanakan agama dan tidak seenaknya sendiri di dalam melaksanakan kewajibannya.

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِى مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memudahkan.” (HR Muslim).

C. Karakter manusia yang lain, sebagaimana tipologi air yang ketiga, adalah golongan orang baik (suci) tapi belum bisa mengajak pada kebaikan (mensucikan) terhadap orang lain. Dengan demikian, dia lebih memilih menjaga keselamatan dirinya dan paling jauh untuk keselamatan keluarganya terlebih dahulu, daripada keselamatan orang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS At Tahrim ayat 6)
Dan suatu kondisi, merasa dirinya tidak baik justru merupakan sikap yang baik dalam Islam.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS An Najm ayat 32)

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR Muslim)

Ia tidak dapat mengajak (mensucikan) dalam kebaikan, sebagaimana jenis air ketiga yang tidak bisa mensucikan karena volumenya sedikit kurang dari dua qullah dan bekas dipakai untuk bersuci. Tetapi, jenis air semacam ini bisa kembali suci dan dapat mensucikan jika dikumpulkan atau ditambah dengan air lain yang suci hingga sampai ukuran dua qullah.

Artinya, jika seseorang yang semula tidak punya kemampuan untuk mengajak (mensucikan) orang lain karena keterbatasan ilmu dan pengalamannya serta bayangan hitam masa lalunya, ia suatu saat akan bisa mengajak orang lain dalam kebaikan (mensucikan) dengan cara belajar dan berkumpul dengan orang-orang saleh.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit kita temukan orang yang dulunya minim tentang agama dan bahkan kehidupannya jauh dari nilai-nilai agama Islam, setelah mendapat hidayah ia kemudian belajar dan mendalami ajaran Islam dan menyesali kesalahan masa lalunya. Akhirnya, ia tidak saja menjadi orang yang baik tapi juga mampu mengajak orang lain dalam kebaikan.

D. Air mutanajjis adalah air sedikit kurang dari dua qullah yang terkena najis atau sudah mencapai dua qullah atau lebih namun sudah berubah salah satu sifatnya, apakah warna, bau, atau rasanya karena terkena najis tersebut.

Air yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk wudhu, mandi apalagi menghilangkan najis. Air najis bisa berubah statusnya menjadi air suci antara lain dengan cara ditambah volume airnya, atau najisnya dapat dihilangkan.

Tipologi air semacam ini ada kemiripan dengan seseorang yang bergelimang dosa karena kerap melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang pernah melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertobat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasûhâ (taubat yang semurni-murninya).” (QS At Tahrim ayat 8)

كلُّ بني آدم خَطَّاءٌ, وخيرُ الخَطَّائِينَ التوابون

“Setiap anak Adam bergelimang dosa, dan sebaik-baik ‎orang yang bergelimang dosa adalah yang banyak ‎bertaubat.” (HR Tirmidzi)

Tobat yang baik adalah menyesali perbuatannya, tidak mengulangi kesalahannya dan mengembalikan hak orang lain yang pernah dia zalimi.
Demikian kiranya tipologi karakter manusia jika dianalogikan dengan empat kategori air di dalam fikih. Tinggal setiap dari kita mau bercermin dengan jujur, di tipologi manakah kita berada.

Cermin yang jujur akan memudahkan kita bersikap dan menempatkan diri, untuk kemudian memperbaikinya, jika ada yang perlu diperbaiki. Dan tentu perbaikan demi perbaikan adalah sebuah kebutuhan niscaya dalam diri setiap manusia.



MUI Sulsel Ajak KAHMI Bangun Umat – Majelis Ulama Indonesia

mui-sulsel-ajak-kahmi-bangun-umat-–-majelis-ulama-indonesia

Makassar, muisulsel.com – Majelis Ulama Indonesia Sulsel mengajak Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulsel lebih intens dalam dakwah membangun umat.

“Ke depannya kita berharap ada peningkatan sinergitas antara KAHMI dan MUI Sulsel untuk membangun umat,” kata Dr KH Mustari Bosrah MA saat pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

KH Mustari menyebut KAHMI memiliki potensi besar untuk membangun bangsa karena sumber daya kadernya banyak yang mumpuni.

“Banyak juga anggota KAHMI yang berkiprah di legislatif maupun eksekutif sehingga sangat mudah untuk mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya,” ujar KH Mustari, anggota dewan penasihat KAHMI Sulsel.

Pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

Saat sambutan, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengatakan, KAHMI harus peka dengan organisasi asalnya, HMI.

“Kita harus sadar betul bahwa KAHMI ini ada karena HMI. Tidak mungkin ada KAHMI kalau tidak ada HMI. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah bagaimana menjaga eksistensi HMI,” kata Ahmad Doli, anggota Fraksi Golkar DPR RI.

Peserta dan undangan pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sualiman dalam sambutannya, menyampaikan apreresiasi dan harapannya kepad KAHMI.

“Sebagai wadah paguyuban alumni HMI, kita tentu berharap KAHMI senantiasa berkontribusi aktif dalam membangun sinergi untuk kedaulatan ekonomi mewujudkan pemulihan ekonomi masyarakat Sulawesi Selatan yang lebih baik,” kata Andi Sudirman. (Irfan)

 

The post MUI Sulsel Ajak KAHMI Bangun Umat appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post MUI Sulsel Ajak KAHMI Bangun Umat – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



MUI Sulsel Ajak KAHMI Bangun Umat

mui-sulsel-ajak-kahmi-bangun-umat

Makassar, muisulsel.com – Majelis Ulama Indonesia Sulsel mengajak Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulsel lebih intens dalam dakwah membangun umat.

“Ke depannya kita berharap ada peningkatan sinergitas antara KAHMI dan MUI Sulsel untuk membangun umat,” kata Dr KH Mustari Bosrah MA saat pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

KH Mustari menyebut KAHMI memiliki potensi besar untuk membangun bangsa karena sumber daya kadernya banyak yang mumpuni.

“Banyak juga anggota KAHMI yang berkiprah di legislatif maupun eksekutif sehingga sangat mudah untuk mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya,” ujar KH Mustari, anggota dewan penasihat KAHMI Sulsel.

Pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

Saat sambutan, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengatakan, KAHMI harus peka dengan organisasi asalnya, HMI.

“Kita harus sadar betul bahwa KAHMI ini ada karena HMI. Tidak mungkin ada KAHMI kalau tidak ada HMI. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah bagaimana menjaga eksistensi HMI,” kata Ahmad Doli, anggota Fraksi Golkar DPR RI.

Peserta dan undangan pengukuhan pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulsel Periode 2022-2027, di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (21/5/2022).

Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sualiman dalam sambutannya, menyampaikan apreresiasi dan harapannya kepad KAHMI.

“Sebagai wadah paguyuban alumni HMI, kita tentu berharap KAHMI senantiasa berkontribusi aktif dalam membangun sinergi untuk kedaulatan ekonomi mewujudkan pemulihan ekonomi masyarakat Sulawesi Selatan yang lebih baik,” kata Andi Sudirman. (Irfan)

 

The post MUI Sulsel Ajak KAHMI Bangun Umat appeared first on MUI SULSEL.



MUI DIY Minta Umat Muslim Hindari Hewan Terpapar PMK untuk Qurban – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

mui-diy-minta-umat-muslim-hindari-hewan-terpapar-pmk-untuk-qurban-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

YOGYAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta masyarakat menghindari hewan ternak baik sapi, kambing, atau kerbau yang terpapar atau bergejala penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk kurban.

“Hewan terpapar PMK itu kan berpenyakit, kalau ada hewan yang sehat sebaiknya kita tidak menggunakan hewan sakit karena akan berdampak pada hal-hal yang mudharat,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI DIY, KH Makhrus Munajat, saat ditemui di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (20/5/2022).

Terlepas dari kemunculan wabah PMK, kata Makhrus, sesuai syariat Islam dalam berqurban masyarakat memang diwajibkan memilih hewan yang sehat, tidak cacat fisik serta cukup umur.

“Bahkan yang (cacat) fisik pun kita tidak boleh misalnya tanduk hilang, hewan yang ekornya putus, telinganya hilang satu juga tidak boleh,” kata dia.

Karena itu, selama masih ada hewan yang sehat dia meminta masyarakat tidak memilih hewan yang terpapar maupun bergejala PMK, termasuk yang terkena antraks atau cacing hati.

Meski demikian, seandainya masyarakat tidak mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih sebagai hewan qurban ternyata terpapar virus penyebab PMK, menurut Makhrus tetap halal untuk dikonsumsi.

“Ketika disembelih pun dagingnya halal dimakan. Dagingnya sah dimakan,” ujar dia sembari meminta masyarakat tidak panik menghadapi wabah PMK.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Hendra Wibawa menuturkan masyarakat yang hendak berqurban dapat memilah hewan yang terpapar PMK dari sejumlah gejala klinis seperti mulut melepuh dan lendir berlebih, demam, serta luka pada bagian kaki.

Secara prinsip, Hendra menyebut PMK bukan tergolong “zoonosis” atau penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia sehingga apabila daging hewan yang terpapar terpaksa dikonsumsi oleh manusia, kata dia, tidak membahayakan.

Namun demikian, dia meminta masyarakat yang mengonsumsi menghindari bagian kaki, kepala, dan jeroan atau organ dalam hewan karena bagian itu paling banyak terpapar virus penyebab PMK.

“Tidak membahayakan manusia, jadi risiko zoonosis-nya diabaikan karena belum ada penyakit PMK pada manusia. Ini berbeda dengan penyakit mulutnya manusia,” ujar Hendra. (Antara, ed: Nashih)

Source link

The post MUI DIY Minta Umat Muslim Hindari Hewan Terpapar PMK untuk Qurban – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



MUI Dalam Persimpangan Tokoh Moderat

mui-dalam-persimpangan-tokoh-moderat

Makassar, muisulsel.com – Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Dr KH Muammar Bakry Lc MA, turut angkat bicara terkait pimpinan MUI. Miftachul Akhyar mengajukan pengunduran diri dari jabatan Ketua Umum MUI.

Muammar mengatakan, MUI adalah rumah umat Islam dengan latar belakang paham keagamaan yang berbeda. Warna dan kekakhasan MUI dalam menjawab problematika kagamaan berbeda dengan cara pandang seperti NU, Muhammadiyah hingga Salafi dan lain-lain.

Karena (MUI) terdiri dari latar belakang ormas yang berbeda, maka sikap toleran yang dibangun dalam bermazhab dalam menelorkan fikih Indonesia menjadi hal yang spesifik bagi Majelis Ulama Indonesia.

Wajah toleransi dalam fikih Islam bisa terlihat jika perwakilan tokoh-tokoh agama dalam lembaga MUI adalah ulama yang fakih dengan literasi kitab fikih yang baik dan memiliki wawasan kebangsaan yang hebat.

Dengan begitu, MUI menjadi acuan seluruh umat Islam Indonesia sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

KH Miftachul Akhyar adalah sosok fakih yang moderat, integritas keulamaan dan kebangsaan menyatu dalam kepribadian yang sederhana. Bukan hanya aset nahdhiyin, melainkan juga aset umat dan bangsa Indonesia. KH Miftah menjadi representasi keagamaan yang luas dan bertanggung jawab secara akademik.

Sangat disayangkan jika posisinya sebagai Rois Am PBNU membuat beliau harus meninggalkan MUI. Wajah MUI sangat ditentukan oleh personil pengurusnya, baik secara keilmuan dan kepribadian yang menjunjung nilai nilai moderasi beragama (wasathiyah islamiyah)

KH Miftachul Akhyar (dok.MNC Portal)

Mundur

Sebagaimana dipublikasikan detik.com, Sabtu (21/5/22), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menanggapi pengunduran diri Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar dari Ketua Umum MUI. Gus Yahya menyebut pengunduran diri Miftachul Akhyar di MUI sudah selesai.

“Kan sudah selesai. Pengunduran diri dari Ketum MUI toh? sudah selesai,” kata Gus Yahya dikutip detik.com, usai acara Konferensi Besar PBNU 2022 di Hotel Yuan Garden, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (20/5/2022) malam.

“Ya saya tidak tahu, mau diterima atau tidak wong Rais Aam (Miftachul Akhyar) sudah mundur dari ketua MUI,” katanya.

BACA JUGA: 

Melalui Refreshing Dai, MUI Sulsel Tekankan Dakwah Islam Wasathiyah

Sebelumnya, MUI menolak keputusan Ketua MUI untuk mengundurkan diri. MUI menyebutkan, sesuai dengan hasil rapat pimpinan, penolakan itu sudah dikomunikasikan dengan Miftachul Akhyar.

“Sudah (dikomunikasikan) pokoknya beliau ketika dikonfirmasi apa itu, apa namanya, eh begini pengunduran diri kan beliau sampaikan, ini kan wewenangnya di MUI, kan MUI sudah jelas tegas menolak,” kata Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan kepada wartawan, Jumat (18/5/22).

Amirsyah mengatakan hasil rapat pimpinan dan rapat kesekjenan menolak tegas permohonan pengunduran diri ketua MUI. Dia menyebut Miftachul Akhyar akan memimpin MUI sampai 2025.

“Beliau kan ketua umum dari 2020-2025 hasil musyawarah nasional. Itu kan standar kan beliau permohonan. Permohonan dalam konteks ini dua kali rapat. Rapat kesekjenan dan rapat pimpinan Selasa lalu itu jelas mengamanahkan kepada beliau untuk memimpin MUI sampai 2025,” katanya.

Informasi yang dihimpun, Miftachul Akhyar telah mengirimkan surat pengunduran diri dari jabatan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keputusan mundur ini disampaikan Miftachul Akhyar saat memberikan pengarahan dalam rapat gabungan Syuriyah-Tanfidziyah PBNU di kampus Unusia Parung, Bogor, Jawa Barat. (*)

The post MUI Dalam Persimpangan Tokoh Moderat appeared first on MUI SULSEL.



MUI DIY Minta Umat Muslim Hindari Hewan Terpapar PMK untuk Qurban – Majelis Ulama Indonesia

mui-diy-minta-umat-muslim-hindari-hewan-terpapar-pmk-untuk-qurban-–-majelis-ulama-indonesia

YOGYAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta masyarakat menghindari hewan ternak baik sapi, kambing, atau kerbau yang terpapar atau bergejala penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk kurban.

“Hewan terpapar PMK itu kan berpenyakit, kalau ada hewan yang sehat sebaiknya kita tidak menggunakan hewan sakit karena akan berdampak pada hal-hal yang mudharat,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI DIY, KH Makhrus Munajat, saat ditemui di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (20/5/2022).

Terlepas dari kemunculan wabah PMK, kata Makhrus, sesuai syariat Islam dalam berqurban masyarakat memang diwajibkan memilih hewan yang sehat, tidak cacat fisik serta cukup umur.

“Bahkan yang (cacat) fisik pun kita tidak boleh misalnya tanduk hilang, hewan yang ekornya putus, telinganya hilang satu juga tidak boleh,” kata dia.

Karena itu, selama masih ada hewan yang sehat dia meminta masyarakat tidak memilih hewan yang terpapar maupun bergejala PMK, termasuk yang terkena antraks atau cacing hati.

Meski demikian, seandainya masyarakat tidak mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih sebagai hewan qurban ternyata terpapar virus penyebab PMK, menurut Makhrus tetap halal untuk dikonsumsi.

“Ketika disembelih pun dagingnya halal dimakan. Dagingnya sah dimakan,” ujar dia sembari meminta masyarakat tidak panik menghadapi wabah PMK.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Hendra Wibawa menuturkan masyarakat yang hendak berqurban dapat memilah hewan yang terpapar PMK dari sejumlah gejala klinis seperti mulut melepuh dan lendir berlebih, demam, serta luka pada bagian kaki.

Secara prinsip, Hendra menyebut PMK bukan tergolong “zoonosis” atau penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia sehingga apabila daging hewan yang terpapar terpaksa dikonsumsi oleh manusia, kata dia, tidak membahayakan.

Namun demikian, dia meminta masyarakat yang mengonsumsi menghindari bagian kaki, kepala, dan jeroan atau organ dalam hewan karena bagian itu paling banyak terpapar virus penyebab PMK.

“Tidak membahayakan manusia, jadi risiko zoonosis-nya diabaikan karena belum ada penyakit PMK pada manusia. Ini berbeda dengan penyakit mulutnya manusia,” ujar Hendra. (Antara, ed: Nashih)

Source link

The post MUI DIY Minta Umat Muslim Hindari Hewan Terpapar PMK untuk Qurban – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



MUI DIY Minta Umat Muslim Hindari Hewan Terpapar PMK untuk Qurban

YOGYAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta masyarakat menghindari hewan ternak baik sapi, kambing, atau kerbau yang terpapar atau bergejala penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk kurban.

“Hewan terpapar PMK itu kan berpenyakit, kalau ada hewan yang sehat sebaiknya kita tidak menggunakan hewan sakit karena akan berdampak pada hal-hal yang mudharat,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI DIY, KH Makhrus Munajat, saat ditemui di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (20/5/2022).

Terlepas dari kemunculan wabah PMK, kata Makhrus, sesuai syariat Islam dalam berqurban masyarakat memang diwajibkan memilih hewan yang sehat, tidak cacat fisik serta cukup umur.

“Bahkan yang (cacat) fisik pun kita tidak boleh misalnya tanduk hilang, hewan yang ekornya putus, telinganya hilang satu juga tidak boleh,” kata dia.

Karena itu, selama masih ada hewan yang sehat dia meminta masyarakat tidak memilih hewan yang terpapar maupun bergejala PMK, termasuk yang terkena antraks atau cacing hati.

Meski demikian, seandainya masyarakat tidak mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih sebagai hewan qurban ternyata terpapar virus penyebab PMK, menurut Makhrus tetap halal untuk dikonsumsi.

“Ketika disembelih pun dagingnya halal dimakan. Dagingnya sah dimakan,” ujar dia sembari meminta masyarakat tidak panik menghadapi wabah PMK.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Hendra Wibawa menuturkan masyarakat yang hendak berqurban dapat memilah hewan yang terpapar PMK dari sejumlah gejala klinis seperti mulut melepuh dan lendir berlebih, demam, serta luka pada bagian kaki.

Secara prinsip, Hendra menyebut PMK bukan tergolong “zoonosis” atau penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia sehingga apabila daging hewan yang terpapar terpaksa dikonsumsi oleh manusia, kata dia, tidak membahayakan.

Namun demikian, dia meminta masyarakat yang mengonsumsi menghindari bagian kaki, kepala, dan jeroan atau organ dalam hewan karena bagian itu paling banyak terpapar virus penyebab PMK.

“Tidak membahayakan manusia, jadi risiko zoonosis-nya diabaikan karena belum ada penyakit PMK pada manusia. Ini berbeda dengan penyakit mulutnya manusia,” ujar Hendra. (Antara, ed: Nashih)



Ini Penjelasan Fatwa MUI Terkait LGBT – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

ini-penjelasan-fatwa-mui-terkait-lgbt-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

JAKARTA — Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang merupakan kelainan pada orientasi seksual menjadi sebuah gerakan yang cukup massif dilakukan oleh para pelaku dan pendukung LGBT agar dapat diterima oleh masyarakat dan negara.

Bahkan, para pelaku dan pendukung LGBT melakukan gerakan tersebut secara terang-terangan khususnya di media sosial.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan.

Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof Dr Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh kala itu dijelaskan ketentuan hukum sebagai berikut:

Lesbi adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan oleh perempuan dan perempuan.

Sedangkan Gay, adalah aktivitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan. Selain itu, orientasi seksual sesama jenis ini juga ditegaskan sebagai bentuk dari penyimpangan yang harus diluruskan.

“Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah),” tegas isi fatwa tersebut.

Selain itu, para pelaku homoseksual, baik lesbian, gay, dan biseksual dikenakan hukuman hadd dan ayau ta’zir oleh pihak yang berwenang.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.

Sementara Ta’zir, adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri atau pihak yang berwenang menetapkan hukuman.

Pada korban dari kejahatan tersebut, para pelakunya harus dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.

Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut menegaskan bahwa melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Untuk itu, dalam fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi untuk menangani hal ini sebagaimana berikut:

Pertama, meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan pemerintah untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan untuk tidak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual, baik lesbi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang.

“Hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktivitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawazir dan mawani,” kata fatwa tersebut.

Dijelaskan dalam fatwa tersebut, arti dari zawazir dan mawani ini untuk membuat pelaku menjadi jera. Selain itu, orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya.

DPR dan pemerintah diharapkan memasukkan aktivitas seksual menyimpang ini sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai mertabat luhur manusia.

“Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi,” ujar fatwa tersebut.

Kedua, dalam fatwa tersebut juga merekomendasikan untuk meminta pemerintah, secara wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi para pelaku.

“Disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas,” lanjut dari point kedua rekomendasi dalam fatwa tersebut.

Ketiga, MUI meminta pemerintah secara tegas untuk tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.

Terakhir dalam point keempat, pemerintah dan masyarakat diminta untuk tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, dan orientasi seksual menyimpang ini untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Fatwa yang berlaku sejak 31 Desember 2014 ini mengimbau kepada umat Muslim untuk bisa menyebarluaskan dan mengetahui fatwa ini.

“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” penutup dari fatwa tersebut.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)

Fatwa No. 57 2014 Ttg Lesbian, Gay, Sodomi Dan Pencabulan

Source link

The post Ini Penjelasan Fatwa MUI Terkait LGBT – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Gandeng UPZ Semen Padang, MUI Perkuat Dakwah Pedalaman 3 T

JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggandeng Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Semen Padang untuk memperkuat dakwah di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

“MUI dan UPZ Semen Padang sama-sama memiliki komitmen untuk berdakwah hingga pelosok negeri,” ujar Sekjen MUI, Dr. Amirsyah Tambunan di Padang, Sumatera Barat, Jumat (20/5/2022).

Menurut Amirsyah, program-program seperti ini sangat bermanfaat meningkatkan pemahaman agama dan penguatan akidah masyarakat dengan membawa pesan damai.

Selain itu Dr Amirsyah Tambunan, mengharapkan pengelolaan zakat di BUMN dapat optimal dan menyesuaikan regulasi yang ada saat ini, sehingga semakin besar dana zakat yang di distribusikan dan aman secara regulasi pengelolaannya.

Hal sama disampaikan Kepala Pelaksana UPZ Baznas Semen Padang, Muhammad Arif menjelaskan, dalam rangka menyalurkan zakatnya, UPZ Baznas Semen Padang meluncurkan program kegiatan Dakwah di Teras Negeri yang diselenggarakan di Padang, Sumbar, Jumat, (20/5/2022).

Kegiatan Dakwah di Teras Negeri ini meliputi program sebar dai di 51 titik, membumikan dakwah dengan merekrut warga setempat, peningkatan kapasitas dai melalui kunjungan pertigabulan, melengkapi kebutuhan para dai, itsbat nikah untuk 623 pasang mualaf dan bantuan untuk lembaga pendidikan Islam di Mentawai. “Hal ini merupakan upaya UPZ BAZNAS Semen Padang dalam menyalurkan zakat berdasarkan asnaf dan program,” ujar Muhammad Arif

Menurut dia, berbagai program penyaluran telah dilakukan UPZ Baznas Semen Padang baik di bidang ekonomi, kesehatan, dakwah, kemanusiaan hingga pendidikan. “Semoga zakat yang disalurkan melalui kegiatan Dakwah di Teras Negeri ini dapat bermanfaat bagi para penerima,” kata Arif

Sementara itu, Kepala Divisi Pengumpulan UPZ Baznas RI, Mohan, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada UPZ Baznas Semen Padang yang telah menyalurkan zakat karyawannya melalui berbagai program yang baik dan tepat sasaran.

Penyaluran zakat karyawan PT Semen Padang sudah berlangsung sejak tahun 1995. Saat itu, penyalurannya dilakukan melalui lembaga Bazis Unit Korpri PT Semen Padang. Kemudian pada Januari 1998, Bazis Korpri PT Semen Padang berubah nama menjadi Bazis Semen Padang.

Setelah itu dengan adanya Undang-Undang RI No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka pada Januari 2002 dibentuk Yayasan Lembaga Amil Zakat Semen Padang (LAZ-SP) dengan akte notaris no.05/y/2002 tanggal 21 Januari 2002.

Selanjutnya menyesuaikan kembali menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) mengikuti UU No 23 Tahun 2011 pada 21 Desember 2016. Perubahan legalitas pengelolaan zakat terjadi sebanyak 4 kali, mengikuti peraturan negara yang berlaku demi menjaga ibadah zakat karyawan PT Semen  Padang aman secara regulasi.



Aka Saputra Dilantik sebagai Kepala MIT Muhammadiyah Sukarame

aka-saputra-dilantik-sebagai-kepala-mit-muhammadiyah-sukarame

Bandar lampung: Setelah periodesasi Kepala Madrasah Ibditaiyah Muhammadiyah Sukarame telah usai, dilakukan penjaringan Kepala Madrasah dan terpilihlah Aka Saputra.S,Pd.I. menggantikan Fita Jumrotussolihah, S.Pd.I. Pada hari Jumat (20/05/22) dilaksanakan Pelantikan dan serah terima jabatan (sertijab) Kepala MI Terpadu Muhammadiyah sukarame periode 2022 – 2026 oleh Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Sukarame, Drs. H. Sujarwo, M.Pd.I.

Dalam sambutannya, Sujarwo menyampaikan terimakasih dan selamat  kepada Kepala Madrasah yang telah purna masa baktinya dan kepada kepala MIT yang baru saja dilantik.

“Terimakasih kepada umi fita (kepala sebelumnya), yang telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik selama ini, dan selamat kepada Aka saputra, sebagai kader pelangsung dan penyempurna amal usaha muhammadiyah.” papar sujarwo

Ditempat yang sama, Fita Jumrotussolihah,. berpesan agar Kepala Madrasah yang menggantikannya dapat melanjutkan program kerja dan menyempurnakan prestasi yang telah dimiliki sebelumnya.

Sesaat setelah pelantikan, Aka Saputra menjelaskan bahwa dirinya sebagai kader Muhammadiyah harus siap mengemban amanah yang telah diberikan. Dan meminta doa serta restu kepada seluruh kader dan pimpinan muhammadiyah untuk dapat amanah dan istiqomah. (Ramdan/Rita Zaharah)



Terhambat Pendanaan Minim – Majelis Ulama Indonesia

terhambat-pendanaan-minim-–-majelis-ulama-indonesia

JURNAL SOREANG– Dakwah digital sudah menjadi sebuah keniscayaan oleh semua aktivis dakwah termasuk MUI Jabar.

mui-jabar- Hanya, selama beberapa tahun ini MUI Jabar memiliki keterbatasan karena dana hibah dari Pemprov Jabar yang terbatas.

“MUI Jabar ingin lebih menggiatkan dakwah digital karena memang trennya seperti itu. Kalau materi dakwah dan penceramahnya tidak akan kekurangan,” kata Ketua Umum MUI Jabar Prof. Dr. KH. Rachmat Sjafei dalam silaturahmi Idul Fitri di kantor MUI Jabar, Jumat 20 Mei 2022.

Sedangkan Sekretaris Umum MUI Jabar, KH. Rafani Akhyar mengatakan, untuk membuat studio maupun pembelian peralatan membutuhkan dana yang tak sedikit.

“Apalagi MUI Jabar tak memiliki tempat untuk pembuatan studio mini sehingga kami akan bekerja sama dengan Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FKKBIH) Jabar yang sudah memiliki studio bagus,” ujarnya.

Rafani mengakui bantuan hibah dari Pemprov Jabar masih minim yakni Rp500 juta per tahun yang untuk biaya operasional saja tak cukup.

“Tahun lalu pihak Pemprov Jabar menjanjikan akan memberikan dana hibah Rp2 miliar untuk MUI Jabar, tapi ternyata seperempatnya,’ ujarnya.

Sedangkan Ketua PW Persis Jabar, Ustaz Iman Setiawan Latief menyatakan, dakwah digital memang membutuhkan biaya yang tak sedikit.

“Termasuk untuk update informasi setiap saat juga butuh tenaga khusus yang harus diberi honorarium,” katanya.

Bahkan Ustaz Iman menyatakan, kalau dakwah digital tidak diperbarui dengan informasi terbaru akan tersingkir oleh konten-konten hiburan yang tidak mendidik.

“Seperti website MUI Jabar kan informasi terakhir pada tahun 2021 sehingga jadi pertanyaan banyak pihak. Kalau tidak ada pembaruan informasi ya akan ditinggalkan masyarakat,” katanya.*** (sarnapi)

Source link

The post Terhambat Pendanaan Minim – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Hikmah: Cukup Tiga Indikator Orang Baik

hikmah:-cukup-tiga-indikator-orang-baik

ترويحة على الطريق : ” ولتكون من المحسنين ” :
قال يحيى بن معاذ : حظ المؤمن منك ثلاثة خصال لتكون من المحسنين :
أحدها : ان لم تنفعه فلا تضره
والثانى : ان لم تسره فلا تغمه
والثالث : ان لم تمدحه فلا تذمه

Yahya bin Muadz berkata;
Tiga hal agar engkau menjadi orang baik:
pertama, jika tak bisa memperbaiki jangan merusak
kedua, jika tak bisa mencerahkan jangan menyengsarakan
ketiga, jika tak bisa menyanjung jangan menghina. (Sumber Tarwihah Alathorieq)

The post Hikmah: Cukup Tiga Indikator Orang Baik appeared first on MUI SULSEL.



MUI Jabar Ditantang untuk Lakukan Dakwah Digital, Rafani: Terhambat Pendanaan Minim

mui-jabar-ditantang-untuk-lakukan-dakwah-digital,-rafani:-terhambat-pendanaan-minim

JURNAL SOREANG– Dakwah digital sudah menjadi sebuah keniscayaan oleh semua aktivis dakwah termasuk MUI Jabar.

mui-jabar- Hanya, selama beberapa tahun ini MUI Jabar memiliki keterbatasan karena dana hibah dari Pemprov Jabar yang terbatas.

“MUI Jabar ingin lebih menggiatkan dakwah digital karena memang trennya seperti itu. Kalau materi dakwah dan penceramahnya tidak akan kekurangan,” kata Ketua Umum MUI Jabar Prof. Dr. KH. Rachmat Sjafei dalam silaturahmi Idul Fitri di kantor MUI Jabar, Jumat 20 Mei 2022.

Sedangkan Sekretaris Umum MUI Jabar, KH. Rafani Akhyar mengatakan, untuk membuat studio maupun pembelian peralatan membutuhkan dana yang tak sedikit.

“Apalagi MUI Jabar tak memiliki tempat untuk pembuatan studio mini sehingga kami akan bekerja sama dengan Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FKKBIH) Jabar yang sudah memiliki studio bagus,” ujarnya.

Rafani mengakui bantuan hibah dari Pemprov Jabar masih minim yakni Rp500 juta per tahun yang untuk biaya operasional saja tak cukup.

“Tahun lalu pihak Pemprov Jabar menjanjikan akan memberikan dana hibah Rp2 miliar untuk MUI Jabar, tapi ternyata seperempatnya,’ ujarnya.

Sedangkan Ketua PW Persis Jabar, Ustaz Iman Setiawan Latief menyatakan, dakwah digital memang membutuhkan biaya yang tak sedikit.

“Termasuk untuk update informasi setiap saat juga butuh tenaga khusus yang harus diberi honorarium,” katanya.

Bahkan Ustaz Iman menyatakan, kalau dakwah digital tidak diperbarui dengan informasi terbaru akan tersingkir oleh konten-konten hiburan yang tidak mendidik.

“Seperti website MUI Jabar kan informasi terakhir pada tahun 2021 sehingga jadi pertanyaan banyak pihak. Kalau tidak ada pembaruan informasi ya akan ditinggalkan masyarakat,” katanya.*** (sarnapi)



Ini Penjelasan Fatwa MUI Terkait LGBT – Majelis Ulama Indonesia

ini-penjelasan-fatwa-mui-terkait-lgbt-–-majelis-ulama-indonesia

JAKARTA — Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang merupakan kelainan pada orientasi seksual menjadi sebuah gerakan yang cukup massif dilakukan oleh para pelaku dan pendukung LGBT agar dapat diterima oleh masyarakat dan negara.

Bahkan, para pelaku dan pendukung LGBT melakukan gerakan tersebut secara terang-terangan khususnya di media sosial.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan.

Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof Dr Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh kala itu dijelaskan ketentuan hukum sebagai berikut:

Lesbi adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan oleh perempuan dan perempuan.

Sedangkan Gay, adalah aktivitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan. Selain itu, orientasi seksual sesama jenis ini juga ditegaskan sebagai bentuk dari penyimpangan yang harus diluruskan.

“Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah),” tegas isi fatwa tersebut.

Selain itu, para pelaku homoseksual, baik lesbian, gay, dan biseksual dikenakan hukuman hadd dan ayau ta’zir oleh pihak yang berwenang.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.

Sementara Ta’zir, adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri atau pihak yang berwenang menetapkan hukuman.

Pada korban dari kejahatan tersebut, para pelakunya harus dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.

Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut menegaskan bahwa melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Untuk itu, dalam fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi untuk menangani hal ini sebagaimana berikut:

Pertama, meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan pemerintah untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan untuk tidak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual, baik lesbi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang.

“Hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktivitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawazir dan mawani,” kata fatwa tersebut.

Dijelaskan dalam fatwa tersebut, arti dari zawazir dan mawani ini untuk membuat pelaku menjadi jera. Selain itu, orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya.

DPR dan pemerintah diharapkan memasukkan aktivitas seksual menyimpang ini sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai mertabat luhur manusia.

“Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi,” ujar fatwa tersebut.

Kedua, dalam fatwa tersebut juga merekomendasikan untuk meminta pemerintah, secara wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi para pelaku.

“Disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas,” lanjut dari point kedua rekomendasi dalam fatwa tersebut.

Ketiga, MUI meminta pemerintah secara tegas untuk tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.

Terakhir dalam point keempat, pemerintah dan masyarakat diminta untuk tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, dan orientasi seksual menyimpang ini untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Fatwa yang berlaku sejak 31 Desember 2014 ini mengimbau kepada umat Muslim untuk bisa menyebarluaskan dan mengetahui fatwa ini.

“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” penutup dari fatwa tersebut.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)

Fatwa No. 57 2014 Ttg Lesbian, Gay, Sodomi Dan Pencabulan

Source link

The post Ini Penjelasan Fatwa MUI Terkait LGBT – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Ini Penjelasan Fatwa MUI Terkait LGBT

JAKARTA — Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang merupakan kelainan pada orientasi seksual menjadi sebuah gerakan yang cukup massif dilakukan oleh para pelaku dan pendukung LGBT agar dapat diterima oleh masyarakat dan negara.

Bahkan, para pelaku dan pendukung LGBT melakukan gerakan tersebut secara terang-terangan khususnya di media sosial.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan.

Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof Dr Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh kala itu dijelaskan ketentuan hukum sebagai berikut:

Lesbi adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan oleh perempuan dan perempuan.

Sedangkan Gay, adalah aktivitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan. Selain itu, orientasi seksual sesama jenis ini juga ditegaskan sebagai bentuk dari penyimpangan yang harus diluruskan.

“Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah),” tegas isi fatwa tersebut.

Selain itu, para pelaku homoseksual, baik lesbian, gay, dan biseksual dikenakan hukuman hadd dan ayau ta’zir oleh pihak yang berwenang.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.

Sementara Ta’zir, adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri atau pihak yang berwenang menetapkan hukuman.

Pada korban dari kejahatan tersebut, para pelakunya harus dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.

Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut menegaskan bahwa melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Untuk itu, dalam fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi untuk menangani hal ini sebagaimana berikut:

Pertama, meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan pemerintah untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan untuk tidak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual, baik lesbi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang.

“Hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktivitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawazir dan mawani,” kata fatwa tersebut.

Dijelaskan dalam fatwa tersebut, arti dari zawazir dan mawani ini untuk membuat pelaku menjadi jera. Selain itu, orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya.

DPR dan pemerintah diharapkan memasukkan aktivitas seksual menyimpang ini sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai mertabat luhur manusia.

“Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi,” ujar fatwa tersebut.

Kedua, dalam fatwa tersebut juga merekomendasikan untuk meminta pemerintah, secara wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi para pelaku.

“Disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas,” lanjut dari point kedua rekomendasi dalam fatwa tersebut.

Ketiga, MUI meminta pemerintah secara tegas untuk tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.

Terakhir dalam point keempat, pemerintah dan masyarakat diminta untuk tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, dan orientasi seksual menyimpang ini untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Fatwa yang berlaku sejak 31 Desember 2014 ini mengimbau kepada umat Muslim untuk bisa menyebarluaskan dan mengetahui fatwa ini.

“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” penutup dari fatwa tersebut.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)

Fatwa No. 57 2014 Ttg Lesbian, Gay, Sodomi Dan Pencabulan


Dahsyatnya Doa Ibu – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia

dahsyatnya-doa-ibu-–-majelis-ulama-indonesia-–-majelis-ulama-indonesia

عقوبة العاق لأمه
دعاء أم على ولدها

عن أبي قزعة (سويد بن حُجَير الباهلي ) قال : مررنا ببعض المياه التي بيننا وبين البصرة ، فسمعنا نهيق حمار ، فقلنا لهم ما هذا النهيق ؟ قالوا : هذا رجل كانت أمه تكلّمه بالحسنى ، فيقول : انهقي نهيقك . فكانت أمه تقول : جعلك الله حمارا .فلما مات نسمع هذا النهيق عند قبره كل ليلة .
89 مجابو الدعوة للحافظ أبي بكر عبد الله بن محمد بن عبيد ابن أبي الدنيا القرشي المُتوفى سنة 281 هجرية رحمه الله

Abi Quz’ah (Suaid Bin Hujair Albahily) berkata; Kami melewati beberapa sumur antara kami dengan Bashrah, kami mendengar ringkikan keledai, maka kami bertanya, ringkikan apa itu?  Mereka menjawab, orang mati ini dulu ibunya bicara dengan baik kepadanya, tapi dijawab oleh sang anak, ‘meringkik sajalah engkau.’ Ibunya pun spontan menjawab, ‘semoga Tuhan jadikan engkau keledai.’ Ketika orang ini mati, kita mendengarkan ringkikan keledai dari kuburnya hampir tiap malam. (Sumber Mujabuddakwah Hafidz Abi Bakr w. 281 H)

The post Tausiah: Dahsyatnya Doa Ibu appeared first on MUI SULSEL.

Source link

The post Dahsyatnya Doa Ibu – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.

Source link

The post Dahsyatnya Doa Ibu – Majelis Ulama Indonesia – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.



Ketum MUI Bogor Dikukuhkan sebagai Guru Besar UIN Jakarta – Majelis Ulama Indonesia

ketum-mui-bogor-dikukuhkan-sebagai-guru-besar-uin-jakarta-–-majelis-ulama-indonesia

BOGOR— Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, KH Ahmad Mukri Aji, dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu fiqih di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Prof KH Mukri mengungkapkan rasa syukur dan mengucapkan terima kasih atas gelar profesornya saat melaksanakan tasyakuran di Pondok Pesantren Daarunna’im, Parung, Bogor, Kamis (19/5/2022).

Dia kemudian menerangkan bagaimana implementasi maqashid syariah yang menjadi bahasan orasi ilmiahnya dalam beberapa bidang kehidupan, seperti ekonomi, hukum keluarga, hukum pidana dan pendidikan.

“Adapun aktualisasi maqashid syariah dalam kehidupan kita membuktikan betapa sempurnanya agama Islam. Salah satunya pemahaman maqashid syariah menjadi kunci dalam pengembangan ekonomi syariah, bukan hanya pemahaman dalam sisi fiqh dan muamalat,” terang Prof Mukri.

Dirinya dikukuhkan sebagai guru besar di Auditorium Utama Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (18/5/2022), setelah menyampaikan orasi ilmiah dengan tema “Implementasi Maqoshid Al-Syariah dan Aktualisasinya dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia”.

Sementara, Ketua Bidang Pendidikan dan Pengkaderan MUI Kabupaten Bogor, Saepudin Muhtar saat tasyakuran menyanjung capaian Prof Mukri yang dianggapnya sebagai sosok yang masagi, istilah berbahasa Sunda yang berarti sempurna.

“Beliau adalah tokoh yang masagi, istilah Sunda. Sisi intelektualitasnya ada di beliau, sisi keulamaannya ada di beliau, sisi spiritualnya di beliau, organisatorisnya juga di beliau, jadi sangat masagi,” kata pria yang akrab disapa Gus Udin ini.

Menurutnya, Prof Mukri mencetak sejarah, karena baru kali ini surat keputusan (SK) Guru Besar ditandatangani oleh Menteri Agama Republik Indonesia.

“Ini sejarah mencatat, pertama kalinya guru besar yang SK-nya ditandatangani oleh Menteri Agama. Sejarah dan baru pertama di Indonesia,” tuturnya.

Gus Udin mengaku bangga menjadi salah satu anak ideologis Prof Mukri. Dia berharap apa yang dicapai oleh Ketua MUI dapat menjadi bagi seluruh ulama khususnya di Kabupaten Bogor.

“Ini sungguh luar biasa, rasa bangga kami juga dan menginspirasi bagi kami alumni PKU (Pendidikan Kader Ulama). karena pesan beliau utamakan kualitas,” ujar Gus Udin. (Antara, ed: Nashih)

Source link

The post Ketum MUI Bogor Dikukuhkan sebagai Guru Besar UIN Jakarta – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.