All posts by Admin

MUI Himbau Semua Pihak Tahan Diri Pasca Pemilu

Jakarta – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Buya Zainut Tauhid Saadi memuji berlangsungnya pesta demokrasi 17 April lalu yang kondusif dan lancar.

“Kelangsungan Pemilu serentak tahun 2019 yang berjalan tertib, lancar, dan aman. Ini menunjukkan rakyat semakin matang dan dewasa dalam berdemokrasi.” katanya kepada MUI.OR.ID melalui pesan tertulis, Jum`at (19/4).

MUI meminta kepada seluruh masyarakat, lanjutnya, untuk dapat menyikapi seluruh proses tahapan Pemilu serentak tahun 2019 dengan sabar, tawakal, dan terus berdoa,.

“Saya berharap situasi dan kondisi seperti saat ini tetap terjaga dan terpelihara hingga semua proses dan tahapan Pemilu berakhir dilaksanakan, ” ungkapnya.

MUI, lanjutnya, mengapresiasi kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang telah menunjukkan sikap kenegarawanan untuk mengajak seluruh masyarakat Indonesia khususnya para pendukungnya agar menjaga persaudaraan, persatuan dan kesatuan.

Apresiasi juga diberikan kepada tim capres-cawapres yang meminta semua pendukungnya untuk tetap tenang dan tidak emosional menyikapi hasil hitung cepat (quick count) yang sudah banyak dirilis oleh lembaga survei dengan tetap bersabar menunggu keputusan resmi dari KPU.

Dia mengatakan MUI meminta dengan tulus kepada semua pihak agar dapat menahan diri dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan kegembiraan atau kekecewaannya dalam menyikapi hasil hitung cepat.

Hal itu, kata dia, bisa diwujudkan dengan memberikan komentar yang mencegah upaya delegitimasi lembaga negara yang sah, mengajak dan memprovokasi umat untuk melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, demokrasi dan menjunjung nilai-nilai konstitusi.

MUI meminta kepada semua pihak untuk dapat menggunakan jalur hukum dalam menyelesaikan semua tindak pelanggaran Pemilu.

“Karena itulah jalan demokrasi yang kita pilih sebagai bangsa yang maju religius, modern dan beradab,” kata dia.

Jalan demokrasi, kata dia, bukan kekerasan dan pemaksaan kehendak yang justru dapat menimbulkan malapetaka, kemudaratan yang dapat mengancam keretakan dan perpecahan bangsa.

“Pemilu 2019 tidak boleh menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, ” ucapnya.

Pilihan politik, sambung Buya Zainut, boleh berbeda tetapi semangat persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa harus tetap terpelihara dan terjaga.

Untuk itu, dia meminta kepada Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) agar terus melaksanakan tugasnya dengan jujur, penuh amanah, dedikasi serta pengabdian untuk bangsa dan negara.

“Juga kepada jajaran TNI/Polri untuk terus mengawal, melindungi dan memberi rasa aman kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata dia. (Ichwan/Thobib)



5 (Lima) Sahabat Terkaya yang Diberitakan Masuk Surga

Dalam artikelnya, Dr. Yusuf ibn Ahmad al Qasim berusaha melakukan riset perpustakaan sederhana untuk mencari tahu siapa saja para sahabat Rasulullah SAW yang memiliki kekayaan terbesar dan nilai asetnya.

Tertarik dengan artikel tersebut, di samping menerjemahkannya secara bebas, saya (Faishol) melakukan verifikasi ulang melalui sumber-sumber lain yang dijelaskan pada tempatnya serta menyusun urutan personal berdasarkan aset terbesar. Nilai kekayaan yang diungkap di sini adalah nilai aset tarikah yang ditinggalkan saat mereka wafat.

5 (Lima) Orang Sahabat Terkaya

  1. ‘Abdurrahman ibn ‘Awf
  2. Az-Zubayr ibn al ‘Awwam
  3. ‘Utsman ibn ‘Affan
  4. Thalhah ibn ‘Ubaydillah
  5. Sa’d ibn Abi Waqqash

1. ‘Abdurrahman ibn ‘Awf (44 SH – 32H / 580 – 652 M). Nilai kekayaan saat wafat Rp. 6.212.688.000.000,-

Kekayaan sahabat yang satu ini benar-benar membuat geleng-geleng kepala. Beliau adalah orang kedelapan yang masuk Islam. Usianya 10 tahun lebih muda dari Nabi SAW. Beliau mengikuti semua peperangan dalam sejarah perjuangan Islam di era Nabi SAW. Beliau terkenal sebagai pebisnis ulung. Saat tiba di Madinah (era hijrah), beliau datang dengan tangan kosong. Seperak pun tidak dimiliknya. Lalu Rasulullah SAW menjalinkan mu’akhah antara beliau dengan Sa’d ibn al Rabi’, salah satu orang kaya Madinah saat itu. Sa’d menawarkan setengah dari harta miliknya untuk beliau, termasuk menceraikan salah satu dari dua orang istrinya untuk bisa dinikahi beliau. Namun beliau menolak halus dan penuh respek sambil berkata, “Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu dengan istri dan hartamu. Cukup tunjukkan aku di mana pasar.”Total aset kekayaan saat beliau wafat –seperti dikutip oleh Ibn Hajar- adalah 3.200.000 (dalam bentuk Dinar, menurut asumsi Ibn Hajar, al Fath, Juz 14, hal. 448). Nilai ini adalah hasil matematis dari informasi yang mengatakan bahwa saat wafatnya, masing-masing dari empat orang istrinya menerima sebesar 100.000 Dinar. Dengan akuntasi Fara`idh, maka total tarikah (harta yang ditinggalkannya) adalah : 100.000 dinar x 4 (orang istri) x 8 (ashl al mas`alah) = 3.200.000 Dinar.Jika dirupiahkan, nilai tersebut setara dengan Rp. 6.212.688.000.000,- (enam triliun, dua ratus dua belas milyar, enam ratus delapan puluh delapan juta Rupiah). Lihat nilai tukar yang digunakan di akhir tulisan.Sementara ituIbn Katsir (al Bidayah wa an Nihayah, Juz 7, hal, 184) mengutip sumber lain menulis bahwa saat wafatnya, ‘Abdurrahman meninggalkan aset terdiri dari:

  • 1000 ekor unta
  • 100 ekor kuda
  • 3000 ekor kambing (di Baqi’)

Seluruh istrinya yang berjumlah empat orang memperoleh (dari harga jual aset tersebut) sebesar 320.000 (Dinar[?]). Nilai ini adalah 1/8 dari total harta diwaris sehingga masing-masing istri mendapatkan 80.000(Dinar[?]).

Dengan data ini maka total aset peninggalannya adalah 80.000 x 4 (orang istri) x 8 = 2.560.000(Dinar[?]). Jika dikonversi ke rupiah setara dengan Rp.4.970.150.400.000,- (empat triliun, sembilan ratus tujuh puluh milyar, seratus lima puluh juta, empat ratus ribu Rupiah) ditambah dengan seluruh jumlah 3 (tiga) jenis hewan-hewan peternakan yang disebutkan.

Sumber mana pun yang ingin dirujuk dari dua informasi di atas, ‘Abdurrahman layak menempati posisi pertama sebagai sahabat Rasulullah SAW yang paling kaya.

Yang amat menarik untuk dijadikan cermin kepribadian muslimin lain, saat hendak wafat beliau berwasiat memberikan 400 Dinar kepada para peserta perang Badr yang masih hidup yang jumlahnya saat itu sebanyak 100 orang. Total nilai wasiat menjadi 400 Dinar x 100 = 40.000 Dinar atau setara 77.658.600.000 (Tujuh puluh Tujuh milyar, Enam ratus Lima puluh Delapan juta, Enam ratus ribu Rupiah). Sayyidina Ustman RA dan sayyidina Ali RA termasuk di antara yang menerimanya.

Wasiat tersebut belum termasuk wasiat yang diberikannya secara khusus kepada para istri Rasulullah SAW yang masih hidup dalam jumlah yang besar (penulis tidak menemukan informasi nilainya). Jumlahnya yang besar ini hingga mendorong Aisyah RA berdoa, “Semoga Allah menyiraminya dengan cairan dari nektar.” (nektar atau salsabil adalah madu bunga, yaitu cairan yang kaya dengan gula yang dihasilkan oleh tumbuhan). Belum lagi dengan budak-budak yang dimerdekakannya secara cuma-cuma.

2. Az Zubayr ibn al ‘Awwam (28 SH -36 H / 594 – 656 M). Nilai kekayaan saat wafat Rp.3.543.724.800.000,-

Konon, satu-satunya orang yang setanding beliau dalam kemahirannya bertempur sambil berkuda adalah Khalid ibn al-Walid (the Drawn Sword of God). Kedua sahabat ini mampu berkuda dalam posisi kedua tangannya menggenggam pedang. Sementara itu, pengendalian kuda dilakukan dengan kakinya.

Seperti diinformasikan oleh al-Bukhariy (al Jami’ al Shahih, al Bukhariy, Juz 3, hal. 1137), Az Zubayr RA wafat hanya meninggalkan kekayaan berupa aset tidak bergerak (tanah), di antaranya yang berada di Ghabah (wilayah di barat laut Madinah, sekitar 6 km dari Madinah), 11 (sebelas) rumah (besar/dar) di Madinah, 2 (dua) rumah di Bashrah, dan 1 (satu) rumah masing-masing di Kufah dan di Mesir.

Beliau mewasiatkan 1/3 dari total harta peninggalannya (tarikah) untuk para cucunya dan 2/3-nya dibagi-bagikan kepada ahli warisnya. Beliau memiliki empat orang istri di mana setiap istri mendapatkan waris senilai 1.200.000 Dirham (Shahih al Bukhariy).

Dengan data ini, perhitungan total nilai aset peninggalan beliau, termasuk yang diwasiatkannya kepada para cucunya adalah:

  • Bagian istri: 1.200.000 x 4 (orang istri) = 4.800.000 Dirham. Angka ini -sesuai akuntansi waris- adalah 1/8 dari 2/3 total tarikah (harta waris) setelah dikurangi 1/3 untuk wasiat.
  • Total yang diwariskan: 4.800.000 Dirham x 8 = 38.400.000 Dirham = 2/3 total tarikah.
  • Nilai yang diwasiatkan: 38.400.000: 2 = 19.200.000 = 1/3 total tarikah

Total tarikah (termasuk wasiat) adalah 38.400.000 Dirham + 19.200.000 Dirham = 57.600.000 Dirham. Dalam unit Rupiah, 57.600.000 Dirham setara dengan Rp.3.543.724.800.000,- (tiga triliun, lima ratus empat puluh tiga milyar, tujuh ratus dua puluh empat juta, delapan ratus ribu Rupiah).

3. ‘Utsman ibn ‘Affan (47 SH – 35 H / 577 – 656 M). Nilai kekayaan saat wafat Rp.2.532.942.750.000,-Ibn Katsir (al Bidayah wa an Nihayah, Ibn Katsir, Juz 7, hal. 214) mencatat, dana yang dimiliki olehsahabat ‘Utsman saat wafat terdiri dari:

  1. Tarikah 1 (tunai) : 30 juta Dirham
  2. Tarikah 2 (tunai) : 150.000 Dinar
  3. Sedekah : 200.000 Dinar
  4. Unta : 1000 ekor

Jika dirinci dengan nilai rupiah menjadi :

  1. Tarikah 1 (tunai) : 1.845.690.000.000
  2. Tarikah 2 (tunai) : 291.219.750.000
  3. Sedekah : 388.293.000.000
  4. Unta : 7.740.000.000

Jumlahnya menjadi Rp.2.532.942.750.000,- (dua triliun, lima ratus tiga puluh dua milyar, sembilan ratus empat puluh dua juta, tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah).

Perhitungan di atas bisa jadi lebih kecil dari nilai kekayaan yang sesungguhnya mengingat jumlah tersebut belumآ mencakup aset-aset berikut:

  • pembelian sumur di Rumah (sekitar 5 km dari Masjid Nabawiy) yang diwakafkan untuk keperluan masyarakat senilai 35.000 Dirham (al Mu’jam al Kabir, ath Thabaraniy, Juz 2, hal. 41 atau 1227)
  • hibah 950 unta untuk alat perlengkapan perang Tabuk/’Usrah. (ar.wikipedia.org/wiki/ط¹ط«ظ…ط§ظ†_ط¨ظ†_ط¹ظپط§ظ†)
  • aset tanah (dhiya’) dan kuda yang jumlahnya amat sangat banyak (Tarikh Ibn Khaldun, Jil. 1)

Kekayaan lain Utsman RA yang amat tak terkira, meski bukan kekayaan finansial adalah menikahi dua orang putri Rasulullah SAW (Ruqayyah lalu Ummu Kultsum, radhiyallah ‘an huma).

4. Thalhah ibn ‘Ubaydillah (≈ 26 SH – 36 H / 598 – 656 M). Nilai kekayaan saat wafat Rp.542.100.500.000,-

  1. Tarikah 1 (tunai) : 2.200.000 Dirham
  2. Tarikah 2 (tunai) : 200.000 Dinar
  3. Sedekah 1 (tanah) : 300.000 Dirham (belum dapat verifikasinya)

Jika dirupiahkan menjadi:

  1. Tarikah 1 (tunai) : 135.350.600.000
  2. Tarikah 2 (tunai) : 388.293.000.000
  3. Sedekah 1 (tanah) : 18.456.900.000

Jumlahnya menjadi Rp.542.100.500.000,- (lima ratus empat puluh dua milyar, seratus juta, lima ratus ribu Rupiah)

Sementara itu, sumber lain (ath Thabaqat al Kubra, Ibn Sa’d, Juz 3, hal. 222) mengutip bahwa jumlah seluruh kekayaan Thalhah (tunai dan non-tunai) saat wafat adalah 30.000.000 Dirham atau setara Rp.1.845.690.000.000 (satu triliun, delapan ratus empat puluh lima milyar, enam ratus Sembilan puluh juta Rupiah).

Dr. Yusuf menjelaskan, informasi yang terakhir ini disampaikan oleh –salah satunya- Muhamad ibn ‘Amr al-Waqidiy yang oleh beberapa ulama diragukan ke-tsiqah-annya. (Baca tentang al-Waqidiy)

5. Sa’d ibn Abi Waqqash (23 SH – 55 H / 600 – 675 M). Nilai kekayaan saat wafat Rp.15.380.750.000,-

Dalam sepanjang sejarah peperangan Islam, beliau tercatat sebagai orang yang pertama kali kena tusuk anak panah dan beliau pula yang pertama kali dalam sejarah Islam melesatkan panah dari busurnya ke arah musuh. Beliau termasuk generasi awal yang masuk Islam. Sebagian informasi menyebutnya sebagai orang keempat dari kalangan laki-laki yang masuk Islam awal setelah Abu bakr, Ali dan Zayd, radhiyallah ‘an hum.Nilai tarikah atau harta warisnya -seperti dikutip oleh Ibn Katsir- sebesar 250.000 Dirham (al Bidayah wa an Nihayah, Juz 8, hal. 84). Jika dirupiahkan, nilai ini setara dengan Rp.15.380.750.000,- (lima belas milyar, tiga ratus delapan puluh juta, tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah).

Mereka -kelima sahabat Rasulullah SAW adalah para pebisnis dan dermawan ulung. Dalam waktu yang sama mereka adalah sebagian dari para sahabat yang mendapatkan berita gembira tentang perolehan surga. Mereka adalah manusia-manusia yang luar biasa karena -umumnya- kekayaan sering menjauhkan diri dari Allah SWT dan melenakan.

Mereka adalah teladan. Bagaimana tidak? Mereka -di samping sebagai orang kaya- juga turun langsung ke dalam kancah pertempuran. Penyikapan mereka terhadap harta yang dimilikinya menjadikan aset-aset tersebut sebagai harta yang baik yang berada di tangan orang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ظ†ط¹ظ… ط§ظ„ظ…ط§ظ„ ط§ظ„طµط§ظ„ط­ ظ„ظ„ظ…ط±ط، ط§ظ„طµط§ظ„ط­ – ط±ظˆط§ظ‡ ط£ط­ظ…ط¯. Sebuah fenomena langka di tengah masyarakat umumnya.

Catatan:

  1. Nilai yang disebutkan dalam unit rupiah bersifat perkiraan yang mengacu kepada:
    1. Harga beli Dinar : Rp.1.941.465 (27 April 2013 di geraidinar.com)
    2. Harga beli Dirham : Rp.61.523 (27 April 2013 di geraidinar.com)
    3. Harga unta per ekor : 3000 riyal (harga unta di pasar Ukaz tahun 2011 berkisar antara 1.800 Riyal hingga 4.000 Riyal, tergantung usia unta. Namun, yang sesuai dengan diyat adalah 3.000 Riyal dengan usia 3 tahun). 1 riyal (beli) = Rp.2.580 (27 April 2013 – vip.co.id). Asumsi “santai” 1 ekor unta = 3000 riyal Saudi x 2.580 = Rp.7.740.000,-
  2. Di era Rasulullah SAW, nilai tukar 1 dinar = 10 Dirham. Meski demikian penulis menggunakan konversi Dinar dan Dirham berbanding Rupiah yang berlaku saat tulisan ini dibuat agar mendapatkan gambaran yang lebih mudah. Konversi ini memang mengakibatkan perbandingan 1 Dinar menjadi 1 : 31,557 Dirham. Jauh dari realita konversi era sahabat. Namun masalah konversi bukan hal utama yang ingin disampaikan. Pembaca dipersilakan mengonversi ulang nilai tukar di sini sesuai dengan apa yang dianggapnya paling mendekati kebenaran.
  3. Penulis meyakini bahwa aset sesungguhnya yang mereka miliki jauh lebih besar dari apa yang dikemukakan di dalam tulisan ini mengingat mereka dikenal juga dermawan ulung. Artinya, nilai aset yang disebutkan belum mencakup nilai charity yang didonasikan semasa hidupnya.
  4. Kondisi finansial kelima sahabat ini tidak dapat dijadikan cermin kondisi finansial para sahabat lainnya. Sebaliknya, pada umumnya mereka adalah orang-orang hidup dalam kondisi finansial yang minim dan pas-pasan.

Artikel ini telah dimuat di : https://dsnmui.or.id/5-lima-sahabat-terkaya-yang-diberitakan-masuk-surga/



Perbedaan Syarikah al Milk dan Syarikah al ‘Aqd

Ketika belajar Syirkah/Syarikah, khususnya saat belajar musyarakah mutanaqishah, sering muncul pertanyaan, apa perbedaan antara syarikah al milk dan syarikah al ‘aqd. Tulisan ini mencoba menjelaskan perbedaan keduanya.

1. Syarikah al Milk (شركة الملك)

Dalam syarikah al milk, hubungan sesama mitra (syuraka`) tidak mengandung unsur wakalah dan kafalah. Dengan demikian, mitra (syarik) yang satu bukan merupakan wakil dan kafil dari mitranya yang lain terkait dengan asset atau barang yang dimiliki bersama oleh keduanya.

Contoh, bapak A dan bapak B secara bersama-sama memiliki sebuah motor Honda. Entah itu dari hasil beli patungan atau hasil warisan atau hasil pemberian dari orang lain untuk mereka berdua.

Kepemilikan bersama (syarikah) terhadap motor Honda oleh kedua orang tersebut disebut syarikah al milk jika masing-masing mitra (bapak A dan bapak B) tidak saling menyerahkan hak perwakilan (wakalah) untuk melakukan tasharruf dan tidak ada saling kafalah. (lihat arti tashaaruf di bawah)

Maksudnya begini, jika bapak A tidak menyerahkan hak tasharruf atas porsi yang menjadi miliknya kepada bapak B dan sebaliknya, bapak B tidak menyerahkan hak tasharruf atas porsi yang menjadi miliknya kepada bapak A maka syarikah seperti ini adalah syarikah al milk.

Mari contoh di atas diperjelas. Jika bapak A tidak mengizinkan bapak B (atau sebaliknya) untuk menjual porsi yang menjadi miliknya (milik bapak A dan sebaliknya) dari sebuah motor Honda tersebut maka syarikah ini disebut syarikah al milk.

Ketidak-adaan hak bagi mitra untuk bertindak atas porsi mitranya yang lain ini membuat akad jual motor dimaksud bisa dibatalkan sama sekali atau batal untuk porsi mitra yang tidak mengizinkan.

Contoh lain, masih dengan contoh di atas, jika bapak A ngojek dengan motor Honda milik bersama dan mendapatkan uang, maka (1) bapak A berdosa; dan (2) bapak B berhak atas ujrah wajar (ujrah al mitsl) sebagai akibat porsinya (pada motor tersebut) dimanfaatkan untuk ngojek oleh bapak A. (Besaran ujrah al mitsl akan menjadi pembahasan tersendiri)

Di samping itu, syarikah al milk juga tidak mengandung kafalah. Jika bapak A merusak motor Honda milik bersama tadi (entah merusak secara sengaja atau tidak), maka porsi kepemililkan bapak B tidak berubah. Kerusakan motor sepenuhnya menjadi tanggungjawab bapak A karena dia yang merusaknya.

Katakanlah motor Honda milik bersama tadi sebelum dirusak bapak A seharga 10 juta di mana porsi masing-masing adalah 50%, dan akibat kerusakan ini motor terjual dengan harga 7 juta maka bapak B tetap memiliki hak sebesar 5 juta sedangkan bapak A mendapat haknya hanya sebesar 2 juta. Karena tidak ada kerugian yang ditanggung bersama dalam syarikah al milk. Bapak A harus rela kehilangan 3 juta-nya.

Jika anda dan saudara anda mendapat warisan sebuah rumah, lalu rumah dirusak oleh saudara anda, maka nilai hak yang berkurang hanya di sisi hak saudara anda. Sedangkan bagian anda tidak berkurang. Demikian karakter syarikah al milk.

Jadi, bapak A (mitra 1) hanya berhak atas porsi miliknya dan bapak B (mitra 2) hanya berhak atas porsi miliknya. Bapak A tidak bisa dan tidak ada hak untuk -contoh- menjual porsi milik mitranya (bapak B). Begitu juga bapak B tidak boleh mengutak-atik porsi yang menjadi bagian mitranya, yaitu bapak A. Mengutak-atik dalam arti menjual, menyewakan atau tindakan apapun yang berakibat hukum.

2. Syarikah al ‘Aqd (شركة العقد)

Berbeda dengan syarikah al milk, hubungan sesama mitra dalam Syarikah al ‘Aqd mengandung unsur wakalah dan kafalah.

Ini artinya setiap mitra diberi hak oleh mitranya yang lain untuk melakukan tasharruf terhadap aset yang dimiliki bersama.

Contoh, bapak A dan bapak B memilik bersama sebuah motor Yamaha. Mereka (para mitra yaitu bapak A dan bapak B) saling memberikan hak untuk mengelola asset bersama, yaitu motor Yamaha. Contoh mengelola adalah disewakan, dijual-belikan dan lain-lain.

Contoh pengelolaan, bapak A mengizinkan kepada bapak B (dan sebaliknya) untuk menyewakan porsi kepemilikan masing-masing terhadap motor Yamaha milik bersama kepada pihak ke-3 di mana uang hasil sewa menjadi milik mereka (A dan B) sesuai kesepakatan atau sesuai porsi kepemilikan mereka.

Contoh ini menjelaskan bahwa setiap mitra mengizinkan porsi kepemilikannya dikelola atau di-tasharruf-kan oleh mitra yang lain. Itu artinya dalam syarikah al ‘aqd terdapat unsur wakalah.

Syarikah al ‘Aqd juga mengandung unsur kafalah. Untuk itu, jika motor Yamaha ini dirusak oleh salah satu mitra secara tidak sengaja, maka kerugian akibat kerusakan ditanggung bersama oleh kedua belah mitra (bapak A dan bapak B) sesuai dengan porsi kepemilikan.

Contoh, porsi kepemilikan masing-masing senilai 50%, harga motor Yamaha sebelum rusak adalah 10 juta, dan akibat rusak dijual dengan harga 7 juta, maka masing-masing menanggung kerugian sesuai porsinya yaitu 50%. Dengan demikian, kerugian sebesar 3 juta dibagi rata kepada A dab B, sehingga masing-masing menanggung 1,5 juta. Untuk itu, uang hasil penjualan (jika syarikah ingin dibubarkan/tashfiyah) maka masing-masing mendapat 3,5 juta.

Kesimpulannya, jika dalam syarikah atau kepemilikan bersama terdapat unsur saling wakalah dan saling kafalah maka kepemilikan bersama ini adalah syarikah al ‘aqd. Sebaliknya, jika tidak ada unsur saling wakalah dan saling kafalah maka ia adalah syarikah al milk.

———-

Tasharruf adalah segala tindakan yang berakibat hukum atas asset baik ucapan atau perbuatan. Tasharruf semacam disposition, yaitu getting rid of an asset or security through a direct sale or some other method. Di antara tasharruf adalah menjual, menyewakan dan bentuk perpindahan kepemilikan lainnya.

* Tulisan ini merujuk ke pelbagai sumber, di antaranya al Mawsu’ah al Fiqhiyyah.

Tulisan ini telah dimuat di : https://dsnmui.or.id/perbedaan-syarikah-al-milk-dan-syarikah-al-aqd/



Understanding The Misunderstood Concept

Keinginan kaum muslimin terutama para intelektual dan ulama mereka untuk dapat hidup dalam naungan Islam secara kaffah adalah suatu impian yang tak pernah padam. Bahkan hal itu merupakan tuntutan agama yang wajib dipenuhi.

Selama ini mereka hanya dapat mengimplementasikan ajaran agama di bidang-bidang tertentu saja seperti bidang ubudiyah, lalu ditambah sedikit budaya, sedikit politik dan sedikit lagi di bidang keuangan dan ekonomi.

Padahal Islam diturunkan kepada umat manusia sebagai hidayah atau huda atau petunjuk agar dipeluk secara kaffah sehingga terasa makna rahmatan lil alamin. Tanpa aplikasi yang kaffah tidak mungkin dapat dirasakan makna Isam sebagai rahmatan lil alamin. Karena kolonialisme Barat atas dunia Islam yang begitu lama, maka yang muncul ke permukaan hanyalah Islam parsial sehingga gambaran Islam yang kaffah tidak pernah mucul lagi selama ratusan tahun hingga hari ini.

Setelah perjuangan membebaskan diri dari penjajahan, maka kaum muslimin dapat mengatur agenda pembangunan untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Salah satu agenda yang sudah cukup lama untuk dilaksanakan adalah menata sistem ekonomi sesuai dengan tuntutan Islam yang melarang ribaghararmaysirzhulm dan maksiat. Sejak itu, para pakar dan ulama mulai bahu membahu mewujudkan lembaga keuangan yang bebas dari hal-hal di atas.

Ketika lembaga-lembaga keuangan Islam ini mulai banyak tumbuh di negeri-negeri muslim bahkan juga di negara-negara non muslim, ada sekelompok kecil yang melihat hal itu dengan kaca mata hitam pekat. Kelompok ini tidak saja meragukan atas  upaya penegakan ekonomi dan keuangan Islam, melainkan mendakwahkan ke sana kemari bahwa  lembaga-lembaga keuangan Islam ini tidak pantas dilabeli Islam atau syariah.

Di mata kelompok kecil tersebut, substansi antara lembaga keuangan syariah dan  konvensional, sama saja, tidak ada perbedaan asasi. Keduanya sama-sama tetap mengandung ribagharar dan maysir. Dengan demikian seluruh upaya keras yang selama ini dilakukan oleh kaum Muslimin, para ulamanya serta kaum  intelektualnya hanyalah upaya yang sia-sia bahkan bisa dikategorikan menipu Allah dan RasulNya, dan umat Islam secara keseluruhan.

Validkah Penilaian Tersebut?

Bagi penulis, penilaian itu terlihat sangat terburu-buru. Bagaimana mungkin tidak ada perbedaan antara lembaga keuangan syaraiah dan non syariah. Para ulama dan intelektual Muslim sudah sangat paham akan keharaman riba dan kawan-kawannya, bahkan mereka juga sudah merasakan mudharatnya bagi pelaku dan masyarakat yang membolehkan barang haram tersebut.

Karena itu, pada saat mereka memutuskan untuk mendirikan lembaga ekonomi dan keuangan Islam tujuannya adalah justru untuk menghindarkan diri dari  riba, gharar, dan maysir? Pada saat memasang niat itu, para penggagas ekonomi dan keuangan syariah tentu sama sekali tidak terpikir untuk bermain-main dengan riba, gharar dan maysir  yang jelas-jelas dilarang oleh ajaran Islam. Keharaman hal-hal di atas tidak perlu lagi diperdebatkan karena begitu jelas. Secara fikih keharaman hal-hal itu adalah ma’luum minad diin bidh-dharuurah.

Para pengkritik keuangan syariah ini sepertinya tidak berpikir bahwa penggagas lembaga keuangan Islam ini adalah para ulama, intelektual yang sangat paham tentang fikih muamalah dan detil-detil keuangan modern.

Akan tetapi kritik-kritik bahwa praktik-praktik di lembaga keuangan syariah terutama perbankan syariah yang dinilai melenceng dari nilai syariah, sudah terlanjur tersebar di publik. Akibat dari ini semua, masyarakat menjadi bingung. Situasi ini tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan industri keuangan syariah yang tengah diupayakan oleh seluruh stake holder syariah di Indonesia.

Alih-alih saling menyalahkan, lebih baik kita fokuskan perhatian kita untuk mengurai kebingungan ini, agar umat tidak makin bingung.

Pertama, kita mesti tanamkan bahwa khilafiah (perbedaan) adalah hal biasa.

Kebingungan yang tengah melanda industri keuangan syariah di Indonesia belakangan ini muncul karena ada pengkritik yang mengatakan bahwa praktik-praktik di industri itu tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Hal itu tampaknya terjadi karena mereka tidak terbiasa atau belum terbiasa dengan menyikapi khilafiah dalam kehidupan beragama terutama dalam konteks fikih muamalah.

Jika dikaji dengan teliti dan mendalam, sesungguhnya banyak sekali perbedaan pendapat di kalangan ulama dan fuqaha dalam banyak sekali persoalan fikih muamalah. Termasuk dalam akad-akad yang sudah sangat familiar, seperti ijarah dan lain-lain. Menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab manumentalnya, alfiqh al-Islami wa adillatuh juz 4 halaman 730, dalam bab aqd al-iijar, bahwa fuqahaa` menyepakati keabsahan dan kesyariahan akad ijarah kecuali beberapa ulama seperti Abu Bakar al-‘Ashom, Ismail bin Aliyyah, Hasan Basri, Qosyasyi, Nahrawani dan Ibnu Kisan. Mereka ini berpendapat bahwa akad ijarah itu gharar karena ketika akan diselenggarakan, barangnya tidak ada atau tidak nyata sehingga menimbulkan ketidak pastian dan ketidak jelasan (gharar).

Namun perjalanan fikih muamalah pada hakekatnya mengikuti arah kebutuhan dan hajat kaum muslimin sehingga pandangan jumhur ulama tentang validitas dan keabsahan akad ijarah yang akhirnya berlaku dan kaum muslimin dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial, komersial, kultural dan politik  mereka sehingga kehidupan menjadi nyaman, mudah dan elegan. Bayangkan apa yang akan berlaku  jika yang terjadi adalah sebaliknya.

Inilah peradaban Islam di sepanjang sejarahnya. Sebuah peradaban yang berjalan penuh dengan inovasi dan kreatifitas di bidang fikih muamalah. Seperti ijarah, begitu juga berlaku pada akad-akad lainnya.

Kedua, kita bisa melihat dua kemungkinan kategorisasi para kritikus ini, yang pertama, mereka sangat paham seluk-beluk keuangan konvensional dan syariah sekaligus. Dengan kata lain, kita berhusnudhanbahwa pada diri mereka terkumpul pengetahuan yang mapan tentang keuangan moderen konvensional dan pada saat yang sama, sangat mendalam pengetahuan mereka dalam fikih muamalah maaliyah.

Kombinasi kemampuan seperti itu patut diragukan mengingat bahwa industri keuangan syariah ini pada dasarnya adalah fenomena baru bahkan untuk ukuran di masyarakat Timur Tengah sekalipun. Karena itu menemukan individu yang benar-benar menguasai dua bidang utama itu boleh dibilang sangat sulit.

Untuk menyimpulkan bahwa praktik keuangan syariah di Indonesia tidak syariah dibutuhkan skill dan competency keilmuan dan kepakaran yang lengkap. Karena dibutuhkan kompetensi di bidang fiqih muamalah maaaliyah dan pada saat yang sama memiliki pemahaman yang kuat tentang seluk beluk dan lika liku keuangan konvensional, dan itu yang agaknya masih sulit ditemui.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengkritik dalam kategori ini belum ada ditemukan. Biasanya mereka berasal dari kategori kedua yaitu mereka adalah sarjana syariah tapi sangat tidak memahami seluk beluk keuangan konvensional  modern serta hukum perdata yang berlaku di mana lembaga keuangan syariah itu beroperasi. Akibatnya, secara ilmiah kritikan mereka itu tidak berdasar dan tidak mengena.

Ketiga, bahwa pengkritik tidak memahami seluk-beluk keuangan konvensional dan syariah ditambah kurang memahami fiqih muamalah.

Pengkritik ini biasanya baru masuk ke dalam industri keuangan dengan idealisme tertentu dalam pikirannya. Ketika mereka merasakan ada diskrepansi antara idealisme dengan apa yang mereka rasakan dalam industri, mereka mengkritiknya secara frontal.  Dengan terburu-buru mereka menyimpulkan bahwa praktik keuangan syariah saat ini tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Kesimpulan seperti ini jelas berbahaya bagi dirinya dan lembaga keuangan syariah karena didasarkan pada kebodohannya sendiri. Berbahaya bagi dirinya karena kebodohan tidak akan mengantarkan kepada kebenaran. Berbahaya bagi pihak lain karena kebeodohannya itu akan ditularkan kepada masyarakat sehingga mereka menjadi bingung dan tidak menentu.

Keraguan dan kebimbangan sebagian anggota masyarakat terkait dengan kesesuian syariah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia mungkin tidak akan dapat dihilangkan dalam jangka waktu pendek karena berbagai alasan yang sifatnya multidimensional. Hanya saja ada posisi yang menguntungkan dari kelompok mainstream yang menjadi pioner, penggagas dan pembela utama institusi ini secara legal formal sudah cukup mapan. Hal itu ditunjukkan dengan berbagai undang-undang yang sudah diloloskan oleh DPR RI ditambah dengan penjelasan Undang-undang dan Peraturan Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti UU No. 40 Tahun 2007 tentang Pereseroan Terbatas, UU no 21 tentang Perbankan Syariah, UU no 40 tahun 2014 tentang perasuransian, POJK no. 15 tahun 2015 tentang penerapan prinsip syariah di pasar modal dan lain-lain.

Keseluruhan undang-undang tersebut pada umumnya menjelaskan bahwa patokan kesesuaian syariah produk dan jasa serta operasional LKS di Indonesia adalah mengacu kepada fatwa MUI. Ini jelas telah membentuk suatu pola integral dalam industri keuangan syariah terkait dengan ketentuan syariah. Sehingga jika ada pihak-pihak tertentu yang menebarkan isyu ketidaksesuaian dengan prinsip syariah akan dengan mudah dilakukan tabayyun dan penegakan kebenaran.

Lewat artikel yang sederhana ini penulis mengharapkan kepada semua stake holder LKS untuk tetap bersemangat menumbuhkembangkan LKS yang kita yakini akan menebarkan Islam sebagai rohmatan lil ‘alamin.

Wallahu a’lam bish-shawaab.



Jejak Kejayaan Kesultanan Banten

Muhammad Fakhruddin/anggota Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Pusat

Dinding tebal menjulang setinggi 2 meter mengitari area seluas kurang lebih 3 hektar.  Tampak urat-urat bata dari kulit dinding yang terkelupas di sejumlah ruas sisinya.

Kendati tampak kusam namun tidak menghilangkan kesan kokoh sebuah benteng yang telah menjadi saksi bisu kejayaan Islam di tanah jawara. Benteng bernama Surowowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan.

Namun, ketika melongok ke dalam hanya menyisakan runtuhan dinding dan fondasi berbentuk puluhan persegi empat. Reruntuhan yang dipercaya sebagai Keraton Surosowan.

Keraton ini berdirinya setelah Maulana Hasanuddin berhasil merebut Banten dari Kerajaan Padjajaran pada 1526. Kala itu, Padjajaran merupakan satu-satunya kerajaan Hindu yang masih eksis di Pulau Jawa.

Kerajaan Banten bercorak Islam didirikan karena Kesultanan Cirebon mendengar informasi adanya perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran yang berencana membangun benteng di Sunda Kelapa (Jakarta). Konon, Portugis dan Padjajaran berniat untuk menghambat penyebaran Islam di bagian barat Pulau Jawa.                                               

Pasukan gabungan dari Kesultanan Demak dan Cirebon bersama laskar marinir yang dipimpin Maulana Hasanuddin menyerbu Kadipaten Banten Girang yang bercorak Hindu. Pasukan gabungan berhasil mengalahkan Prabu Pucuk Umun sebagai adipati Banten Girang kala itu.

Setelah penaklukan tersebut, pada 1526 lahirlah Kadipaten Banten yang bercorak Islam di bawah naungan Demak dan Cirebon. Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai adipatinya.

Semenjak Banten Girang berhasil dikalahkan oleh penguasa Islam, terjadilah peralihan kekuasaan. Kekuasaan Islam bertambah jaya ketika pusat Kesultanan Banten dipindah ke Banten Lama yang terletak di kawasan pesisir pantai utara Pulau Jawa bagian barat, tepatnya di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten.

Pemindahan ini merupakan suatu pilihan penting untuk mengembangkan perdagangan, sehingga bandar Banten di pesisir yang berfungsi pusat politik maupun ekonomi berkembang dengan pesat. Pemindahan kota pusat kerajaan itu dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Pulau Jawa dan pesisir Sumatra bagian barat melalui Selat Sunda dan Samudra Indonesia.



MUI Bali Berkomitmen Dukung Gaya Hidup Ramah Lingkungan

JAKARTA– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali menyatakan dukungannya untuk memberlakukan hidup ramah lingkungan/green living.

Ketua MUI Bali, KH Mustafid Amna, memaparkan MUI Bali saat ini kerap mengusung gaya hidup hijau di masyarakat. Di daerah Singara saja misalnya, MUI Bali rutin membagikan bibit-bibit pohon kepada masyarakat.

“MUI Bali mengimbau perkumpulan pengajian dan majelis taklim bisa bergaya hidup hijau,” ungkapnya saat mengisi acara bertema Masjid Ramah Lingkungan dan Kesehatan Keluarga, Ahad, pekan lalu di Masjid Muhammad, Denpasar, Bali.

Kiai Mustafid dalam kesempatan itu juga menyoroti penggunaan air di masa mendatang, khususnya untuk keperluan ibadah. Saat ini, jumlah air bersih semakin sedikit, sehingga perlu bijak menggunakannya agar tidak terbuang sia-sia.

Dia berharap, nanti akan muncul teknologi pengolah air, sehingga air bersih bisa dimanfaatkan secara efisien. “Mudah-mudahan ke depan ada. Limbah air wudhu saat ini kebanyakan digunakan untuk menyiram tanaman saja,” paparnya.

Bagi Kiai Musftafid, menjaga lingkungan merupakan ikhtiar nyata seorang hamba sebagai manusia Allah SWT.

Manajer Lembaga Kemanusiaan Dompet Sosial Madani (DSM), Muhammad Nur Soleh, memaparkan gaya hidup hijau di lingkungan perkotaan bisa dengan memanfaatkan lahan sempit lewat metode hidroponik. Masyarakat juga bisa mengurangi limbah plastik dengan tiga langkah.

“Pilah dengan membawa botol minuman sendiri dan tidak membuang makanan yang berlebih dan terakhir olah melalui penggunaan kembali bahan-bahan yang berpotensi menjadi limba seperti plastik,” katanya.

Kegiatan ini merupakan inisiasi DSM bersama Komunitas Sahabat Subuh Bali dalam rangka menyambut Ramadhan. Sebagai kegiatan ramah lingkungan, setiap peserta kegiatan ini diwajibkan membawa botol air minum isi ulang (tumbler). Jajanan peserta juga dibungkus daun pisang, sehingga tidak ada sampah plastik yang dihasilkan dari kegiatan ini. (Azhar/ Nashih)



MUI: Maksimalkan Hari Tenang dengan Muhasabah dan Munajat

JAKARTA– Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Zainut Tauhid Sa’adi mengajak masyarakat mengisi hari tenang jelang Pemilu 2019 dengan berkontemplasi, muhasabah, dan bermunajat kepada kepada Allah SWT.

“Agar pelaksanaan pemilu serentak tahun 2019 berjalan lancar, aman, damai, dan tidak ada sesuatu yang menjadi rintangan,” ujar Buya Zainut melalui keterangan tertulis, Selasa (16/04).

Buya Zainut juga berharap segenap lapisan masyarakat menjaga situasi kondusif selama masa tenang. Situasi seperti itulah yang menurutnya memicu semangat persatuan dan kerukunan di Indonesia.

Ajakan serupa juga disampaikan Buya Zainut kepada para tokoh masyarakat. Dia memohon tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun media mendinginkan suasana selama masa tenang.

“Kepada mereka diharapkan dapat memerankan diri sebagai penjaga moral, rekonsiliator, dan perekat bangsa untuk merajut kembali keretakan sosial akibat dari hiruk pikuk, silang sengketa, dan ingar bingar selama berlangsungnya masa kampanye,” ungkapnya.

“Sehingga kehidupan masyarakat kembali normal, rukun, damai, dan penuh semangat kekeluargaan dan persaudaraan,” imbuhnya.

Dengan sikap seperti itu, Buya Zainut berharap pemilu bisa dijalani dengan sikap tenang, senang, dan pertimbangan yang jernih serta rasional.

“Sehingga akan terpilih putra-putri bangsa yang beriman, bertakwa, jujur, aspiratif, dan mampu mengemban tugas negara dengan penuh dedikasi, amanah, dan tanggung jawab,” paparnya.

Selama masa tenang, dia berharap tidak ada kampanye maupun upaya pemberian imbalan untuk memengaruhi sikap pemilih. Dia ingin setiap calon yang mengikuti pemilu serentak 2019 mematuhi aturan yang telah ada.

“Agar menaati peraturan pemilu selama masa tenang, antara lain para peserta pemilu dilarang berkampanye dalam bentuk apa pun, menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta pemilu tertentu, dan memilih calon anggota legislatif,” katanya.

Dia juga meminta penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, maupun DKPP bekerja dengan tegas, independen, responsif, profesional, transparan, serta akuntabel. Dengan begitu, dia yakin muncul pemilu demokratis, tertib, aman, jujur, adil, berkualitas, dan bermartabat akan terwujud. (Azhar/Nashih)



MUI Babel Dukung Pemprov Wujudkan 100 Kampung Pangan Halal

JAKARTA– Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Bangka Belitung merealisasikan 100 Kampung Pangan Halal. Langkah ini sebagai upaya mewujudkan Babel menjadi tujuan wisata halal dunia.

Sebagai bentuk dukungan, MUI Babel melalui LPPOM telah menerbitkan seribu sertifikat halal untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dua tahun terakhir LPPOM MUI telah menerbitkan 250 sertifikat halal untuk pelaku UMKM di Babel.

“Pada tahun ini kita akan memberikan 250 sertifikat produk halal kepada UMKM di daerah ini,” kata Ketua MUI Provinsi Babel, KH Zayadi Hamzah, dalam keterangannya kepada MUI.OR.ID di Jakarta, Selasa (16/4).

Dia berharap Kampung Pangan halal ini menyebar di seluruh Babel. Dia ingin nantinya ada komunitas halal yang tumbuh dengan baik di setiap wilayah.

“Kita menginginkan adanya kampung pangan halal baik di kabupaten, di Provinsi Bangka Belitung, kita menginginkan adanya komunitas, adanya sebuah wilayah yang nantinya di situ merupakan segala sesuatu makanan yang ada di wilayah itu adalah sudah disertifikasi halal,” paparnya.

Gubernur Provinsi Babel, Erzaldi Rosman Djohan, menyatakan keseriusannya mengusung program ini. Dia menginginkan program seperti ini segera terwujud mulai di tingkat desa sehingga meningkatkan kunjungan wisata ke Babel.

Dia juga mengatakan mustahil membentuk Kampung Pangan Halal di seluruh Babel karena dia menyadari ada banyak penduduk asli Babel yang merupakan etnis Tionghoa.

“Kita tidak mungkin membentuk kampung pangan halal ini di seluruh desa dan kelurahan, karena di beberapa desa ada yang masyarakatnya mayoritas merupakan etnis Tionghoa atau non-Muslim,” ujarnya.

Di hadapan peserta sosialisasi Kampung Pangan Halal yang terdiri dari 100 kepala desa/kelurahan seluruh Babel itu, dia menyuarakan keinginannya mentransformasikan sektor ekonomi Babel. Babel yang selama ini dikenal sebagai pusat penambangan timah di Indonesia akan dia ubah fokusnya ke sektor pariwisata halal dunia.

“Sebagai langkah untuk mempercepat pembangunan pariwisata dan diharapkan kepala desa dan lurah serius dalam pembentukkan kampung pangan halal ini. Dengan adanya kampung pangan halal ini juga akan meningkatkan usaha mikro kecil menengah di perdesaan yang berdaya saing di pasar dunia,” kata dia. (Azhar/Nashih)



Baznas Dukung MUI Bangun Rumah Sakit Islam di Hebron

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Muhyiddin Junaidi bersama rombongan tim pembangunan Rumah Sakit Islam Indonesia (RSII) Hebron mengunjungi kantor Baznas, Jakarta, Rabu (10/04). Kunjungan tersebut dalam rangka mencari dukungan pembangunan RSII Hebron kepada Baznas.

Menurutnya, Baznas adalah koordinator lembaga amil, zakat, infaq, dan sedekah di Indonesia sehingga diharapkan bisa menggalang filantropi di Indonesia. “Indonesia harus berkontribusi lebih banyak kepada warga Palestina. MUI berencana membangun Rumah Sakit Islam Indonesia (RSII) di Hebron, sehingga kami berharap dapat dukungan dari Baznas sehingga proyek dapat berjalan dengan baik”, ujar Muhyiddin.

Lebih lanjut Kiai Muhyiddin menerangkan, pembangunan RSII di Hebron bertujuan menangani trauma (traumatic healing) masyarakat Palestina. Rumah sakit yang khusus menangani masalah ini, tuturnya, belum ada di sana.

“RS ini didesain guna mengobati orang-orang yang kena trauma akibat tindak kekerasan yang dilakukan tentara Israel. Banyak sekali warga Palestina yang mengalami trauma, sehingga membutuhkan kepedulian kita sebagai sesama muslim,” katanya.

Dalam pertemuan itu, Ketua Baznas, Bambang Sudibyo menyatakan dukungannya membangun RSII di Hebron. Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan pembangunan RSII di Hebron merupakan bentuk terimakasih bangsa Indonesia karena Palestina dulu berjasa mendukung kemerdekaan Indonesia. Bambang menyebutkan bahwa pembangunan rumah sakit ini nantinya menjadi kerjasama lembaga filantropi di Indonesia.

“Dana yang dibutuhkan sekitar tujuh juta US Dollar untuk pembangunan RS ini, sehingga memerlukan waktu sekitar dua tahun untuk merealisasikannya,” paparnya.

Walikota Hebron sebelumnya sudah mendukung pembangunan rumah sakit ini. Bahkan 16 penduduk Hebron sudah mewakafkan tanah yang totalnya mencapai 4000 meter persegi sebagai lahan pembangunan rumah sakit.

Tidak hanya itu, Walikota Hebron juga memberikan bantuan dana sebesar 830 ribu US Dollar. Sembilan puluh persen biaya pembangunan sisanya diharapkan berasal dari bantuan bangsa Indonesia.

Dengan dukungan Baznas, MUI juga akan bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) lain seperti Dompet Dhuafa, LazisNU, LazisMU, maupun LAZ lain di tingkat daerah. (Azhar/Thobib)



Belajar Menjadi Ulama Sebenarnya

Mufti Betawi Habib Usman bin Yahya menulis buku tentang bagaimana cara menjadi ulama yang sebenarnya.

Buku kecil ini menarik karena masih tetap dikaji di sejumlah majelis taklim di beberapa daerah, khususnya Jakarta. Buku yang terbilang tipis ini ditulis oleh Mahaguru ulama Betawi akhir abad 19 dan awal abad 20 yang sangat produktif menulis dan banyak mempengaruhi wajah Islam Betawi dan Nusantara.

Buku ini ditulis Sayid Usman bin Yahya pada tahun 1317 Hijriyah atau sekitar tahun 1896, sekitar 120 tahun yang lalu. Namun, kemudian ditulis secara khath oleh Mukhlis Hasan Basri Al-Hamdani pada 6 Rajab tahun 1382 H atau sekitar tahun 1961 M.

Kitab ini banyak mengutip dari sejumlah kitab seperti Ihya Ulumiddin dan Bidayatul Hidayah keduanya karya Imam Ghazali, Az-Zawajir, As-Sawaiqul Muhriqah oleh Imam Ibnu Hajar, At-Tuhfah dan Masyariqul Anwar Assaniyah bi Fadail Dzurriyah Khayril Bariyyah oleh Syaikh Zaini Dahlan, Ad-Durarun Naqiyah dan An-Nashaihud Diniyah karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Al-Fawaidul Makiyyah, Irsyadul Muhtadi, dan AzZubad karya Syaikh Ruslan, dan lain sebagainya.

Risalah ini ditulis dalam 10 alasan. Pertama, bahwa risalah ini merupakan pengingat yang di dalam sebuah hadis disebutkan sebagai kenikmatan. Kedua, menjelaskan bahwa ilmu itu terbagi dua: ilmu hati dan ilmu lisan. Ketiga, harus percaya pada hadis yang menyatakan kemuliaan ilmu. Keempat, tiada seseorang mendapatkan ridla Allah selain dengan mengikuti ajaran baginda Rasulullah.

Kelima diperlukan niat untuk belajar secara benar dan mengikuti jalan Rasulullah. Keenam, belajar bukan untuk kemegahan harta dan pangkat. Ketujuh, kegunaan ilmu sangat besar terutama jika ditularkan kepada orang lain.

Kedelapan, pahala akhirat akan berganda jika diamalkan dan diajarkan. Kesembilan, belajar selalu penuh godaan terutama godaan hawa nafsu. Kesepuluh, belajar dan mengkaji ilmu itu membuka pintu taubat.

Ulama Benar

Kemudian Sayid Usman membahas soal ilmu dalam dua pasal: pasal ilmu yang bermanfaat dan pasal ilmu yang tidak bermanfaat. Kemudian ia membahas pasal satu dalam beberapa bahasan (mabhas). Pada mabhas yang pertama disebutkan bahwa mencari ilmu adalah kewajiban seorang muslim dan muslimah. Dalam Syarah Sittin disebutkan bahwa setiap amal yang wajib dilakukan maka belajar atas ilmu atas amal itu juga wajib dilakukan.

Mabhas yang kedua adalah syarat-syarat belajar dan mengajar. Pertama, harus ikhlas. Kedua, dalam belajar dan mengajar harus bebas maksiat. Ketiga, yang mengajar sudah harus menjalankan ilmunya terutama terkait hukum syariat. Keempat, harta dan makanan yang dipakai adalah diperoleh dengan cara dan uang halal, termasuk kitabnya.

Sayid Usman memberi contoh tentang kitab halal: kitab yang dicetak secara sah oleh penerbit dengan hak cipta yang jelas. “Kitab haram seperti kitab yang ditirucetak oleh orang yang serakah dunia dengan tiada rida dari pengarangnya.” Artinya, buku bajakan adalah haram.

Kelima, ketika belajar dan mengajar tidak ada kesombongan (takabur). Misalnya, menurut Sayid Usman, ia memilih guru sesuai seleranya. Padahal, ilmu itu bisa didapat dari mana saja. Keenam, ilmu yang dipelajari haruslah ilmu hati. Ketujuh, harus ada pemisah antara laki-laki dan wanita, termasuk bagi gurunya. Jika guru laki-laki mengajar murid wanita maka wajib ada dinding yang membatasi.

Rasulullah besabda: “Tiada suatu fitnah sesudah zamanku yang lebih berbahaya atas orang laki-laki daripada fitnah perempuan.” Mabhas ketiga, adab ulama. Pertama, jangan segera menjawab pertanyan seseorang.

Menurut Imam Ghazali, jka ia benar sudah yakin berdasarkan Al-Quran, hadis, Ijma dan qiyas, maka ia boleh berfatwa. Jika meragukan, maka jawab saja tidak tahu (la adri).

Menurut As-Sya’bi, menjawab tidak tahu termasuk setengah dari pengetahuan. Ibnu Mas’ud menuduh gila orang yang begitu gampang menjawab pertanyaan agama. Adab kedua, pengajar harus mengukur pemahaman muridnya.

Mabhas keempat, sifat-sifat orang berilmu. Pertama, seseorang yang berilmu itu semakin takut kepada Allah, bukan sebaliknya. Kedua, semakin rendah hati (tawadlu’) kepada orang lain. Ketiga, menyintai ahlul bait Rasulullah.

Ulama empat mazhab menunjukkan kecintaannya kepada keluarga Rasulullah. Menurut Sayid Usman, mencintai keluarga Rasulullah tercantum dalam ayat dan hadis Rasulullah.

Mabhas yang kelima menyatakan bahwa belajar menjanjikan pahala yang besar. Rasulullah menyatakan bahwa seorang yang belajar lebih baik dibanding melakukan salat sunnah 100 rekaat. Dalam hadis lain disebutkan, belajar lebih baik dibanding salat 1.000 rekaat, menengok 1.000 orang sakit dan menyalati 1.000 jenazah. Ulama Dunia Maka, sebaliknya pada pasal kedua yang membahas ciri ulama dunia atau ulama suk atau ulama buruk.

Pertama, belajar tidak ikhlas. Belajar hanya untuk kebanggaan dunia dan berbangga dengan ilmu yang dimilikinya. Rasulullah bersabda: “Janganlah engkau belajar ilmu untuk bangga melebihkan ulama, dan mencari unggul atas orang bodoh serta (berdebat) untuk memalingkan pandangan manusia kepadanya, jika ia lakukan itu, maka tempat dia di neraka.”

Kedua, ilmu hanya disiapkan untuk berdebat. Rasulullah bersabda: “Tidak tersesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk selain mereka diberi jidal (debat dan berbantahan).” Seorang ulama berkata: “Kelak di akhir zaman ada sekelompok orang yang menutup diri pada amal dan membuka diri untuk jidal.” Ketiga, suka memaki, mengumpat dan membicarakan orang lain (ghibah).

Keempat, suka dusta. Kelima, suka memuji diri sendiri. Keenam, takabbur. Ketujuh, suka mencela dan menyebut kata keji. Kedelapan, suka mencari kesalahan dan aib orang. Kesembilan, pamer dan menyatakan dirinya sebagai orang beilmu. Kesepuluh benci kepada keluarga Rasulullah. Padahal Rasulullah bersanda: “Tak menyintai kami ahul bait kecuali seorang yang mukmin dan bertakwa.

Tidak membenci kami ahlul bait selain munafiq dan celaka.” Dalam hadis lain disebutkan: “Sangat berat amarah Allah atas orang yang menyakitiku melalui keluargaku.” Kesebelas, tidak mengamalkan ilmunya.

Ulama Mekah

Sayid Usman lahir di Batavia ( Jakarta) pada 17 Rabiul Awal 1238 H atau 1 Desember 1822. Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun antara lain dengan Mufti Mazhab Syafi’i Syaikh Zaini Dahlan. Tahun 1848 belajar di Yaman, Mesir, Suriah, dan Istambul. Tahun 1862 ia kembali ke Batavia dan pada tahun 1899 diangkat sebagai Mufti Batavia menggantikan Syaikh Abdul Ghani.

Hingga wafatnya tahun 1913 ia masih menjabat sebagai mufti karena jabatannya berakhir hingga tahun 1914. Ia meninggalkan sekitar 47 kitab karangan yang ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu tentang berbagai hal.



Ini Pesan MUI Untuk Penyelenggara dan Peserta Pemilu

JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat meminta penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP bersikap independen, imparsial, profesional, responsif, transparan dan akuntabel.

“Agar dapat terselenggara pemilu yang demokratis, tertib, aman, jujur, adil, berkualitas dan bermartabat sehingga rakyat dapat menggunakan hak pilihnya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, gembira, dan tanpa adanya tekanan dan paksaan,” kata Wakil Ketua Umum MUI Buya Zainut Tauhid Sa’adi saat membacakan pers release di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta, Selasa (09/04).

MUI juga berpesan agar Bawaslu, DKPP, dan MK menjalankan tugasnya secara independen dan imparsial sehingga keputusan yang muncul sesuai dengan yang seharusnya.

Bila sewaktu-waktu ada kecurangan, MUI mendorong peserta pemilu menggunakan mekanisme hukum yang telah tersedia untuk mencari keadilan. Misalnya dengan melaporkan dugaan kecurangan pemilu kepada Bawaslu. Begitupula bila ada dugaan pelanggaran kode etik, bisa melaporkannya kepada DKPP.

“Apabila ada dugaan pelanggaran peraturan pemilu agar diajukan ke Bawaslu, apabila ada dugaan pelanggaran peraturan pemilu agar diajukan ke Bawaslu, apabila ada dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu agar diadukan ke DKPP,” paparnya.

“Demikian pula perselisihan hasil pemilu hendaknya diajukan ke MK,” imbuhnya.

Sementara itu, kepada peserta pemilu seperti partai politik, calon anggoa legislatif, calon presiden, calon wakil presiden, beserta tim pendukungnya diharapkan tidak melakukan pelanggaran pemilu seperti politik uang (risywah siyasiyah) maupun kampanye hitam.

“Apabila hal itu dilakukan, dapat mencederai demokrasi, kualitas pemilu, dan kerusakan moral masyarakat, serta tidak akan menghasilkan pemimpin yang benar dan berkualitas sesuai cita-cita dan harapan rakyat selama lima tahun ke depan,” katanya.

Buya Yunahar Ilyas yang juga wakil ketua umum MUI bahkan menekankan bahwa MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang politik uang. Dikatakannya, pemberi suap maupun penerimanya akan mendapatkan laknat dari Allah SWT.

“MUI sudah pernah mengeluarkan fatwa tentang money politics atau risywah siyasiyah, itu dilarang karena merusak semuanya dan sistem demokrasi itu sendiri, sehingga tujuan mencapai pemimpin yang adil tidak akan diridhoi oleh Allah SWT,” pungkasnya. (Azhar/Din)



MUI: Isra’ Mi’raj Menjadi Momentum Pembuktian Keimanan Seorang Muslim

JAKARTA – Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW yang menjadi pijakan seorang muslim menjalankan ibadah. Perjalanan Nabi Muhammad malam itu dimulai di Masjidil Haram di Makkah, kemudian ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis, lalu menuju Sidrotul Muntaha di Langit ke Tujuh.

Dalam perjalanan begitu jauh namun waktu sangat cepat itu, banyak kejadian yang bisa diambil hikmah.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, Jum’at (5/3) di Jakarta menyampaikan, Nabi Muhammad adalah manusia satu-satunya di bumi yang bisa mengalami kejadian Isra’ Mi’raj. Karena itu, Isra’ Mi’raj sekaligus menjadi ajang pembuktian keimanan seorang muslim.

“Dalam Isra’ Mi’raj banyak peristiwa penting di sana, namun yang sangat penting untuk diketahui dan dipahami yaitu perintah shalat,” ujar Buya Anwar.

Untuk itu, menurut Buya Anwar, Allah SWT meminta umatnya menegakkan shalat lima waktu kepada setiap muslim.

“Siapa yang menegakkannya berarti dia menegakkan agama dan siapa yang meninggalkannya maka sama artinya dia telah menghancurkan agama,” paparnya.

Senada dengan Buya Anwar, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH. Asrorun Niam Sholeh juga menggarisbawahi bahwa salah satu hasil Isra’ Mi’raj adalah perintah melaksanakan shalat lima waktu. Di dalam shalat, kata dia, segala simbol kesombongan diri benar-benar ditiadakan. Melalui gerakan sujud misalnya, umat diminta mensejajarkan kepala, telapak tangan, dan kaki dengan sama-sama rendah.

“Kita diajarkan tentang kesetaraan dan kesederhanaan, serta kesadaran akan kebesaran Allah SWT,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Kiai Niam memaknai peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai perwujudan mengajarkan komitmen dan kepercayaan yang total. Tanpa komitmen dan kepercayaan yang penuh, maka sulit sekali meyakini Nabi telah melakukan perjalanan sejauh itu dengan waktu sedemikian singkat.

Kiai Niam juga memaknai Isra’ Mi’raj sebagai wujud perjuangan yang menuai hasilnya. Peristiwa ini juga diyakininya sebagai ajang penghiburan Allah SWT kepada Nabi Muhammad. Pasalnya, kala itu Nabi baru saja kehilangan dua orang yang begitu dicintainya.

“Kedua orang yang menjadi tulang punggung dakwah Nabi yaitu Abu Thalib dan Khadijah wafat. Wafatnya dua orang tersebut memicu kesedihan mendalam dalam diri Nabi,” katanya. (Azhar/Anam)



Siap Menghadapi Disrupsi

Thobib Al-Asyhar

Gaes, sadarkah kamu bahwa sesuatu yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Tidak ada yang abadi dalam hidup ini. Anak-anak menjadi remaja. Remaja menjadi dewasa, menua, dan akhirnya mati. Yang awalnya bagus menjadi biasa saja, kemudian berubah menjadi rusak, akhirnya hancur, dan seterusnya. Begitulah sifat dari alam ini.

Perubahan adalah kemestian. Setiap perjalanan waktu, setiap saat, perubahan pasti terjadi, meskipun sering tidak terasa. Bagi yang tidak siap berubah, maka akan digulung oleh perubahan.

Tuhan telah banyak bicara dalam kitab suci-Nya, bahwa perubahan adalah keniscayaan yang harus dihadapi dengan kesiapan emosional yang matang, dan kemampuan intelektual yang jitu.

Coba deh gaes, ada gak hidup kamu yang tidak pernah berubah. Sadar atau tidak, dinding rumah kamu yang setiap hari nampak sama dan seperti tidak ada perubahan, sejatinya dinding itu telah berubah. Hanya saja tingkat perubahannya sangat kecil yang tidak kamu ketahui dengan jelas. Apalagi bentuk fisik kita, kian hari kian “menua” menuju ke arah ketiadaan yang disebut kematian.

Nah, di era yang serba teknologis ini ada sebuah fenomena yang perlu kita sikapi dengan baik: “disruption era” (era disrupsi). Yaitu, suatu masa yang mengalami perubahan besar akibat perkembangan teknologi yang serba modern. Apa sih maksudnya masbroh?

Begini. Saya ingin menggambarkan tentang perubahan yang dahsyat dan belum pernah terpikirkan sebelumnya. Beberapa contoh saya akan ulas agar kamu bisa memahami secara utuh:

Bidang komunikasi. Dulu orang-orang saat mengucapkan selamat Idul Fitri kepada teman, saudara, atau hadai taulan yang bertempat tinggal jauh dengan mengirim kartu lebaran. Tapi kini kartu lebaran sudah tidak dipakai lagi karena perkembangan teknologi informasi, seperti WA, Line, Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dll. Dengan media komunikasi canggih, mengucapkan selamat Idul Fitri cukup dengan kirim tulisan, gambar, dan video dengan cepat dan mudah.

Bidang pertanian. Dulu untuk menanam sayuran harus memiliki lahan yang luas dengan perawatan manual. Kini sudah ditemukan teknologi hydroponic, cara bercocok tanam yang canggih, hemat lahan, dan hasilnya menakjubkan dalam tempo yang lebih singkat. Lokasinya pun tidak harus di desa atau perkampungan nan jauh, tapi juga bisa di perkotaan yang deket dengan mall, pasar, dan pusat distribusi modern.

Bidang pendidikan. Dulu dan sekarang orang belajar di kelas bersama guru. Demikian juga belajar agama saat mengaji dengan kyai atau ustad. Kini dengan teknologi internet bisa dilakukan dengan jarak jauh melalui video livestreaming, youtube, video call, dan lain-lain.

Bidang properti. Dulu dan sekarang saat membangun gedung atau rumah masih manual dengan melibatkan banyak tukang bangunan, mandor, dan lain-lain. Kini telah berkembang teknologi printer 3 dimensi untuk pembangan properti. Dengan teknologi ini, gedung atau rumah akan diselesaikan dengan cepat, hemat, dan efisien waktunya. Kualitasnya pun makin baik.

Bidang kedokteran. Dulu dan sekarang kalu kita sakit mengunjungi dokter. Kini telah ada toilet modern yang dipasang AI (Artificial Intelegent), dimana seseorang yang habis buang hajat akan bisa diketahui jenis penyakit yang diidapnya. Demikian juga saat operasi dulu (sekarang) harus dilakukan secara langsung oleh dokter dan pasien. Kini telah berkembang operasi bedah tubuh atau anggota tubuh melalui jarak jauh karena ada teknologi robot yang sudah diprogram yang terkoneksi jarak jauh.

Dan masih banyak contoh-contoh perubahan radikal lain yang ditemukan dalam semua sisi kehidupan kita. Lalu bagaimana sikap kita sebagai orang yang beragama? Karena faktanya, disrupsi secara langsung bersentuhan dengan soal-soal agama, sehingga perlu kita sikap seperti apa?

Bagaimana Sikap Kita?

Islam memandang bahwa perubahan adalah keniscayaan. Karenanya, Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam disebut: “shalihun likulli al-zaman wa al-makan”. Artinya, Islam itu cocok (compatible) bagi umat di setiap era dan tempat. Di dalamnya terkandung nilai-nilai universal yang tidak akan pernah usang ditelan zaman.

Karakteristik Al-Quran yang “memahami” terhadap perubahan zaman, bagi yang meyakininya harus mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Caranya? Menfaatkanlah kemampuan intelektual dan emosialnya untuk bisa adaptasi atas perubahan agar mampu bertahan dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Allah dalam QS: Al-Ra’d: 11 berkata: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi perubahan radikal di tengah kemajuan teknologi yang dahsyat? Sebagai seorang muslim, setidaknya kita bisa menyikapi perubahan diantaranya adalah:

Pertama, percaya pada diri sendiri. Yakin berdiri tegak di atas kaki sendiri. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi tidak akan membiarkan kebiasaan lama, orang lain, dan kondisi lingkungan “mendikte” atau menentukan nasibnya. Dia menunjukkan sikap dan menentukan diri sendiri arah hidupnya. Ia tak pernah terkurung dalam ketakutan, melainkan selalu berusaha melakukan tindakan membangun.

Apalagi bagi orang yang beragama, beriman kepada Allah. Keyakinan kepada Tuhan hari akhir adalah pondasi utama dalam menapaki kehidupan. Tidak mudah goyah karena hanya kepentingan sesaat. Perubahan memang menawarkan kemudahan dan keindahan duniawi. Namun, bagi orang yang beriman tetap memegang teguh nilai-nilai ketuhanan.

Bagi orang seperti ini melihat perubahan sebagai sesuatu yang wajar. Perubahan adalah tantangan dan kesempatan untuk berkembang. Ia juga yakin bahwa ia dapat melewati setiap tantangan sebagai dampak dari perubahan itu.
Orang yang percaya diri akan meniali dirinya secara jujur. Ia sadar akan semua aset berharga dalam dirinya, termasuk self esteem, citra diri, dan upayanya menemukan aset lain yang belum dikembangkan.

Kedua, tetap mempertahankan kemampuan berpikir secara rasionalitas. Menurut Habermas, rasionalitas adalah kemampuan berpikir secara logis dan analitis. Berpikir secara analitis berarti berusaha menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Cara berpikir rasional merupakan cara berpikir dimana orang mempertimbangkan akal budinya dalam memutuskan sesuatu.

Kuatnya dorongan perubahan tidak akan menggoyahkan nalar logisnya untuk tetap kritis, apakah perubahan itu akan memberi manfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Jangan-jangan perubahan akan merusak daya kritis. Di sinilah sebagai umat beragama harus tetap kritis atas perubahan yang terjadi agar kita tiak kehilangan keseimbanhan sebagai makhluk jasmani dan spiritual.

Orang seperti ini tak menerima begitu saja sebuah unsur baru. Ia akan selalu menyelidikinya dan mempertimbangkannya. Ia cenderung mudah menerima sesuatu yang masuk akal. Bila perubahan itu mengarah pada sesuatau yang baik, yang masuk akal ia akan menerima perubahan itu. Bila perubahan itu tidak masuk akal, dan negatif ia akan dengan segera menolaknya sambil mencari solusi agar tidak terkena dampaknya.

Hal ini seiring dengan konsep kaidah fikih: al-muhafadzatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah, yaitu menjaga tradisi atau sesuatu yang lama tapi baik, dan mengambil tradisi atau sesuatu yang baru yang lebih baik.

Ketiga, terbuka pada inovasi. Perubahan lingkungan, termasuk cara pikir, dan tradisi masyarakat menuntut kita untuk terbuka pada inovasi yang cenderung dinamis dan mudah berubah. Cara berpikir baru harus terus digali seiring dengan tuntutan masyarakat. Apalagi di era seperti ini, dimana lokus teknologi menjadi barometer kehidupan yang bervisi masa depan. Semakin terbuka seseorang terhadap suatu inovasi, semakin besar pula peluang kita mampu menghadapi perubahan yang akan terjadi.

Uraian tersebut memberikan gambaran kepada kamu gaes, bagaiamana seorang muslim harus menghadapi perubahan yang tidak mungkin dihindari. Prinsipnya jangan menutup diri. Teguhkan iman kepada Allah, kuatkan logika berfikir, junjung tinggi akhlak mulia, lakukan dan temukan inovasi dan karya besar, serta istiqamah dalam jalur kebaikan. []



Sertifikat Halal Jadikan UMKM Bersaing Ekspor

Bogor – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bekerja sama dengan Indonesia Halal Training & Education (IHATEC) kembali menggelar Pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH). Pelatihan kali ini khusus untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Hotel Salak Pajajaran, Bogor, pada Selasa (2/4).

Pelatihan yang diikuti oleh 26 pelaku usaha UMKM dan akademisi ini dilakukan sebagai upaya LPPOM MUI untuk terus mendorong para pelaku usaha agar melakukan sertifikasi halal produknya. Sebab, sertifikat halal dapat menjadi keuntungan bisnis pada usahanya.

Pada sambutannya, Kepala IHATEC, Ir. Nur Wahid, M.Si., mengatakan bahwa sertifikat halal akan menjadikan produk UMKM dapat bersaing di pasar ekspor. Sebab, salah satu syarat ekspor, terutama ke negara muslim adalah adanya sertifikat halal.

“Kenapa harus disertifikasi halal? Karena dalam perdagangan internasional, halal menjadi barometer kualitas produk. Halal Food is Good Food,” lanjut Nur Wahid.

Pelatihan yang diadakan selama satu hari ini, peserta dibekali materi tentang pemahaman seputar sertifikasi halal, hingga persyaratan sertifikasi halal yang tercantum dalam sebelas kriteria SJH. Bahkan peserta diberikan workshop pembuatan template manual SJH agar peserta bisa langsung menerapkan di perusahaannya. (YS)

Artikel ini telah tayang di : http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/138/26501



Ketua MUI: Masalah Kerukunan Umat Beragama Tak Pernah Berhenti Dibahas

JAKARTA – Komisi Kerukunan antar Umat Beragama (KUB) Majelis Ulama Indonesia menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) selama dua hari di Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat. Rakornas kali ini bertajuk merajut kerukunan untuk keamanan dan kedamaian Indonesia.

Ketua MUI Bidang KUB, Buya Yusnar Yusuf mengungkapkan kegundahannya dengan kondisi kerukunan keagamaan di Indonesia. Menurutnya, masalah kerukunan antar umat beragama tidak pernah tuntas dibahas di negara ini.

“Kasus Tolikara di Papua soal menara masjid, Kasus Aceh Singkil, maupun kasus-kasus kerukunan antar umat beragama lain di beberapa daerah tidak pernah berhenti dibahas,” ungkapnya saat membuka Rakornas, Kamis (04/04) di Hotel Menara Peninsula, Jakarta Barat.

Buya Yusnar memaparkan, isu kerukunan umat beragama juga muncul kembali pada hajatan lima tahunan pemilu. Menurutnya, pemilu kali ini mengguncang kerukunan beragama di Indonesia.

“Umat dikorbankan nasib jangka panjangnya untuk yang hal yang sifatnya sementara,” ungkapnya.

Untuk itu, dari Rakonas ini, Buya Yusnar berharap peserta mengidentifikasi masalah kerukunan di masing-masing wilayah. Nantinya dari identifikasi tersebut akan muncul gagasan untuk mengurai persoalan-persoalan di setiap wilayah.

“Bagaimana strategi taktis sehingga kerukunan beragama menjadi menarik, menjadi baik, aman, nyaman, dan damai untuk semua,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Abdurrahman Mas’ud mengatakan, MUI perlu hadir dengan kebijakan tasharruf di tengah goncangan politik seperti sekarang.

“Kebijakan pemimpin adalah untuk kemaslahatan umat. Kebijakan majelis agama juga harus berorientasi pada kesatuan umat,” katanya.

Demi kerukunan beragama yang semakin baik, dia berharap ke depan bermunculan politik santun. Politik yang berisi moderasi beragama seperti toleransi untuk menghindari kekerasan.

“Beragama dengan toleran adalah cara terbaik dalam beragama,” katanya.

Sekitar lima puluh peserta hadir dalam Rakornas ini. Peserta terdiri internal MUI seperti anggota Komisi KUB, perwakilan Komisi dan Lembaga di lingkungan MUI, serta perwakilan MUI Provinsi. (Azhar/Anam)



Ketua MUI Bidang Fatwa: Tidak ada Kata Golput dalam Fatwa MUI 2009

JAKARTA — Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. Huzaemah Tahido Yanggo menegaskan bahwa tidak ada kata golput dalam Fatwa MUI tahun 2009.

“Bahasa golput itu sama sekali tidak ada dalam fatwa itu,” ungkap wanita Indonesia pertama yang mendapat doktor di Universitas Al-Azhar Mesir itu, Jumat (29/03).

Meskipun begitu, ia mengatakan bahwa fatwa tahun 2009 itu mewajibkan untuk memilih pemimpin yang dipandang memenuhi atau mendekati kriteria-kriteria tertentu.

“Pemimpin yang dipilih itu antara lain yang beriman, bertaqwa, sidiq , amanah, tabligh (aktif dan proaktif), dan fathonah (pandai membaca situasi),” ungkapnya.

Prof. Huzaemah mengungkapkan bahwa fatwa ini muncul pada saat Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tahun 2009.

Sekalipun usia fatwa ini sudah sepuluh tahun, namun belakangan menjadi ramai kembali pascamedia menukil pernyataan Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, KH. Muhyiddin Junaidi. Sehingga terkesan MUI baru mengeluarkan fatwa ini menjelang pilpres yang berlangsung kurang sebulan lagi.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH. Asrorun Niam Sholeh mengatakan, memilih itu pada prinsipnya adalah hak masing-masing individu. Namun, ia menekankan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kehadiran sosok pemimpin mutlak adanya.

“Karenanya memilih pemimpin bagi individu muslim itu hukumnya wajib. Kalau tidak memilih padahal ada pemimpin yang memenuhi kriteria tersebut, itu hukumnya haram,” ungkapnya, Kamis (28/03).

Kiai Niam menambahkan, kehadiran pemimpin diperlukan untuk mengelola persoalan dunia. Untuk itu, tambahnya, seorang pemimpin wajib memiliki kriteria-kriteria yang tertuang dalam fatwa tersebut.

“Kalau ada pemimpin seperti itu (memenuhi kriteria), maka memilih pemimpin seperti itu menjadi wajib,” tegasnya. (Azhar/Din)



MUI Gandeng Starvision dan Falcon Pictures Garap Film Biopik Buya Hamka

JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerjasama dengan Starvision dan Falcon Pictures untuk pertama kalinya pada tahun 2019 ini akan menggarap film tentang Buya Hamka. Buya Hamka merupakan ketua umum MUI pertama. Tidak hanya sebagai ulama, sosoknya juga seorang budayawan, aktivis, penulis, dan sastrawan handal.

Wakil Ketua Umum MUI Prof. Yunahar Ilyas mengungkapkan, film ini salah satunya mengangkat kisah masa remaja Buya Hamka.

“Beliau pada masa kecilnya meninggalkan keluarga untuk memenuhi obsesinya,” paparnya saat acara peluncuran film ini, Senin (25/03) di Kantor Falcon Pictures, Pancoran, Jakarta.

Prof. Yunahar juga mengingatkan pesan Buya Hamka kala menjadi ketua MUI. Dikatakannya, Buya Hamka bercerita bahwa MUI itu seperti kue bika. Agar kue itu matang sempurna dan tidak gosong salah satu bagiannya, maka MUI tidak boleh terlalu ke atas sehingga menjauhi umat atau terlalu ke bawah sehingga menjauhi umaro (pemerintah). MUI, lanjut Prof. Yun, harus berada di tengah-tengah.

“Sikap ini yang berusaha diteruskan oleh kepengurusan MUI berikutnya hingga kini,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya Islam, KH. Sodikun berharap agar film ini bisa menjadi tontotan yang baik bagi bangsa.

“Serta menjadi inspirasi bagi anak bangsa se-Indonesia dan luar negeri,” paparnya.

Ide pembuatan film Buya Hamka bermula pada bulan November 2014. Saat itu, Produser Starvision Chand Parwez Servia mendapatkan tawaran pembuatan film Buya Hamka dari Mantan Ketua Umum MUI, Prof. Din Syamsuddin.

“Spontan saya menjawab insyaAllah bisa apabila diberikan kesempatannya. Kemudian di hari itu dilangsungkan pertemuan di MUI. Saya sudah mengenal ketokohan Buya Hamka, saya mengagumi beliau sebagai sosok yang Rahmatan Lil ‘alamin,” ungkapnya.

Dia menginginkan film ini bisa dinikmati pecinta film Indonesia dan negara tetangga. Untuk itu, dia mengajak Falcon Pictures bekerjasama karena menurutnya Falcon memiliki tim promosi yang kuat.

“Alhamdulillah ternyata Pak Neen juga mengagumi Buya Hamka dan setelah membaca skripnya Pak Naveen suka. Jadilah Starvision, Falcon Pictures, dan MUI melebur untuk membuat film biopik Buya Hamka,” imbuhnya.

Syuting perdana Film Buya Hamka akan dilaksanakan pada bulan April 2019. Vino G. Bastian didapuk sebagai pemeran Buya Hamka. Selain Vino, berjejer nama artis beken seperti Laudya Cynthia Bella, Desy Ratnasari, Dony Damara, Ayudia Bing Slamet, Ben Kasyafani, Mawar Eva dan Warda Saifan. Lokasi film ini ada di Sumatera Barat, Semarang, Tegal, Jakarta, dan Sukabumi dengan durasi 62 hari. Film garapan Fajar Bustomi ini diperkirakan tayang tahun depan. (Azhar/Din)



MUI Pastikan Pemerintah Siap Dukung Pembangunan RSI Hebron


JAKARTA— Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi menyatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung rencana pembangunan rumah sakit Indonesia di Hebron, Tepi Barat, Palestina. Rumah sakit tersebut akan dibangun Majelis Ulama Indonesia bersama sejumlah lembaga filantropi Indonesia.

“Pak Wapres mendukung penuh rencana kami ini, beliau berpesan agar ini bisa dilaksanakan dengan baik dan beliau optimistis misi kemanusiaan ini sangat mulia,” ujar Kiai Muhyiddin usai bertemu dengan Wapres JK, di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (25/3).

Menurut Kiai Muhyiddin, Pemerintah melalui Wapres JK juga siap berkontribusi dalam proyek kemanusiaan atas nama bangsa Indonesia tersebut. Rencananya rumah sakit Indonesia di Hebron, Tepi Barat akan dibangun di tanah wakaf seluas 4.000 meter persegi.

Dia mengatakan, rumah sakit yang diperuntukan untuk penyembuhan trauma itu akan menelan biaya 7 juta dolar AS dan sepenuhnya dibiayai MUI dan lembaga filantropi Indonesia.

Menurut dia, peletakan batu pertama rumah sakit yang akan diberi nama Rumah Sakit Indonesia Hebron Tepi Barat itu, akan dilaksanakan sebelum  Ramadhan atau akhir April.

“Pada 24 atau 25 April, lalu yang akan meletakkan batu pertama nanti yang kami pastikan adalah pimpinan dari MUI dan lembaga filantropi Indonesia,” ujar Kiai Muhyiddin.

Kiai Muhyiddin melanjutkan, rumah sakit yang akan dibangun empat lantai itu ditargetkan selesai dalam dua tahun. Pembangunan rumah sakit cukup mahal karena seluruh bahan bangunan dari luar Palestina.

Namun demikian, dia optimistis anggaran sekitar 7 juta dolar AS dapat terkumpul. Terlebih Pemerintah, melalui wapres JK mengatakan siap berkontribusi membantu pembangunan rumah sakit.

“Ada sudah starting capitalnya sudah kami miliki. Tapi kami belum bisa menyebut berapa namun kami sangat optimis dengan endorsement dari pemerintah dana 7 dolar AS itu bisa kita kumpulkan,” ujar Kiai Muhyidin. (Nashih)

Sumber: Republika.co.id



MUI Tegaskan Pernyataan Tengku Zulkarnain Pendapat Pribadi

JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pernyataan Tengku Zulkarnain (TZ) terkait Rumusan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) adalah pendapat pribadi dan terlepas dari posisinya di MUI.


“MUI tidak bertanggung jawab atas pernyataannya tersebut,” ujar
Wakil Ketua Umum MUI, KH Zainut Tauhid, melalui keterangan tulis, Rabu (13/03).


Menurut Buya Zainut, MUI memang memiliki perhatian serius terhadap RUU PKS dan menugaskan Komisi Hukum dan Perundang-undangan beserta Komisi Fatwa untuk melakukan pengkajian dan pendalaman terhadap RUU PKS.


Hasil dari pengkajian ini, kata dia, akan direkomendasikan kepada DPR dan Pemerintah untuk dijadikan sebagai bahan masukan dan perbaikan agar RUU PKS tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila. Namun dia membantah bahwa apa yang disampaikan TZ tersebut bersumber dari hasil kajian Komisi Kumdang MUI.


Lebih lanjut Buya Zainut mengatakan, apa yang disampaikan TZ merupakan pendapat yang tidak berdasar.


“Apa yang disampaikan oleh TZ sama sekali tidak berdasar dan merupakan bentuk kecerobohan yang sangat nyata,” kata dia.


Dia mengimbau semua pihak khususnya tokoh agama, masyarakat dan elite politik lebih bijak, cermat, dan berhati-hati dalam menyampaikan pendapat kepada publik, agar terhindar dari berita bohong dan fitnah yang dapat membuat konflik dan kegaduhan di masyarakat.


Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Dakwah, Tengku Zulkarnain menganggap, jika pemerintah menerapkan RUU PKS, secara tidak langsung pemerintah melegalkan perzinaan dan menyediakan alat kontrasepsi untuk muda-mudi.

“Ada satu pasal yang membuat saya menangis, pelajar dan mahasiswa dan pemuda belum menikah yang ingin melakukan hubungan seksual maka pemerintah mesti menyediakan alat kontrasepsi untuk mereka,” sebut Tengku dalam ceramahnya.


Namun, tak lama setelahnya, Tengku Zulkarnain menyampaikan permohonan maaf melalui akun twitter pribadinya. Dia mengaku telah melakukan pengkajian ulang dan mengakui kesalahpahamannya dalam memaknai isi RUU PKS.


“Setelah mencermati isi RUU PKS, saya tidak menemukan pasal penyediaan alat kontrasepsi oleh Pemerintah untuk pasangan Remaja dan Pemuda yang ingin melakukan hubungan suami isteri. Dengan ini saya mencabut isi ceramah saya tentang hal tersebut. Dan meminta maaf karena mendapat masukan yg salah,” tulis Tengku melalui akun Twitter pribadinya (@ustadtengkuzul). (Azhar/ Nashih)



Sekjen MUI Dukung Rencana Pemerintah DKI Melepas Saham Bir PT Delta Djakarta

JAKARTA – Rencana pelepasan saham Pemerintah DKI Jakarta menuai pro kontra. Fraksi di DPRD Jakarta saling silang pendapat tentang rencana penjualan itu. Pekan lalu, beberapa Ormas Islam berdemo mendesak DPRD DKI Jakarta menyetujui rencana pelepasan saham tersebut. Menyikapi hal ini, Sekretaris Jendral MUI Buya Anwar Abbas mendukung upaya Pemerintah DKI Jakarta yang akan melepas saham Pemerintah DKI di PT Delta Djakarta.

Buya Anwar memandang, kepemilikan saham Pemerintah DKI di PT Delta Djakarta tidak sesuai dengan tujuan dan filosofi pemerintah sebagai pelindung masyarakat.

“Tugas pemerintah melindungi rakyatnya dan harus bisa menjauhkan sesgala sesuatu yang akan membahayakan dan merusak mereka,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/03).

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini menilai, produk bir merusak dua hal yaitu kesehatan dan keyakinan mayoritas penduduk DKI yang beragama Islam. Kandungan alkohol dalam bir, menurutnya, merupakan sesuatu yang dilarang dan bertentangan dengan nilai Islam.

“Karena bir yang diproduksi itu mengandung alkohol dan itu merupakan sesuatu yang dilarang dan bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama Islam yang merupakan agama dari 90% rakyat di negeri ini,” paparnya.

Dia menambahkan, bir juga membuat masyarakat tidak sehat dan tidak produktif. Untuk menjadi bangsa yang maju dan bermartabat, dia mengungkapkan masyarakat harus produktif. Karena dasar-dasar itulah, Buya Anwar meminta DPRD DKI Jakarta menerima usulan Gubernur DKI Jakarta melepas saham bir di PT. Delta Djakarta.

Beberapa pihak memang menyayangkan hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah DKI Jakarta bila saham itu dilepas, namun Buya Anwar mengatakan, Pemerintah DKI Jakarta akan mudah menemukan alternatif PAD baru yang baik, berkah, halal, dan tentu saja lebih menguntungkan.

“Untuk itu kalau saham ini sudah dijual, insyaallah secara bersama-sama, kita akan mencari dan bisa menemukan sumber pendapatan yang baru, baik dan lebih menguntungkan, halal dan berkah,” ujarnya.

Pemprov DKI saat ini memiliki 26.25% saham di PT Delta Djakarta. 2,91% dari jumlah tersebut didapatkan melalui Badan Pengelola Investasi dan Penanaman Modal DKI Jakarta. Perusahaan ini berdiri sejak Juni 1970 dan memproduksi berbagai merek bir seperti Anker, Carlsberg, San Miguel, dan Kuda Putih. Lokasi perusahaan ini berada di Bekasi, Jawa Barat. Distributor Delta Djakarta adalah anak perusahaannya yang beranama PT Jangkar Delta. (Azhar/Anam)



Agar Dakwah Maksimal, ini Empat Unsur Penting Dakwah Menurut Prof Yunahar Ilyas

GRESIK – Dakwah sebagai tugas setiap muslim harus memenuhi unsur-unsurnya dan agar hasilnya maksimal. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Yunahar Ilyas menyebutkan empat unsur penting dalam berdakwah. Unsur pertama, adalah mubaligh yang kerap dikenal da’i atau daiyah.

“Ini merupakan tugas semua orang Islam dan hukumnya fardlu ‘ain,” katanya di Gresik, Jawa Timur, Ahad (10/03) kemarin.

Kedua, menurutnya, adalah maudhu atau objek dakwah. Maudhu menyasar semua golongan baik yang sudah beriman maupun yang belum. Sasaran maudhu tidak terbatas pada kalangan Islam saja atau non Islam saja namun kedua-duanya.

Guru Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini memaparkan, di zaman Nabi Muhammad SAW dahulu, dakwah menyasar kalangan elite. Pasalnya, dengan power yang dimilikinya, kalangan ini lebih berpotensi berbuat dzalim dibanding kalangan lain.

“Karenanya, perlu dibuat pengkategorisasian sasaran dakwah sehingga bisa menghasilkan dakwah yang maksimal,” ungkapnya.

Pria yang kerap disapa Prof Yun ini melanjutkan, unsur ketiga adalah thariqah atau metode dakwah. Salah satu metode dakwah yang disarankan Prof. Yun sesuai dengan surat An-Nahl ayat 125.

“Ajaklah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik,” paparnya.

Dikatakannya, terkait metode dakwah ini, pemilihan tema atau dalil untuk dakwah juga harus diperhatikan. Tema dan dalil bisa bil aqli (akal pikiran) atau disesuaikan dengan tingkat pemahaman objek dakwah, sehingga dakwah bisa tepat sasaran.

Unsur terakhir, katanya, adalah media dakwah. Pendakwah bisa menggunakan cara konvensional melalui mimbar-mimbar atau cara kekinian menggunakan media sosial. (Azhar/Anam)



Ketua DSN MUI Beberkan Dua Alasan Agar Travel Umroh dan Haji Ikut Sertifikasi Halal

JAKARTA — Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia KH. Ma’ruf Amin menyarankan penyelenggara travel umroh dan haji melakukan sertifikasi di MUI. Ia mengatakan sampai saat ini belum ada satupun usaha travel umroh dan haji yang melakukan sertifikasi. Padahal menurutnya, banyak usaha sektor lain yang tidak bersinggungan langsung dengan ibadah, justru sudah melakukan sertifikasi.

“Saya tidak mengatakan travel haji tidak sesuai syariah, tapi travel haji dan umroh itu belum satu pun yang kita berikan sertifikasi. Bank banyak yang sudah kita beri sertifikasi, pariwisata, asuransi dan pasar modal juga ada, kemudian hotel juga,” ungkap Kiai Ma’ruf kala menjadi pembicara seminar bertema “Manajemen Bisnis Syariah Pada Travel Haji dan Umrah” di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Rabu (06/03).

Dalam acara Milad ke-15 Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) itu, Kiai Ma’ruf pun menjabarkan urgensi travel haji dan umroh melaksanakan sertifikasi. Menurutnya, ada dua aspek pengusaha di industri ini patut melakukan sertifikasi. Pertama, sertifikasi itu berguna menjamin kesucian dan sahnya ibadah. Aspek ini, papar Kiai MA’ruf, salah satunya dinilai dari kualifikasi pemimpin rombongan jamaah. Aspek ini pula yang memiliki tanggung jawab besar.

“Jadi kalau aspek ibadah juga harus sertifikasi. Pembimbingnya sudah bersertfikat belum? Bahwa dia capable untuk memimpin jamaah haji, Aspek ibadah harus bersertifikasi,” ungkapnya.

Aspek kedua adalah perkara pengelolaan usaha. Kiai Ma’ruf menuturkan harus ada kepastian pengelolaan keuangan usaha yang sesuai prinsip syariah. Dana jamaah yang terkumpul harus dikelola sesuai syariah dan ditempatkan di sektor-sektor halal.

Dikatakannya, saat ini jumlah travel umroh dan haji lebih dari 1000. Kewenangan menentukan syariah tidaknya manajerial perusahaan ada di tangan DSN MUI, bukan di Kementerian Agama. Begitupula dengan penentu aspek kesesuaian ibadah ada di MUI.

“Bisnisnya dikatakan syariah atau tidak itu kalau sudah diaudit oleh Dewan Syariah Nasional. Kemudian diberikan pengakuan kalau sudah sesuai syariah,” paparnya.

Perkara ini yang menurutnya harus diperbaiki dalam pengelolaan travel haji dan umroh. Sehingga bisnis ini menopang perkembangan ekonomi syariah khususnya dari sisi industri halal. (Azhar/Din)



Bulan Depan, Tim MUI akan Meninjau Lokasi Rencana Pembangunan Rumah Sakit Islam Indonesia di Palestina

JAKARTA — Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional KH Muhyiddin Junaidi mengungkapkan tim MUI akan mengunjungi Hebron, Tepi Barat Palestina, bulan depan. Kunjungan tersebut dalam rangka meninjau lokasi rencana pembangungan Rumah Sakit Islam Indonesia di Hebron.

“Panitia akan meninjau lokasi pada tanggal 19 April 2019, dua hari pascapemilu,” ungkap Kiai Muhyiddin, Selasa (05/03) di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta.

Dikatakannya, kunjungan tersebut untuk melihat keberadaan tanah dan memastikan status tanah bukan tanah sengketa. Dia mengatakan lokasi tanah yang akan dibangun Rumah Sakit Islam Indonesia itu berjarak tidak sampai satu kilometer dengan Masjid Nabi Ibrahim di Hebron.

“Soal lokasi sudah jelas milik orang Arab dan lokasinya berada di lokasi orang Arab tinggal di wilayah H1, jaraknya 750 dari Masjid Nabi Ibrahim di H2,” paparnya.

Pembangunan rumah sakit ini merupakan langkah MUI mendukung Palestina. Indonesia sudah pernah membangun rumah sakit Palestina yakni di Gaza. Namun karena kondisi di Hebron berbeda dengan Gaza, maka dibangunlah Rumah Sakit Islam Indonesia juga di sana.

“Dari aspek keamanan lebih aman di Hebron, sementara psikologis mereka dikendalikan langsung otoritas Israel,” papar Kiai Muhyiddin.

Sebelumnya, Kiai Muhyiddin dan tim telah mengunjungi Kementerian Luar Negeri bertemu Wamenlu RI, Abdurrahman Mohammad Fachir. Kunjungan ke Kemenlu itu dalam rangka mendapatkan dukungan secara tertulis dari pemerintah.

“Wamenlu dalam pertemuan tersebut mengatakan pemerintah mendukung sepenuhnya dan membantu sepenuhnya dari aspek diplomasi,” katanya.

Pascamengunjungi Kemenlu, Kiai Muhyiddin bersama tim akan mengunjungi Kantor Wakil Presiden (Wapres).

“Selanjutnya akan mengunjungi Wapres untuk diberikan arahan dan saran pembangunan rumah sakit tersebut,” ujarnya.

Pemerintah sendiri, papar Kiai Muhyiddin, cukup serius dalam rencana pembangunan Rumah Sakit Islam Indonesia di Hebron. Pasalnya, saat berkunjung ke Kemenlu, Menlu Retno tengah berada di Amman, Yordania. Setelah Menlu Retno, akhir bulan ini Wamenlu akan berkunjung ke Amman.

“Wamenlu akan ke Amman akhir bulan ini, oleh karena itu Panitia akan meninjau lokasi pada tanggal 19 April 2019 dua hari pascapemilu, jadi insyaAllah karena sudah dimulai oleh menlu dan wamenlu maka tim akan meneruskan saja,” kata Kiai Muhyiddin

“Setelah kembali dari kunjungan, Tim MUI akan melakukan sosialisasi pada bulan Ramadhan 2019,” imbuhnya. (Azhar/Din)



MUI Imbau Umat Tak Berpolemik Soal Penyebutan “Kafir”

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada umat Islam untuk tidak terjebak pada polemik yang berlebihan atas keputusan Munas Alim Ulama NU terkait dengan penyebutan bagi orang yang beragama selain Islam dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Putusan tersebut merupakan hasil ijtihad kolektif yang harus kita hormati, karena pasti memiliki hujah, dalil dan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara syar’i maupun pertimbangan untuk kemaslahatan umum (maslahatul ammah),” kata Wakil Ketua Umum MUI KH Zainut Tauhid Sa’adi di Jakarta, Senin (4/3/2019).

Salah satu keputusan Munas Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat pads 27 Februari – 1 Maret 2019 yang ramai diperbincangkan adalah soal penyebutan apa yang tepat bagi warga yang beragama selain Islam.

Diterangkan bahwa kriteria “kafir” sebagaimana dibahas dalam kitab-kitab fiqih tidak melekat pada non-Muslim di Indonesia. Ada empat macam istilah yakni “kafir dzimmi”, “kafir mu’ahad”, “kafir musta’man”, dan “kafir harbi” semuanya tidak cocok diterapkan bagi warga non-Muslim di Indonesia. Keterangan lebih lanjut bisa dilihat dalam keputusan lengkap Munas NU tersebut.

Selain itu penyebutan kafir itu sendiri sering berbuntut diskriminasi dalam konteks kehidupan bernegara. Maka bahtsul masail dalam Munas NU akhirnya menjatuhkan pilihan pada istilah “muwathin” (warga negara) bagi non-Muslim karena dinilai lebih relevan.

Menurut Buya Zainut Tauhud, MUI mengimbau kepada semua pihak untuk mengembangkan sikap berbaik sangka (husnuz-dzon), pemahaman positif (husnut-tafahum) dan sikap toleransi (tasammuh) terhadap berbagai hasil ijtihad kolektif masyarakat sepanjang hal tersebut masih dalam koridor wilayah perbedaan (ikhtilaf) dari cabang agama (furu’iyyah), dan bukan masalah pokok dalam agama (ushuluddin).

“Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam merupakan sebuah keniscayaan yang harus diterima oleh umat Islam sebagai konsekuensi dari pranata ijtihad yang di dalam ajaran Islam tidak dilarang bahkan sangat dianjurkan,” imbaunya.

Ditambahkan, MUI mengajak kepada semua pihak untuk terus menjaga persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah) dan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah) demi mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. (Ichwan/Anam)