All posts by Admin

Pengurus Yayasan Al Imam Apresiasi MUI Channel

pengurus-yayasan-al-imam-apresiasi-mui-channel

FOKUS, muisulsel.com — Kepala Sekolah Madrasah Putri yayasan Al Imam Ahsim Makassar ustad Jamalulaili mengapresiasi MUI Chanel yang aktif melakukan kegiatan dakwah digital. Hal itu diutarakannya pada kunjunganya di Studio MUI Sulsel, Senin (4/4/2022).

“Salah satu alasan kami mengunjungi studio MUI karena terinspirasi dari bentuk tayangan yang ditampilkan MUI Sulsel yang sangat menarik dan inspiratif. Banyak ulama yang dulunya tidak terupdate secara digital sekarang bisa tampil di MUI Channel,” ucapnya.

Jamalulaili mengaku pihaknya juga berencana mendirikan studio untuk kepentingan dakwah seperti perekaman hafalan anak santri dan lainya.

Koordinator MUI Channel Budi Kamrul dalam pemaparannya menjelaskan teknis dan peralatan yang dibutuhkan studio.

Budi berjanji siap membantu jika memang dibutuhkan untuk kebutuhan pembangunan studio.

Hadir pada kunjungan itu pengurus Yayasan Al Imam Ashim Ustad Akbar Rahman (Kepala Sekolah Tanaswiyah Putra), Ir Usman Aras (Koordinator Pembangunan) dan Rahman Aras (Staf yayasan).■ Irfan

The post Pengurus Yayasan Al Imam Apresiasi MUI Channel appeared first on MUI SULSEL.



Warga Jatim Dapat Gratis Pajak Kendaraan Selama Ramadhan

warga-jatim-dapat-gratis-pajak-kendaraan-selama-ramadhan

MUI JATIM – Warga Jawa Timur (Jatim) mendapat insentif berupa pemutihan sanksi administrasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Bea Balik Nama (BBN) kedua dan seterusnya. Hal ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/226/KPTS/013/2022 tentang Pembebasan Pajak Daerah Provinsi Jatim. Pemutihan pajak itu berlaku mulai 1 April hingga 30 Juni […]

Artikel Warga Jatim Dapat Gratis Pajak Kendaraan Selama Ramadhan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Opini: Iman Sebagai Bekal Puasa

opini:-iman-sebagai-bekal-puasa

IMAN SEBAGAI BEKAL PUASA
Dr. Agus Hermanto
Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

Marhaban ya ramadhan, bulan penuh keberkahan. Semaraka ramainaya di masjid-masjid, mushola-mushola menjadi ciri khas tradisi Islam di Indonesia yang tidak terlupakan, sentralisasi masjid yang menjadi media beribadah bagi umat muslim, baik meriah tarawih di malam harinya dengan sahutan bilal yang membuka relung-relung hati setiap insan yang beriman untuk tetap semangat membangun kebersamaan dengan sebuah orientasi ketaqwaan kepada Allah SWT.

Setelah selesainya shalat malam, ditambah kemeriahan tadarus al Qur’an yang saling bersahutan dengan berlomba-lomba untuk dapat mengkhatamkannya, seruan ini tidak lain adalah kemeriahan yang dibangun atas dasar iman kepada Allah SWT., yang telah memberikan kesehatan kepada kita semua, karena kesehatan dan ketenangan dalam hati sesungguhnya lebih mulia daripada harta dan kekayaan (al- shihhatu wa raahatu al-baali, aghlaa min al-kunuuzi wa al-amwaali.)

Keberkahan ramadhan senantiasa disarasakan setiap insan, tidak hanya yang khusu’ berpuasa di siang hatinya, shalat tarawih di malam harinya, tadarus dan amaliyah lainnya selama bulan Ramadhan, bahkan orang yang belum tentu bagian dari itupun mendapatkan keberkahan ramadhan, pedagang kaki lima menjamur di seluruh sudut sudut kota di sepanjang jalan, dengan keberkahan ramadhan, maka laris manis terjual tanpa sisa di setiap harinya, subhanallah.

Namun demikian, sebagai orang yang beriman dalam panggilan yang sangat sederhana, secara tidak langsung masuknya kita dalam sebuah lingkaran keimanan, maka kita harus benar-benar mampu mengendalikan diri dengan menahan segala yang membatalkan mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dari segala makanan dan minuman serta hubungan seksual.

Ada kemeriahan tersendiri pada saat berbuka dan sahur, terkadang ada banyak menu makanan yang kita siapkan, namun karena dasar iman yang melekat pada diri kita, segala hal tersebut kita membatasinya agar senantiasa mendapatkan keberkahan ramadhan.

Kemeriahan ramadhan kali ini, tentu berbeda jauh dengan dua tahun yang lalu, dimana setiap kita dalam kekhawatiran dan kewaswasan karena adanya covid 19, hingga akhirnya aktivitas menjadi terbatas, hingga ibadah shalat tarawih punya sebagian melakukannya berjamaah dengan bersembunyi dan sebagian lainnya shalat sendirian, sungguh keberkahan yang tiada tara ramadhan kali ini, sehingga segala aktifitas dan tradisi selama ramadhan pada tahun tahun lalu dapat dilaksanakan kembali. Semua itu tidak lain adalah atas spirit keimanan yang melekat demi menggapai taqwa llah. Wallahu a’lam.



Bagaimana Agar Tidak Berpikir Radikal

bagaimana-agar-tidak-berpikir-radikal

TANYA, MUIsulsel.com — Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh. Saya ingin menanyakan perihal dakwah khusus radikalisme. BAGAIMANA MENGHALANGI ATAU MEMPROTEKSI ORANG AGAR TDK BERPIKIR RADIKALIS?

— Dari 0853 9574 51…

JAWAB : Agama Islam memiliki karakter wasathiyah, salah satu maknanya moderat. Sekalipun tidak sepenuhnya arti moderat adalah wasathiyah.

Makna itu diterima jika dilawankan dengan kata ektrimisme dan radikalisme. Dua kata terakhir ini konotasi maknanya negatif. Sebab orang yang memiliki faham radikal dan ekstrim memiliki pemahaman yang ekslusif.

Menganggap hanya pemikiran keagamaannya yang paling benar. Padahal boleh jadi masalah tertentu dalam agama Islam adalah masalah furuiyah (bukan prinsipil) seperti doa berjamaah setelah salat, menjahar basmalah, qunut subuh, tahlil, maulidan dan lain sebagainya.

Mengklaim satu kebenaran dan menyalahkan pandangan lain adalah ciri ekstrim dan radikal. Untuk menangkal radikalisme adalah perlu mengaji fiqhi ikhtilaf belajar kajian empat mazhab minimal, dan belajar iktkhilaf pemahaman akidah asya’riah, maturidyiah serta memahami tarikh tasyri’ begitu pula kaidah kaidah-kaidah tafsir.

Prinsip yang diajarkan Imam Syafi’I perlu ditanamkan kepada masyarakat terutama pada pemuka dan tokoh agama, “Bahwa pendapatku benar tapi boleh jadi ada kekeliruan, pendapat orang lain salah tapi boleh jadi mengandung kebenaran”.

Jika Islam sudah pasti wasathiyah, sekarang kita umat ditantang untuk menjadi ummatan wasthan. Sebagaimana ayat 143 Surah Al-Baqarah.■

The post Bagaimana Agar Tidak Berpikir Radikal appeared first on MUI SULSEL.



MUI Kembali Lakukan Pantauan Tayangan Ramadhan di Televisi

BOGOR- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi lembaga yang rutin dan konsisten melakukan pemantauan tayangan televisi di bulan Ramadhan. Program tersebut kembali diselenggarakan oleh Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia pada Ramadhan 1443 H,(5/4).

Program pemantauan tayangan televisi di bulan ramadhan sudah diselenggarakan MUI sejak tahun 2005 lalu. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia bertugas untuk memantau tayangan televisi sesuai dengan koridor syari’ah.

“Semua program televisi yang tayang pada bulan suci Ramadhan ini harus memberikan spirit dan juga pesan moral agama yang sifatnya mencerahkan. Dari yang belum tahu menjadi tahu, yang sudah tahu menjadi semakin kuat pengetahuannya,” demikian penjelasan Mabroer selaku Ketua Komisi infokom MUI.

Menurut Mabroer, dalam kegiatan pemantauan ini menghasilkan dua hal penting, yakni terkait penayangan televisi yang memperoleh penghargaan dan juga penayangan televisi yang mendapatkan catatan.

“Tayangan program televisi yang telah mendapatkan penghargaan dari MUI karena telah memberikan tayangan spirit dan pesan moral agama selama bulan ramadhan diharapkan dapat mempertahankan prestasinya pada tahun – tahun berikutnya,” jelas beliau.

Sedangkan tayangan yang mendapat catatan peringatan dari MUI juga diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi lembaga terkait dalam penyelenggaraan penayangan program televisi ramadhan pada tahun berikutnya.

Program pemantauan tayangan televisi ramadhan yang diselenggarakan oleh Komisi Infokom MUI bekerjasama dengan Komisi Dakwah MUI, Komisi Fatwa MUI dan lainnya.

Mabroer berharal program pemantauan dapat memberikan efek positif dan juga menjadi program bersama, karena televisi merupakan agen perubahan.

“Televisi merupakan agen perubahan, baik itu prilaku, pemahamamn maupun peradaban. Televisi sangat penting untuk kita awasi bersama. Jika penayangan televisi tidak dilakukan pemantauan, maka ditakutkan ke depannya peradaban akan sulit untuk dikendalikan ,” pungkasnya. (Dhea Ananda/Angga)



Sambut Ramadhan 1443 H, Ini 5 Seruan Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI

JAKARTA – Menyambut datangnya Bulan Ramadhan 1443 H/2022 M, Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama dengan Ormas Islam Tingkat Pusat, menyampaikan 5 hal seruan dalam rangka memuliakan bulan suci ramadhan.

Ini lima seruan lengkap untuk umat Islam:

  1. Menyerukan kepada segenap Ummat Islam agar memasuki Ramadhan dengan penuh keimanan, senantiasa mengharap Ridha Allah SWT dalam suasana hati yang sejuk, tenang dan damai serta mengembangkan sikap toleran (tasamuh) dalam menjalankan agama, tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan, termasuk perbedaan faham keagamaan serta menghindari diri dari perbuatan yang sia-sia (tabdzir) dan pemborosan/konsumtif (israaf) yang mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain.
  2. Awal Ramadhan tahun 1443 H. diprediksi akan terjadi perbedaan di kalangan umat Islam disebabkan posisi hilal pada awal Ramadhan kurang dari 2 derajat. Bahkan untuk Wilayah Tengah dan Timur Indonesia masih dibawah ufuk. Oleh karena itu, MUI menyerukan kepada seluruh kaum Muslimin untuk saling menghormati perbedaan awal waktu Ramadhan tersebut, dengan tetap menjunjung tinggi semangat ukhuwah Islamiyah.

Umat Islam diharapkan mengikuti pengumuman resmi Pemerintah, baik untuk awal Ramadhan maupun awal Syawal, untuk kebersamaan (hukmul hakim ilzam wa yarfa’ul khilaf/keputusan pemerintah mengikat dan meniadakan perbedaan).

  1. Mengajak seluruh Organisasi/Lembaga Islam, khususnya lembaga pendidikan, untuk mengisi bulan Ramadhan agar lebih bermakna dengan melakukan pengayaan nilai dan khazanah Ramadhan sebagai bulan penuh berkah (syahr al mubarak), bulan pendidikan dan pelatihan (tarbiyah dan riyadlah), dengan menyelenggarakan berbagai program keutamaan untuk keluarga, remaja dan anak-anak, seperti tadarus al Qur’an, pesantren kilat Ramadhan, kursus keagamaan dan lain sebagainya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu protokol kesehatan.
  2. Bulan Ramadhan adalah juga bulan amal. Oleh karena itu, dihimbau kepada para aghniya untuk meningkatkan amal shaleh dengan membantu kaum dhuafa melalui penyaluran zakat, infaq, shadaqah dan amal sosial lainnya.

Dalam rangka menggelorakan amal sosial tersebut, MUI menghimbau kepada BUMN dan Swasta, baik Nasional maupun Asing, untuk merealisasikan tanggungjawab sosialnya (CSR/Corporate Social Responsibility) agar terbangun tata sosial kehidupan masyarakat yang harmonis, sebagai refleksi rasa kasih sayang antar sesama (ruhama u bainahum) dan sikap saling tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa (at ta’awun ‘ala al birri wa at taqwa) serta dalam upaya meringankan beban masyarakat yang masih terdampak akibat pandemi Covid 19 dengan menggelorakan semangat kedermawanan sosial menuju tatanan masyarakat bangsa yang berkesejahteraan.

  1. MUI menyampaikan apresiasi kepada stasiun televisi dan radio yang mengisi siaran Ramadhan dengan berbagai acara/siaran yang sejalan dengan nilai-nilai akhlakul karimah sehingga tercipta situasi Ramadhan yang khusyu’ dan hidmat. Namun demikian, MUI tetap mengharapkan agar berbagai media (TV, Radio, Media Cetak maupun Media Sosial) tidak menyiarkan tayangan yang bertentangan dengan dengan nilai-nilai agama, etika, dan akhlakul karimah.

Lima seruan tadi merupakan tausyiah tertulis dari pihak Pimpinan Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dengan resmi untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat muslim di Indonesia dalam rangka menumbuhkan spirit amaliyah dan terselenggaranya program positif selama bulan Ramadhan 1443 H/2022 M.

Ditandatangani secara resmi oleh Ketua dan Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI, Buya Adnan Harahap dan Saiful Bahri, pada Minggu (03/04/2022).

(A. Fahrur Rozi/Angga)



Waketum MUI Jatim Prof Dr H Abd Halim Soebahar: Dimensi Pendidikan Dalam Ibadah Puasa

waketum-mui-jatim-prof-dr-h-abd-halim-soebahar:-dimensi-pendidikan-dalam-ibadah-puasa

Setiap ibadah selalu memiliki dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah aspek teosentris/ketuhanan, sedang horizontal adalah aspek antroposentris/kemanusiaan. Dimensi vertikal ibadah puasa berupa pengendalian diri dari segala bentuk hasrat duniawi, baik berupa makanan, minuman dan kenikmatan seksual untuk melebur kepada kenikmatan sejati bersama Allah Swt, sumber dari segala kenikmatan. Sedangkan dimensi horizontal ibadah puasa […]

Artikel Waketum MUI Jatim Prof Dr H Abd Halim Soebahar: Dimensi Pendidikan Dalam Ibadah Puasa pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Hadis Hukum Dan Fadhail Seputar Ramadan

hadis-hukum-dan-fadhail-seputar-ramadan

Di slide ini ada 22 halaman yang berisikan hadis seputar Ramadan, baik berkaitan keutamaan Ramadan dan hukum-hukum selama puasa. Bisa digunakan untuk motivasi diri sendiri atau buat ngaji selama Ramadan. Tidak perlu kuatir kehabisan bahan kajian karena pindah-pindah masjid. Alhamdulillah, hadis yang saya cantumkan memiliki sumber riwayat dan hampir tidak masalah bagi kelompok yang anti […]

Artikel Hadis Hukum Dan Fadhail Seputar Ramadan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Dari Puasa Kelas Syariat Menuju Hakikat

dari-puasa-kelas-syariat-menuju-hakikat

Secara syariat tata cara fiqiyah, puasa ialah kewajiban bagi muslimin muslimat yang memenuhi syarat, – muslim, suci dari hadast besar, badan sehat, sudah baligh, berakal sehat-, untuk mencegah makan dan minum selama beberapa waktu yang ditentukan, dengan diawali niat dan ditutup dengan berbuka puasa pada waktu yang ditentukan. Di luar ketentuan itu ibadah puasa dianggap […]

Artikel Dari Puasa Kelas Syariat Menuju Hakikat pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Puasa, Pendidikan Anti Korupsi

puasa,-pendidikan-anti-korupsi

Oleh : Zainuddin, Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI Sulsel, Wakil Dekan IV Fakultas Hukum UMI Makassar

MUIsulsel.com — Bagi umat Islam, bulan suci Ramadhan dengan kandungan ibadah puasa di dalamnya memiliki banyak penamaaan yang berorientasi pada pembentukan karakter.

Pelaksanaan ibadah ini diharapkan memberikan perubahan dalam perilaku hidup umat Islam sehari-hari. Bulan Ramadhan seharusnya tidak dimaknai sebagai ritual rutin yang hampa makna.

Selama menjalankan ibadah puasa, umat Islam didik menahan lapar dan dahaga, seperti yang dirasakan kaum dhuafa. Orang yang berpuasa diajarkan untuk menahan hawa nafsunya dari sikap serakah, termasuk serakah terhadap harta benda.

Ramadhan dalam dimensi kehidupan sejatinya tak hanya mampu membangun pribadi muttaqin sebagai manifestasi sikap seorang hamba kepada Sang Khalik, tetapi juga mampu menumbuhkembangkan kepekaan sosial terhadap sesama.

Dalam aktivitas berpuasa selama Ramadhan, kita digembleng untuk bisa berempati terhadap nasib kaum dhuafa yang terus dihimpit ketidakberdayaan akibat beratnya persoalan hidup yang mesti ditanggungnya.

Ibarat kawah candradimuka, Ramadhan bisa menjadi media yang tepat untuk membakar kecongkakan dan keangkuhan, hingga akhirnya menjadi pribadi yang rendah hati dan tidak terpesona dengan kilauan harta benda.

Dengan kata lain, puasa di bulan Ramadhan tak hanya mampu membangun kesalehan secara personal, tetapi juga mampu menaburkan benih-benih kesalehan secara sosial.

Jika puasa gagal mencegah seorang muslim untuk berbuat yang bisa mengakibatkan kesengsaraan kaum papa seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan kejahatan-kejahatan sosial lainnya, ibadah itu hanyalah ritual rutin hampa makna.

Ini sesuai sabda Nabi, berapa banyak dari orang-orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga.

Pendidikan Preventif

Korupsi di Indonesia sudah merajalela dalam setiap lini kehidupan. Para pelakunya seakan-akan tidak takut akan akibat yang telah diperbuatnya. Sampai-sampai anggaran kegiatan kegamaan pun dikorupsi, itu menandakan begitu akutnya penyakit korupsi.

Berbagai cara telah ditempuh untuk mencegah tindakan korupsi tapi sepertinya tidak menjadi ampuh karena korupsi sudah terstruktur, sistematis dan masif. Korupsi di Indonesia ibarat dipangkas satu tumbuh seribu.

Tapi pada dasarnya, semua cara yang dilakukan tersebut hanyalah mampu mengatasi gejala (symptom) tanpa mengatasi akar penyebab (root cause), yaitu mindset korupsi. Oleh karena itu, Islam mengajarkan puasa sebagai salah satu cara memberantas perilaku korupsi dengan lansung pada pangkalnya yaitu memerangi nafsu korupsi dengan puasa.

Nafsu itu dapat diumpamakan binatang liar yang harus dikembalikan agar ia tidak semakin buas. Salah satu musuh terbesar dalam diri manusia adalah hawa nafsunya yang mengguring manusia untuk melakukan kejahatan termasuk korupsi.

Hawa nafsu sering dijadikan oleh manusia sebagai penjajah bagi dirinya sendiri. Bahkan, hawa nafsu sering dijadikan sebagai tuhan yang disembah dan dituruti dengan segala macam perintahnya.

Alqur’an menyebutkan tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, dan karena itu tersesat dan mati hatinya untuk menerima kebenaran.

Orang-orang ini hanya mengakui kehidupan dunia. Mereka tidak percaya pada kehidupan akhirat, dan hanya waktu yang akan membinasakan mereka. (QS 45:23-24).

Ada sebuah kisah menarik yang dapat memberikan pelajaran bagaimana sifat-sifat jujur ditanamkan, hal tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.

Suatu hari beliau melakukan perjalanan dari Madinah ke Mekah. Di tengah perjalan beliau berjumpa dengan seorang anak gembala yang tampak sibuk mengurus kambing-kambingnya.

Seketika itu muncul keinginan Khalifah untuk menguji kejujuran si gembala. Khalifah Umar berkata, “Wahai Anak Pegembala, jualah kepadaku seekor kambingmu.” “Aku hanya seorang budak, tidak berhak menjualnya,” jawab Si Pengembala.

“Katakan saja nanti kepada tuanmu, satu ekor kambingmu dimakan serigala,” lanjut Khalifah. Kemudian Si Pengembala menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Lalu, di mana Allah?”

Khalifah Umar tertegun karena jawaban itu. Sambil meneteskan air mata ia pun berkata, “Kalimat ‘di mana Allah’ itu telah memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan kalimat ini pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak.”

Kisah di atas merupakan gambaran pribadi yang jujur, menjalankan kewajiban dengan disiplin yang kuat, dan tidak akan melakukan kebohongan walau diiming-imingi dengan keuntungan materi.

Demikian juga hal ini terjadi pada seorang muslim yang lagi menjalankan puasa. Dia akan berlaku jujur dan menjalankan disiplin yang kuat, tidak melakukan kebohongan walau sebenarnya dia bisa melakukannya, misalnya makan atau minum, namun karena dia beriman bahwa puasanya hanya karena Allah maka dia bisa menahan dirinya.

Puasa, sejujurnya merupakan metode pendidikan yang paling efektif untuk menumbuhkan semangat solidaritas sosial, kedisiplinan, sikap kejujuran dan anti korupsi.

Bila lembaga pendidikan formal saat ini dinilai sebagian pihak telah gagal mengajarkan para peserta didiknya memiliki sifat kejujuran, karena terbukti masih maraknya kasus-kasus korupsi di negeri ini.

Maka melalui ibadah puasa Ramadhan ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri manusia untuk bersikap selalu jujur, berdisiplin dan mempunyai solidaritas sosial yang tinggi.

Sehingga ibadah puasa dijadikan wahana ampuh sebagai proses pendidikan anti korupsi.

Secara reflektif-filosofis, ibadah puasa bisa menjadi wahana pendidikan anti korupsi. Puasa bisa menjadi pemantik dalam pemberantasan korupsi yang kian menggila itu.

Jika ibadah puasa dijalankan atas dasar kesungguhan hati bukan berdasar paksaan (rekayasa sosial), nilai-nilai relijiusitasnya mampu memangkas budaya korupsi.

Sebab substansi ibadah puasa mengajarkan pada manusia untuk selalu bersikap jujur, solider dan setia kawan.

Di sinilah dibutuhkan pemahaman ibadah puasa secara kaffah. Jangan sampai ibadah puasa hanya diartikan sekadar menahan rasa lapar dan dahaga semata.
Penghayatan makna ibadah puasa secara transedental yang meliputi pencerapan makna puasa fisik-batiniah, harus dibarengi perilaku sosial yang membawa pencerahan setiap makhluk hidup dan lingkungan di sekitar kita.

Semoga datangnya Ramadhan 1443 H dan puasa yang kita jalani dapat mengatarkan kita menjadi muttaqin yaitu orang tidak berperilaku korup.(*)

The post Puasa, Pendidikan Anti Korupsi appeared first on MUI SULSEL.



Perangi Narkoba, MUI Lampung Jalin kerjasama dengan BNN

perangi-narkoba,-mui-lampung-jalin-kerjasama-dengan-bnn

Bandar Lampung: Sebagai perwujudan himayatul ummah (menjaga umat) yang menjadi bagian tugas pokoknya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung terus bergerak menjalankan fungsinya sebagai khadimul ummah (pelayan umat). Untuk memaksimalkan pergerakannya, MUI Lampung menggandeng berbagai pihak terkait di antaranya yang terbaru dengan melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan kerjasama penanggulangan narkotika dengan BNN Provinsi lampung di Kantor MUI Provinsi Lampung di Komplek Islamic Center rajabasa Bandarlampung pada Senin (4/4/2022). Hadir pada penandatangan tersebut Ketua Umum MUI Lampung Prof KH Mohammad Mukri dan Ketua BNN Lampung Drs Edi Swasono didampingi sejumlah pengurus MUI dan pegawai BNN Lampung.

Dalam pertemuan tersebut, Prof Mukri mengungkapkan bahwa MUI memiliki peran strategis untuk membantu mengatasi berbagai persoalan bangsa di antaranya penyalahgunaan narkoba. Jika tidak ditangani dan diselesaikan dengan serius menurutnya, narkoba bisa mengancam kelangsungan kehidupan generasi bangsa. Lebih dari itu, narkoba mengancam keamanan, ketenangan, dan kemaslahatan kehidupan di masyarakat.

“Dalam hal ini, MUI Lampung siap membantu BNN dalam menangani persoalan narkoba ini,” tegas Prof Mukri yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.

Sementara Edi Swasono mengungkapkan fakta penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bukan hanya disalahgunakan oleh mereka yang secara ekonomi berada pada posisi menengah ke atas, namun saat ini, penyalahgunaan narkoba sudah sampai ke lapisan masyarakat yang paling bawah.

Di Lampung sendiri, berdasarkan data yang dimiliki BNN, terdapat 31 ribu pengguna narkoba. Angka yang memprihatinkan ini harus segera mendapatkan perhatian serius untuk diperangi bukan saja oleh BNN namun seluruh elemen masyarakat harus bahu-membahu memberantasnya.

“Tugas yang bisa dilakukan adalah rehabilitasi. Oleh karena itu, perlu dipahamkan ke masyarakat bahwa Penyandu atau pengguna adalah korban, bukan tersangka. Dalam konteks inilah, membutuhkan partisipasi MUI untuk mensosialisasikan, agar para pengguna mau melapor dan bisa direhabilitasi,” ungkapnya.

Ia menilai MUI Lampung memiliki peran yang sentral dan sangat strategis terlebih saat ini ditengarai akan muncul kolaborasi antara mafia narkoba dengan terorisme. Kondisi ini tentu perlu diwaspadai dan kerjasama dengan MUI ini menjadi salah satu jawaban nyatanya. (Muhammad Faizin)



Opini: Berkah Ramadhan

opini:-berkah-ramadhan

BERKAH RAMADHAN
Dr. Hj. Siti Nurjanah, M. Ag
Rektor IAIN Metro

Ramadhan, kembali pada fitrah. Bulan Ramadhan adalah bulan yang berkah, dimana setiap insan diwajibkan menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan dan totalitas dengan harapan untuk menjadi insan yang bertaqwa. Lebel iman yang melekat pada pangilan Kaliq kepada kita adalah sapaan kemuliaan yang menjadi bekal untuk dapat menjalankan puasa di bulan ramadhan.

Taqwa adalah tercapainya segala amaliyah yang kita lakukan selama ramadhan, mulai dari ibadah puasa, tadarus al Qur’an, shalat tarawih pada malam harinya, maupun segala kebaikan lainnya seperti ibadah dan segala nafilah yang dianjurkannya mulai tangal satu ramadhan hingga mendapatkan satu kemuliaan diakhirnya yaitu Idul Fitri.

Kebahagiaan menyambut datangnya ramadhan, kebahagiaan menjalankan ibadah di bulan ramadhan adalah upaya untuk menggapai keberkahannya. Bertambahnya ketenangan, terjalinnya ukhuwah islamiyyah yang juga merupakan sendi-sendi yang harus dibangun selama ramadhan.

Selama bulan ramadhan, keberkahan banyak didapatkan oleh setiap insan, bahkan pedagang pun senantiasa mendapatkan keberkahan, segala makanan yang dijualnya selama ramadhan ikut menjadi laris dan habis, masya Allah.

Ketenangan jiwa, kebahagiaan dan kebersamaan akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman selama ramadhan. Sehingga dengan kebahagiaan tersebutlah memudahkan lisannya untuk membaca al Qur’an, berdzikir dan segala kemuliaan lainnya yang dapat dilakukan selama ramadhan.

Barokah meruapakan tambahnya kebaikan, yang berarti juga bertambahnya ketaqwaan bagi insan yang beriman jika mampu menjalani ibadah dengan khusyu selama ramadhan.

Persiapan fisik maupun batin menjadi hal yang penting selama ramadhan, dengan fisik sehat kita mampu menahan dari segala makan dan minum, dan dengan batin yang sehat kita akan mampu mengendalikan hawa nafsu kita. Ditambah kesyukuran besar dan anugrah dari yang kuasa kita terhindar dari segala covid yang menimpa kita, dan kini saatnya kita bahagia dengan kesehatan yang kita miliki. Namun demikian, menjaga protokol kesehatan juga merupakan hal yang tidak terabaikan, agar kita senantiasa sehat wal afiat dalam keberkahan ramadhan, wallau a’lam.



Ramadhan, Momentum Perkuat Keikhlasan Dalam ‘Ubudiyah

ramadhan,-momentum-perkuat-keikhlasan-dalam-‘ubudiyah

Dan diriwayatkan pula dari Nabi Muhammad SAW., bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa merasa gembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan tubuhnya terhadap neraka.” Hadis tersebut diterangkan dalam Kitab Durratun Nasihin yang ditulis oleh Imam Al-Khubawy. Kitab ini merupakan salah satu rujukan dalam mengkaji tentang Bulan Ramadhan. Kitab yang tersusun dalam satu jilid dengan 75 majlis […]

Artikel Ramadhan, Momentum Perkuat Keikhlasan Dalam ‘Ubudiyah pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Rektor INAIFAS Kencong Jember Rekomendasikan Buku Karya Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim

rektor-inaifas-kencong-jember-rekomendasikan-buku-karya-ketua-komisi-fatwa-mui-jatim

MUI JATIM – Rektor INAIFAS Kencong Jember, Rijal Mumazziq Zionis di bulan Ramadhan 1443 H ini merekomendasikan umat Islam untuk membaca buku ‘ Fikih Ramadhan: Tuntunan Praktis Ibadah Puasa, Zakat dan Idul Fitri’ karya ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, KH Ma’ruf Khozin. Seperti yang ia tulis di akun Fecebook miliknya @Rijal Mumazziq Z, […]

Artikel Rektor INAIFAS Kencong Jember Rekomendasikan Buku Karya Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Beragam Problematika Eksekusi Putusan Pengadilan, LDC Gelar Webinar Nasional

beragam-problematika-eksekusi-putusan-pengadilan,-ldc-gelar-webinar-nasional

Bandar Lampung: Law Debate Community (LDC) Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung sukses selenggarakan webinar nasional bertajuk “Problematika Eksekusi Putusan Pengadilan” yang dilaksanakan secara online via zoom pada Jum’at (01/4/2022).

Webinar yang diikuti oleh 90 peserta ini terbuka untuk umum dan dihadiri oleh Dekan Fakultas Syari’ah, Dr. Efa Rodiah Nur, M.H, Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.HI., M.A, selaku pembina Law Debate Community dan narasumber Ahmad Zuhri, S.HI., M.Sy., Ketua Pengadilan Agama Sentani.

Dekan Fakultas Syariah, Dr. Efa Rodiah Nur, MH., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Law Debate Community (LDC) yang berupaya memberikan pemahaman mengenai eksekusi putusan pengadilan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Syari’ah.

“Selaku pimpinan sangat mengapresiasi kegiatan yang bagus ini. Kegiatan yang mengupas beragam problem eksekusi putusan di peradilan, tekhusus harta bersama. Apalagi kegiatan tanpa anggaran, tentu bukan perkara mudah. Namun organisasi LDC ini, meski tanpa anggaran bisa berjalan, dan menghadirkan banyak peserta dari lintas kampus,” ujar Dekan saat memberikan sambutan

Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.HI., M.A, pembina LDC juga mengapresiasi serta mengucapkan rasa terimakasih kepada panitia pelaksana.

“Saya sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada seluruh panitia yang bekerja keras sehingga dapat menyelenggarakan webinar nasional yang luar biasa ini, dengan diadakannya webinar nasional ini dapat menambah pengetahuan yang sangat berguna bagi anggota LDC serta mahasiswa Fakultas Syari’ah dan lainnya,” ujarnya.

Sementara itu, Juliana, Ketua Umum Law Debate Community dalam sambutannya menyatakan harapannya, dengan diadakannya webinar nasional ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan.

“Semoga dengan diadakannya webinar nasional ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan tentang hak-hak dan kewajiban perilaku hukum di masyarakat,” ujar Juliana. (Riska)



Bagaimana Cara Pembagian Zakat ?

bagaimana-cara-pembagian-zakat-?

TANYA, MUIsulsel.com — Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh. Saya ingin menanyakan perihal tentang pembagian hasil dan pengumpulan zakat fitrah apakah harus dihabiskan malam itu juga atau boleh malam-malam setelah 1 Syawal. Seperti pembagian kembali diberikan setelah sepekan dari bulan Syawal. Mohon penjelasannya beserta nas atau dalil al quran dan hadits Rasulullah.

JAWAB : Ada beberapa pandangan ulama, sebagaimana berikut:

Pertama, Mazhab Hanafi membayar zakat fitrah wajib setelah terbit matahari hari Idul Fitri saja, boleh dikeluarkan setelah mulai Ramadhan dan boleh dilambatkan setelah Idul Fitri. Alasannya karena ini ibadah pendekatan yang tidak boleh dibatalkan karena ibadah maliah atau harta.

Kedua, Jumhur ulama mengatakan juga boleh membayarnya sebelum waktu wajibnnya, dan setelah waktu wajibnya, sedang waktu wajib zakat fitrah bagi jumhur adalah malam Idul Fitri.

Ketiga, Syafi’iyah membolehkan dari awal Ramadhan, Malikiyah dan Hanabila membolehkan bayar zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum malam wajibnya zakat fitrah berdasarkan hadits Ibnu Umar:

كانوا يعطونها قبل الفطر بيوم أو يومين رواه البخاري

Adapun membayar setelah shalat idul Fitri:

Syafi’iyah : Seharusnya dibayar sebelum shalat bila belum terbayar maka hendaknya membayar sebelum Zuhur, untuk membantu dan meringankan fakir miskin. Tidak boleh menunda tanpa uzur yaitu tidak ada dana zakat atau tidak ada mustahiknya, dan harus diqodho zakatnya dalam keadaan berdosa.

Hanabilah sefaham syafi’iah harus ditunaikan walau lewat waktunya dan dia juga berdosa.

Malikiyah berkata tidak jatuh kewajiban zakat fitrah dengan berlalunya waktunya, tetapi berdosa dan harus ditunaikan.

Sebaiknya seluruh proses zakat fitrah, baik pembayaran/penyerahan ke amil maupun pembagian dari amil ke mustahik diselesaikan sebelum khatib naik mimbar untuk membaca Khotbah Idul Fitri. Wallahu A’lam.■

*) Dijawab oleh tim Komisi Fatwa MUI Sulsel

The post Bagaimana Cara Pembagian Zakat ? appeared first on MUI SULSEL.



Inilah Pesan Katib Syuriah PBNU, KH Muhyidin Thohir, M.Pd.I Ketika Penutupan Konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah

inilah-pesan-katib-syuriah-pbnu,-kh-muhyidin-thohir,-mpd.i-ketika-penutupan-konfercab-ke-xiii-nu-lampung-tengah

Lampung Tengah: Konferensi Cabang (Konfercab) ke-XIII NU Lampung Tengah ini akan melahirkan Ketua NU Lampung Tengah. Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, NU mempunyai peran strategis dalam perjalanan bangsa kita sejak zaman sebelum merdeka hingga saat ini. Oleh sebab itu, keberadaan NU dan organisasi-organisasi di bawah naungannya sangat membantu pemerintah daerah untuk mencari solusi atas permasalahan keagamaan yang dihadapi.

Hal tersebut disampaikan Katib Syuriah PBNU, KH Muhyidin Thohir, M.Pd.I ketika penutupan Konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah, di aula lantai II gedung Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Kalirejo, Kamis (31/3/2022) petang.

“Saya ucapkan selamat kepada KH Nur Daim, sebagai Rais Syuriah PCNU Lampung Tengah masa khidmat 2022-2027 dan KH. Ngasifudin sebagai Ketua PCNU Lampung Tengah masa khidmat 2022-2027, semoga NU Lampung Tengah semakin maju dan lebih baik,” tambah dosen IAIM NU Kota Metro ini.

“Alhmadulillah konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah berakhir dengan senyum, inilah dinamika dalam organisasi, NU adalah jam’iyah ijtima’iyah diniiyyah, bukan jam’iyyah iqtishadiyyah, oleh karena itu NU Lampung Tengah harus lebih baik, dan jangan ada rangkap jabatan, baik level PCNU maupun MWC NU, silahkan pilih salah satu. PCNU Lampung Tengah harus proaktif, antara PWNU Lampung, dan PBNU harus bersama, saling silaturahim, koordinasi dan komunikasi,” tambah mantan Wakil Sekretaris PWNU Provinsi Lampung ini.

Salah satu panitia pelaksana (Organizing Committee) Konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah, Kiai Maslahus Surur, M.Pd.I, ditempat yang sama menyampaikan, Konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah tahun 2022 ini digelar selama dua hari Rabu-Kamis, (30-31/3/2022).

“Adapun tempat Konferensi Cabang ke-XIII NU Lampung Tengah tahun 2022 ini dibagi beberapa tempat, antaralain; digedung MWC NU Kalirejo, komplek Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, MA Ma’arif 4 Kalirejo, SMK Ma’arif 1 Kalirejo, SMP Islam Islam 1 Kalirejo, dan komplek Pesantren Al Ihya Kalirejo,” tambah alumni Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung ini.

“Konferensi Cabang ke-XIII NU Lampung Tengah juga di ikuti 29 MWC NU se-Lampung Tengah serta utusan Lembaga NU dan Badan Otonom NU, para pengasuh Pondok Pesantren, Katib Syuriah PBNU, KH. Muhyidin Thohir, M.Pd.I, Plh PWNU Lampung, Prof. H. Alamsyah, Bupati Lampung Tengah, Musa Ahmad, S.Sos, Wakil Bupati Lampung Tengah, dr. Ardito Wijaya, Camat Kalirejo, Priyadi, Dandim 0411 Lampung Tengah, Kapolres Lampung Tengah, Anggota DPRD Lampung, Jauharoh Hadad, Anggota DPRD Lampung Tengah dan lain-lain” tambah alumni PKPNU Kota Metro ini.

“Tema besar yang diusung agenda rutin lima tahunan ini, Konfercab ke-XIII NU Lampung Tengah tahun 2022 ini adalah Merawat Tradisi Yang Baik, Mengadopsi Modernisasi Yang Lebih Baik, Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama,” tutup ASN Kemenag Lampung Tengah ini. (Akhmad Syarief Kurniawan)



Begini Serba Serbi Awal Ramadhan di Madinah, Arab Saudi

MADINAH –Pemerintah Arab Saudi menetapkan awal Ramadhan 1443 H jatuh pada 2 April 2022. Keputusan ini diambil melalui Hasil Rukyah yang menggunakan metode dan praktek penetapannya sama dengan di Indonesia.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menceritakan pengalamannya saat berada di Madinah, Arab Saudi, untuk beribadah, termasuk melaksanakan ibadah di bulan Suci Ramadhan.

Kiai Asrorun Niam melihat pelaksanaan ibadah sholat berjamaah sudah kembali normal dengan kondisi shaf dirapatkan, daya tampung maksimal, meskipun masih adanya himbuan untuk memakai masker bagi seluruh jamaah. Selain itu, ia juga melihat bahwa seluruh umat Islam di Arab Saudi mengikuti awal Ramadhan berdasarkan keputusan pemerintah.

Kiai Asrorun Niam juga menyusuri tempat-tempat yang mustajab seperti Raudhah. Saat berada di sana, ia melihat suasana yang begitu ramai bahkan ‘membludak’ sehingga diberlakukan model pendaftaran melalui aplikasi, serta dilakukannya antrian untuk menjaga ketertiban.

Saat hendak buka puasa di Masjid Nabawi, ia melihat para takmir dan para muhsinin menyediakan menu buka puasa untuk para jamaah melaksanakan buka puasa bersama.

Kiai Asrorun Niam yang ikut dalam buka bersama ini merasa takjub dengan suasana jamaah yang begitu tertib mengikuti himbauan pemerintah Arab Saudi untuk tidak ngobrol saat buka bersama di Masjid Nabawi.

Setelah selesai buka bersama dengan para jamaah di Masjid Nabawi. Kiai Asrorun Niam yang kembali datang ke masjid untuk melaksanakan sholat Isya dan tarawih berjamah merasa kaget dengan kondisi Masjid Nabawi yang penuh secara maksimal, padahal masjid ini memiliki daya tampung mencapai satu juta jamaah.

Kiai Asrorun Niam yang datang sebelum Isya ini menjadi salah satu jamah yang terhalang untuk masuk ke dalam Masjid Nabawi.

Tapi ia melihat para petugas begitu sigap mengarahkan jamaah ke lantai atap atau rooftop dan di halaman masjid. Akhirnya, setelah diarahkan oleh petugas, kiai Asrorun Niam dapat melaksanakan Sholat Isya dan Sholat Tarawih berjamaah di halaman Masjid Nabawi.

Sholat tarawih di sana dilaksanakan dengan 11 rakaat dan saat sholat witir membaca doa Qunut.

Saat Adzan, sholat berjamah, termasuk shalat tarawih di Masjid Nabawi, menggunakan pengeras suara masjid luar dengan jangkauan yang sangat luas. Sehingga, semakin terasa syiar agama.

Kiai Asrorun Niam menjelaskan, kondisi tersebut justru membuat masyarakat sekitar menyesuaikan, bukan malah meminta untuk dikecilkan.

Bahkan, para pedagang dan para pelaku usaha di sekitar masjid Nabawi sampai rela menutup sementara tokonya dan menghentikan aktifitas usahanya.

Ia juga melihat tidak ada restoran yang ‘ngotot’ minta buka dengan alasan ada orang yang tidak berpuasa. Mereka merasa tidak terganggu dengan aktifitas di bulan Ramadhan. Bahkan, malah menikmati suasana Ramadhan yang syahdu.

(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)



Eep Saefulloh Fatah: Politik Identitas Bukan Solusi Politik Umat

JAKARTA — Pengamat Politik, Eep Saefulloh Fatah menyatakan bahwabpolitik identitas bukanlah merupakan solusi politik umat Islam.

Pernyataan tersebut disampaikan Eep dalam acara “Sarasehan Kode Etik Ukhuwah Islam dalam Bidang Politik” yang diselenggarakan oleh Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI, Rabu (30/3).

“Ancaman Pemilu 2024 di antaranya yaitu politisasi identitas. Kita telah belajar pada gelaran Pemilu sebelumnya mengenai pola politik tersebut. Karenanya gelaran Pemilu 2024 nanti perlunya menjadikan politik jalan keluar sebagai substitusi politik identitas,” jelas Eep.

Eep menuturkan, jika politik identitas yang dikembangkan, maka akan berakibat ledakan harapan publik yang luar biasa. Hal inilah dialami oleh Indonesia pada 2 Pemilu sebelumnya, yaitu Pilpres 2014 dan Pilgub Jakarta 2017 dimana sangat panjangnya dikotomi yang bertahan dalam perkelahian politik yang melelahkan.

Selain substitusi politik identitas, problematika yang akan dihadapi pada Pemilu 2024, menurut Eep yaitu mengenai pandemi dan resesi. Jalan keluar dari resesi tersebut dalam kacamata demokrasi adalah dengan menyelenggarakan Pemilu.

Eep memandang, pandemi Covid 19 sebagai muqaddimah yang unik menyambut gelaran Pemilu 2024. Meskipun rentan jarak pandemi dengan Pemilu 2024 cukup jauh, akan tetapi jika dilihat dari fenomena kebudayaan yang ada maka pandemi belum berakhir.

“Dampak dari pandemi tidak dapat dengan cepat dan mudah dituntaskan, sekalipun virus Corona telah hilang. Resesi akibat pandemi global yang menyeluruh dirasakan pula oleh bangsa-bangsa lain di dunia,” tutur alumni FISIP Universitas Indonesia tersebut.

Sebagai Pengamat Politik, Eep menilai, Pemilu 2024 merupakan tahun yang ditandai kesulitan hidup bagi para pemilih. Hal ini dijelaskannya berdasarkan survei nasional pada akhir tahun 2020 yang menunjukkan angka yang cukup besar untuk kesulitan ekonomi dirasakan pemilih Indonesia.

Data tersebut menyebutkan lebih dari 80 persen pemilih mengalami penurunan pendapatan secara drastis, terdapat 72 persen pemilih mengalami kemerosotan ekonomi, dan 36 persen pemilih kehilangan pekerjaan mereka.

“Di samping data tersebut, terdapat 4 kesulitan besar pada Pemilu 2024 nanti yaitu terkait kemiskinan, tingginya kebutuhan pokok, sulitnya lahan pekerjaan, dan kasus korupsi yang masih merajalela. Keempat problematika tersebut harus jadi perhatian penting bagi semua pihak,” imbuhnya.

Lebih lanjut, masih berkaitan dengan keterlibatan semua pihak dalam upaya mendinginkan pertentangan identitas pada pemilu 2024, Eep merekomendasikan agar MUI membentuk desk Pemilu yang akan datang.

Fungsi dari desk Pemilu menurutnya sebagai pihak yang melakukan monitoring, evaluasi, dan advokasi. Salah bentuk advokasi yang diperlukan MUI adalah menjadi sumber pendinginan ketegangan dan konflik di tengah masyarakat kala bergulirnya Pemilu nanti.(Isyatami Aulia/Angga)



Ketum PBNU: Islamofobia Warisan Perang Identitas Agama Ratusan Tahun

JAKARTA— Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyampaikan bahwa islamofobia tidak lahir karena tragedi WTC 11 September 2001. Islamofobia sebetulnya hadir sejak lama karena perang yang mengatasnamakan agama ratusan tahun. Perang itu mewariskan mentalitas takut sekaligus benci di antara muslim maupun non muslim di berbagai belahan dunia.

“Kenapa kita punya seperti ini (islamofobia)? Karena kita mewarisi sejarah dari konflik yang panjang sekali selama berabad-berabad antara dunia Islam melawan dunia non muslim. Misalnya, selama 700 tahun berkuasa, Turki Utsmani tidak berhenti sama sekali berkompetisi militer melawan kerajaan-kerjaan Kristen Eropa di Barat, ” ujarnya saat mengisi Webinar MUI bertema Turn Back Islamophobia, Rabu (30/03).

Selain di dunia barat, dia menyebutkan, kerajaan Islam Mughal di India yang berperang dengan umat Hindu di India juga berdampak. Semua kuil di India bagian utara saat ini, kata dia, tidak ada yang berusia lebih dari 200 tahun. Sebab, semasa zaman kerajaan Mughul, semua kuil dihancurkan.

Dalam Webinar Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI tersebut, Gus Yahya menyampaikan, akibat perang itu membekas sampai menjadi wacana di masing-masing pihak.

Kalau di kalangan Islam ada istilah Islamofobia. Di kalangan non-muslim ada kekhawatiran sama yang dia sebut kafirofobia. Pemahaman seperti ini seperti mengendap dan tumbuh dalam wacana keagamaan masing-masing pihak.

Tidak hanya pada masalah agama, corak berpikir masyarakat zaman ratusan tahun lalu adalah tentang kekuasaan dan wilayah. Adanya Agresi Militer Belanda pasca Indonesia merdeka juga membuktikan bahwa kesadaran wilayah itu belum muncul ketika itu.

Dibandingkan konflik yang sudah berjalan lama itu, kata Gus Yahya, wacana mencari jalan tengah baru muncul belum genap seratus tahun yang lalu. Kelahiran piagam PBB pada Juni 1945 menandai kesadaran berbagai bangsa untuk mewujudkan perdamaian bersama. Kesepakatan itu muncul pasca kerusakan besar akibat dua perang akibat konflik identas.

Gus Yahya menyampaikan, kelahirkan piagam PBB itu mewujudkan tata dunia baru yang modern dan lebih damai. Piagam PBB memiliki dua komponen penting terkait perbatasan wilayah internasional dan nilai kemanusiaan yang universal (HAM).

“Sebetulnya, wacana toleransi dan moderasi merupakan sesuatu yang baru datang kemudian. Dulu dunia ini merupakan rimba persaingan antara identitas baik dalam wilayah agama, negara, maupun kerajaan yang membawa identitas masing-masing, ” ucapnya.

Gus Yahya memaparkan, umat Islam bisa berperan mengurai sisa-sisa perang itu dengan cara beragama yang moderat. Ia menyampaikan, penyebutan kafir menjadi tidak relevan dalam usaha untuk mencapai perdamaian itu.

Tanpa cara beragama Islam yang moderat, kata dia, dunia akan tetap diliputi ketakutan, kekhawatiran, serta menimbulka Islamofobia. Wacana keagamaan di internal Islam sudah selayaknya diperkaya dengan nilai perdamaian dan toleransi sehingga tidak mudah timbul ketakutan.

“Syarat berlangsungnya toleransi yaitu kesetaraan hak dan martabat di antara sesama umat manusia. Perbedaan latar belakang identitas tidak boleh jadi alasan untuk mendiskriminasi kelompok yang berlawanan. Semua setara di depan hukum dan dalam nilai kemanusiaan universal, ” ujarnya.

Dia menambahkan, mentalitas masyarakat saat ini terbentuk karena wacana keagamaan. Butuh konstekstualisasi agama kembali untuk menghapus permusuhan-permusuhan berbasis agama di tengah masyarakat.

“Upaya tersebut bisa dilakukan lebih lanjut yang kemudian disusul dengan sebuah strategi. Sehingga pola pikir umat yang cenderung masih memelihara permusuhan satu sama lain dapat dihapuskan, ” ungkapnya. (Isyatami Aulia/Azhar)



Ketua Umum MUI Jatim, Ramadhan Waktu Perbaiki Kualitas Keimanan dan Ketaqwaan

ketua-umum-mui-jatim,-ramadhan-waktu-perbaiki-kualitas-keimanan-dan-ketaqwaan

MUI JATIM –  Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah bersyukur karena bisa berjumpa kembali dengan bulan suci Ramadhan 1443 Hijriah. Kondisi dan suasana bulan puasa tahun ini pun terasa lebih leluasa dibanding bulan Ramadhan pada dua tahun sebelumnya sejak terjadi pandemi Covid-19. Menurutnya, bulan Ramadhan adalah kesempatan emas untuk […]

Artikel Ketua Umum MUI Jatim, Ramadhan Waktu Perbaiki Kualitas Keimanan dan Ketaqwaan pertama kali di publikasikan oleh MUI Jatim.



Pengurus Komite Dakwah Khusus MUI Sulsel Dilantik, Ini Susunan Pengurusnya

pengurus-komite-dakwah-khusus-mui-sulsel-dilantik,-ini-susunan-pengurusnya

FOKUS, muisulsel.com — Majelis Ulama Indonesia MUI Sulsel melantik pengurus Komite Dakwah Khusus (KDK) di Masjid Raya Makassar pada Sabtu (2/4/2022).

Pelantikan dilakukan langsung oleh Ketua MUI Sulsel Prof DR KH Najamuddin Lc MA. Sekretaris Umun MUI Sulsel DR Muammar Bakry Lc MA membacakan SK pengurus yang dilantik.

Dalam sambutanya Ketua Komite Dakwah Khusus (KDK) MUI Sulsel Drs KH Masykur Yusuf MAg menyampaikan, anggota yang tergabung dalam KDK akan diberi tugas khusus untuk membina umat dari permurtadan, paham radikalisme dan pembinaan persoalan umat lainya. KDK juga akan mendata daerah yang terindikasi terdapat faham radikalisme dan pemurtadan.

Ketua Bidang Dakwah MUI Sulsel Prof DR KH Abustany Ilyas MA juga menyampaikan harapanya agar para mubalig KDK mendakwahkan Islam yang baik dan sejuk atau Islam Wasathiyah di masyarakat.

Turut hadir DR KH Muhammad Syawir Dahlan SQ MA (anggota Dewan Pertimbangan MUI), DR KH Amirullah Amri M Ag dan DRS Abdul Rasyid Qudaeda MPd.

Berikut susunan personalia pengurus Komite Dakwah Khusus (KDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan masa khidmat 2021-2026

I. DEWAN PENASEHAT

  1. Ketua Umum MUI Sulawesi Selatan
  2. Sekretaris Umum MUI Sulawesi Selatan
  3. Ketua Bidang Dakwah MUI Sulawesi Selatan
  4. Ketua Komisi Dakwah MUI Sulawesi Selatan

II. DEWAN PEMBINA

  1. AG. DR. KH. Abd. Muttalib Abdullah, MA
  2. Dr. KH. Muh. Syawir Dahlan, SQ, MA
  3. Drs. KH. Patallongi, M.Pd.
  4. Dr. KH. Syukur Abubakar, Lc., MA
  5. Dr. dr H. Khidri Alwi, M.Kes., MA
  6. Drs. KH. Abdullah Badru
  7. Drs. H. Nasir Nawawi
  8. Drs. H. Muslimin
  9. Drs. H. Kahar Palo, MA
    10.Drs. Abdul Rasyid Qudaeda, M.Pd

III. DEWAN PELAKSANA
Ketua : Drs. KH. Masykur Yusuf, M.Ag
Wakil Ketua : Drs. Tajuddin Ranreng, .M.Pd
Wakil Ketua : Dr. H. M. Ilyas, MA
Wakil Ketua : H. Ambo Sakka Ambo, M.Ag
Sekretaris : Dr. Jumadi, M.Pd
Wakil Sekretaris : Muhiddin Ali, S Ag., MA
Wakil Sekretaris : Dr. Surani, S.Ag., MA
Bendahara : Dr. M. Ihsan Darwis, M.Si
Wakil Bendahara : H. Andi Irwan P, S.Ag., MA
Wakil Bendahara : Muh. Idil Fitri, S.Ag., MA

KOMITE KOMITE
A. KOMITE INVESTIGASI DAN PENCEGAHAN RADIKALISME

  1. Dr. Muh. Wadjedy Ma’ruf, M.Pd (Ketua)
  2. Kyai Harun M.Kahar, S.Ag
  3. Drs. Mahdin Muhammad, M.Pd
  4. Dr. Muh. Ilham, Lc., M.Fil
  5. H. Alwis, Lc, M.Hi
  6. Syahriwijaya, SH., MH
  7. Muhammad Asriady, S.Hd., M.Th.I
  8. M. Kafrawi Saenong, S.Sos., M.Si
  9. Fathul Muin Zainuddin

B. KOMITE KADERISASI DAN PEMBINAAN MUALLAF

  1. H. Badaruddin Basir, S.Ag (Ketua)
  2. Nasaruddin Ibrahim Tuwo, S.S
  3. Medy Jafar, S.HI
  4. H. Awaluddin, Lc
  5. M. Gazaly, S.S
  6. Muh. Ridwan, S.Ag
  7. Yasid Bustami, SH
  8. La Haya, S.Ag, M.A
  9. Adiningrat Putra Zainal, S.Pd.I., Lc

C. KOMITE INFOKOM DAN PETA DAKWAH

  1. Dr. H. Agus Masykur, Lc., MA (Ketua)
  2. Dr. H. Muh. Irham, M.Th.I
  3. Drs. Syahruddin HM.
  4. Drs. Hamja Mahmud
  5. Bambang Sampoerna, S.Ag., MA
  6. Amiruddin Zein, S.Pd.I
  7. Abd Rahman Haq, S.Pd
  8. Drs. H.M. Taha Azis
  9. Abd. Rahim Hafid, SH

D. KOMITE BUDGETIN DAN KEMITRAAN

  1. H. Ridwan Al Bone, SH., M.H (Ketua)
  2. Syamsuddin, S.Ag
  3. Muh. Hasbi Husain, Lc
  4. Wahyu Bastami Al Banjary
  5. Muchlis, S.Pd.I, M.Pd
  6. Ence Muh. Jamil Budiman
  7. dr. H. M. Ilmu Yaqim Amha, M.Kes
  8. M. Ihwan Darwis, S.Ag
  9. Muhammadiyah Muhammad Amaly, S.Pd.I

E. KOMITE PEMBINAAN MUSLIMAH

  1. Dr. Djaenab, S.Ag, M.HI (Ketua)
  2. Dr. Hj. Sri Endarti Halim, ST., MT
  3. Dr. Hj. Aisyah Abbas, M.A
  4. Dr. Rosmini Amin, M.Th.I
  5. St. Nurlia, S. Ag
  6. Dra. Hj. Mursida
  7. Dra. Hj. Sunaani
  8. Dr. Nurahmah Asnawi, M.Pd
  9. Syamsiah Khalik, S.Ag., M.Si.■ Irfan

The post Pengurus Komite Dakwah Khusus MUI Sulsel Dilantik, Ini Susunan Pengurusnya appeared first on MUI SULSEL.



Puasa Ramadhan dan Jalan Mukmin Menuju Derajat Takwa


 

Oleh : Prof Dr KH Ma’ruf Amin, Wapres RI dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI
 
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
بسم الله الرحمن الرحيم
بِسْمِ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ  وَعَلَى آلِهً وَصْحبِهِ وَمَنْ وَالَاه. سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ. اللّهُمَّ ارْزُقْنَا الْمَعَارِفَ الرَّبَّانِيَّةَ وَاللَّطَائِفِ الرَحْمَانِيّةَ وَالْعُلُوْمَ اللَّدُّنِيَّةَ وَ بَلِّغْنَا رُتْبَةَ الْإِحْسَانِ وَ وَحْدَةَ الشُّهُوْدِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Yang terhormat, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Dakwah, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, Habibana, Habib Nabiel Al-Musawa, Hadirin yang berbahagia.

Marilah bersama-sama kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, karena atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya kita semua dapat bertemu, walaupun secara daring, pada acara Syiar Islam dan Tarhib Ramadhan 1443 H.

Acara Syiar Islam dan Tarhib Ramadhan 1443 H ini merupakan ajakan pimpinan MUI pusat untuk menyatakan rasa syukur dan ungkapan kebahagiaan kita bersama dalam menyambut bulan suci Ramadhan tahun 1443 H, sebagai bulan peningkatan amal ibadah vertikal kepada Allah SWT (hablun minallah) dan penguatan hubungan mu’amalah insaniyyah secara horizontal dalam kehidupan masyarakat (hablun minan naas).

MUI telah memberikan satu pesan kepada kita semua untuk menghormati dan mensyiarkan bulan Ramadhan sebagai bulan yang rahmah (penuh kasih sayang sayang) dan maghfirah (penuh ampunan). Tentu saja sangat wajar jika kita menginginkan agar kehidupan masyarakat di bulan Ramadhan bisa menampakkan suasana puasa Ramadhan di negara mayoritas Muslim ini.

Insya Allah kita bertemu dengan bulan Ramadhan dan diberikan kesehatan oleh Allah SWT, sehingga kita dapat menjalankan puasa dengan baik disertai ridha dan magfirah-Nya. Kita sambut bulan Ramadhan ini dengan ucapan:
مرحباً بك يا رمضان مرحباً يا شهر الصيام
Selamat datang wahai bulan Ramadhan, selamat datang wahai bulan puasa

Hadirin yang berbahagia
Sebagaimana kita ketahui, bahwa tujuan puasa adalah untuk membentuk orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah dalam Surat  Al Baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Menurut para ulama yang dimaksud dengan takwa itu adalah kepatuhan menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-laranganNya. Orang yang berpuasa adalah orang yang mampu mengendalikan nafsunya dari berbuat yang melanggar peraturan-peraturan Allah SWT.

Takwa dalam Islam dianggap sebagai kemuliaan (al-karam) dan bahkan Allah mengatakan dalam Surat Al Hujurat ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Mahamengetahui, Mahateliti.”

Dalam ayat tersebut Allah SWTmenyatakan bahwa yang paling mulia disisi-Nya adalah orang yang paling bertaqwa, bukan karena keturunan, bukan karena ras atau suku bangsa, dan bukan pula karena harta dan jabatan. Sesungguhnya manusia itu, apapun ras atau suku kebangsaannya berasal dari keturunan yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Di mata Allah SWT semua manusia itu adalah sama, dan kemuliaan itu hanya ada pada sisi ketakwaannya.

Peraturan-peraturan Allah tidak hanya dalam kaitan dengan hubungan kepada Allah (hablum minallah), tetapi juga hubungan dengan manusia (hablum minnas).
 
Semestinya puasa harus menghasilkan ketakwaan. Apabila puasanya tidak melahirkan ketakwaan, berarti puasanya sekadar puasa lahiriah semata, yang hanya mengalami lapar dan dahaga semata, seperti dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)

Hadirin yang berbahagia,
Secara lahiriah puasa ini dilakukan melalui pengendalian diri (imsak) seseorang di siang hari dari aktivitas makan, minum dan hubungan seksual. Namun secara hakiki seseorang tidak hanya terbatas pada pengekangan tiga hal ini saja, tetapi meliputi pengekangan ego dari semua keinginan (nafsu), sikap dan tindakan tercela atau kemaksiatan. Dalam ibadah puasa ini terkandung pula nilai kejujuran yang tinggi, karena bisa saja seseorang berpura-pura puasa di hadapan umum tetapi sebenarnya ia tidak berpuasa.

Naluri manusia memang memiliki keinginan-keinginan (nafsu), baik nafsu biologis, materi maupun kekuasaan (QS Ali ’Imran: 14). Islam pun tidak melarang keinginan-keinginan ini, tetapi mengaturnya atau membatasinya minimal dengan ketiga nilai tersebut. Munculnya sejumlah persoalan sosial, seperti korupsi, perampokan, pencurian, penipuan, perzinaan, egoisme, keserakahan, kekerasan, penyalahgunaan wewenang, narkoba, miras, dan sebagainya merupakan ekspresi keinginan yang tidak disertai dengan kepemilikan ketiga nilai tersebut. Oleh karenanya, ketiga nilai ini harus diwujudkan tidak hanya selama bulan Ramadhan, tetapi juga di hari-hari di luar Ramadhan.

Dengan demikian, puasa juga mengandung hikmah tidak hanya yang berdimensi spiritual dan vertikal tetapi juga sosial dan horisontal, terutama penguatan akhlak (etika-moral) dan watak (karakter) orang yang berpuasa. Puasa bahkan menjadi sarana latihan (training) yang efektif untuk penguatan akhlak dan karakter ini, terutama untuk mewujudkan manusia yang bebas dari dosa dan perbuatan tercela, manusia yang dapat mengendalikan diri dan jujur, dan sekaligus manusia yang memiliki solidaritas sosial yang tinggi.

Solidaritas sosial yang tinggi tersebut diwujudkan dalam bentuk anjuran untuk memperbanyak sedekah dan pada hari Idul Fitri nanti ia diwajibkan menunaikan zakat fitrah yang terutama diberikan kepada fakir miskin. Bahkan puasa ini memunculkan empati seseorang dengan membayangkan perasaan orang-orang fakir miskin yang mengalami kelaparan atau kekurangan makanan sebagaimana dirinya mengalami kelaparan saat berpuasa.

Oleh karena itu, orang yang melaksanakan puasa dengan pemenuhan ketiga nilai atau prinsip tersebut, yakni pengendalian diri, kejujuran dan solidaritas sosial, ia akan menjadi bersih tanpa dosa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa kerena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu (HR Bukhari).

Sebagai penutup, saya mengharapkan bulan Ramadhan kali ini bisa menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan kita, tumbuhnya solidaritas bangsa, serta kita bisa keluar dari pandemi.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan ‘inayah-Nya dan meridai setiap ikhtiar yang kita lakukan.
Wallahul Muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

*Naskah pidato disampaikan dalam Tarhib Ramadhan 1443 H/ 2022 M yang digelar Komisi Dakwah MUI, Kamis 3 Maret 2022.



Empat Penyebab Lahirnya Islamophobia Menurut Prof. Shamsi Ali

JAKARTA — Imam Masjid New York, Prof. Mohammad Shamsi Ali menyebutkan terdapat empat faktor pemicu lahirnya Islamophobia.

“Faktor pertama yaitu semakin menurunnya jumlah orang kulit putih dan populasi kaum non white semakin tinggi,” jelas Prof. Shamsi Ali dalam webinar interasional Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia (HLNKI MUI), beberapa hari lalu, Rabu (30/3).

Pada webinar yang mengusung tema “Turn Back Islamophobia” tersebut, Prof. Shamsi Ali menyampaikan bahwa bertambahnya jumlah imigran yang datang ke Barat menjadi ketakutan bagi orang kulit putih.

Padahal jika ditelusuri akar sejarahnya, orang kulit putih merupakan dalang dari peperangan yang terjadi di daerah-daerah Timur Tengah seperti, Iran, Suriah, dan Afganistan.

Namun, hal ini pula yang menyebabkan bangkitnya gerakan politikus ekstrem putih. Bentuk respons mereka khawatir akan kejayaan umat Islam.

Sikap hasad kaum non muslim tersebut telah Allah beritakan dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 109, yang salah satu kutipannya:

…حَسَدًا مِّنْ عِندِ…

“Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri,”

Imam Masjid New York menjelaskan, jika hasad kaum non muslim pada zaman Nabi adalah adanya harapan pengutusan Nabi terakhir dari kalangan mereka. Namun, pada masa kini sifat hasad terjadi karena mereka menganggap Islam adalah agama yang lemah, kurang terdidik secara teknologi dan sains tapi terus berkembang jumlah pengikutnya.

“Di Amerika, semakin mereka mencari cara untuk menekan Islam, maka justru Islam semakin berkembang. Seperti pada tragedi 911 ada yang mengistilahkan sebagai keguguran Islam, tapi pada satu sisi justru menjadi penyebab kebangkitan dakwah di Amerika,” tegasnya.

Faktor kedua, adanya trauma sejarah. Terdapat ketakutan di kalangan Barat bahwa Islam akan berkuasa. Hal ini berdasarkan anggapan mereka yang melihat bahwa menuju pada kebangkitan tersebut semakin nampak.

Di Amerika dan dunia Barat, Prof. Shamsi Ali menuturkan bahwa Islamophobia telah menjadi catatan sejarah kelam yang bagi orang kulit putih trauma kembalinya kekuatan Islam.

Dia menyampaikan, di negara-negara yang pernah menjadi Komunis masih terasa jelas sisa-sisa kejayaan Islam masa lalu, seperti di Serbia. Terdapat museum pertahanan Ottoman Empire yang ditata dengan baik sebagai upaya membangun kesadaran masyarakat Barat agar berhati-hati dengan kebangkitan Islam.

“Faktor ketiga yaitu adanya konstelasi politik. Pertarungan global ini ikut andil menjadi faktor besar yang melatar belakangi hadirnya Islamophobia,” katanya.

Prof. Shamsi Ali menilai, umat Islam masih terjebak dalam kesalahan penempatan agama dan politik. Yang dimana seharusnya agama menjadi inspirasi, bukan malah dijadikan kendaraan politik.

Faktor keempat yaitu umat Islam itu sendiri. Prof. Shamsi Ali menegaskan tidak berlebihan jika mengatakan lebih dari 60 persen Islamophobia terjadi karena faktor umatnya.

Hal ini dikarenakan umat Islam masih belum berhasil mengemban amanah ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga akhirnya menimbulkan ketakutan pada umat lain.

“Jika ingin merubah Islamophobia mari kita lakukan perubahan. Kalau Islam mampu kita tampilkan secara baik, maka akan menjadi kekuatan dahsyat, merubah mindset manusia tentang Islam. Perlunya menata diri kembali bahwa kita sedang menyeleweng dari ajaran Islam yang sesungguhnya yaitu menjadi umatan wasathan,” pungkasnya.

(Isyatami Aulia/Angga)