All posts by admin

Mendidik bukan Mengajar

oleh: Harry Santosa

Mendidik fitrah anak itu bukan “too much teaching” atau terlalu banyak mengajarkan (outside in), namun lebih banyak menumbuhkan dan menyadarkan gairah anak untuk belajar dan bernalar (inside out).

Anak yg gairah fitrah belajar dan bernalarnya tumbuh hebat akan belajar sepanjang hidupnya, namun anak yang banyak diajarkan akan meminta diajarkan sepanjang hidupnya.

Anak yang suka dan bergairah pada buku akan membaca sepanjang hidupnya, namun anak yang dipaksa bisa segera membaca sebelum cinta buku barangkali akan membenci membaca buku sepanjang hidupnya.

Anak yang fitrah imannya tumbuh dalam wujud bergairah cintanya kepada Allah, kepada Rasulullah SAW, kepada Islam, kepada alQuran akan menjalani perintah Allah sepanjang hidupnya, meneladani Rasulullah SAW sepanjang hayatnya, mendalami dan mengamalkan alQuran dengan antusias sampai ajalnya.

Namun anak yang ditargetkan ini dan itu sebelum cintanya tumbuh bisa jadi akan membuang Syariahnya ke tempat sampah ketika dewasa kelak. Anak yang terlalu cepat diadabkan sebelum gairah cintanya tumbuh kelak akan berpeluang membenci adab dan menjadi tidak beradab

“Dont too much teaching”. Rileks dan optimislah. Yakinlah anak anak kita punya cukup semua yang dibutuhkan untuk menjalani maksud penciptaannya sebagai Hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi. Anak anak kita telah Allah instal kebaikan sejak lahir, yaitu fitrah.

Maka sekali lagi “Dont Too Much Teaching”, fasilitasi saja, temani saja, arahkan saja, tunjuki saja, dampingi saja. Allahlah Murobby atau pendidik bagi anak anak kita, Allahlah Yang paling Tahu fitrah anak anak kita, karenanya ikuti saja fitrah Allah

Tugas kita hanyalah mengaktifasi fitrah ini dengan merawat, menguatkan konsepsi ketika bawah usia tujuh tahun, kemudian menumbuhkan dan menyadarkan potensi ketika usia 7-10 tahun, lalu mengokohkan dan menguji eksistensi perannya dengan kehidupan nyata ketika menjelang aqilbaligh sehingga akhirnya mengantarkan anak anak kita pada peran peran peradaban terbaik dengan adab mulia.

Salam Pendidikan Peradaban

Sumber: https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10211987896082863?pnref=story



H. Bermawi, ‘Parewa’ yang Tundukkan OPR dan ‘Alumni’ Nusakambangan

KEBERANIAN Haji Bermawi, putra Padangjapang, Kabupaten Limapuluh Kota, terbilang luar biasa. Sosoknya seperti tidak takut menghadang maut. Entah ilmu apa yang dimilikinya. Senjata pun tidak mampu memuntahkan pelurunya saat H. Bermawi berhadapan dengan pasukan berbaju hijau.

Dalam kesehariannya, H. Bermawi adalah warga kampung yang dituakan di lingkungannya, daerah Padangjapang dan sekitarnya. Sebab, ilmu ke-Islamannya sangat disenangi banyak orang.

Selain kemenakan kesayangan Imam Jihad semasa perjuangan melawan penjajah, Syech Abbas Abdullah, H. Bermawi juga gigih belajar pada pendidikan formal yang kini sudah menjadi lembaga pendidikan, DR.H. Abdullah Ahmad, PGAI Sumatra Barat. Dengan bekal itulah, H. Bermawi jadi guru selama bertahun-tahun di lembaga pendidikan Darul Funun di Padangjapang, yang penggeraknya adalah Syech Abbas Abdullah.

Selain itu, H. Bermawi juga salah seorang tokoh tarjih Muhammadiyah Sumatra Barat, seangkatan dengan Tazar Kuran, Mansur Malik, Radhin Rahman, dan tokoh lainnya.

Beragam pemikiran dan dukungan bersumber dari tarjih yang dimotori Alquran dan hadis Rasulullah dikemukakan H. Bermawi bersama kawan segenerasinya demi lebih eksisnya Muhammadiyah dan umat Islam.

Di samping sebagai guru agama dan pentarjih Muhammadiyah Sumatra Barat, H. Bermawi juga seorang petani dan peternak. Ternak sapinya sebanyak 25 ekor dipelihara warga dhuafa binaannya. Dia juga bertani padi, kacang, cabai, dan ternak ikan.

Khusus berkebun cabai, H. Bermawi sangat tekun. Bahkan, sebatang cabai bisa panen satu kilogram. Bayangkan, dua ribu batang cabai dalam sekali masa panen bisa memproduksi sebanyak dua ton. Luar biasa hasilnya. Apalagi, harga cabai terbilang mahal dari dulu sampai sekarang.

Ulama, pentarjih, guru yang disegani, petani, hingga peternak, nyatanya belum cukup dalam keseharian H. Bermawi yang terkenal dengan rezekinya yang murah. Beliau juga pemberani atau istilah populernya, ‘parewa’. Mantan napi yang baru pulang dari penjara Nusakambangan, bernama Saidun Catuak, dilawannya berkelahi. Saidun yang suka melukai orang dengan parang itu ternyata kalah nyali berhadapan dengan H. Bermawi saat akan ‘bakuhampeh’ di jalan depan pesantren Nahdatunnisaiyah Padangjapang.

Masih ada lagi cerita tentang keberanian H. Bermawi. Di saat Sumbar dilanda ‘prahara PRRI’, beragam peristiwa berdarah dihadang H. Bermawi. Beliau pernah menguburkan kepala manusia tanpa jasadnya. Kepala tersebut digantungkan dalam ‘kambuik’ di pekayuan kedai penduduk, di depan gerbang Masjid Raya Padangjapang.

Masih di masa pergolakan PRRI, H. Bermawi juga pernah menurunkan mayat lelaki bernama Main yang digantung tentara OPR di sudut bangunan sebuah sekolah di Pasar Senen Padangjapang. Kuburan Main yang malang tersebut masih bisa dijumpai hingga sekarang di belakang bangunan sekolah itu.

Namun, cerita yang menjadi legenda di tengah-tengah masyarakat padangjapang hingga kini adalah peristiwa hilangnya sebanyak 30 ekor itik H. Bermawi dari dalam kandangnya. Peristiwa itu terjadi juga di masa pergolakan PRRI sekitar tahun 1958-1959. H. Bermawi sudah mencari itik-itiknya itu ke berbagai lokasi yang dicurigai, namun tidak kunjung ditemukan.

Karena firasat H. Bermawi yang begitu tajam, Beliau terus mencari itiknya yang hilang itu. Pencariannya tidak sia-sia. Ternyata, 30 ekor itik itu ditemukan di rumah seorang perempuan bernama Nubai Sikumbang, yang anaknya adalah Komandan OPR di Kecamatan Guguk, Limapuluh Kota.

Meski di sekitar rumah itu banyak tentara OPR bersenjata, namun H. Bermawi tidak ditembak. Padahal, situasi saat itu sangat memungkinkan ‘menyudahi’ H. Bermawi. Apalagi, negeri dalam keadaan darurat perang. Tentara OPR terkenal dengan keganasannya. Namun, senjatanya bungkam kala berhadapan dengan H. Bermawi. H. Bermawi berhasil membawa pulang ke-30 ekor itiknya itu tanpa sebutir peluru pun ditembakkan dan tanpa luka segores-pun.

Ada lagi kisah lainnya. Pada hari Jumat, Jorong Padangjapang berhasil dikuasai APRI dan rakyat diberi pilihan, mengungsi ke rimba atau masuk ke daerah yang sudah dibebaskan. Pada saat itu, H. Bermawi dijemput mertuanya yang bernama Usman Engku nan Bulek.

Akhirnya, Padangjapang dikosongkan. Rakyat memilih lokasi pengamanan masing-masing, kebanyakan pindah ke jorong tetangga: Ampanggadang dan Talago. Di saat itulah terjadi peristiwa ‘luar biasa’ yang belum pernah terjadi selama ini, yakni tidak ada pelaksanaan ibadah Salat Jumat.

Begitu terkenalnya sosok H. Bermawi yang bermukim di Padangjapang berjarak sekitar 140 kilometer dari Padang. Suatu ketika, pernah penulis bercengkrama dengan seorang perwira polisi di ibuprovinsi dan perwira itu menanyakan kepada penulis, “tahukah saudara dengan H. Bermawi? Dia adalah guru saya,” kata polisi itu.

“H. Bermawi itu hebat. Ilmunya luar biasa. Pemberani, tawaddhu’, hidupnya sejahtera lahir dan bathin,” kata polisi itu yang mengenal H. Bermawi saat dia bertugas sebagai Kapolsek Guguk, Limapuluh Kota.

Kini H. Bermawi sudah tiada. Berpulang ke Rahmatullah tujuh tahun lalu dalam usia 82 tahun di RSUP M. Djamil Padang dan dimakamkan di Padangjapang. Beliau meninggalkan dua anak, lima cucu, dan delapan piut. *

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adibermasa/h-bermawi-parewa-yang-tundukkan-opr-dan-alumni-nusakambangan_58909a42a3afbd5f09c9419c



Beasiswa Brunei 2017 – 2018 (D3, S1, S2, S3)

Beasiswa yang sedang dibuka tersebut meliputi beasiswa D3, beasiswa S1, beasiswa S2, dan beasiswa S3. Semua beasiswa ini diberikan penuh dan dapat dipergunakan untuk studi di beberapa universitas terbaik di Brunei.
Programnya dinamai Brunei Darussalam Government Scholarships to Foreign Students. Beasiswa ini disediakan melalui Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan, Brunei Darussalam. Ada empat universitas terbaik di Brunei yang menjadi tujuan studi, yakni Universiti Brunei Darussalam (UBD), Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA), Universiti Teknologi Brunei (UTB), dan Politeknik Brunei (PB).
Beasiswa D3 disediakan untuk Diploma Ilmu Kesehatan, seperti kebidanan, keperawatan, dan kesehatan yang berlangsung di Politeknik Brunei (PB), beasiswa S1 dan S2 masing-masing berlangsung empat dan dua tahun yang bisa diambil di UBD, UNNISA, dan UTB. Sementara, beasiswa S3 diberikan hingga tiga tahun untuk program doktor di UTB. Meski demikian evaluasi beasiswa dilakukan setiap semesternya dan kandidat harus mencapai batas minimum kredit yang ditetapkan untuk mempertahankan beasiswa.
Ada sejumlah fasilitas yang disediakan bila berhasil memperoleh beasiswa Pemerintah Brunei Darussalam 2017 – 2018 ini. Kandidat terpilih akan dibebaskan dari semua biaya kuliah selama studi, tiket pesawat PP ke Brunei Darussalam, tunjangan bulanan sebesar BND 500, tunjangan buku per tahun sebesar BND 600, tunjangan makanan setiap bulan BND 150, setelah menyelesaikan kuliah juga akan diberikan tunjangan bagasi maksimum BND 250 untuk negara di wilayah ASEAN.
Selain itu disediakan pula akomodasi tempat tinggal di universitas atau politeknik yang dituju.
Apa saja program yang tersedia? Banyak sekali pilihan. Secara umum misalnya seni, sains, bisnis, teknik, ekonomi, bahasa Inggris, bahasa Arab, sejarah, geografi, ilmu lingkungan, manajemen, sosiologi, ilmu komputer, matematika, biologi, kimia, keperawatan, kebidanan, kesehatan masyarakat, pendidikan, sosiologi, ilmu-ilmu keislaman, dan banyak lagi.
▪ Lihat daftar lengkap program studi (Unduh)
Persyaratan: 
1. Pendaftaran terbuka bagi semua warganegara, tidak terbatas hanya ASEAN, negara-negara anggota OIC maupun Commonwealth.
2. Pelamar harus dinominasikan oleh pemerintah negara setempat (Kemdikbud atau Kemlu)
3. Pelamar harus dinyatakan sehat untuk memperoleh beasiswa serta belajar di Brunei Darussalam oleh dokter yang diakui sebelum tiba di Brunei Darussalam. Biaya mendapatkan surat keterangan sehat ini ditanggung sendiri oleh pelamar.
4. Pelamar harus berusia antara 18 – 25 tahun untuk program diploma dan sarjana, serta tidak lebih dari 35 tahun untuk program pascasarjana terhitung 31 Juli 2017
5. Beasiswa ini tidak berlaku bagi warga tetap Brunei Darussalam
* Persyaratan lebih teknis terutama menyangkut dengan program yang akan diambil bisa dilihat pada “Entry Qualification”. Silakan diunduh pada daftar program studi yang tertera di atas.
Dokumen aplikasi: 
1. Formulir aplikasi (Unduh)
2. Pasfoto terbaru ukuran paspor
3. Salinan ijazah dan transkrip akademik dilegalisir
4. Statement of Purpose (tertera di formulir)
5. Salinan akte kelahiran dan paspor dilegalisir
6. Salinan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
7. Terjemahan resmi ke dalam bahasa Inggris masing-masing dokumen aplikasi yang tidak berbahasa Inggris
*Terjemahan resmi dokumen ke dalam bahasa Inggris bisa menggunakan jasa penerjemah tersumpah atau terjemahan langsung dari pihak kampus dan dicap
Pendaftaran: 
Lengkapi formulir aplikasi bersama dokumen aplikasi lainnya. Beberapa dokumen mungkin perlu di-scan, seperti ijazah dan transkrip, dll. Lalu buat dalam format pdf.
Selanjutnya kirim semua aplikasi tersebut ke email: applyBDGS2017@mfa.gov.bn

Bagi pelamar yang ingin studi di UBD, selain mengirimkan aplikasi di atas, juga diharuskan melengkapi aplikasi online di laman https://apply.ubd.edu.bn/orbeon/uis-welcome/

Permohonan dan pengajuan aplikasi beasiswa diterima paling lambat 13 Maret 2017. Pemberitahuan pemenang biasanya disampaikan melalui email.


Kontak:
Technical Assistance Unit
Division of Scholarship, Training and Technical Assistance
Department of Administration
Ministry of Foreign Affairs and Trade
Bandar Seri Begawan BD2710
Brunei Darussalam

Tel: +673 2261177 ext. 387/ 386/ 380/ 383
Fax: + 673 2230903
E-mail: scholarship@mfa.gov.bn



Siapa Ummu Shibyan?

Ada dua versi yang kita dapatkan menafsirkan ummu shibyan.

Ibnu ‘Aqil dalam kitab An Nihayah menafsirkan Ummu Shibyan adalah riih (ريح), yaitu kalau kita bahasakan adalah angin jahat yang biasanya bisa seseorang sampai pingsan kalau mengenainya. Di negeri kita biasanya dibahasakan angin jahat, dsb.

Versi kedua, ada yang menafsirkan Ummu Shibyan ini dengan jin yang mengikuti. Jin wanita yang mengikuti yang dikhawatirkan akan mengganggu dan memudharatkan.

Beberapa hadits populer mengenai mengadzankan bayi yang baru lahir dikarenakan khawatir diganggu oleh Ummu Shibyan adalah hadits maudhu (palsu), dijelaskan maudhu (palsu) oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab Adh Dhaifah, yaitu:

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

Jika salah seorang dari kalian mendapat karunia anak (lahir anaknya), hendaknya adzani di telinga kanan, kemudian qomat di telinga kiri.

Sehingga amalan mengadzankan bayi yang baru lahir karena khawatir akan “gangguan”  adalah tidak memiliki dasar dalil yang kuat.

Dari sekian banyak ulama mendhaifkan bahkan memaudhukan hadits ini, perkara adzan kepada bayi yang baru lahir dalam oleh Imam As-Syafii dibolehkan, sehingga patut kita mengambil catatan penting, kepentingan kita mengadzankan bayi perlu diluruskan niatnya seperti memperdengarkan asma’ Allah kepada bayi, bukan karena khawatir akan adanya gangguan.

pembahasan adzan pada bayi: https://www.darulfunun.or.id/?p=1841&preview=true

«إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسـيتُمْفَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإنَّ الشيطَانَ يَنْتَشـر حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقُوا الأَبْوَابَ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّهِ، فَإنَّ الشيطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَاباً مُغْلَقاً»

Jika masuk awal malam –atau beliau mengatakan: jika kalian memasuki waktu sore- maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang berkeliaran pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam, bolehlah kalian lepaskan anak-anak kalian. Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup” (HR. Al-Bukhari no. 3304 dan Muslim no. 2012).

Kata جُنْحُ اللَّيْلِ (awal malam) maksudnya adalah awal malam setelah terbenamnya matahari. Dalam riwayat Muslim terdapat hadits:

«لاَ تُرْسِلُوا فَوَاشـيكُمْ، وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ، حَتَّى تَذهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّ الشـياطِينَ تَنْبَعِثُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ»

Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Imam Nawawi mengatakan, “Maksud ‘tahanlah anak-anak kalian’ adalah larang mereka agar tidak keluar pada waktu itu.”

Sabda Rasulullah “karena sesungguhnya setan sedang berkeliaran” maksudnya adalah bangsa setan dan maknanya: ditakutkan terjadinya gangguan setan pada anak-anak pada waktu tersebut karena banyaknya mereka pada waktu itu, wallahu a’lam.

Mengenai sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Para ahli bahasa mengatakan, الفواشـي (hewan ternak) adalah semua bentuk harta yang dapat menyebar, seperti onta, kambing, semua hewan ternak, dan sebagainya. Kata الفواشـي adalah bentuk jama’ dari فاشـية, dinamakan demikian karena ia menyebar di muka bumi.

Kata فحمة العشاء maknanya adalah saat gelap gulitanya isya. Sebagian ulama menafsirkan kata ini dalam konteks hadits ini sebagai datangnya waktu malam dan awal gelapnya. Demikian yang disebutkan oleh penulis Nihayatul Gharib, beliau mengatakan, “Ada yang berpendapat bahwa kegelapan antara shalat maghrib dan isya’ disebut fahmah (الفحمة) dan yang antara isya’ dan subuh disebut ‘as’asah (العسعسة)” (Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawi, hadits no. 2012, bab al-Amru bi Taghthiyati al-Inaa’ wa Ikaa-I as-Saqaa’).

Setelah berlalu beberapa saat dari waktu masuknya awal malam, tidak mengapa jika melepaskan anak keluar rumah karena waktu berkeliarannya setan telah lewat. Dapat juga dipahami dari sini, wallahu a’lam, bahwa para setan telah mendapat tempat menginap untuk diri mereka.

Hikmah berkeliarannya setan pada waktu ini dan bukan pada waktu siang, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, adalah karena pergerakan di malam hari lebih memungkinkan mereka daripada di siang hari, hal ini karena kegelapan lebih mengumpulkan kekuatan setan daripada yang lain, begitu pula setiap warna hitam. (Fathul Bari hadits no. 3280, bab Shifatu Iblis wa Junudihi).

Imam ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,

Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk menutup pintu-pintu rumah pada waktu malam hari, dan hal ini merupakan suatu sunnah yang diperintahkan sebagai bentuk kebaikan bagi manusia dalam melawan setan dari jenis jin dan manusia. Adapun sabda beliau, ‘Karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan mengurai ikatan tali’ merupakan sebuah pemberitahuan dan pemberitaan dari beliau akan nikmat Allah ‘azza wa jalla untuk hamba-hambaNya dari golongan manusia dengan tidak diberikannya bangsa jin kemampuan membuka pintu, mengurai ikatan, dan menyingkap tutup bejana, hal-hal ini telah diharamkan bagi mereka. Di sisi lain, bangsa jin diberi kemampuan lebih dibanding manusia berupa kemampuan tidak terlihat oleh manusia dan kemampuan untuk merasuki manusia, sedangkan manusia tidak dapat merasuki.” (Al-Istidzkar, 8/363).

Al-Khatib Asy-Syarbaini Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika malam telah datang, disunnahkan menutup bejana walau dengan meletakkan batang kayu di atasnya. Mengikat kantong air, menutup pintu sambil menyebut nama Allah, memasukkan anak-anak dan memasukkan hewan ternak pada awal malam, serta mematikan lampu ketika hendak tidur.” (Mughnil Muhtaj, 1/31).

Menahan anak-anak supaya tidak keluar rumah dan menutup pintu di awal waktu maghrib merupakan perkara mustahab. (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/317).

Wallahu a’lam.



Distribusi Al-Quran Waqaf C4I

Alhamdulillah, program distribusi Al-Quran sebanyak 110 eks bekerja sama dengan program C4I (Coins for Indonesia) – KIBAR UK (Keluarga Islam Indonesia Britania Raya) yang didistribusikan kepada adik asuh C4I yang tersebar di penjuru nusantara (Sarowako, Timika, Bali, Balikpapan, Kediri, Cirebon, Payakumbuh, dsb)

Kami berterimakasih kepada para waqif atas amanah ini, semoga menjadi shadaqah jariyah dan syafaat.

FB page C4I (Coins for Indonesia):
https://www.facebook.com/C4I-Coins-for-Indonesia-145589212568988/

KIBAR UK:
www.kibar-uk.org

Partisipasi waqaf:
https://ktbs.in/4uflv



Penyerahan Al-Quran kepada Rumah Tahfidz Padang Japang

Wakaf Al-Quran Yayasan Darul Funun el Abbasiyah diserahkan oleh bapak Dr. Afifi Fauzi Abbas kepada rumah tahfidz Padang Japang, Pokan Noyan, sebanyak 38 Mushaf Al-Quran.

Semoga menjadi jariyah bagi para waqif dan anak-anak kita semakin bersemangat menghafal ayat-ayatnya.

Partisipasi waqaf:
https://ktbs.in/4uflv



Sunnah di Waktu Magrib

Pertama: Termasuk sunnah, memasukkan anak-anak ke dalam rumah saat masuknya waktu maghrib

Kedua: Termasuk sunnah, menutup pintu-pintu di awal waktu maghrib sambil menyebut nama Allah ta’ala

Mengerjakan dua adab ini merupakan salah satu upaya menjaga diri dari setan dan jin. Menahan anak-anak di rumah ketika awal waktu maghrib merupakan bentuk upaya menjaga anak-anak dari setan yang berkeliaran di waktu tersebut, demikian pula menutup pintu rumah sambil menyebut nama Allah pada saat tersebut. Dan betapa banyak anak-anak dan rumah-rumah yang dihinggapi setan pada waktu maghrib, sedangkan orang tua si anak dan si empunya rumah tidak menyadarinya. Betapa besarnya penjagaan Islam untuk anak-anak dan rumah-rumah kita.

Dalil perbuatan ini adalah hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسـيتُمْفَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإنَّ الشيطَانَ يَنْتَشـر حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقُوا الأَبْوَابَ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّهِ، فَإنَّ الشيطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَاباً مُغْلَقاً»

Jika masuk awal malam –atau beliau mengatakan: jika kalian memasuki waktu sore- maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang berkeliaran pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam, bolehlah kalian lepaskan anak-anak kalian. Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup” (HR. Al-Bukhari no. 3304 dan Muslim no. 2012).

Kata جُنْحُ اللَّيْلِ (awal malam) maksudnya adalah awal malam setelah terbenamnya matahari. Dalam riwayat Muslim terdapat hadits:

«لاَ تُرْسِلُوا فَوَاشـيكُمْ، وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ، حَتَّى تَذهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّ الشـياطِينَ تَنْبَعِثُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ»

Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Imam Nawawi mengatakan, “Maksud ‘tahanlah anak-anak kalian’ adalah larang mereka agar tidak keluar pada waktu itu.”

Sabda Rasulullah “karena sesungguhnya setan sedang berkeliaran” maksudnya adalah bangsa setan dan maknanya: ditakutkan terjadinya gangguan setan pada anak-anak pada waktu tersebut karena banyaknya mereka pada waktu itu, wallahu a’lam.

Mengenai sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Para ahli bahasa mengatakan, الفواشـي (hewan ternak) adalah semua bentuk harta yang dapat menyebar, seperti onta, kambing, semua hewan ternak, dan sebagainya. Kata الفواشـي adalah bentuk jama’ dari فاشـية, dinamakan demikian karena ia menyebar di muka bumi.

Kata فحمة العشاء maknanya adalah saat gelap gulitanya isya. Sebagian ulama menafsirkan kata ini dalam konteks hadits ini sebagai datangnya waktu malam dan awal gelapnya. Demikian yang disebutkan oleh penulis Nihayatul Gharib, beliau mengatakan, “Ada yang berpendapat bahwa kegelapan antara shalat maghrib dan isya’ disebut fahmah (الفحمة) dan yang antara isya’ dan subuh disebut ‘as’asah (العسعسة)” (Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawi, hadits no. 2012, bab al-Amru bi Taghthiyati al-Inaa’ wa Ikaa-I as-Saqaa’).

Setelah berlalu beberapa saat dari waktu masuknya awal malam, tidak mengapa jika melepaskan anak keluar rumah karena waktu berkeliarannya setan telah lewat. Dapat juga dipahami dari sini, wallahu a’lam, bahwa para setan telah mendapat tempat menginap untuk diri mereka.

Hikmah berkeliarannya setan pada waktu ini dan bukan pada waktu siang, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, adalah karena pergerakan di malam hari lebih memungkinkan mereka daripada di siang hari, hal ini karena kegelapan lebih mengumpulkan kekuatan setan daripada yang lain, begitu pula setiap warna hitam. (Fathul Bari hadits no. 3280, bab Shifatu Iblis wa Junudihi).

Imam ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,

Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk menutup pintu-pintu rumah pada waktu malam hari, dan hal ini merupakan suatu sunnah yang diperintahkan sebagai bentuk kebaikan bagi manusia dalam melawan setan dari jenis jin dan manusia. Adapun sabda beliau, ‘Karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan mengurai ikatan tali’ merupakan sebuah pemberitahuan dan pemberitaan dari beliau akan nikmat Allah ‘azza wa jalla untuk hamba-hambaNya dari golongan manusia dengan tidak diberikannya bangsa jin kemampuan membuka pintu, mengurai ikatan, dan menyingkap tutup bejana, hal-hal ini telah diharamkan bagi mereka. Di sisi lain, bangsa jin diberi kemampuan lebih dibanding manusia berupa kemampuan tidak terlihat oleh manusia dan kemampuan untuk merasuki manusia, sedangkan manusia tidak dapat merasuki.” (Al-Istidzkar, 8/363).

Al-Khatib Asy-Syarbaini Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika malam telah datang, disunnahkan menutup bejana walau dengan meletakkan batang kayu di atasnya. Mengikat kantong air, menutup pintu sambil menyebut nama Allah, memasukkan anak-anak dan memasukkan hewan ternak pada awal malam, serta mematikan lampu ketika hendak tidur.” (Mughnil Muhtaj, 1/31).

Menahan anak-anak supaya tidak keluar rumah dan menutup pintu di awal waktu maghrib merupakan perkara mustahab. (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/317).

Ketiga: Shalat dua rakaat sebelum shalat Maghrib

Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau mengatakan: “Shalatlah sebelum shalat Maghrib” tiga kali dan pada yang ketiga, beliau katakan, “bagi yang mau” karena tidak suka kalau umatnya menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.

Juga berdasarkan hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku melihat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senior saling berlomba mengejar tiang-tiang (untuk dijadikan tempat shalat) ketika masuk waktu maghrib.” (HR. Al-Bukhari no. 503).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan

«كُنَّا بِالْمَدِينَةِ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ لِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ ابْتَدَرُوا السَّوَارِيَ، فَيَرْكَعُونَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ الْغَرِيبَ لَيَدْخُلُ الْمَسْجِدَ فَيَحْسِبُ أَنَّ الصَّلاَةَ قَدْ صُلِّيَتْ، مِنْ كَثْرَةِ مَنْ يُصَلِّيهِمَا»

Kami pernah tinggal di Madinah. Saat muadzin beradzan untuk shalat Maghrib, mereka (para sahabat senior) saling berlomba mencari tiang-tiang lalu mereka shalat dua rakaat dua rakaat sampai ada orang asing yang masuk masjid untuk shalat mengira bahwa shalat Maghrib sudah ditunaikan karena saking banyaknya yang melaksanakan shalat sunnah sebelum Maghrib.” (HR. Muslim no. 837).

Maksud kata يبتدرون adalah يسارعون, yaitu saling berlomba menuju tiang untuk menjadikannya sebagai pembatas shalat, dalam hal ini terdapat penjelasan akan kegigihan para sahabat untuk mencari sutrah shalat.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di dalam Shahihain terdapat hadits dari Abdullah Al-Muzani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengatakan, ‘Shalatlah sebelum Maghrib! Shalatlah sebelum Maghrib!’ dan beliau katakan di ketiga kalinya, ‘Bagi yang mau’ karena tidak ingin dijadikan kebiasaan oleh umatnya. Inilah yang benar, yakni bahwasannya shalat ini hanya shalat sunnah biasa, bukan termasuk shalat sunnah rawatib seperti shalat sunnah rawatib yang lain.” (Zadul Ma’ad, 1/312).

Juga memang disunnahkan shalat dua rakaat di antara setiap azan dan iqamah, baik shalat dua rakaat ini merupakan shalat rawatib seperti Subuh dan Dzhuhur sehingga dengan mengerjakan dua rakaat rawatib ini telah teranggap melaksanakan sunnah melaksanakan shalat dua rakaat antara azan dan iqamah, atau pun seperti ada orang yang sedang duduk di masjid lalu muadzin mengumandangkan adzan Ashar atau Isya maka sunnah bagi dirinya untuk bangkit berdiri dan shalat dua rakaat.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah –pent.) ada shalat.” Beliau katakan tiga kali dan pada kali ketiga, beliau mengatakan, “Bagi yang mau.” (HR. Al-Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838).

Syaikh ibn Baz rahimahullah menjelaskan,

Disyariatkan untuk setiap muslim agar melaksanakan shalat dua rakaat antara dua adzan, baik itu dua rakaat shalat rawatib maupun bukan rawatib, sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Di antara setiap dua adzan terdapat shalat, di antara setiap dua adzan terdapat shalat’ Dan pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi yang mau’, shahih haditsnya disepakati Bukhari dan Muslim. Ini mencakup semua shalat dan maksud dua adzan adalah adzan dan iqamah. Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa shalat sunnah dua rakaat di antara dua adzan itu memang dituntunkan oleh syariat. Dan jika memang dua rakaat tersebut merupakan rawatib seperti shalat sunnah sebelum Subuh dan Dzuhur maka telah mencukupi.” (Majmu’ Fatawa Syaikh ibn Baz, 11/383).

Tidak syak lagi bahwa dua rakaat sebelum Maghrib atau dua rakaat di antara setiap dua adzan bukanlah sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan sebagaimana ditekankannya melaksanakan shalat sunnah rawatib, akan tetapi terkadang boleh ditinggalkan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada sabda beliau yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau” karena tidak suka kalau dianggap umatnya sebagai sunnah yang dikuatkan.

Keempat: Makruh tidur sebelum Isya’

Berdasarkan hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

«أنَّ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ، قَالَ: وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا، وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا»

Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka untuk mengakhirkan waktu Isya’, membenci tidur sebelumnya, dan membenci bincang-bincang setelah Isya’.” (HR. Al-Bukhari no. 599 dan Muslim no. 647)

Alasan dibencinya tidur sewaktu Maghrib, yaitu sebelum Isya’, adalah karena tidur pada saat itu dapat menyebabkan luputnya melaksanakan shalat Isya’.

***

Sumber: kitab Al-Minah Al-‘Aliyyah fii Bayani As Sunan Al-Yaumiyyah, Syaikh Abdullah bin Hamud Al Furaih, dinukil dari http://www.alukah.net/sharia/0/91347

Penerjemah: Miftah Hadi Al Maidani

Artikel Muslim.or.id



Penyerahan Al-Quran kepada Musholla Al-Insyaf Sungai Kamunyang

Penyerahan Al-Quran kepada murid pengajian Musholla Al-Insyaf Sungai Kamunyang oleh Pengurus Musholla Bapak Fajri El-Abbasy.

Partisipasi waqaf:
https://ktbs.in/4uflv



Penyerahan Al-Quran Waqaf ke SDIT Bahrul Ulum Kelas 5 Situjuh

Alhamdulillah, telah diserahkan 30 set Al Qur’an waqaf utk murid SDIT Klas 4 & 5 dan utk Guru Pengajar, yang disampaikan oleh Ketua Yayasan Bustanul Ulum (Bapak Fachri Syahruddin) kepada Kepala SDIT ( Ibu Syahriwati).

Barakallahu Fiikum, semoga menjadi jariyah dan syafaat untuk waqif.

Partisipasi waqaf:
https://ktbs.in/4uflv



Merevitalisasi MUI & LKAAM Sumatera Barat

Merevitalisasi MUI & LKAAM Sumatera Barat:
restrukturisasi & reformasi, sebuah opini dimasa krisis

Oleh Arif Abdullah A *

Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau dalam krisis, pun sama dengan banyaknya organisasi nirlaba lainnya, kesemuanya akan menghadapi kendala terhadap Permendagri No. 39 Tahun 2012, yang artinya tidak ada lagi dana hibah top to down yang diberikan oleh pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah kepada lembaga atau organisasi diluar pemerintah.

Walaupun sebenarnya kebijakan ini tidak sepenuhnya tepat, mengingat dana hibah APBD ataupun APBN banyak membiayai lembaga nirlaba karena kepentingan strategis pemerintahan juga, sepatut-patutnya dan sebijak-bijaknya ketika Permen ini ditekan, pemerintah menunjukkan goodwill untuk membantu transisi finansial lembaga tersebut, terlebih lagi ketika terdapat lembaga-lembaga sangat strategis untuk masyarakat, jika memang pemerintah tidak memiliki keterkaitan, dalam hal ini contohnya MUI dan LKAAM untuk masyarakat Sumatera Barat.

Memang permasalahan korupsi dan pemanfaatan yang kurang dapat dipertanggung jawabkan seiring waktu menjadi punca dari masalah keluarnya kebijakan ini (Permen), tapi sekali lagi bukan tidak ada lembaga atau institusi yang baik, yang akhirnya terkena perlakuan pukul rata ini.

Ironi ini cukup beralasan, mengingat bagaimana dana desa digulirkan, seolah kita semua bernapas senang, tetapi sebenarnya menyimpan bom waktu yang tidak kalah sama besar dengan persoalan diatas, saya sendiri merasa ini adalah bad policy yang disepakati di waktu yang tepat, wallahualam.

Saat tulisan ini diselesaikan, solusi jangka pendek, berupa penggalangan dana dan komitmen pembiayaan sudah selesai dirumuskan oleh masyarakat, rakyat berbondong-bondong menyelamatkan lembaga yang bagi mereka menjaga marwah masyarakat, yang ternyata tidak dalam kacamata pemerintah, dan sekali lagi ini kepentingan masyarakat, tentu masyarakat bangsa ini juga yang harus menyelesaikan, apalagi ketika semua angkat tangan.

Untuk jangka panjang, sudah saatnya kita berfikir keras bagaimana lembaga ini diproyeksikan kedepannya, tidak bisa hanya sekedar memanfaatkan infaq untuk operasional, dihabiskan hanya untuk menyewa bangunan dan belanja pegawai, kita perlu lebih dari itu, kita perlu berfikir 10-20 langkah kedepan, bukan sekedar bermanfaat tetapi juga berlapis-lapis manfaat, seperti buku yang dituliskan penulis dari jawa itu.

Di era otonomi daerah, era tertib administrasi dan era hukum, langkah Pemerintah Provinsi untuk berhati-hati juga sangat perlu kita apresiasi, tidak perlu kita mengakal-akali dan bercermin buruk kepada siapapun yang menjauhi kemudharatan, yang perlu kita lakukan adalah mendukung dan membaca keadaan, kemudian mempersiapkan langkah solusi.

Ada banyak langkah solusi, strategis, efisien, jangka panjang yang dapat dilakukan, tapi kita semua sepakat kita harus berbenah, dan yang menariknya, inilah isu krisis yang naik publik pertama kali, dan jika Sumatera Barat bisa menghasilkan solusi yang konstruktif, maka inilah solusi alternatif untuk permasalahan yang serupa, yang sangat bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat kedepannya.

Ijinkan saya sampaikan paparan solusi yang dapat menjadi alternatif, jika setuju dapat dijalankan, dan jika tidak setuju, harap-harap ada solusi yang lebih maknyus yang sesuai dengan tuan-tuan sekalian.

Pertama, sebagai lembaga yang berinisiatif, maka kita mulai dengan pemerintah daerah, walaupun jika tidak, langkah pertama ini dapat diabaikan. Pemerintah Provinsi dengan kewenangannya mempermudah registrasi pelembagaan hukum masyarakat adat – suku, masjid – surau, jikalau perlu potong proses notaris, dengan mempekerjakan notaris di kantor-kantor registrasi untuk pembuatan SK kelembagaan dalam bentuk yayasan.

Kenapa pelembagaan ini penting, karena kita akan masuk ke era tertib administrasi, bagaimana secara hukum datuk-datuk dan masjid-masjid kita bisa masuk ke ranah hukum, dan infaq sedekah yang saat ini ditertibkan oleh pemerintah? Tentu dengan payung hukum, dan payung hukum yang paling dasar dalam hal ini adalah badan hukum, tidak perlu membuat AD/ART yang sedemikian rumit, cukup pakai saja blanko yang ada, dan disesuaikan dengan mufakat dengan ninik mamak anak kamanakan.

Kedua, baik MUI dan LKAAM beralih dari organisasi formal, kepada organisasi profesional, maka perlu diadakan “seperti” rapat tahunan yang dihadiri oleh pemangku kebijakan atau stake holder secara publik, legal dan jika bisa dapat menjadi referensi akademis, bentuk konferensi sangat efektif, sehingga aktifitas MUI berangsur dari satu konferensi ke konferensi lainnya, bagaimanapun juga tajdid dan tarjih sangat perlu untuk disosialisasikan, baik terhadap isu kontemporer maupun permurnian akidah. Juga untuk LKAAM berangsur dengan pola yang sama berjalan dari satu mufakat gadang ke mufakat gadang yang bisa diinisiasi sekali atau dua kali setahun, berpindah dari satu luak ke luak lainnya, dari satu koto ke koto lainnya. Inovasi pembangunan masyarakat adat perlu dijadikan good sample dan dikloning oleh masyarakat adat lainnya, dengan ini seperti sekali tepuk dua lalat; masyarakat adat terakui secara hukum dalam payung LKAAM, dan dengan konferensi ini setahap demi setahap memajukan cadiak pandai untuk maju ke konferensi mufakat sebagai Muallim, diakui sebagai cendekiawan.

Perlu dibedakan posisi MUI-LKAAM dengan Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dsb, jika Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama adalah ormas dengan keanggotaan perorangan, yang juga mengisi dari MUI maka MUI lebih layak disebut asosiasi, disusun dari himpunan ormas yang ada, sehingga kegiatan yang paling efektif adalah pertemuan antar ormas tersebut. Begitu juga LKAAM, simpul massa ada di organisasi paling kecil dari LKAAM yakni suku bukan anggota, yang saat ini harus diakui lemah dalam hukum formal, atau dengan kata lain tidak diakui secara kelembagaan memiliki satu kekuatan hukum.

Ketiga, memperkuat grassroot atau akar rumput, dengan memfasilitasi keanggotaan ormas, lembaga – institusi, masjid, juga perguruan dan madrasah. Masalah iuran menjadi perkara setelahnya, tentunya ditetapkan yang tidak memberatkan, yang konsekuensinya MUI sebagai lembaga penaung perlu memberikan pembekalan dan penguatan lembaga yang dinaunginya yang sifatnya sukarela, menurut nan patuik. LKAAM juga merevitalisasi perannya di grassroot, dengan secara nyata meminta dukungan suku-suku yang ada (sudah lama hilang dari kita lambang-lambang marawa suku), yang tentunya dengan keanggotaan, yang menariknya tentu akan ada diskusi sampai keorganisasian yang mana dapat bergabung, intuisi saya mengatakan mari kita mulai dari suku, dan diperwakilkan oleh nagari ataupun luak, melihat perkembangan partisipasi kedepannya.

Keempat, merasionalisasi peran infaq shadaqah sumbanga, lazis dalam MUI dan LKAAM, yang secara Undang-Undang transparansinya perlu dilaporkan ke lembaga yang ditunjuk negara, dalam hal ini BAZNAS. Di banyak negara maju, sedekah yang mereka sebut dengan charity hampir menjadi pendanaan alternatif yang dilegalkan oleh pemerintah, bahkan di inggris skema pendanaan charity ini mendapat dukungan sebagai pembiayaan yang distimulus oleh pemerintah dengan 25% dari setiap sumbangan yang dilakukan oleh masyarakat. Tentunya kita belum sampai kesana, sehingga cukup sampai pendanaan alternatif ini sebagai pembiayaan alternatif, bukan pembiayaan pokok yang sudah ditutupi oleh sistem iuran keanggotaan diatas.

Keempat poin tersebut rasanya tidak berlebihan untuk dicoba, tentu sesuai atau tidak ikut selera dari tuan-tuan sekalian, akan tetapi terlalu naif jika kita mencukupkan dan tidak mencoba merevitalisasi dan berharap pada kondisi yang akan bersahabat.

Hanya kepada Allah kita memohon diberikan jalan keluar.



Jack Sparrow Muslim dari Inggris & Kapten Barbarossa dari Turki, Benarkah?

PERNAH menonton film Pirates of the Caribbean, dengan Jack Sparrow sebagai tokoh sentral. Tingkahnya lucu, aneh dan tak bisa ditebak, membuat kita penasaran dengan aksi-aksi yang akan dia lakukan. Tahukah Anda jika Jack Sparrow itu seorang muslim?

Jack Sparrow, kisah karakter paling sukses dari film Hollywood itu, ternyata didasarkan pada kehidupan nyata bajak laut Muslim dari abad ke-17 Masehi.

Seperti diulas oleh Creative Ummah, the real Jack Sparrow sebenarnya bernama John Ward, dia berlayar di bawah bendera olde salty sea dog kepunyaan Jack Ward, dikenal dengan Birdy. Dia awalnya adalah seorang nelayan dari Inggris Tenggara, tetapi menjadi privateer pada tahun 1588 setelah Armada Spanyol menggagalkan invasi Inggris. Apa sih privateer itu?

Sebagai privateer muda Jack secara legal diizinkan untuk menjarah kapal-kapal Spanyol, dan mengambil apa pun yang ia inginkan dari mereka, kapanpun dia menginginkannya. Dia adalah seorang bajak laut resmi negara, ia bahkan memiliki lisensi perampok resmi dari Ratu Elizabeth pertama. Itu yang disebut dengan pembajak mewah.

Setelah perang berakhir dan Inggris memiliki raja baru (James pertama) yang naik takhta, John undur diri dari bisnis bajak-membajak. Ia juga menyerahkan lisensi perompak yang selama ini digunakan untuk menjarah.

Ketika ia fokus mengurus bisnisnya sendiri—menangkap satu atau dua ikan—Jack kemudian dipaksa bergabung dengan Royal Navy. Sesuatu hal yang tidak ada dalam pikiran Jack dalam soal karir, hingga ia dan sekelompok kecil rekan-rekannya mengambil keputusan sendiri. Jack kemudian mencuri sebuah kapal kecil dan berlayar ke laut lepas, menjalani kehidupan kembali dengan menjadi bajak laut. Kru baru Jack mengomentari bahwa sebagai kapten, ia dikenal tak memiliki rasa takut.

Mereka segera mengganti kapal kecil mereka yang sederhana, dengan menjarah dan mengambil alih kapal lain yang lebih baik. Yang kemudian mereka gunakan untuk menggulingkan sebuah kapal Prancis yang lebih besar.

Setelah mengganti kapal serta beberapa kru kapal dengan personil yang berperilaku lebih keji, Jack kemudian mempersenjatai kapalnya dengan 32 senjata besar—yang disebut sebagai The Gift (Hadiah). Mereka berlayar ke Tunisia untuk bergabung dengan sebuah kelompok yang melawan invasi Spanyol.

Begitu mereka tiba di Tunisia, selera minum rum Jack berganti dengan air putih. Itu terjadi ketika ia dan seluruh krunya memeluk Islam dan menjadi Muslim.

Kehebatannya sebagai pelaut yang mengagumkan, membuat Jack menjadi komandan bagi lebih dari lima ratus relawan Muslim dan Kristen selama perang menghadapi Spanyol. Dengan cepat dia menjadi dikenal sebagai Master of Mediterania, dan ribuan balada kemudian ditulis tentang kehidupannya. Beberapa tulisan bahkan mengejek Raja Inggris.

“Pergi beritahu Raja Inggris, pergi katakan padanya ini dari saya, Jika ia memerintah semua raja didaratan, maka saya akan memerintah di laut,” demikian dalam salah satu balada Jack.

Selama ia menjadi Master of Mediterania, Jack memainkan peran penting dalam menyelamatkan ribuan Yahudi Spanyol dan Muslim, yang meninggalkan rumah mereka setelah diusir oleh orang-orang Spanyol.

Selepas menjadi Muslim, Jack mengubah namanya menjadi Yusuf Reis. Jack benar-benar terobsesi dengan burung kecil, ia memiliki begitu banyak burung sehingga penduduk setempat di Tunisia menjulukinya Jack Asfour, yang berarti burung dalam bahasa Arab. Jack Birdy, hari ini kita kenal sebagai, Kapten Jack Sparrow.


The Barbarosa Brothers

Pada abad ke-15 Masihi, di Laut Mediterranean ada dua pelaut bersaudara yang disebut The Barbarossa Brothers. Kedua-dua tokoh ini menjadi legenda dalam dunia lautan dan merupakan tokoh pelaut yang sangat ditakuti orang-orang Eropah pada zamannya.

Kebiasaannya ialah merampas barang-barang berharga yang dibawa oleh kapal-kapal milik kerajaan-kerajaan Eropah yang melintasi Laut Mediterranean. Awak kapal yang dirampas biasanya diberi dua pilihan; mati kerana melawan atau hidup dengan menyerah secara sukarela.

Siapakah sebenarnya Barbarossa yang sangat ditakuti oleh orang-orang Eropah selama berabad-abad itu? Mengapa hingga zaman sekarang nama itu terus menghantui benak dan fikiran mereka?

Barbarossa bukanlah sebuah nama. Barbarossa merupakan kata dalam bahasa Latin-gabungan dari kata barber (janggut) dan rossa (merah). Jadi Barbarrossa bererti janggut merah. Barbarossa merupakan julukan yang diberikan oleh para pelaut Eropah kepada adik-beradik Aruj dan Khairuddin dari Turki. Kedua-dua adik-beradik ini hanyalah pelaut-pelaut biasa yang rutin belayar di kawasan perairan Greece dan Turki.

Awal Gerakan Barbarosa

Pada suatu hari, tanpa sebab yang jelas, kapal milik keluarga mereka diserang secara kejam oleh kapal tentera Knight of Rhodes. Dalam peristiwa ini, adik bongsu Aruj dan Khairuddin terbunuh. Aruj dan Khairuddin sangat sedih dengan kematian adik bongsu mereka.

Sejak saat itu, mereka melakukan aksi lanun terhadap semua kapal-kapal tentera milik kerajaan-kerajaan Kristian. Aksi-aksi mereka sangat menggemparkan dan membuat mereka ditakuti tentera Kristian. Aruj dan Khairuddin pun kemudian dikenali sebagai The Barbarossa Brothers Pirates kerana kedua-duanya berjanggut merah.

Kaum Eropah menyebut Barbarossa sebagai lanun laut, walaupun tidak ada bendera hitam dan tengkorak yang menjadi simbol lanun. Bendera yang dipasang Aruj dan Khairuddin di kapal mereka adalah sebuah bendera berwarna hijau mengandungi kaligrafi doa Nashrun minallaah wa fathun qariib wa basysyiril mu’miniin, wahai Muhammad, empat nama khulafaur rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi (Bintang David) kerana anak kapal yang dipimpin kedua bersaudara ini terdiri daripada orang-orang Islam dari bangsa Moor, Turki, dan Sepanyol, serta beberapa orang Yahudi.

Pada tahun 1492 M, Andalusia yang sejak tahun 756 M dikuasai oleh Daulah Khilafah Islamiyah, jatuh ke tangan Pasukan Salib yang terdiri daripada pasukan gabungan Aragon dan Sepanyol. Dalam peristiwa penaklukan Andalusia ini, berjuta-juta orang Islam dan Yahudi tewas dibantai pasukan yang dipimpin Raja Ferdinand II dari Aragon.

PERJUANGAN JIHAD Barbarosa

Peristiwa itu mengubah haluan misi dendam Aruj dan Khairuddin menjadi misi Jihad Islam. Berganding bahu bersama sekumpulan militan bangsa Moor, mereka kemudian menyelamatkan puluhan ribu Umat Islam dari Sepanyol ke Afrika utara (Maghribi, Tunisia dan Algeria). Kemudian mereka membina pangkalan pertahanan laut di Algeria untuk menghalang gelombang serangan Pasukan Salib dari jalur Afrika Utara menuju Tanah Suci Palestin.

Khalifah Islam ketika itu, Sulaiman I, mendengar cerita-cerita kehebatan Barbarossa bersaudara. Sulaiman I sangat kagum pada heroisme mereka. Kerana prestasi mereka di lautan, akhirnya Sulaiman I mengangkat Aruj dan Khairuddin sebagai Kapudan Pasha (Panglima Tentera Laut) Khilafah Islamiyyah untuk memantapkan Tentera Laut Daulah Khilafah Islamiyah yang amburadul.

HASUTAN PIHAK SEPANYOL

Pada tahun 1518 Sepanyol berjaya menghasut Amir bandar Tlemcen (Tilmisan) untuk melancarkan pemberontakan kepada kepemimpinan Aruj. Aruj kemudian menyerahkan pemerintahan Algeria kepada Khairuddin untuk sementara. Lalu ia memimpin pasukan untuk berangkat ke Tlemcen. Hati Aruj sangat pilu kerana dia malah berperang dengan saudara sendiri sesama Muslim. Akibatnya dia kurang menumpukan perhatian dan pasukannya kucar-kacir.

Aruj sempat melepaskan diri, namun banyak pasukannya yang tertangkap. Kerana hubungan emosionalnya dengan anak buahnya, Aruj kembali ke Tlemcen untuk bertempur dan dia gugur dalam pertempuran tersebut.

Dengan gugurnya Aruj, kepimpinan Tentera Laut Daulah Khilafah Islamiyah beralih ke tangan Khairuddin. Sepanyol mengira bahawa era kejayaan Barbarossa di Laut Tengah telah berakhir. Lalu, dengan yakin, Sepanyol menghantar 20,000 tenteranya ke Algeria. Pertempuran hebat pun berlaku, namun Khairuddin berjaya menewaskan pasukan laut tersebut.

Sejarah dan Kehebatan Pasukan Janissary

Dengan meminimumkan ancaman dari negeri sekitar Algeria, selain ancaman utama Sepanyol, Khairuddin kemudian meminta kepada Khalifah Sulaiman I agar kuasa Amir Tunisia dan Tlemcen dialihkan kepadanya. Sulaiman I pun setuju. Pada 1519, Khalifah mengangkat Khairuddin sebagai beylerbey (Bakhlair Baik) atau wakil Khalifah untuk wilayah Algeria dan sekitarnya. Kemudian Khairuddin juga ditugaskan untuk memimpin pasukan tentera elit Daulah Khilafah Islamiyah, Pasukan Janissary.

Dalam masa kepimpinan Khairuddin, Pasukan Janissary berjaya melakukan banyak penyelamatan Umat Islam di Andalusia. Tercatat mereka melakukan 7 kali pelayaran dengan 36 buah kapal untuk mengangkut Umat Islam Sepanyol yang diburu seperti haiwan oleh Ferdinand II dan Pasukan salibnya.

Pertengahan dekad 1520-an, Pasukan Darat Janissary yang dipimpin oleh Khalifah Sulaiman I berjaya memenangi semua pertempuran darat. Pada masa yang sama, Pasukan Laut Janissary di bawah pimpinan Khairuddin juga berjaya mengawal lalu lintas pelayaran di Laut Tengah sepenuhnya. Keadaan ini membuat Pasukan Salib Kristian Eropah menjadi keruan.

Akhir Gemilang Barbarosa Sebelum Kematiannya

Tahun 1538, Pasukan Salib Gabungan Itali-Sepanyol menyerang Preveza yang ketika itu merupakan pelabuhan penting di Laut Tengah. Andrea Doria memimpin 40 kapal dan Barbarossa hanya memimpin 20 kapal. Namun dengan kecerdikannya, Barbarossa memecah armadanya ke tiga arah dan memerangkap Pasukan Andrea Doria di tengah-tengah dan kemudian mengebom armada Andrea Doria habis-habisan.

Andrea Doria dan armada lautnya pun lari dari pertempuran. Walau begitu, Khairuddin tidak mengejarnya kerana dia tidak mahu berperang di laut lepas, mengingati kapal-kapal armada laut Sepanyol mempunyai peralatan yang lebih canggih. Apalagi ia hanya memimpin 20 kapal.

Tiga tahun kemudian, Pasukan Salib Gabungan Sepanyol-Genoa kembali menyerang Algeria dengan kekuatan 200 kapal. Mereka sengaja melancarkan serangan di luar musim pelayaran, untuk mengelakkan pertemuan dengan Pasukan Barbarossa. Rakyat Algeria di bawah pimpinan Hasan Agha berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan Algeria. Charles V dan Andrea Doria yang memimpin serangan tidak menjangka bahawa pertahanan dan strategi perang Hasan Agha sangat matang, sehingga armadanya pun kacau-bilau.

Ketika itu pula tiba-tiba badai laut dahsyat menghentam Laut Mediterranean. Andrea Doria dan Charles V berjaya selamat, dan kembali ke negerinya dengan kekalahan pahit.

Tahun 1565, di penghujung usia, Khairuddin Barbarossa memimpin pasukan untuk merebut Malta dari tangan Knight of St. John. Namun dalam pertempuran itu, Khairuddin gugur. Kemudian Khairuddin dimakamkan di Istanbul. Berhampiran kuburnya dibina sebuah masjid dan madrasah untuk mengenangnya. Hingga kini makam tersebut masih dijaga untuk menjadi bukti kepahlawanan Khairuddin atau dikenali sebagai Barbarossa yang namanya masih ditakuti bangsa Eropah hingga zaman sekarang.

Sumber:

  1. Jack Sparrow / Yusuf Reis – https://en.wikipedia.org/wiki/Jack_Ward
  2. Khairuddin Barbarossa – https://en.wikipedia.org/wiki/Hayreddin_Barbarossa


Ketika Al Quran secara siri (tersembunyi) diajarkan di Uni Soviet

AKU, seorang Muslim Rusia. Aku mengenal Islam dari seorang ulama yang mengajarkannya secara diam-diam, ditengah kuatnya hegemoni komunis yang mengusai negeri ini. Kini, usiaku telah menginjak sembilan puluh lima tahun.

Saat itu aku baru menginjak usia dua puluh lima tahun. Penganut Islam ditindas, agama itu seolah tak diizinkan hidup di Rusia.

“Kami (*Muslim—red) membangun rumah besar dengan ruang terbuka di tengah-tengahnya. Di sisi-sisi lorong rumah, kami akan membangun ruang kedap suara. Ada sebuah pintu rahasia, yang mengarah dari aula menuju ruang ini. Di tempat ini, kami menempatkan botol-botol minuman keras, menempatkan potret Lenin dan tokoh komunis lainnya, layar televisi juga memasang poster-poster pornografi dekat dengan dinding di mana pintu rahasia itu terletak.”

“Setiap kali polisi datang dan menggeledah rumah, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Mereka hanya akan melihat botol-botol minuman keras, dan menganggap bahwa keyakinan penghuninya selaras dengan ideologi mereka sendiri. Mereka pergi dengan puas, tertipu oleh apa yang mereka amati. Mereka tak menyadari, hanya beberapa meter dari botol-botol minuman keras itu, anak-anak muda tak berdosa tengah membaca Qur’an.”

“Kami akan mengunci diri dalam ruangan itu selama enam bulan pada satu waktu, mengajar anak-anak bagaimana membaca Qur’an. Bahkan Sahih Bukhari juga diajarkan di sana. Melampaui batas-batas ruang mereka. Angin kelam komunisme bertiup, berlangsung tanpa henti. Tetapi dibalik itu semua, wahyu Allāh dan NabiNya sedang dibacakan dan dihafal.”

Hanya Allāh yang dapat membalas jasa dan dedikasi mereka dalam melestarikan iman umat Islam di daerah penindasan yang penuh dengan ketidakadilan ini. Kontribusi mereka sangat berharga, ini seharusnya menginspirasi umat Islam untuk konsisten mendedikasikan diri mengajarkan Islam meskipun dalam masa-masa sulit.

Sumber: Pearls from the Path – Fascinating Anecdotes From Islamic History – Volume 2 – Compiled by Moulana Afzal Ismail.



Ummu Sibyan, Jin Wanita Pengganggu Anak Kecil Saat Maghrib

Maghrib merupakan waktu yang spesial karena menjadi saat pergantian antara siang dan malam. Namun dibalik itu, waktu ini juga cukup memberikan nuansa horor karena dipercaya menjadi momentum keluarnya setan dan jin

Anjuran menutup rumah atau menggendong bayi ketika magrib bukan hanya kebiasaan semata. Namun hal ini menjadi salah satu perintah Rasulullah SAW kepada umatnya

Salah satu jin yang akan mengganggu ketika magrib adalah jin wanita berikut ini.

Target utamanya adalah anak-anak yang usianya masih di bawah dua tahun dan Ibu hamil. Konon selain psikis, jin ini juga bisa menyebabkan penyakit fisik. Untuk itu, perlu bagi kita untuk mengenali siapa jin tersebut, bagaimana cara kerjanya, serta mengantisipasinya. Berikut penjelasannya.

Rasulullah SAW sudah sangat jelas memerintahkan umatnya agar ketika maghrib menutup pintu dan menggendong bayi yang masih kecil.

Dalam shahih Muslim Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:

“Jika sore hari mulai gelap maka tahanlah bayi bayi kalian sebab iblis mulai bergentayangan pada saat itu, Jika sesaat dari malam telah berlalu maka lepaskan mereka, kunci pintu pintu rumah dan sebutlah nama Allah sebab setan tidak membuka pintu yang tertutup. Dan tutup rapat tempat air kalian dan sebutlah nama Allah. dan tutup tempat makanan kalian dan sebutlah nama Allah. meskipun kalian mendapatkan sesuatu padanya.” (HR Muslim)

Rasulullah sudah jelas mengatakan jika pada waktu maghrib ini iblis bergentayangan dan bisa memasuki rumah-rumah. Salah satu Iblis yang akan bergentayangan saat magrib adalah jin wanita pengganggu anak kecil dan ibu hamil.

Jin wanita ini bernama Jin Ummu Sibyan Mereka akan mengganggu anak-anak yang usianya di bawah dua tahun serta ibu hami. Jin ini pernah menemui Nabi Sulaiman as dan menjelaskan kepada beliau apa target utamanya.

Ia datang dengan ciri-ciri yang sangat menakutkan, terlebih saat melakukan aksinya pada saat magrib. Perempuan tua ini memiliki rambut beruban, dengan dua bola mata berwarna biru, kedua-dua keningnya bertanduk, betisnya kecil, rambut kusut, mulutnya ternganga dan keluar pucuk api daripadanya, dan bisa memecahkan batu-batan yang besar dengan pekikan suaranya.

Nabi Sulaiman kemudian bertanya pada jin tersebut, “Siapa kamu?Adakah kamu daripada jenis manusia atau jin? Kerana aku tidak pernah melihat orang yang paling hodoh selain daripada engkau. Perempuan itu menjawab: “ Akulah Ummu Sibyan (Ibu penyakit sawan) yang dapat menguasai ke atas anak Adam lelaki dan perempuan, aku boleh masuk ke rumah-rumah, boleh berkokok seperti ayam, menyalak seperti anjing, bertebah seperti lembu, bersuara seperti keldai dan kura-kura dan bersiul seperti ular.”

Si jin menjelaskan lagi, jika ia bisa bertukar wajah dan berubah sesuai dengan keinginannya. Kemudian, bisa mengikat rahim perempuan serta membunuh anak-anak yang masih ada di dalam rahim. Mereka masuk ke perut lalu menendang bayi yang masih di dalam rahim, hingga sang Ibu keguguran. Mereka juga mengganggu anak-anak kecil memberikan kepadanya kepanasan yang sangat panas dan kesakitan yang mengerikan. Maka, dengan itu mengigillah badan mereka serta diconteng-conteng rupa paras mereka supaya dibenci orang.

Nabi Allah Sulaiman menangkapnya dan berkata : “Wahai perempuan yang celaka! Kamu tidak boleh lari dari genggamanku sehingga berikan satu perjanjian dan sumpah setia kepada anak-anak Adam, lelaki dan perempuan”.

Dalam keseharian, mungkin kita sering melihat ada anak-anak yang menangis ketika maghrib tiba.Tidak hanya itu, mereka menjerit dengan mata terbelalak ke arah tertentu seperti melihat sesuatu. Tidak jarang, anak-anak juga demam tinggi hingga berakibat fatal yakni kematian.

Orang tua seharusnya mengikuti anjuran Nabi SAW ini. Menutup pintu ketika magrib, serta menggendong anak-anak mereka yang masih kecil. Pasalnya, gangguan dari jin Ummu Sibyan ini bisa menyebabkan penyakit bagi anak seperti sawan tangis, autisme, nakal, dan pelbagai lainnya.



Hidayah untuk Ummu Abu Hurairah, Ibunda Abu Hurairah RA

Sahabat dunia islam, Umaimah binti Shubaih bin al-Harits lebih dikenal sebagai Ummu Abu Hurairah RA, ibunda dari seorang perawi yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW, Abu Hurairah RA.

Seperti yang di kutip dari majalah online republika.co.id, Bulan Muharram menjadi awal masuknya Abdurrahman bin Shakhr al-Azdi, atau dikenal dengan nama kuniyah Abu Hurairah RA. Ia datang kepada Rasulullah SAW dan menyatakan masuk Islam pada tahun 7 Hijriah. Sayangnya, langkah ini tak diikuti oleh ibu kandungnya, Umaimah binti Shubaih bin al-Harits.

Abu Hurairah RA sangat terkenal di kalangan para ahli hadis. Ia meriwayatkan 5.374 hadis Nabi Muhammad SAW. Tercatat lebih dari 800 orang perawi dari kalangan sahabat dan tabi’in telah meriwayatkan hadis darinya. Beberapa di antara mereka yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan lain-lain.

Tumbuh sebagai lelaki cerdas, Abu Hurairah RA sejatinya seorang anak yatim. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Dalam asuhan ibunya, ia tumbuh menjadi pemuda dengan kecemerlangan otak luar biasa. Ia disebut gudang pengetahuan umat Muslim.

Umaimah sangat mencintai Abu Hurairah RA, begitu juga sebaliknya. Namun, cintanya pada sang anak tak menggerakkan hatinya untuk memeluk Islam. Sesering apapun Abu Hurairah RA mengajaknya pada keagungan Islam, ibunya selalu menolak.

Abu Hurairah tak pernah bosan. Ia terus berdakwah kepada ibunya. Ibunya pun juga tak segan untuk terus menolak. Hal ini menimbulkan kesedihan di hati Abu Hurairah RA.

Suatu hari, kesedihan di hati Abu Hurairah RA memuncak. Enggan mendengar ajakan yang tiada henti, sang ibu mengucapkan kalimat buruk tentang Rasulullah SAW. Kalimat itu sangat dibencinya.

Kesedihan Abu Hurairah RA begitu mendalam. Sembari menangis ia pergi menemui Rasulullah SAW. Ia pun mengadukan kejadian yang baru saja dialami kepada sang Rasul. “Wahai Rasulullah SAW! Mohonkan kepada Allah agar Dia memberikan hidayah kepada ibuku,” pintanya kepada Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW memenuhi permintaan Abu Hurairah RA. Ia berdoa kepada Allah SWT agar Ummu Abu Hurairah RA diberi hidayah.

Mendengar itu, Abu Hurairah RA merasa lebih tenang. Ia kembali ke rumahnya dengan penuh suka cita. Ia tak sabar ingin mengabarkan kepada ibunya doa Rasulullah SAW tersebut.

Sampai di depan pintu, Abu Hurairah RA tertegun. Ia mendapati pintu terkunci rapat. Mendengar langkah kaki Abu Hurairah RA yang terhenti di depan pintu, ibunya berkata, “Wahai Abu Hurairah RA, tetaplah engkau di luar,” kata Umaimah.

Sejenak Abu Hurairah RA mendengar gemericik air. Tak lama kemudian, sang ibu pun membuka pintu. Ia tampak memakai baju dan kerudung. Tiba-tiba ia berkata, “Wahai Abu Hurairah RA! Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah,” ucapnya tanpa disangka-sangka.

Abu Hurairah RA serta merta mengucapkan takbir. Air matanya tak terbendung. Doa Rasulullah SAW begitu cepat terkabul.

Abu Hurairah RA kembali berlari kepada Rasulullah SAW sembari menangis. Kali ini air matanya menetes bahagia. Dengan wajah ceria, ia menceritakan perihal keislaman ibunya kepada Rasulullah SAW. Ia pun meminta agar Rasulullah SAW mendoakan ibunya kembali. Ia ingin ibunya selalu disayangi oleh setiap orang beriman.

“Wahai Allah! Jadikanlah hamba-Mu ini dan ibunya disayangi oleh setiap orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan,” kata Nabi Muhammad SAW.

Doa itu pun terkabul. Ummu Abu Hurairah RA begitu disayangi oleh orang-orang di sekitarnya. Ia dikenal sebagai wanita yang dermawan dan murah hati.

Suatu hari Abu Hurairah RA duduk bersama Humaid bin Malik bin Khaitsam di Aqiq. Tiba-tiba, serombongan orang singgah di sana. Ia meminta Humaid datang kepada Umaimah dan menyampaikan salamnya. “Berikanlah kami makanan,” kata Abu Hurairah RA, ditirukan oleh Humaid ketika sampai di depan ibunya.

Ummu Abu Hurairah RA kemudian memberikan tiga buah roti, minyak, dan garam dalam sebuah mampan. Ia meletakkannya di atas kepala Humaid. Humaid pun mengantarkan makanan dari Umaimah kepada rombongan. Diletakkannya semua makanan tersebut di hadapan Abu Hurairah RA.

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita kenyang dengan makan roti, yang sebelumnya kita tidak punya makanan apa-apa kecuali aswadain, yaitu kurma dan air,” kata Abu Hurairah RA.



Nasihat untuk Pedagang

Siapa yang tidak kenal dengan sahabat Abdurrahman bin Auf, seorang muhajirin yang sangat dikenal membuka pasar ketika hijrah dari Mekkah menuju Madinah.

Tentu banyak dari kita yang terinspirasi dengan Abdurrahman bin Auf, menjadi pedagang dimana Rasullullah SAW menggambarkan ketika ditanya perihal penghasilan apa yang paling baik, Apa yang dihasilkan orang dari pekerjaan tangannya dan semua jual beli mabrur. (HR Bukhari dan al-Hakim).

Rasulullah pun memberi nasihat kepada Abdurrahman bin Auf, ketika usaha dagangnya lancar, hartanya melimpah, dan menjadikannya sangat kaya, ibrah yang masih relevan untuk kita semua.

Dari Rasulullah SAW:
Wahai Abdurrahman, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak. Pinjamkanlah hartamu kepada Allah agar lancar kedua kakimu, (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak)

~ Abe Omar
* Qardhul Hasan – Pinjaman yang baik



Catatan Perkembangan Islam di Cina

Islam adalah agama universal, yang bisa diterima oleh semua golongan; suku, bangsa, dan adat istiadat. Karena itu, Islam cepat diterima masyarakat karena prinsip toleran (tasammuh), moderat (tawasuth), berkeadilan, dan seimbang (tawazzun). Hal ini pun terjadi pula pada masyarakat Cina. Negeri dengan penduduknya kini lebih dari satu miliar ini, menerima Islam dengan sambutan hangat.

Sejarah mencatat, Islam masuk ke Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), yang dibawa oleh salah seorang panglima Muslim, Saad bin Abi Waqqash RA, di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Menurut Chen Yuen, dalam karyanya, A Brief Study of the Introduction of Islam to China, masuknya Islam ke Cina sekitar tahun 30 H atau sekitar 651 M.

Ketika itu, Cina diperintah oleh Kaisar Yong Hui (ada pula yang menyebut nama Yung Wei). Data masuknya Islam ke Cina ini dipertegas lagi oleh Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China (Perkembangan Islam di Tiongkok). Buku ini secara lengkap mengupas sejarah perkembangan Islam di Cina sejak awal masuk hingga tahun 1980-an.

Sebelumnya, banyak hikayat yang berkembang mengenai masuknya Islam ke Negeri Tirai Bambu ini. Namun, semua hikayat itu menceritakan adanya tokoh utama di balik penyebaran agama Islam di Cina.

Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa sahabat Rasulullah SAW yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethiopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethiopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraisy jahiliyah. Mereka antara lain Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Utsman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa’ad bin Abi Waqqash dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di Kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581-618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Saad bin Abi Waqqash dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethiopia pada 616 M. Setelah sampai di Cina, Saad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa Kitab Suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M–kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Saad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Islam ke daratan Cina. Konon, Saad meninggal dunia di Cina pada 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars. Menurut Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China, versi terakhir ini yang lebih valid.

Utusan Khalifah Utsman itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang. Kaisar Yong Hui menghargai ajaran Islam dan menganggap ajaran Islam punya kesamaan dengan ajaran Konfusionisme. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap Islam, kaisar mengizinkan berdirinya masjid pertama di Chang-an (Kanton). Masjid itu bernama Huaisheng atau Masjid Memorial.

Menurut versi Ibrahim Tien Ying Ma, masjid itu diberi nama Kwang Tah Se, yang berarti menara Cemerlang, dan dibangun oleh Yusuf. Sedangkan, masjid lainnya yang dibangun di sini adalah Chee Lin Se, yang berarti masjid dengan tanduk satu. Kedua masjid itu masih tetap berdiri hingga saat ini setelah 14 abad.

Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/11/ojm2bh313-mengupas-sejarah-perkembangan-islam-di-cina



VII Koto Talago: Saksi Sejarah Romantisme Toleransi Para Ulama

Dalam buku yang juga tesisnya, “The Kaum Muda Movement”, Dr Taufik Abdullah menggambarkan perselisihan tajam antara kaum muda dan kaum tua, tetapi beliau sepertinya terlewat memberikan satu gambaran bagaimana toleransi itu muncul bukan dalam perang pemikiran berupa tulisan-tulisan yang mengkritisi pemahaman satu sama lain.

Di kampung ini, sekitar 100 tahun lalu hanya berjarak tidak lebih 5 kilometer surau-surau berdiri, masih dapat kita saksikan peninggalan sejarah ini, sebagai ibrah bagi kita toleransi bisa dibangun dengan interaksi.

Ketika meletus masa pergerakan kemerdekaan, para ulama muda dan ulama tua, bersatu pada berkumpul pada satu Majlis Tinggi Islam untuk mengerahkan pembelaan terhadap tanah air, dalam satu artikelnya “Orang Minang menghadapi Aggresor Belanda” Dr Suryadi memberikan satu dokumen penting terhadap sepakatnya para ulama ini dalam bela tanah air, yang dirumuskan dalam fatwa jihad melawan penjajah, kita dapat melihat nama-nama penggerak “Sumatera Thawalib” seperti Syekh Djamil Djambek, Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah, dkk dan PERTI seperti Syekh Abd. Wahid Tabek Gadang.

Syekh Abbas Abdullah bersaudara seayah seibu dengan Syekh Mustafa Abdullah dan membina satu perguruan yang sama Darul Funun El-Abbasiyah, dan Syekh Abd. Wahid adalah saudara sepupu dengan kedua bersaudara tersebut.

Dalam keluarga Syekh Abbas dan Syekh Mustafa sendiri menarik untuk dicermati bagaimana perubahan keberagamaan terjadi hingga pembaharuan kegiatan dakwah terjadi, dan menginspirasi perubahan besar dalam kegiatan dakwah di Nusantara pada umumnya.

Kita berharap wacana keilmuan dalam keberagaman pemahaman baik agama, maupun pengetahuan umum seyogyanya tidak menimbulkan satu friksi yang tajam jika perkara ini adalah perdebatan yang khilafiyah, bukan perkara yang sudah menjadi ijma ulama dan muallim seperti dalam ilmu umum tentang bumi ini bulat.

Semoga Allah memberkahi kita dengan Ilmu kita.

Tanpa ilmu pengetahuan, amal tidak ada gunanya, dan tanpa amal, ilmu pengetahuan adalah sia-sia. (Abu Bakar ra)

Wallahu’alam

~ Abu Omar



Istighfar

Imam Ahmad bin Hambal Rahimakumullah (murid Imam Syafi’i) dikenal juga sebagai Imam Hambali. Dimasa akhir hidupnya beliau bercerita;

Suatu waktu (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tau kenapa ingin sekali menuju satu kota di Irak. Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada keperluan.

Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah. Beliau bercerita;
Begitu tiba disana waktu Isya’, saya ikut shalat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat.

Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, imam Ahmad ingin tidur di masjid, tiba-tiba Marbot masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya; “Kamu mau ngapain disini, syaikh?.”

———– Penjelasan ————-

Kata “syaikh” bisa dipakai untuk 3 panggilan:
1⃣bisa untuk orang tua, 2⃣orang kaya ataupun 3⃣orang yg berilmu.
Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena marbot taunya sebagai orang tua.
———————————

Marbot tidak tau kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya.

Di Irak, semua orang kenal siapa imam Ahmad, seorang ulama besar & ahli hadits, sejuta hadits dihafalnya, sangat shalih & zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tau wajahnya, cuma namanya sudah terkenal.

Imam Ahmad menjawab, “Saya ingin istirahat, saya musafir.”
Kata marbot, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid.”

Imam Ahmad bercerita,
“Saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, dikuncinya pintu masjid. Lalu saya ingin tidur di teras masjid.”

Ketika sudah berbaring di teras masjid Marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. “Mau ngapain lagi syaikh?”_ Kata marbot.
“Mau tidur, saya musafir”_ kata imam Ahmad.

Lalu marbot berkata;
“Di dalam masjid gak boleh, di teras masjid juga gak boleh.”_ Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita, _”saya didorong-dorong sampai jalanan.”

Disamping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat & menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi.

Ketika imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh; “Mari syaikh, anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil.”

Kata imam Ahmad, “Baik”. Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk dibelakang penjual roti yg sedang membuat roti (dengan tetap tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir).

Penjual roti ini punya perilaku khas, kalau imam Ahmad ngajak bicara, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil (terus-menerus) melafalkan ISTIGHFAR. “Astaghfirullah”

Saat memberi garam, astaghfirullah, memecah telur_astaghfirullah_ , mencampur gandum astaghfirullah . Dia senantiasa mengucapkan istighfar. Sebuah kebiasaan mulia. Imam Ahmad memperhatikan terus.

Lalu imam Ahmad bertanya, “sudah berapa lama kamu lakukan ini?”

Orang itu menjawab;
“Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan.”

Imam Ahmad bertanya;
“Apa hasil dari perbuatanmu ini?”

Orang itu menjawab;
“(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat/keinginan yg saya minta, kecuali PASTI dikabulkan Allah. semua yg saya minta ya Allah…., langsung diwujudkan.”

Rasulullah
صلى الله عليه وسلم
pernah bersabda;

“Siapa yg menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yg tidak disangka-sangkanya.”

Lalu orang itu melanjutkan, “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yg belum Allah beri.”

Imam Ahmad penasaran lantas bertanya;
“Apa itu?”

Kata orang itu;
“Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad.”

Seketika itu juga imam Ahmad bertakbir, _”Allahu Akbar..! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan – sampai didorong-dorong oleh marbot masjid – Sampai ke jalanan ternyata karena ISTIGHFARMU.”

Penjual roti itu terperanjat, memuji Allah, ternyata yg didepannya adalah Imam Ahmad.

Ia pun langsung memeluk & mencium tangan Imam Ahmad.

(SUMBER: Kitab Manakib Imam Ahmad)



H Sulaiman Rasyid (1898-1976): Penyusun Fikih Pertama

Ilmu Pengetahuan itu milik orang mukmin yang hilang. Di mana saja ia menemukannya, dia lebih berhak atasnya (Hadis Riwayat At-Turmudzy)

SALAH satu wujud keindahan dan kesempurnaan ajaran agama Islam adalah fikih. Di dalamnya setiap orang bisa membaca aturan-aturan yang praktis. Sebuah ajaran yang, mengutip kata-kata Muhamad Iqbal, mengarahkan manusia pada tindakan dan bukan sekadar wacana.

Namun, terbayangkah kesukaran seperti apa yang akan dihadapi umat Islam yang hidup kini seandainya tidak ada seorang seperti Haji Sulaiman Rasjid bin Lasa. Dialah penyusun fikih pertama di negeri ini. Fiqih Islam, terbit 1951, karangan pria kelahiran Pekon Tengah, Liwa, tahun 1898, menjadi buku wajib di perguruan tinggi dan menengah di Indonesia serta Malaysia, sampai sekarang.

Kecintaannya pada Islam membawa Sulaiman Rasjid belajar ke Darul Funun El-Abbasiyah Padang Japang di Sumatera Barat dibawah asuhan Syekh Abbas Abdullah, setelah itu ia melanjutkan ke sekolah Mualim, sekolah guru, di Mesir (1926), dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Al-Azhar Kairo Mesir, Jurusan Takhashus Fiqh (Ilmu Hukum Islam) dan selesai 1935.

Di sinilah lelaki bersahaja ini lebih mendalami bahasa Arab sebelum akhirnya menyusun kitab fikih. Ini bukanlah sekadar usaha menyalin atau menerjemahkan hukum Islam ke dalam bahasa Indonesia. Sulaiman Rasjid harus “menaklukkan” kompleksitas bahasa Arab. Tata bahasa Arab pun sangat rasional dan saksama, tapi rumit, apalagi jika dibanding dengan bahasa Indonesia. Bahkan, bunyi suatu kata dapat mengakibatkan perbedaan arti yang sangat jauh. Namun, semua ini tidak membuat semangat Rasjid berkurang sedikit pun. Justru ia makin gigih memahami keunikan dan kekayaan bahasa Arab.

Berkat usaha Sahabat Utsman bin Affan ra., mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang berserakan, kemudian dibukukan, umat Islam (bahkan non-Islam) banyak memetik manfaat besar dari Alquran. Demikian pula, berkat upaya Haji Sulaiman Rasjid menyusun buku fikih versi Indonesia, umat Islam di negeri ini bisa meraih hikmah sebanyak-banyaknya.

Namun, pengabdian Rasjid bukan cuma untuk agamanya. Ia juga seorang pemikir dan pejuang bangsa. Pada 1936, bapak delapan anak ini ditunjuk Belanda sebagai ketua Penyelidik Hukum Agama di Lampung. Dalam rentang 1937–1942, dia menjadi pegawai tinggi agama pada kantor Syambu dalam era pendudukan Jepang. Namun, kedudukan yang diembannya tidak menghalanginya mengangkat senjata. Setahun menjelang kemerdekaan, Sulaiman berjuang di Kalianda bersama tokoh setempat, H. Ali.

Setelah Indonesia merdeka, Presiden Sukarno menugaskannya ke Departemen Agama Republik Indonesia, lantas menjadi kepala Jawatan Agama Republik Indonesia Jakarta (1947–1955) lalu memangku amanat sebagai kepala Perjalanan Haji Indonesia.

Dalam tahun itu pula ia menjadi staf ahli Kementerian Agama Republik Indonesia sekaligus menjadi asisten dosen Perguruan Tinggi Agama Islam (PTIAN) Jakarta sembari mengajar sebagai dosen PTAIN Yogyakarta. Tahun 1960, Sulaiman Rasjid diangkat menjadi guru besar Ilmu Fikih.

Ayah delapan putra-putri dan kakek 20 cucu ini juga tercatat sebagai pendiri IAIN Radin Intan Lampung tahun 1964 silam. Sulaiman, yang amat menekankan nilai-nilai pendidikan dan mewajibkan semua anaknya menempuh pendidikan tinggi, wafat 26 Januari 1976 dan dimakamkan di TPU Pakiskawat Enggal, Bandar Lampung. n

BIODATA

Nama: H. Sulaiman Rasyid bin Lasa
Lahir: Pekon Tengah Liwa, Lampung Barat, 1898
Meninggal: Bandar Lampung, 26 Januari 1976

Pendidikan:
1. Darul Funun El-Abbasiyah Padang Japang
2. Sekolah Mualim, sekolah guru di Mesir
3. Perguruan Tinggi Al-Azhar Kairo Mesir, Jurusan Takhasuhus Fiqh (Ilmu Hukum Islam) selesai tahun 1935

Tahun 1936: Ditunjuk Belanda sebagai Ketua Penyelidik Hukum Agama di Lampung
Tahun 1937–1942: Pegawai Tinggi Agama pada Kantor Syambu dalam Zaman Pendudukan Jepang



Biografi singkat Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang, Payakumbuh (1883-1957 M)

Pada paruh abad pertama abad ke-20 di Ranah Minangkabau terdapat dua orang yang bernama Abbas, yakni Syeikh Abbas Ladang Lawas, Bukit Tinggi dan Syekh Abbas Abdullah Padang Japang, Payakumbuh. Keduanya terkenal sebagai ulama tradisional, tetapi menerima juga ide-ide pembaharuan, yang diberikan guru mereka, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama besar asal tanah Minangkabau yang bermukim di Tanah Suci Mekah.

Abbas Abdullah dilahirkan tahun 1883 M, sebagai putra Syeikh Abdullah, salah seorang ulama terkenal di wilayah Minangkabau di penghujung abad ke-19. Ulama inilah yang mendirikan Surau (Pondok Pesantren) Padang Japang tahun 1854, yang kemudian bernama Darul Funun Abbasiyah. Syeikh Abdullah mempunyai beberapa putra, diantaranya yang paling terkenal dan meneruskan perjuangannya sebagai ulama adalah Syeikh Mustafa Abdullah dan adiknya Syeikh Abbas Abdullah.

Sebagai seorang putra ulama, tidak aneh apabila Mustafa dan Abbas mendapatkan pendidikan ilmu-ilmu keislaman sejak dini. Sejak masa kanak-kanak beliau sudah mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya sendiri yang kemudian diteruskan dengan belajar kepada ulama-ulama di daerah sekitar. Sebagaimana layaknya pemuda santri masa itu, terutama dari kalangan putra ulama, sangat mendambakan untuk bisa belajar ke Tanah Suci Mekah. Begitu pula pemuda Mustafa dan Abbas yang mempunyai keinginan sangat kuat untuk meneruskan studinya di Haramain.
Pada masa itu cukup banyak ulama al-Jawi (Indonesia dan Melayu) meneruskan pendidikannya ke Tanah Suci, bahkan sebagian telah menjadi ulama besar dan kebanggaan Nusantara disana, seperti Syeikh Ahmad Khatib Sambas, Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Abdul Karim dan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau.

Menjelang usia pubertas (aqil-baligh), tepatnya ketika Abbas Abdulah berusia 13 tahun, dia berangkat ke Tanah Suci Mekah, untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman, sebagaimana kakaknya, Mustafa Abdullah. Disana ia mengaji kepada beberapa ulama termasuk dari kalangan Ulama al-Jawi sendiri. Ia belajar ilmu-ilmu Alquran Syeikh Khatib Kumango, kemudian memperdalam ilmu-ilmu seputar kitab kuning kepada Syeikh Abdul Latif Syukur, dan Syeikh Muhammad Jamil Jambek yang berasal dari Minangkabau, sekaligus menjadi seniornya. Tidak ketinggalan ia belajar kepada ulama al-Jawi yang terkenal, Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, yang saat itu menjabat sebagai Imam Masjid al-Haram dan sebagai Guru Besar Ilmu Fikih serta Mufti Madzhab Syafi’i di Mekah.

Syeikh Abbas Abdullah belajar di Mekah dan sekitarnya selama delapan tahun (1896-1904M), satu periode di belakang Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari dan Syeikh Dahlan serta Syeikh Thahir Jalaluddin, seangkatan dengan Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Jamil Jambek, dan Syeikh Abdullah Ahmad dan satu periode sebelum Syeikh Wahab Hasbullah, Syeikh Bisri Syansuri, Syeikh Mas Mansur maupun Syeikh Mustafa Husein Nasution. Setelah merasa cukup banyak ilmu yang diraihnya selama sewindu di Tanah Haram, walau ilmu itu sendiri tidak akan ada habisnya, maka Syeikh Abbas Abdullah dan Syeikh Mustafa Abdullah yang telah menjadi ulama muda itu kembali ke kampung halaman untuk membantu ayahanda (1904). Syeikh Abbas dan kakaknya mulai mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan dan kegamaan, khususnya dunia pesantren.

Beban berat Syeikh Abdullah yang telah setengah abad mengasuh Pesantren (Surau) Padang Japang mulai agak berkurang dengan adanya bantuan dari kedua putranya itu. Dalam perkembangannya sepasang kakak beradik ini mampu menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai ulamauddin maupun ulamaulummah. Kedua orang inilah yang nantinya berhasil mengembangkan Surau dan Madrasah yang telah dirintis oleh Syeikh Abdullah, sesuai dengan perkembangan pendidikan keislaman yang ada di Timur Tengah maupun di Tanah Air.

Syeikh Abbas mengubah sistem halaqah yang lazim dipakai dalam dunia pendidikan tradisional, sebagaimana biasanya Pondok Pesantren , menjadi sistem klasikal atau Madrasah (Sekolah). Dengan lahirnya Sumatera Thawalib yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Karim Amrullah dimana Syeikh Abbas termasuk salah seorang pendirinya, maka beliau pun tidak mau ketinggalan, sehingga Pesantren dan Madrasah Padang Japang yang dipimpinnya juga diberi nama tidak jauh berbeda, yaitu Madrasah Sumatera Thawalib, yang memiliki jenjang pendidikan sampai tujuh (Kelas 1 sampai kelas 7) dan merupakan bentuk seragam untuk seluruh Madrasah sumatera Thawalib saat itu.

Perkembangan Sumatera Thawalib cukup pesat, walau tidak lepas dari berbagai tantangan dan halangan yang menghadang di tengah jalan. Dengan terjadinya pemberontakan Partai Komunis di Minangkabau tahun 1926, sebagian oknum yang berasal dari Sumatera Thawalib ikut menjadi penyokongnya, yang menyebabkan mereka dipenjarakan ataupun dibuang ke Boven Digul (Irian) dan Sumatera Thawalib pecah. Pada tahun 1930, lahirlah PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia) yang kemudian mengarah menjadi Partai Politik. Sebagian tokoh Sumatera Thawalib ikut terlibat dalam partai tersebut dan sebagian lagi tidak mau ikut serta. Pengurus Sumatera Thawalib berusaha membersihkan diri dari kasus 1926 dan merubah nama dari Sumatera Thawalib menjadi Thawalib. Sementara itu Syeikh Abbas Abdullah yang juga tidak mau melibatkan diri dalam masalah ini ikut merubah nama Pesantren dan Madrasahnya menjadi Darul Funun Abbasiyah, yang bertahan hingga sekarang ini.

Bila dilihat dari sikap yang diambil ulama ini, maka beliau bisa digolongkan sebagai ulama tradisional. Namun begitu, beliau bersikap netral terhadap ‘perbedaan pendapat’ yang terjadi antara kelompok Kaum Tua (Ulama Tradisional) -dibawah pimpinan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli dengan Ittihadul ’Ulamanya yang kemudian berkembang menjadi PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah)- dengan kelompok Kaum Muda(Ulama Pembaharu) -dibawah pimpinan Syeikh Abdul Karim Amrullah dengan PGAI (Persatuan Guru-guru Agama Islam)-. Perkembangan Thawalib yang pesat tersebut kemudian ikut mewarnai perkembangan Muhammadiyah di Sumatera Barat.

Pada saat yang hampir bersamaan di wilayah Minangkabau terdapat beberapa Madrasah lain yang telah menggunakan sistem klasikal. Madrasah-madrasah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok: Thawalib, Darul Funun Abbasiyah, Tarbiyah Islam, dan Diniyah Putra-Diniyah Putri. Pengelompokkan ini tentu untuk sekedar memudahkan, andaikan terjadi perbedaan pendapat hanya berkisar masalah metode dan masalah furu fiqhiyah saja, dan tidak sampai menyangkut masalah prinsipil atau aqidah. Berdirinya lembaga-lembaga yang cukup modern di Sumatera Barat ini telah mampu membuka cakrawala wawasan umat Islam di wilayah itu. Dengan demikian, rata-rata tokoh Islam yang datang kemudian dari Sumatera Barat mempunyai pola berpikir progresif (maju) dan dinamis (berkembang) dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Sikap demikian dipengaruhi juga oleh budaya masyarakat Minang yang tergolong masyarakat dagang dan perantau (pengembara) yang memiliki mobilitas cukup tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan masyarakat lain di Indonesia.

Meski telah menjadi seorang ulama besar dan berpengaruh namun Syeikh Abbas tidak segan-segan untuk selalu menambah ilmu dan pengetahuan. Beliau sering berkunjung ke negara-negara Islam, khususnya Timur Tengah (Mesir, Libanon, Syiria dan lain sebagainya) bahkan sampai ke Eropa, untuk mengadakan studi banding, mencari sistem yang lebih tepat untuk dikembangkan. Seusai kunjungannya ke al-Azhar dalam rangkaian pengembaraannya selama 3 tahun (1921-1924 M). Maka dengan dukungan kakaknya, Syeikh Mustafa Abdullah, Syeikh Abbas mengadakan pengembangan-pengembangan di Pesantrennya. Pengembangan itu dilakukan dengan menyesuaikan sistem pendidikan di madrasahnya dengan sistem pendidikan yang diterapkan di al-Azhar, yaitu 4 tahun untuk tingkat Ibtidaiyah dan 4 tahun untuk Tsanawiyah. Sekarang tentu saja sistem ini telah mengalami berbagai perubahan dengan kebijakan Standarisasi Kurikulum Madrasah oleh Kementrian Agama. Maka Darul Funun Abbasiyah pun ikut menyesuaikan diri dengan perkembangan itu, kecuali untuk pengajian kitab-kitab kuning bagi santri yang menetap yang masih tidak jauh berbeda dari Pesantren-pesantren lainnya di Indonesia.

Perjalanan Pesantren Darul Funun Abbasiyah termasuk Madrasahnya tidak selalu mulus tanpa gangguan apapun. Sikap Syeikh Abbas, sebagaimana ulama lainnya, terhadap penjajah Brlanda adalah non cooperation, baik secara terang-terangan ataupun secara pasif. Sehingga tidak aneh kalau kemudian Gubernemen Hindia-Belanda, lewat residennya di Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau dan Jambi) beserta aparatnya, mengadakan penggeledahan ke Pesantren Darul Funun Abbasiyah pada tahun 1934 M. Syeikh Abbas dicurigai hendak memberontak atau minimal merongrong kewibawaan Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara waktu, Pesantren Darul Funun menghentikan kegiatan kurikulernya, tetapi setelah masa penggeledahan selesai kegiatan Pesantren normal kembali, bahkan santrinya bertambah banyak.

Sikap Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang terhadap perjuangan untuk merebut dan menegakkan kemerdekaan sangat jelas. Beliau merupakan ulama pejuang lahir maupun batin, dan itu terbukti pula pada awal kemerdekaan ketika beliau terpilih sebagai Imam Jihad barisan laskar Sabilillah yang didirikan oleh MIT (Majelis Islam Tinggi) Sumatera Barat. Peran Syeikh Abbas dalam perang kemerdekaan besar sekali, khhususnya di Sumatera Barat. Lebih dari itu, Syeikh Abbas dengan Pesantren Darul Funun Abbasiyah mempunyai jasa besar sekali bagi keberlangsungan hidup pemerintahan Indonesia di masa Revolusi fisik (1945-1949 M).

Dengan teerjadinya Clash II, pasukan Belanda dibawah pimpinan Jendral Spoor berhasil menduduki Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta, dan berhasil menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan beberapa pejabat tinggi Indonesia lainnya. Sebelum Presiden Soekarno diasingkan ke Brastagi (Sumatera Utara), beliau sempat membuat surat mandat kepada Menteri Kemakmuran, Syafrudin Prawiranegara, SH., untuk membentuk PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Dengan surat mandat tersebut, Syafrudin yang berada di Sumatera membentuk PDRI yang berpusat di Bukittinggi.

Pada masa pemerintahan PDRI itulah Padang Japang menjadi salah satu pusat kegiatan pemerintahan. Pesantren Darul Funun Abbasiyah pimpinan Syeikh Abbas dijadikan Kantor Kementerian PKK dan Agama, yang di kepalai oleh Teuku Muhammad Hasan, SH. Sedangkan kegiatan perkantoran setiap hari dipimpin oleh Sekjennya, Haji Mahmud Yunus, yang sejak lama telah berkecimpung dalam dunia pendidikan agama di Sumatera Barat. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan PDRI tentu saja Padang Japang tidak sampai terjangkau oleh musuh (Belanda), karena letaknya jauh di pedalaman. Dengan demikian, kegiatan Pesantren dan Madrasah Darul Funun Abbasiyah tetap berjalan sebagaimana biasanya.

Syeikh Abbas mempunyai andil sangat besar dalam memberikan dorongan semangat perjuangan kepada para pejuang, khususnya barisan Hizbullah-Sabilillah yang dipimpinnya sendiri. Disamping itu, ulama Darul Funun ini memberikan nasihat dan semangat perjuangan kepada aparat PDRI dan kaum Republikeinlainnya. Beberapa pejabat dari Pemerintah Pusat (Yogyakarta) pernah berkunjung ke Padang Japang setelah dicapainya kesepakatan dalam Perundingan Roem-Royen, 7 Mei 1949, yang berisi tentang gencatan senjata (Cease Fire) dan pemulangan tokoh-tokoh RI ke Yogya. DR. J. Laimena dan Muhammad Natsir datang ke Padang Japang untuk berunding dengan Perdana Menteri PDRI Syafrudin Prawiranegara, yang juga dihadiri oleh Syeikh Abbas Abdullah sebagai Sesepuh Padang Japang. Dari pertemuan itulah, Perdana Menteri Syafrudin Prawiranegara bersama Lukman Hakim (Menteri Keuangan mewakili Kehakiman PDRI) menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta untuk menyerahkan kembali mandatnya. Beberapa peristiwa ini menunjukkan bahwa Syeikh Abbas mempunyai andil yang berarti dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah berjuang, mengabdi dan mempelopori pembaharuan pendidikan Islam di Sumatera Barat lebih dari setengah abad, ulama besar ini dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Syeikh Abbas wafat pada hari Senin, 17 Juni 1957 M dalam usia cukup lanjut (74 tahun), karena sakit asma yang telah dideritanya selama beberapa tahun. Walaupun Syeikh Abbas Abdullah telah tiada, tetapi pengaruhnya masih besar di kalangan masyarakat. Syeikh Abbas Abdullah boleh meninggal tetapi Darul Funun Abbasiyah tetap hidup dan terus berkembang. Sampai kini pesantren yang dirintis oleh Syeikh Abbas Abdullah serta kakaknya, Syeikh Mustafa Abdullah, tetap berjalan dan mengadakan berbagai pembaharuan dalam sistem pengajarannya, sehingga Pesantren tersebut terus berkembang hingga kini.

 

Tentu saja Syeikh Abbas sebagai ulama besar dan Darul Funun sebagai pesantren besar telah banyak mencetak ulama dan tokoh masyarakat dengan berbagai macam profesi. Diantara mereka terdapat ulama muda terkenal Zainuddin Labay El Yunusi, pendiri Diniyah Putra School, sayangnya beliau berusia pendek dan wafat sekitar tahun 1923 M. Syeikh Sulaiman Rasyid, pengarang buku Fiqih terkenal dan menjadi rujukan untuk pendidikan agama di sekolah umum, Fiqhul Islami, yang sekaligus juga sebagai pendiri IAIN Raden Intan Lampung adalah juga santri Padang Japang, asuhan Syeikh Abbas. Masih banyak tokoh-tokoh lain yang pernah diasuh ulama besar ini. Yang jelas Syeikh Abbas Abdullah adalah ulama besar, tergolong ulama tradisionalis, tetapi mampu melaksanakan terobosan-terobosan penting untuk kemajuan pendidikan Islam khususnya di Sumatera Barat yang gemanya sampai ke seluruh Indonesia, secara langsung ataupun tidak langsung.

Sumber: http://islamtajug.blogspot.nl/2016/12/biografi-singkat-syeikh-abbas-abdullah.html



Saatnya Membangun Bangsa Indonesia Dengan Ekonomi Islam

Persoalannya bukan hanya mengenai pembayaran hutang dan bunga setiap tahun, tetapi juga tentang pemenuhan syarat (conditionality) yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara tidak mandiri.

London – Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR-UK) di awal tahun menggelar talkshow online dengan tema utama “Membangun Bangsa dengan Ekonomi Islam”,   menghadirkan dua pegiat keuangan Islam, Luqyan Tamanni dan Murniati Mukhlisin.

Kedua pembicara yang tengah menyelesaikan studi dan bertugas di Inggris itu sepakat saatnya pembangunan Bangsa Indonesia menerapkan  konsep ekonomi Islam yang lebih realistis dan berkeadilan serta jauh lebih baik dari konsep ekonomi neo-liberal yang dianut saat ini.

Ketua KIBAR-UK yang menjadi moderator talk show, Arif Abdullah, kepada Antara London, Selasa mengatakan KIBAR-UK sejak tahun 2016 rutin mengadakan kajian dan talkshow  mengambil waktu Dhuha dan mendapatkan sambutan tidak saja dari keluarga Muslim di Britania Raya tetapi juga dari berbagai negara di Eropa dan Amerika Utara.

Luqyan Tamanni, PhD kandidat bidang Keuangan Mikro Islam di University of Glasgow mengulas masalah praktik ekonomi Islam dari tataran makro yang bisa dikembangkan di Indonesia termasuk solusi penyelesaian hutang luar negeri.

Dikatakannya untuk menerapkan ekonomi Islam ada beberapa paradigma yang harus ditinjau ulang, misalnya tentang obsesi terhadap pertumbuhan dan “deficit financing” yang sekarang diterapkan.

Alhasil, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan baik, langkah yang banyak diambil banyak negara adalah menggenjot tingkat konsumsi rumah tangga untuk juga harus naik.

Selain itu, “growth focus” juga menjadikan defisit sebagai keniscayaan dan ketika pendapatan negara tidak mencukupi maka hutang menjadi solusi.

“Persoalannya bukan hanya mengenai pembayaran hutang dan bunga setiap tahun, tetapi juga tentang pemenuhan syarat  (conditionality) yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara tidak mandiri,” ujar Luqyan,

Dengan adanya syarat hutang dengan Jepang misalnya, Indonesia tidak kuasa menolak mobil produksi negara debitur untuk masuk ke Indonesia. Jadi tidak heran kalau kemacetan bertambah terus walau jalanan makin banyak dibuat, tambah Luqyan.

Kesimpulannya, bangsa Indonesia mempunyai banyak alasan untuk mempertimbangkan konsepsi yang dibangun dalam diskursus ekonomi Islam. Kemandirian dan kemakmuran bangsa adalah amanat konstitusi, yang semangatnya sudah ada dalam ekonomi Islam.

Pemerintah dan pengambil kebijakan juga perlu merubah mindset secara perlahan, terutama hasrat berhutang. Lebih baik menggunakan resources yang ada untuk memacu pertumbuhan dan kestabilan ekonomi nasional. Ekonomi Islam memberikan banyak instrumen untuk mencapai tujuan tersebut.

Panelis kedua, Murniati Mukhlisin, Dosen Akuntansi Islam STEI Tazkia yang saat ini  bertugas di Inggris menjelaskan pentingnya peranan keluarga Indonesia untuk memastikan kontribusi ekonomi Islam untuk pembangunan bangsa.

Keluarga Indonesia harus banyak belajar tentang apa saja yang menjadi larangan dalam bertransaksi keuangan, baik jenis dari transaksi keuangan syariah, masalah zakat maupun persoalan hutang.

Hal ini penting supaya para keluarga dapat mempraktikkan ekonomi secara Islami di lingkungan sendiri, ekonomi berbasis masyarakat, berwirausaha dengan menggunakan akad Islami.

Selain itu  menjadikan lembaga keuangan syariah yang ada sebagai mitra. Persoalan bank syariah yang belum sepenuhnya syariah harusnya diberi solusinya oleh keluarga ini dengan cara membesarkannya bersama-sama.

Murniati mengatakan  walau hutang diperbolehkan dalam Islam, namun hutang yang berlebihan itu dilarang  Rasulullah SAW. Sehingga ada doa untuk dapat jauh dari hutang.

Di dalam Kitab Al-Muwatta Imam Malik, Umar bin Khattab menyebutkan hutang itu dimulai dengan ketakutan dan diakhiri dengan perseteruan, dan kalau kita pikir-pikir sama persis apa yang banyak dialami oleh banyak keluarga Indonesia, ujar Murniati.

Rekaman dari acara talkshow ini dapat dilihat di Youtube untuk  memberikan kesempatan bagi yang tidak sempat mendengarkan dapat menikmati siaran.

Selain talkshow dan kajian keilmuan, KIBAR-UK juga mengadakan berbagai aksi kemanusiaan seperti  penggalangan dana untuk masyarakat Muslim yang terkena bencana atau musibah lainnya, baik di Indonesia, Myanmar, Suriah, dan negara lain. (Antara Megapolitan)

Sumber lain: Republika



Amalan Jariyah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)

Jika kita uraikan lagi yang dimaksud dalam hadits adalah tiga amalan yang tidak terputus pahalanya:

1. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
2. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
3. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya, dan orang tuanya mendapatkan manfaat dari amal-amal anaknya, walaupun sudah meninggal.

Dalam hadits yang lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah:

1. Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.
2. Anak shalih yang ia tinggalkan.
3. Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.
4. Masjid yang ia bangun.
5. Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun
6. Sungai yang ia alirkan.
7. Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup.

Semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 242)
(Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh Al-Mundziri. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)



Para Penyeru Kebaikan (2)

-bagian dua-

“Dan hendaknya ada sebagian dari kalian yang menyeru kebaikan (al khair), memerintahkan yang baik (ma’ruf) dan mencegah yang munkar” (Al-Imron : 104)

Kata yang berarti kebaikan dalam alquran setidaknya dinyatakan dengan tiga kata -yang tersambung dengan kata kerja (fi-il). Al-birru(البر),al khair (ااخير),al ma’ruf(المعرف). Namun hanya kata “al-khair” yang kemudian disambungkan dengan kata da’a -yad’uu yang berarti menyeru.

Dalam Al Mufrodat fi Ghoribil Qur’an, penulisnya membagi khair menjadi dua.Khair atau kebaikan yang bersifat mutlak (مطلق) atau khair yang bersifat muqoyyad (مقيد). Kebaikan mutlak adalah segala sesuatu yang baik yang tidak tergantung dengan situasi kondisi maupun waktu. Berkebalikan dengan kebaikan muqoyyad yang tergantung waktu dan situasi. Dari sini saja kita dapat mengambil kesan bahwa seyogyanya seorang penyeru kebaikan memperhatikan situasi dan kondisi pendengarnya dalam menyampaikan kebaikan-kebaikan. Seyogyanya para penyeru mampu memilah dan memilih kebaikan-kebaikan mana saja yang hendak diseru disesuaikan dengan kondisi pendengarnya.

Banyak kita jumpai para penyeru kebaikan dalam menyampaikan pendapatnya berlaku “tidak adil”. Sengaja atau tidak menyembunyikan ikhtilaf atau perbedaan sebuah hukum terkait masalah tertentu misalnya. Hal ini yang kemudian secara tidak langsung sering menimbulkan kegaduhan. Padahal kalau kita telisik lebih lanjut, dalam kitab lisanul arab misalnya, dari kata “khoir” ini kemudian lahir kata “khiyar” yang bermakna pilihan. Celakanya, banyak dai yang kemudian sudah memiliki pandangan tertentu dan cenderung kuat memegangnya, sehingga tidak berlaku bijak terhadap perbedaan pendapat.

Hemat saya, banyak dai yang berperilaku layaknya seorang mujtahid. Minimal melakukan tarjih mana yang lebih kuat mana yang lebih lemah. Tak jarang memberi label sesat pada kelompok yang nggak sepaham. Kenapa dai tidak memberikan pilihan dari sekian banyak pendapat ulama dan mengajarkan jamaahnya untuk bersikap tasamuh atau toleran terhadap perbedaan? Saya jadi heran, apakah memang secara keilmuan mereka mampu? Hanya kejujuran diri dari para penyeru itu yang mampu menjawabnya.Untuk sekedar melakukan tarjih pun dibutuhkan kemampuan menilai derajat kualitas sebuah hadis yang mana kalau kita amati para penyeru kebaikan itu sebagaian besar mengekor pendapatnya ulama-ulama lain. Apatah lagi untuk sampai level mujtahid.

Dari akar kata yang sama timbul kata ikhtiyar yang bermakna berusaha. Hal ini semakin memberikan kesan bahwa ragam kebaikan -termasuk ragam pendapat ulama mengenai suatu masalah- harus diupayakan dengan sungguh-sungguh untuk disampaikan dengan memperhatikan kondisi sosio-kultur jamaah. Dalam masyarakat yang mayoritas bermadzhab syafii, seyogyanya ketika para dai memegang pendapat madzhab maliki atau hambali misalnya, maka jangan lupa untuk disampaikan pendapat ulama-ulama syafiiyah. Hal itu setidaknya akan meredam potensi kegaduhan yang mungkin timbul.

Sebagai bagian masyarakat yang awam, yang termasuk objek seruan kebaikan dari para dai, saya sungguh berharap para dai bisa lebih bijaksana dengan mengedepankan hikmah. Aamiin. Wallahu a’lam. (j.rosyidi)

sumber: http://www.insancendekia.org/grak/280-para-penyeru-kebaikan-2



MUI Keluarkan Fatwa Haram Penggunaan Atribut Non Muslim

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan fatwa terbaru terkait penggunakan atribut keagamaan non-Muslim bagi pemeluk Islam. Dalam fatwanya, MUI mengatakan; menggunakan, mengajak dan memerintah penggunaan atribut agama lain (selain Islam) adalah haram.

“Mengajak dan/atau memerintahkan  penggunaan  atribut  keagamaan non-Muslim adalah haram,” demikian bunyi fatwa MUI Nomor 56  Tahun 2016 ‘tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan non – Muslim’ yang dikeluarkan hari Rabu (14/12/2016) atau bertepatan dengan  14 Rabi’ul Awwal 1437 H.

Sebagaimana diketahui, setiap Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi, banyak perusahaan di Indonesia memaksa karyawan Muslim menggunakan atribut-atribut Natal yang sering membuat keresahan kaum Muslim.

Dalam fatwa tersebut, MUI mengutip larangan-larangan dari banyak ulama. Diantaranya Pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, jilid IV halaman 239.

“Di antara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum  muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya mereka,  dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam telah bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”.

Bahkan Ibnul Hajar mengatakan: “Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang Nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut.”

Dalam fatwa ini MUI juga menyebutkan, “Atribut  keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau  umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.”

Selanjutnya, MUI menghimbau pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan  tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan  non-Muslim kepada karyawan muslim.

“Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya secara murni dan benar  serta  menjaga toleransi beragama,” bunyi fatwa MUI yang ditanda tangaani Komisi Fatwa MUI Pusat, PROF. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (Ketua), dab Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA (Sekretaris).

MUI juga mendesak pemerintah mencegah dan mengawasi pihak-pihak yang membuat peraturan dengan cara memaksa hak kaum Muslim sehingga bertentangan dengan ajaran agamaanya.

“Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan  (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim   untuk melakukan  perbuatan yang bertentangan dengan  ajaran agama  seperti  aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada umat Islam.”

Dengan fatwa terbaru ini, MUI juga meminta menyebar-luaskan kabar ini agar semua kaum Muslim mengetahui.

“Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat  mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini, “ tulis fatwa tersebut.