All posts by admin

Tujuh Prinsip Keuangan Keluarga

Apa biasanya yang kita lakukan ketika menghadapi masalah keuangan? Bagaimana mestinya menurut Islam?

Hampir tiap hari kita menghadapi berbagai masalah keuangan dalam keluarga. Ada masalah yang mudah diselesaikan, ada juga masalah keuangan yang berkepanjangan dan menyebabkan masalah lain timbul. Apa biasanya yang kita lakukan ketika menghadapi masalah keuangan? Berikut adalah berbagai pengalaman dari keluarga-keluarga yang tinggal di Indonesia dan di beberapa negara.

Nurizal Ismail, seorang peneliti ekonomi syariah yang tinggal di Jakarta, mengatakan bahwa kalau adalah masalah keuangan, sebelum menikah dan setelah menikah hingga saat ini, yang selalu diingat adalah sedekah dan shalat Witir.

Ada Nasution yang tinggal di Brisbane, Australia mengatakan bahwa jika menghadapi masalah keuangan biasanya mendiskusikannya dengan suami. Setelah itu meminta pendapat dari orangtua atau saudara. Yang paling utama adalah Ada selalu berkonsultasi dengan Allah SWT setiap waktu supaya dapat diberikan jalan keluar.

Elis yang sudah cukup lama tinggal di Derby, Inggris, mengatakan bahwa ketika sedang menghadapi masalah keuangan selalu memperbanyak istighfar, sholat Dhuha dan Tahajud.

Sementara Yayuk Catri, yang saat ini menemani suaminya yang sedang bertugas di sebuah perusahaan pesawat terbang di Madrid, Spanyol mempunyai beberapa tips ketika menghadapi masalah keuangan. Di antaranya adalah selalu menjaga sholat Dhuha dan menanamkan keyakinan bahwa harta adalah milik Allah SWT. Oleh karenanya, Yayuk dan keluarga selalu memastikan zakat dan sedekah.

Azhari Wahid seorang dosen berwarganegara Malaysia yang tinggal di Seremban, mengatakan bahwa jika ada masalah keuangan yang menimpa keluarganya, yang pertama kali dicek adalah sedekah. Azhari percaya bahwa dengan mengeluarkan sedekah, tentunya banyak kebaikan akan datang kepada dirinya dan keluarga.

Kalau kita baca lagi, komentar – komentar di atas sesuai dengan apa yang diajarkan Islam selama ini, hanya saja mungkin sebagian kita belum sepenuhnya mempraktikkan.

Tujuh Prinsip
Untuk melengkapi, kali ini Sakinah Finance ingin berbagi beberapa prinsip dalam mengelola keuangan keluarga yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk “cek dan ricek”. Siapa tahu salah satu atau sebagian prinsip – prinsip berikut menjadi penyebab atas masalah keuangan keluarga kita selama ini.

Ada tujuh prinsip yaitu memasang niat, memastikan apa yang dihasilkan dan dibelanjakan adalah halal dan thayib (baik), mulai bekerja atau berbisnis di kala masih pagi, silaturrahim, membayar zakat-infaq-sedekah, taubat jika ada kesalahan dan terakhir selalu bersyukur dan tidak mengeluh.

1. Niat
Sesungguhnya setiap pekerjaan itu tergantung dari niatnya (hadits pertama dalam Hadits Arba’in Imam An-Nawawi). Begitulah Rasulullah SAW menegaskan bahwa setiap apa yang kita capai akan tergantung dengan niatnya, begitu juga perbuatan kita yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhirat nanti. Maka dari itu penting sekali untuk memastikan niat kita dalam hidup hingga mati kelak hanya untuk Allah SWT (QS Al-An’am (6): 162), termasuk tentunya dalam hal niat mengelola keuangan keluarga kita.

2. Halal dan thayib
Apa yang kita dan keluarga hasilkan dan belanjakan sangat menentukan arah hidup kita, misalnya apakah semua yang kita harapkan akan diridhoi oleh Allah SWT. Tentu saja panduannya adalah halal dan thayib seperti yang diungkapkan di dalam QS Al-Baqarah (2): 168 (Untuk lebih rinci, baca Artikel Sakinah Finance: Mana Yang Halal dan Mana Yang Thayib?). Maka dari itu sangat penting untuk memastikan pendapatan gaji, hasil dagang atau uang yang dibawa ke rumah dan juga apa–apa yang dibelanjakan tidak ada unsur-unsur haram, riba, spekulasi, ketidakjelasan, serta membahayakan dan menzolimi diri sendiri dan orang lain.

3. Mulai awal pagi
Memulai aktifitas hidup sepagi mungkin dapat mendapatkan keberkahan sebagaimana telah didoakan oleh Rasulullah SAW yang berbunyi: “Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (HR Ahmad No. 15007). Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Shakhr Al-Ghamidi yang senantiasa memulai perdagangan di waktu pagi sehingga mendapatkan hartanya bertambah banyak sampai tidak tahu harus di mana meletakannya.

4. Silaturrahim
Dalam sebuah hadits terkenal dikatakan bahwa bagi yang ingin dibanyakkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah menyambung silaturrahim (muttafaqun ‘alaih). Satu kiat jitu tak perlu modal yang ternyata mendatangkan banyak manfaat. Tentu ada saja hubungan keluarga, sahabat atau tetangga yang terputus, maka mulailah menegur sapa kembali, memanjangkan maaf dan menebar senyum. Semoga dengan menjalin hubungan dan menyambung silaturrahim yang telah terputus akan membuka pintu rezeki dan memberikan solusi bagi keuangan keluarga kita.

5. Zakat, infaq, sedekah
Dari beberapa pendapat di atas, sepertinya sedekah sudah menjadi amalan yang dipercaya dapat memperbaiki keadaan keuangan keluarga. Tentu saja sedekah bukan hanya dalam bentuk uang yang dapat diberikan, juga bukan hanya imbalan uang yang diharapkan. Sedekah juga bisa dalam berbentuk zikir, sholat Dhuha, ilmu, kebaikan, kalimat mulia, bahkan sekedar senyum. Balasan yang dijanjikan Allah SWT adalah berbentuk kebaikan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Selain zakat yang sudah menjadi kewajiban (lihat QS Al-Muzzamil (73): 20 dan seterusnya), tantangan untuk mengeluarkan infaq dan sedekah adalah sangat luar biasa maka dari itu balasannya juga luar biasa, lihat QS Al-Baqarah (2): 261-274.

6. Taubat
“Setiap keturunan anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik–baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat” (HR At-Tarmidzi No. 2499). Maka dari itu berbuat kesalahan adalah sesuatu yang wajar namun tentunya sikap yang harus diambil adalah meminta maaf, ampunan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Ternyata taubat dapat membuka pintu rezeki seperti yang dijelaskan di dalam QS Hud (11): 52: Dan (Hud berkata): Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.”

7. Syukur
Sebagian dari kita sangat mudah mengucap syukur kepada Allah SWT jika mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, umumnya kita mengucapkan “Alhamdulillah”. Namun tanpa disadari sebagian kita sangat mudah mengeluh ketika ditimpa kesusahan dan menjadi kikir ketika diberikan kebaikan (lihat QS Al-Ma’arij (70): 19-21. Ayat selanjutnya (ayat 22 dan 23) menegaskan bahwa sholat dapat mengatasi sifat–sifat buruk itu. Semoga kita senantiasa ditambahkan nikmat oleh Allah SWT karena tidak mengeluh dan ingkar sebaliknya selalu ikhlas bersyukur (QS Ibrahim (14): 7).

Tujuh Prinsip ini tentunya harus dikemas dengan konsep itqan yaitu sebuah konsep dimana kita harus berusaha sebaik mungkin. Tentu saja Tujuh Prinsip tentu saja tidak cukup, bisa jadi delapan, sembilan dan sebagainya, seperti dalam bacaan lain yaitu buku “15 ways to increase your earnings” karangan Abu Ammaar Yasir Qadhi.

Dalam buku ini, Yasir Qadhi menganjurkan 15 cara untuk meningkatkan pendapatan yaitu senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, meminta maaf dan ampunan, berserah diri kepada Allah SWT, senantiasa beribadah kepada Allah SWT, bersyukur kepada Allah SWT, melaksanakan haji dan umrah, menjalin hubungan baik, membelanjakan harta di jalan Allah SWT, hijrah karena Allah SWT, menikah, mendukung mahasiswa dalam belajar ilmu ke-Islaman, berbuat baik kepada kaum miskin, jujur dalam bertransaksi, selalu ingat Hari Akhir, dan selalu berusaha mencapai tujuan. Semoga manfaat! Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah! (Murniati Mukhlisin)



Pompes Darul Funun; Bekali Santri Tentang Bahaya Narkoba

Pondok Pesantren Darul Funun (PP DF)-Padang Japang merupakan salah satu pesantren dengan sejarah perjuangan yang sangat panjang bahkan sudah eksis sebelum kemerdekaan. Sekarang ini PP DF berdiri megah dengan berbagai sarana pendukung pendidikan dan berbagai torehan prestasi regional dan nasional .

PP DF terus berpacu untuk menjadi rahim lahirnya generasi emas Indonesia yang ditandai dengan kemampuan Iman, Ilmu dan Karakter yang seimbang. Salah satunya (17/12) PP DF melaksanakan kegiatan penyuluhan bahaya narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) kepada seluruh santri/wati. H.Adia putra pimpinan PP DF menjelaskan kegiatan ini merupakan respon PP DF terhadap penyebaran serta penyalah gunaan narkoba yang sangat memprihatinkan.

Kita semua melihat bagaiman bahaya narkoba sudah merusak seluruh lampisan masyarakat, seluruh golongan sudah diracuni oleh aktivitas penyalah gunaan narkoba, lanjut Adia Putra. hal tersut mengharuskan semua komponen untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan bahaya narkoba tersebut harap, tokoh masyarakat Padang Japang ini.

Menukuk dijelaskan, melalui kegiatan ini diharapkan santri/wati untuk memahami bahaya serta dampak negatif yang dibawa oleh narkoba, saya berharap kepada seluruh santri/wati untuk memasang niat agar tidak sekali-kali mencoba terlibat dalam aktivitas penyalah gunaan narkoba, baik sadar maupun tidak sadar, sekali terlibat akan mengahcurkan masa depan kita, pungkas pensiunan Kemenag ini.

Terpisah H.Zakaria Kasi Pd.Pontren Kemenag Lima Puluh Kota menjelaskan, bahaya narkoba merupakan bahya latin yang sudah merambah semua lini kehidupan, bahaya latin tersebut sudah tidak pandang bulu, oleh sebab itu saya ingin pastikan bahwa tidak ada santri/wati kita yang terlibat dalam aktivitas tersebut, santri/wati PP DF merupakan kader-kader terbaik bangsa yang menjadi harapan umat dan bangsa kedepanya.

atas nama pribadi dan lembaga saya menyambut baik kegiatan penyuluhan tersebut, dengan harapan semoga out come dari kegiatan tersebut dapat menjadi benteng penyelamat genarasi muda dari bahaya latin narkoba terang Zakaria.

Kapada seluruh santri/wati saya mengajak untuk tampil digarda terdepan sebagai pelopor gerakan anti narkoba di pondok pesantren, mari kita jadikan pondok pesantren sebagai corong gerkan perang terhap narkoba. Mudah-mudahan kedepanya kita dapat membangun sebuah pola gerakan bersama yang mampu menjadi sarana dakwah bersama, tutup pria mudah senyum ini.

Kegiatan penyuluhan bahaya narkoba sendiri diikuti oleh ratusan santri/wati PP DF, para peserta tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan satu hari penuh. Prestasi Yes, Narkoba No. (Dedi/APP)|Mira

Sumber: https://sumbar.kemenag.go.id/berita/436675/pompes-darul-funun-bekali-santri-tentang-bahaya-narkoba



Pramuka Ponpes Darul Funun Pacu Rasa Kebersamaan Santri

Sarilamak, (Inmas)–Pondok Pesantren Darul Funun El Abbasiyah Padang Japang atau yang lebih sering kita sebut dengan Pondok Pesantren DFA semakin menunjukan kreatifitasnya dalam memupuk watak santri. Hal ini terbukti dengan semakin giatnya DFA melaksanakan latihan kepamukaan yang sudah dimulai semenjak ponpes di bawah pimpinan Adia Putra ini melaksanakan Kurikulum 2013. Kegiatan kepramukaan ini merupakan agenda wajib mingguan bagi seluruh santri sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan kepramukaan dibimbing oleh ustad dan ustadzah DFA yang sudah berpengalaman dalam bidang kepramukaan.

Adia Putra dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa kegiatan kepramukaan ini sangat didukung sepenuhnya seluruh civitas Pondok Pesantren DFA. Kita menyadari dengan kegiatan kepramukaan akan mampu melahirkan santri-santri tangguh. Di samping itu kita mengharapkan santri kita mampu mengambil hikmah bahwa kepramukaan juga mampu melahirkan jiwa-jiwa tangguh dan hebat. Pendidikan dalam kepramukaan bukan sekedar kegiatan hiburan, tapi jauh dari itu kita mengharapkan santri kita memiliki jiwa tangguh lahir dan bathin. Mengedapan akhlak dan peka terhadap sesama, jelas Adia Putra. Putra Guguak ini juga menuturkan bahwa kegiatan kepramukaan ini adalah juga untuk mempersiapkan santri pada even-even yang bisa mereka ikuti dimasa yang akan datang.

Darpepi salah seorang guru pembimbing mengatakan bahwa “kegiatan ini dapat membentuk watak anak dan remaja. Menjadi orang yang ringan tangan menolong siapa pun juga. Darpepi juga berharap kegiatan ini bisa diikuti oleh seluruh santri tiap minggunya. Kita akan buat kegiatan yang bisa melatih fisik dan mental santri dan tidak membuat santri merasa bosan dengan materi yang diberikan. Kedepan kita akan adakan kegiatan yang lebih memacu adrenalin dan kreatifitas santri. Semoga hal itu semua bisa terwujud, harap perempuan enerjik ini.

Latihan pramuka ini dilaksanakan dua kali dalam seminggu (tingkat MTs dan MA) bertempat dihalaman Pondok Pesantren DFA. Para santri terlihat sangat antusias dengan kegiatan ini. Kegiatan kepramukaan di DFA pada saat ini selain kegiatannya berupa materi juga langsung praktek dan permainan.(Debi/Nina)|DW

Sumber: https://sumbar.kemenag.go.id/berita/432225/pramuka-ponpes-darul-funun-pacu-rasa-kebersamaan-santri



Para Penyeru Kebaikan (1)

-bagian satu-

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada pada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan amal saleh dan berkata :”Seseungguhnya aku termasuk orang-orang yang beserah diri?” (Q.S. Fushilat : 33)

Mencermati dan mengikuti seruan-seruan kebaikan dari para penyeru, baik yang melalui media sosisal maupun elektronik tak jarang banyak kata-kata yang tak santun dan selalu begitu (berulang-ulang) tanpa peningkatan kualitas bahasa -baik lisan maupun tulis. Padahal kalau kita perhatikan petikan ayat di atas digunakan kata ahsan yang bermakna paling baik. Sementara sebagai seorang muslim kewajiban belajar bukankah sepanjang hayat? Apalagi sebagai seorang dai, maka sudah menjadi keharusan untuk meningkatkan keilmuannya, termasuk ilmu tentang komunikasi.

Selama masih hidup, maka peluang-peluang untuk meningkatkan kemampuan terbuka lebar. Masalahnya, terkadang dengan banyaknya “jam terbang” maka kesempatan menambah ilmu menjadi berkurang bahkan bisa jadi tidak ada waktu sama sekali. Apalagi ilmu komunikasi baik lisan maupun tulisan seakan tak penting. Padahal kalau kita mencermati lembaran siroh nabi kita, beliau adalah orang dengan tutur kata yang lembut dan menyentuh hati. Nah , ini pe-er buat para penyeru kebaikan untuk meningkatkan kualitas komunikasinya.

Kalau kita perhatikan kata yang digunakan alquran untuk menyeru kebaikan adalah da’a- ilaa atau yud’auna ilaa. Maka disini kemudian akan timbul kesan adanya dua “jarak”. jarak yang pertama adalah jarak antara penyeru dan dan yang diseru. Pemahaman adanya jarak ini seyogyanya kemudian melahirkan kesadaran bagi para dai untuk memperhatikan kondisi sosio-kultural masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan kalam Allah dalam surat ibrohim ayat 4, “Dan tidaklah kami utus seorang utusan, melainkan dengan lisan kaumnya.” Semua utusan selalu merupakan salah seorang anggota masyarakat dimana ia akan diutus. Tujuannya tentu saja agar ia lebih mudah menjalankan misinya karena pengenalan akan sosio-kultur kaumnya.

Jarak yang kedua yang timbul dari penggunaan kata tersebut adalah jarak dengan tujuan yang hendak dicapai dari aktivitas dakwah. Seorang dai sudah semestinya merasa bahwa ia pun sedang dalam menempuh perjalanan ke arah kebaikan bukan telah sampai agar timbul rasa rendah hati sehingga tidak terjebak kepada rasa sombong. Menyadari bahwa dirinya belum sampai kepada kebaikan bisa membantu dai untuk senantiasa belajar sekaligus terus menerus beramal sholeh sebagaimana tersirat dalam ayat ke-33 dari surat fushilat di atas.

Membekali diri dengan kemampuan komunikasi yang baik, pengenalan tentang kondisi sosio-kultur masyarakat serta kerendahatian bahwa antara penyeru dan yang diseru, maka keberhasilan dakwah menuju kebaikan (da’a ila Allah) insyaallah lebih mudah tercapai. Bagaimana kalau tidak? Maka para penyeru kebaikan tinggal berserah diri kepada Allah sebagaimana tersirat dari akhir ayat sebagai sebuah bentuk pengakuan bahwa hak hidayah sepenuhnya ada pada Allah. Wallahu a’lam. (j.rosyidi)

Sumber: http://www.insancendekia.org/grak/271-para-penyeru-kebaikan



Penyerahan Waqaf Al-Quran Kepada Siswa DFA

Penyerahan waqaf Al-Quran Terjemah kepada siswa DFA sebanyak 126 buah yang diperuntukkan kepada siswa tahun pertama MTs dan MA.

Program waqaf Al-Quran DFA pada tahun ini ditargetkan dapat mencapai 1000 Al-Quran terjemah yang akan diserahkan ke remaja-remaja surau di Luhak Lima Puluh Kota, sekaligus sebagai salah satu peran serta nyata kita untuk membangkik batang tarandam, yakni dengan investasi sumberdaya manusia.

Siapa yang mempelajari Al-Quran, mengajarkan, dan mengamalkan isinya, maka ia akan menjadi pemberi syafaat dan petunjuk jalan menuju surga.” (HR. Ibnu Asakir).

Pengadaan Al-Quran waqaf dapat terwujud atas bantuan dan kerjasama dari para waqif, penerbit sabiq dan syammil. Semoga Allah memberikan keberkahan dan kemudahan kepada kita semua, dan infaq ini dijadikan shadaqah jariyah.

Untuk para calon waqif yang ingin berpartisipasi dapat melalui link ini:



Menjawab Keraguan Bolehkah Zakat Untuk Pembangunan Masjid

Nama besar Prof. Dr. Syaikh Mahmoud Syaltout (1893-1963) akan tetap dikenang sebagai tokoh penting dan ulama besar Dunia Islam. Penulis Tafsir Al-Quran dan pemimpin tertinggi (Grand Syaikh) serta Rektor Universitas Al-Azhar Cairo itu diakui kredibilitasnya sebagai ahli fikih  terkemuka dan pelopor pendekatan antar-mazhab.

Sebuah pertanyaan menarik yang pernah diajukan kepadanya dijawab dengan sangat baik, “Sebagian masyarakat berpendapat bahwa setiap muslim harus mengikuti salah satu fikih  dari empat mazhab agar amal ibadah dan muamalahnya sah, apakah syaikh sepakat dengan pendapat demikian?”

Syaikh Al-Azhar itu  menjawab, “Agama Islam tidak memerintahkan umatnya supaya mengikuti mazhab tertentu. Setiap muslim boleh mengikuti mazhab apapun yang benar riwayatnya dan mempunyai kitab fikih. Setiap muslim yang mengikuti mazhab tertentu dapat merujuk ke mazhab lain (mazhab apapun) dan tidak ada masalah.”

Menurut Syaikh Mahmoud Syaltout, sudah sepantasnya umat Islam meninggalkan fanatisme buta terhadap mazhabnya, karena agama dan syariat Allah  tidak mengikuti mazhab tertentu dan tidak pula terpaku pada mazhab tertentu, akan tetapi semua pemimpin mazhab adalah mujtahid.

Pada bulan Desember 1960  Syaikh Al-Azhar Mahmoud Syaltout dan rombongan datang ke Indonesia selaku tamu negara. Dalam kesempatan itu ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Ushuluddin dari Institut Agama Islam Negeri Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah Yogyakarta (kini UIN Sunan Kalijaga) dengan promotor Prof. Mukhtar Yahya, Dekan Fakultas Ushuluddin. Penghargaan Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) diberikan kepada Mahmoud Syaltout atas jasa-jasa dan karya-karyanya yang bermanfaat bagi Dunia Islam.

Pada kunjungannya tersebut Syaikh Mahmoud Syaltout menghadiri acara dalam rangka penyambutan di Masjid Agung  Kebayoran Baru Ja- karta dan menyampaikan pidato amat menarik yang memuji berdirinya masjid yang indah dengan Imam Besarnya Buya Hamka itu.

“Bahwa mulai hari ini, saya selaku Syaikh dari Jami’ Al-Azhar memberikan nama bagi masjid ini nama “AL-AZHAR”, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Cairo.” ucap Mahmoud Syaltout.” Sejak 1961 resmilah nama “Masjid Agung Al-Azhar” sebagai pusat syiar Islam dan pangkalan perjuangan umat di pusat ibukota Jakarta.

Buku karya Syaikh Mahmoud Syaltout cukup banyak, terutama tentang agama, masyarakat dan hukum Islam. Salah satu karya Syaikh Mahmoud Syaltout yang terpenting dan memperkaya khazanah pemahaman hu- kum Islam, ialah  Fatwa-Fatwa (1973)  diterbitkan dua jilid.  Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. H. Bustami A. Gani dan Zaini  Dahlan M.A. Di antara topik bahasan yang perlu diketahui masyarakat luas di dalam kitab Fatwa-Fatwa, ialah kupasan Mahmoud. Syaltout terhadap pertanyaan, “Bolehkah zakat dipergunakan untuk mendirikan masjid atau memperbaikinya?”

Syaikh Mahmoud Syaltout sebagai ulama yang berpaham luas menulis sebagai berikut, “Masjid yang dikehendaki untuk didirikan atau diperbaiki, jika merupakan satu-satunya yang ada di suatu tempat, atau ada yang lain tetapi sangat sempit dan tidak dapat menampung penduduk di daerah itu, sehingga dirasa perlunya didirikan masjid yang baru, maka dalam keadaan seperti itu adalah sah  menurut agama membelanjakan uang zakat untuk mendirikan atau memperbaiki masjid dimaksud.”

“Pembiayaan masjid termasuk dalam pembelanjaan zakat sebagaimana dinyatakan dalam surat At-Taubah ayat 60 dengan nama “sabilillah” yaitu: (artinya) “Bahwasanya shadaqah (zakat) itu  diperuntukkan bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil (petugas zakat), orang-orang yang  dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk sabilillah, dan ibnu sabil.”

“Hal ini atas dasar bahwa perkataaan ‘sabilillah’ itu maksudnya ialah ke pentingan umum yang manfaatnya bagi sekalian kaum muslimin dan tidak terbatas pada satu golongan tertentu saja. Jadi  ia meliputi soal-soal yang bersangkutan dengan: masjid, rumah sakit, gedung-gedung pendidikan, industri-industri besi/baja, industri mesiu dan sebagainya, yang manfaatnya kembali kepada masyarakat umum.” lanjut Mahmoud Syaltout. Syaikh Mahmoud Syaltout menambahkan, “Berdasarkan itu semua, kam ingin menandaskan di sini, bahwa dalam masalah tersebut terdapat khilaf di kalangan para Ulama. Sesudah menyebut pendapat-pendapat para Ulama mengenai soal ini, Imam al-Razi mengatakan dalam Tafsirnya sebagai berikut:

‘Ketahuilah bahwa menurut dhahirnya arti perkataan wa fi sabilillah dalam ayat tersebut tidak hanya terbatas pada pejuang dan sebagainya saja. Oleh karena itu Imam al-Qaffal mensitir pendapat para Fuqaha dalam Tafsirnya, bahwa mereka membolehkan pembelanjaan harta zakat dalam segala segi kebaikan, misalnya: mengenai pengurusan jenazah, mendirikan benteng-benteng/kubu-kubu pertahanan, memakmurkan masjid dan sebagainya. Sebab sabilillah tersebut meliputi itu semua.”

“Itulah pendapat yang kami pilih dan kami kukuhi serta kami fatwakan, dengan catatan seperti keterangan kami di atas yang khusus mengenai masjid, yakni masjid yang dimaksud itu  merupakan kebutuhan pokok. Jika tidak demikian, maka pembelanjaan selain pada masjid itulah yang harus didahulukan.” pungkasnya.

Fatwa Syaikh Mahmoud Syaltout tentang substansi “sabilillah” dalam konteks masa kini sejalan dengan pendapat ulama Al-Azhar dan tokoh pembaharu Sayid  Muhammad Rasyid Ridha (wafat 1935) yang banyak dirujuk oleh kalangan ulama di berbagai negeri muslim sampai sekarang. Pengertian “fisabilillah” sebagai asnaf penerima zakat tidak terbatas pada kepentingan perjuangan yang bersifat fisik semata dalam rangka pertahanan negara dan agama, tetapi sesuai yang dipahami dari Al Quranul Karim dalam kaitan dengan pembagian zakat kepada delapan asnaf bahwa kalimat “sabilillah” ditampilkan “secara umum guna kepentingan umum pula”. Menurut hemat penulis, fatwa Syaikh Mahmoud Syaltout di atas telah cukup untuk menjawab keraguan sebagian kalangan mengenai boleh tidaknya zakat untuk pembangunan masjid.

Wallahu a’lam bisshawab.

M. Fuad Nasar

Sumber: http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/menjawab-keraguan-bolehkah-zakat-untuk-pembangunan-masjid/



Islamophobia atau Krisis Karakter

Ini menarik, di negara mayoritas, ternyata solusi tidak berjalan dengan baik, entah kalangan yang bernegara tidak paham beragama atau sebaliknya.

Mamak saya Prof Bustanul Arifin SH dalam bukunya berjudul “Masa Lampau Yang Belum Selesai” menyampaikan adanya kemandekan evolusi dalam menyesuaikan hukum Pidana dan Perdata dengan keadaan Indonesia yang riil, yang berdasar Pancasila, Berbhinneka dan mayoritas beragama Islam.

Hal ini menjadikan hukum yang digunakan dan dipahami oleh masyarakat bisa jadi berbeda dengan hukum yang berlaku secara legal, dan ini adalah masalah besar. Perkara kemandekan intelektualitas ini bisa jadi diakibatkan kurangnya intelektual yang paham akan hal tersebut.

Berangkat dari hal tersebut, jika dikalangan Intelektual saja terjadi kegersangan pemikiran seperti hal tersebut, apalah yang terjadi dikalangan awam.

Perkara seperti yang terjadi dewasa ini, kasus Ahok dan 411 di masyarakat mengikut persepsi dan pemahaman bahwa perkara ini adalah penistaan agama, dan dalam hukum dengan sangat mudah (persepsi saya) dicarikan aturan untuk lari dari persepsi masyarakat, bukan hanya karena oknum bermain, tetapi juga perundanganan yang tidak mengatur secara jelas hal ini.

Di beberapa negara yang saya amati (saya bukan ahli hukum), perkara penistaan agama sepertinya tidak bersentuhan dengan langsung dengan hukum formal, akan tetapi banyak pihak untuk menghindari kerugiaan in-material yang terlalu banyak, selalu melakukan langkah aman, yakni memberikan sanksi kepada pelaku, demi menjaga nama baik lembaga, instansi ataupun atribut non individu yang melekat kepada pelaku.

Di Indonesia, seperti yang kita saksikan, hal ini tidak berlaku, perkara berputar-putar pusing-pusing menjadi tontonan yang menghabiskan energi, entah apa maksudnya.

Berkusut-kusut seperti ini sama seperti pada umumnya yang terjadi di negara asia tenggara, tuduh menuduh, menunjuk yang kambing hitam, tidak menerima kesalahan, tidak pandai meminta maaf, dan masih bermuka jika berbuat salah, ini adalah tabiat buruk.

Jika ini adalah permasalahan karakter, karakter seperti ini adalah perkara pendidikan yang tidak selesai dari zaman Indonesia merdeka.

Jadi mengingat kisruh sosial yang coba diberikan banyak solusi oleh pemerintah tidak menjadi obat yang manjur, sepatutnya kita bertanya-tanya, kenapa perkara kecil ini dibesar-besarkan? kenapa pemerintah tidak segera menjawab MUI, kenapa aparat tidak segera merespon laporan, kenapa presiden harus lari dari massa yang datang, kenapa tiba-tiba polisi mengeluarkan helikopter untuk menyebarkan pamflet, kenapa mengambil urgensi makar dari internet, terlalu banyak kenapa artinya terlalu banyak perkara yang membentur akal logika normal.

Ketika pemaksaan logika dipaksakan oleh aparat dan pemerintah justru menjadikan pemerintah dan aparat harus menyiapkan langkah-langkah berikutnya yang kembali tidak masuk logika, dan bahkan cenderung bertindak represif pada publik, ketika ini terjadi maka menjadikan patut kita mengambil kesimpulan dan bertanya “Islamophobia atau Krisis Karakter?”, karena dua-duanya ternyata saat ini sama-sama penyakit intelektual yang beranak pinak dalam republik ini.

Harapannya, semoga kita tidak ikut tertular, lebih baik menepi sejenak.



Ummat Islam Itu Harus Kaya

Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, Konsultan Sakinah Finance, Colchester-Inggris

Masyarakat Indonesia yang bermukim di Derby-Leicester-Nottingham (Pe-DLN) UK memiliki kajian pekanan yang diselenggarakan secara online. Pada kajian Jumat pekan lalu, kami membicarakan posisi dan peranan ummat Islam saat ini dengan mengundang ustad Yusuf Mansur sebagai pembicara tamu.

Ustaz mengingatkan tentang kekuatan doa dan asmaul husna yang harusnya menjadi pegangan ummat Islam khususnya ummat Islam Indonesia supaya dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi saat ini. Dalam kesempatan tanya jawab, salah seorang anggota kajian, Nurisma Fira, dokter umum sekaligus penulis yang tinggal di Colchester menyampaikan kepada sang Ustaz bahwa dia sering mendapatkan pertanyaan dari para ilmuwan sekuler di Inggris tentang peranan Islam dalam kemajuan peradaban ummat Islam sendiri.

Apa peran Islam terhadap kemajuan peradabannya sendiri?

Ilmuwan tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa negara-negara barat yang secara kasat mata tidak ada peran Islam di dalam kehidupan masyarakatnya menujukkan kemajuan dalam peradaban sementara negara-negara Muslim yang kehidupannya diwarnai Islam bisa dikatakan tertinggal jauh dari negara-negara barat tersebut.

Menanggapi pertanyaan tersebut diatas, ustaz menjelaskan bahwa tidak tepat jika mengatakan bahwa ummat Islam saat ini tidak maju dan terbelakang. Sama seperti ummat agama lainnya, ummat Islam di seluruh dunia juga mencapai kemajuan-kemajuan di segala bidang kehidupan. Selain itu, ummat Islam juga berperan aktif dalam peningkatan kemashalatan ummat manusia. Namun, sayangnya keberhasilan-keberhasilan tersebut miskin publikasi oleh media-media saat ini.

Pendapat ustaz mungkin adabenarnya. Namun, ada baiknya kita juga kita membaca kondisi ummat Islam di berbagai belahan dunia yang dikutip media-media sebagai sarana muhasabah agar kita setidaknya termotivasi untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tadi.

Apa kata media?

Saat ini media menyatakan bahwa jumlah orang miskin di dunia mayoritas ditemukan dari negara-negara dengan sebagian besar penduduknya beragama Islam. Business Insider UK melaporkan bahwa separuh dari 25 negara termiskin di dunia saat ini adalah negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam.

Mayoritas penduduk miskin dunia adalah orang Islam! 

Miskinnya ummat Islam juga tergambar dari daftar orang terkaya di dunia yang marak dibuat media. Dari daftar tersebut, keterwakilan ummat Islam masih beraada pada tingkat yang rendah. Sebagai contoh, dari 50 Orang Terkaya Indonesia Versi Majalah Forbes Tahun 2015, jumlah orang Islam yang masuk dalam daftar tersebut bisa dihitung dengan jari. Posisi pertama dari 50 orang tadi, diduduki oleh Keluarga Hartono (Non-Muslim) pemilik perusahan rokok Djarum dan pemegang saham terbesar Bank Central Asia. Sedangkan Muslim yang masuk dalam list tersebut berada pada urutan ke-empat, Chairul Tanjung, pemilik Bank Syariah Mega Indonesia, Trans TV, dan bisnis lainnya yang kemudian diikuti oleh Achmad Hamami dan Keluarga di peringkat ke-24.

Tahun 2016 kembali Majalah Forbes melaporkan hasil risetnya tentang 100 Milyarder di Dunia Dalam Bidang Teknologi dengan total aset gabungan sebesar USD 892 milyar. Keseratus Milyader tersebutternyata berasal dari 11 negara yang tidak satu pun negara Islam (baca: Amerika Serikat (51 orang), Cina (19 orang), Kanada (5 orang), Jerman (4 orang), Korea Selatan (3 orang), Jepang (3 orang), Hong Kong (3 orang), Taiwan (2 orang), Israel (2 orang), India (2 orang), Australia (2 orang), dan Inggris Raya, Singapura, Rusia, Brazil masing – masing 1 orang).

Dalam ulasan Sakinah Finance beberapa waktu yang lalu dengan judul “Bukan Sekadar Sholat Jenazah” disebutkan bahwa hampir 80 persen dari biaya umrah, menyumbang kepada penyedia produk dan jasa yang notabene nya bukan dari pengusaha Muslim. Hal ini menunjukan ketergantungan ummat yang begitu besar pada sistem yang bukan dikuasai ummat Islam sendiri, dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari bahkan hingga pada penyelenggaraan ibadah haji dan dan umroh.

Selain dibidang ekonomi dan jasa, di bidang ilmu pengetahuan pun peran ummat Islam masih kecil sekali. Dari1360 Highly Cited Researchers (peneliti yang paling banyak dikutip karyanya) yang dikeluarkan Google Scholar bulan Juni 2016, peran peniliti Muslim atau peneliti dari universitas Islam masih sangat rendah, nyaris tidak terdeteksi.

Ummat itu harus kaya dan kuat

Nurlinawati Yunus seorang peneliti yang saat ini bermukim di Jerman dan juga aktif dalam pengajian PeDLN berpendapat bahwa ummat Islam itu harus kaya dan kuat. Setuju? Mari kita lihat ulasan berikut.

Ummat Islam harus kaya dan kuat, setuju? 

Ada hadits yang menyatakan bahwa: Orang-orang faqir kaum Muslimin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya (dari kalangan kaum Muslimin) selama setengah hari, yaitu lima ratus tahun (Hadits hasan shahîh, HR At-Tirmidzi No. 2353, 2354 dan HR Ibnu Majah No. 4122). Hal ini dikarenakan banyaknya harta si kaya yang perlu dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan waktu yang lama.

Namun hadits tersebut hendaknya tidak dijadikan pegangan supaya tidak perlu mengejar kekayaan dunia karena di hadits lain Rasulullah SAW bersabda: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim No. 2664, HR Ahmad No. 370, HR Ibnu Majah No. 79, shahih). Kuat di sini dimaknai dari segi keyakinan, perkataan dan perbuatan yang semuanya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya(konsep itqon).

Salah satu untuk menjadi Mukmin yang kuat itu adalah menjadi kaya hati, harta dan ilmu. Kaya dunia bukan diletakkan di hati tetapi di tangan karena dunia hanyalah tempat senda gurau, karena hanya kampung akhiratlah tempat yang terbaik (QS Al-An’am (6): 32).

Muslim harus kaya agar dapat mendominasi ekonomi Indonesia bahkan dunia! 

Berikut beberapa alasan mengapa ummat Islam itu harus jadi Mukmin yang kuat dalam hal harta:

Untuk menjalankan rukun Islam yang sempurna karena Muslim yang kaya dapat mengeluarkan zakat, sedekah, wakaf, berhaji dan ibadah lainnya.

Agar dapat mengenyam pendidikan yang baik, sehingga selain kaya harta, mereka juga kaya ilmu (QS Al-Mujadalah (58):11, QS At-Taubah (9): 122).

Supaya mampu memberikan hartanya di jalan Allah (QS Al-Baqarah (2): 261) dan mengikuti sunah Rasulullah SAW yang selalu menyumbangkan hartanya untuk Islam. Tidak menjadi orang yang selalu meminta – minta karena ketika hari kiamat kelak ia akan datang dengan tidak ada sekerat daging di wajahnya (HR Bukhari No. 1474 dan Muslim No.1040).

Supaya dapat memilih makanan dan pendapatan yang halal lagi thayib(QS Al-Baqarah (2):168, 172, 173), karena dengan makanan bergizi akan menjadi sehat dan sigap sehingga dapat menjadi produktif.

Untuk memberikan nafkah yang layak untuk istri dan anak-anaknya (QS An-Nisaa (4) : 34).

Supaya dapat memberikan harta waris yang layak untuk keluarganya (lihat HR Bukhari No. 2742 berkenaan dengan Saad IbnAbi Waqqas dan harta waris yang layak untuk anaknya).

Agar dapat mendominasi ekonomi Indonesia bahkan dunia sehingga dapat menjalankan sistem ekonomi tanpa riba (QS Al-Baqarah (2): 275).

Supaya dapat duduk di tempat strategis, membuat keputusan sesuai dengan ajaran Islam, yang sesungguhnya merupakan rahmat bagai seluruh alam, bagi semua manusia di muka bumi ini (QS Al-Anbiya (21): 107).Bagaimana, siap jadi bagian dari ummat yang kaya dan kuat? Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

 



Mengenang Jejak Langkah Prof. H. Bustanul Arifin, S.H.

Sang Perintis…

Pernah menjadi jembatan penghubung antara MA dan Depag. Menyumbangkan sebagian besar episode hidupnya untuk mengembangkan hukum Islam dan peradilan agama di Indonesia. Mahakaryanya berupa UU Perkawinan dan KHI.

Pada akhir tahun 1970-an, hubungan Mahkamah Agung (MA) dan Departemen Agama (Depag) menegang. Salah satu pangkal masalahnya ialah soal kasasi. Depag bersikeras putusan dari peradilan agama tidak boleh diajukan kasasi ke MA.

“Di samping prosedurnya belum ada, juga karena belum ada hakim agung bidang agama di MA,” kata Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Depag, H. Ichtijanto SA, S.H., sebagaimana ditulis Tempo edisi 14 April 1979.

Sebaliknya, demi memberi akses masyarakat untuk memperoleh keadilan, MA tetap membuka pintu kasasi, bahkan kasasi itu bisa langsung diajukan ke MA tanpa melalui pengadilan agama.

“Kalau tidak ke MA mau minta kasasi ke mana lagi?” ujar Ketua MA saat itu, Prof. Oemar Seno Adji, S.H.

UU Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman tahun 1970 memang mengatur bahwa MA merupakan puncak peradilan yang membawahi peradilan umum, peradilan agama dan peradilan militer. Namun UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sama sekali tidak mengatur mengenai upaya kasasi perkara-perkara perdata agama yang jadi kewenangan peradilan agama.

Ketegangan antara MA dan Depag itu mulai mengendur pada tahun 1979. Ketua MA mengeluarkan SK No. 3/KMA/1979tertanggal 10 April 1979 tentang “Penyelesaian Pemeriksaan  dalam Kasasi Perkara-perkara yang Berasal dari Pengadilandalam Lingkungan Peradilan Agama”. SK tersebut perlu dikeluarkan lantaran perkara kasasi yang kian menumpuk di MA, baik melalui peradilan agama sendiri maupun yang diterima langsung oleh MA dari pemohon, perlu segera dibereskan.

Nah, dalam SK itu, nama Bustanul Arifin, S.H. turut disebut. Ia ditunjuk oleh Ketua MA menjadi salah satu di antara enam hakim agung MA yang bertugas menyidangkan dan menyelesaikan perkara-perkara kasasi dari peradilan agama. Lima hakim agung lainnya adalah Ny Widoyati Wiratmo Soekito S.H., Z.
Asikin Kusumah Atmadja, S.H., B.R.M. Hanindyopoetro Sosropranoto, S.H., Purwoto S. Gandasubrata, S.H., dan Kaboel Arifin, S.H.

Sejak itu, hubungan MA dan Depag tidak lagi menegang. Hubungan itu kian membaik ketika untuk kali pertama dalam sejarah, pada tahun 1982 MA memiliki Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama (Tuada Uldilag). Hakim agung yang terpilih jadi Tuada Ulidlag itu tidak lain adalah Bustanul Arifin. Ia diangkat berdasarkan Keppres No. 33/M/1982 tertanggal 22 Februari 1982.

Setahun kemudian, jurang pemisah antara MA dan Depag semakin hilang. Itu terjadi ketika Ketua MA Mudjono dan Menag Alamsyah meneken Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB tertanggal 7 Januari 1983 itu berisi empat hal: pengangkatan hakim peradilan agama, pengawasan hakim peradilan agama, pemberian bantuan hukum, dan pembentukan lembagakonsultasi antara kedua instansi.

Mencairnya hubungan antara MA dan Depag membuat Bustanul Arifin dapat lebih mengaktualisasikan diri dan memberi kontribusi yang lebih besar untuk pengembangan hukum Islam dan peradilan agama di Indonesia.

Hal itu terbukti dari dua momen penting dalam hidupnya. Yang pertama ialah saat ia dipercaya menjadi ketua tim penyusun RUU Peradilan Agama. RUU itu sebenarnya sudah dipersiapkan sejak 1971, berdasarkan Inpres Tahun 1970. Hanya, naskah yang berisi pokok-pokok dan kandungan RUU Peradilan Agama ketika itu tak bisa dilanjutkan ke DPR. Menteri Kehakiman waktu itu menyarankan agar RUU tersebut disampaikan setelah UU MA dan UU Peradilan Umum disahkan DPR.

Pada masa Menteri Agama Mukti Ali, usaha penyusunan RUU Peradilan Agama dimulai lagi. Ketika itu tim penyusun beranggotakan wakil-wakil dari MA, Departemen Kehakiman, Departemen Agama, Universitas Indonesia, dan Fakultas Syar’iyah IAIN Jakarta. Tim itu yang diketuai Bustanul Arifin itu terbukti berhasil menyusun RUU Peradilan Agama dan RUU Acara Perdata Agama. Akhirnya dua RUU itu dijadikan satu dan disahkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Momen penting lainnya ialah kala Bustanul Arifin diberi amanah untuk memimpin tim penyusun rancangan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Saat itu, selain jadi Tuada Uldilag, ia juga jadi Sekjen Perhimpunan Ahli Hukum Islam Asia Tenggara. Saat menyusun rancangan KHI, ia dibantu Prof. Chalid, Masrani Basran, Amiruddin Nur, dan Muchtar Zarkasyi.

Gagasan penyusunan KHI itu merupakan tindak lanjut atas SKB Ketua MA dan Menag yang diteken pada 1985. Berisi tentang perkawinan, waris dan wakaf, rancangan KHI itu jadi pada Desember 1987 lalu diseminarkan setahun berikutnya. Pada akhirnya, KHI itu disahkan oleh Presiden Soeharto melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.

***

Bustanul Arifin dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat, pada tanggal 2 Juni 1929. Ia anak terakhir dari enam bersaudara, putra pasangan Andaran Gelar Mahatajo Sutan-Kana.

Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar Belanda. Bukan sekolah agama memang, tapi sebagaimana anak laki-laki di Minangkabau, Bustanul kecil tidak punya tempat di rumah. Maka kehidupan kanak-kanaknya hingga menjelang dewasa dilewatkan di surau. Di tempat itulah Bustanul mempersiapkan pelajaran sekolahnya. Di surau pula ia belajar membaca al-Qur’an.

“Kelas dua SD saya sudah khatam al-Qur’an,” ungkap Bustanul, sebagaimana tertulis di buku Mutiara yang Tak Terlupakan.

Bustanul belajar mengaji kepada pamannya yang bernama sama dengan nama salah seorang sahabat Nabi saw. Ibnu Abbas. Pada masanya, pamannya itu adalah qari ternama di daerahnya. Selain belajar mengaji kepada pamannya, Bustanul pun memperoleh pemahaman tauhid dari kakeknya, Tuanku Keramat.

“Biasanya pada bulan Ramadhan saya tinggal di rumah kakek. Sesudah makan sahur sampai subuh saya mengaji kepada beliau. Seperti paman saya, datuk saya pun buta huruf latin,” kenang Bustanul.

Surau makin akrab dengannya, ketika setamat SD, Bustanul tidak boleh melanjutkan sekolah ke SMP. Ketika itu, satu-satunya SMP ada di Padang sementara jarak antara Payakumbuh-Padang waktu itu terasa amat jauh. Namanya anak-anak, dilarang melanjutkan sekolah Bustanul malah senang. Dua setengah tahun Bustanul tidak sekolah. Selama masa itu, pekerjaannya sehari-hari ialah pergi ke sawah, lading, mengaji, belajar silat, dan membaca buku.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia, Bustanul sempat masuk Seinenda yang pelatihannya amat keras. Mungkin karena itu, meskipun baru berusia belasan, Bustanul diperlakukan bagai orang dewasa. Dia mulai sering diminta bertabligh. Karena sering diminta bertabligh itulah, mau tidak mau Bustanul terus menambah ilmu-ilmu keislaman, baik dari hasil bacaan, maupun dari pergaulan.

Ketaatan kedua orang tua Bustanul dalam beribadah, juga meninggalkan jejak mendalam di hatinya; Begitu mendalam, sampai-sampai ketika masih SMP Bustanul menyatakan hasratnya untuk mengikuti jejak kedua orang tuanya masuk tarekat. Tetapi, hasranya itu dicegah ibunya: “Jangan. Kamu berdosa nanti, karena kamu masih sering hilir mudik ke sana ke mari, dan ketawa-ketawa”.

Sekitar tahun 1947, ketika masih kelas dua SMP, Bustanul sakit keras selama enam bulan. Entah apa penyakitnya, yang jelas obat-obatan susah didapat karena diblokade oleh Belanda. Begitu parahnya penyakit yang mendera Bustanul, sehingga dia pernah koma selama 24 jam. Dokter yang menanganinya sudah menyerah, dan menyatakan tidak ada lagi harapan hidup bagi Bustanul.

Semua sanak famili telah berkumpul seraya membaca surat Yasin di sekitar tempat tidur. Dalam keadaan demikian, ibun Bustanul bernadzar: “Kalau kamu sembuh nanti, ibu akan sekolahkan kamu ke Sumatera Thawalib supaya bisa berguru ke Inyik Candung (Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli – pen)”. Konon, dalam keadaan koma, Bustanul mengiyakan nadzar ibunya itu.

Sesudah ternyata Bustanul sembuh, Ny. Kana bermaksud melaksanakan nadzarnya. Bustanul pun sudah bersiap-siap berangkat ke Sumatera Thawalib. Namun ayahandanya punya pendapat lain. Menurutnya, jika Bustanul dikirim ke Sumatera Thawalib, dia harus mengulang kembali pelajarannya dari awal. Padahal Bustanul sudah kelas dua SMP. Lagi pula, kata ayahndanyaL “Agama itu, kemampun kita berjalan asal niatnya sudah betul, sudah dapat.

Akhirnya Ny. Kana membatalkan nadzarnya dengan membayar kafarat. Kelak, ketika Bustanul sudah menjadi mahasiswa Fakultas Hukum UGM, ayahnya berkirim surat – sesuatu yang di luar kebiasannya. Isi surat itu antara lain: “Kamu sekarang sudah sekolah tinggi hukum. Satu hal jangan pernah kamu lupakan: tidak bergerak selain di jalan Allah.”

Kalimat terakhir itu digarisbawahi. Tidak lama sesudah berkirim surat tersebut, ayahnya Bustanul wafat. Karena itu Bustanul menganggap surat itu sebagai wasiat. Wasiat dan keinginan ibundanya menyekolahkan Bustanul ke lembaga pendidikan Islam, kelak mempengaruhi jalan hidupnya.

Sebuah keajaiban dialami Bustanul. Dirinya yang selama di SMP aktif berorganisasi – antara lain pernah menjadi sekretaris Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) Sumatera yang diketahui oleh Bustaman (kini Dr. S.H. –pen), tidak terlalu baik prestasi belajarnya, dalam ujian akhir SMP justru meraih prediket terbaik se-Sumatera Tengah. Karena prestasinya itu, pemerintah RI berniat menyekolahkan Bustanul ke Singapura dengan beasiswa. Karena itulah setamat SMP pada 1948, Bustanul tidak segera mendaftar ke SMA Bukittinggi. Dia menunggu kabar dari ibu kota, Yogyakarta. Namun, karena terjadi agresi Belanda, kabar dari Yogya tidak pernah diterimanya, dan rencana melanjutkan sekolah ke Singapura pun gagal.

Bustanul kemudian mencemplungkan diri ke kancah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dia bergabung ke dalam Pasukan Mobil Teras “Gerilya Antara” Sektor II Front utara Payakumbuh. Dalam pasukan itu, Bustanul menjadi anggota Brigade Tempur Istimewa.

Sesudah pengakuan kedaulatan, 1949, Bustanul berangkat ke Jakarta dan masuk SMA. Tahun 1951, Bustanul lulus. Tahun itu juga dia berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi di Fakultas Hukum UGM (ketika itu bernama Fakultas Hukum; Ekonomi, Sosial, dan Politik –pen). Bustanul kuliah sambil aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta. Atas desakan teman-temannya, Bushtanul menjadi Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta (1954-1955). Selain aktif di organisasi, Bustanul pun mengajar di salah satu SMA swasta.

Sesudah lulus dari fakultas hukum pada akhir 1955, Bustanul meniti karier sebagai hakim di Semarang. Sambil bekerja sebagai hakim, Bustanul mengajar di sebuah SMA swasta. Suatu hari beberapa temannya mengajak mendirikan perguruan tinggi. “Masak mau mengajar di SMA terus,” kata mereka. Sejak itulah Bustanul terlibat aktif dalam panitia pembentukan Universitas Semarang yang kemudian menjadi Universitas Diponegoro. Ketua panitiana Imam Bardjo, pernah menjadi Jaksa Tinggi di Jawa Tengah. Mantan Ketua Mahkamah Agung, Mr. Soerjadi, turut pula dalam kepanitiaan.

Waktu rapat pembagian tugas mengajar, Bustanul langsung menawarkan diri untuk memegang mata kuliah hukum pidana sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun rapat terbentur pada siapa yang akan mengajar mata kuliah hukum Islam, padahal mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah wajib di fakultas hukum. Akhirnya ketua panitia memutuskan bahwa mata kuliah hukum Islam harus dipegang Bustanul.

“Mata kuliah hukum Islam harus kamu yang memegang. Yang bisa baca Qur’an cuma kamu. Masak kami yang tidak membaca al-Qur’an harus mengajar hukum Islam,” kata Bardjo mendesak. Akhirnya resmilah Bustanul memegang mata kuliah hukum Islam. Karena harus mengajar sesuatu yang bukan disiplin ilmunya, mau tidak mau Bustanul pun mesti giat belajar. Yang amat disyukurinya, buku-buku mengenai hukum Islam relative mudah diperoleh.

Kebiasaannya di kampong dan di Yogya, juga terus berlanjut. Di Semarang, Bustanul dekat dengan para ulama dan tokoh-tokoh Islam seperti K.H. Moenawar Cholil, K.H.A Gaffar Ismail (Pekalongan), dan Imam Sofwan. “Kalau saya berkunjung ke rumah Kiai Moenawar Cholil, atau beliau mengunjung isaya, bisa dipastikan subuh baru kami selesai ngobrol,” ungkap Bustanul tentang keintimannya dengan Kiai Moenawar Cholil.

Ketika Bustanul diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Negeri Kalimantan Selatan dan Tengah yang berkedudukan di Banjarmasin (1966-1968), mengingat frekuensi kesibukannya yang demikian tinggi, dirinya menduga waktunya akan habis mengurusi tugas, dan tidak ada lagi waktu luang untuk berkomunikasi dengan para ulama. Dugaan Bustanul itu ternyata keliru. Di Banjarmasin, dia tetap dekat dengan para ulama.

Dalam menjalin komunikasi dengan para ulama dan tokoh-tokoh agama, Bustanul sama sekali tidak memandang latar belakang politik atau pendirian tokoh yang bersangkutan. Dengan mantan Perdana Menteri RI dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Mohammad Natsir (1908-1993) pun, Bustanul menjalin hubungan cukup akrab.

Di tengah perdebatan soal RUU-PA, dua kali Natsir mengundang Bustanul untuk berceramah soal RUU-PA. Pertama di depan para ulama dan pimpinan pondok pesanteren se-Jawa Barat, di Sukabumi. Kedua, di depan para da’i Dewan Dakwah dari seluruh Indonesia yang dikumpulkan di Jakarta. Kedua undangan itu, dipenuhi Bustanul. Tetapi karena Natsir adalah salah seorang penandatanganan Petisi 50 salah seorang sejawatnya di Mahkamah Agung, sempat mempertanyakan kesediaan Bustanul memenuhi undangan Natsir. Dan Bustanul menjawab pertanyaan itu dengan tegar: “Mengapa tidak? Pak Natsir itu kan Ketua Dewan Dakwah, tokoh agama yang banyak jasanya untuk negara kita. Jangankan Pak Natsir, orang komunis pun kalau mereka meminta saya menerangkan soal agama, akan saya penuhi.

Dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 tahun 1968 tertanggal 3 Februari 1968, Bustanul diangkat menjadi Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI. Ketika diangkat menjadi Hakim Agung itu, usia  Bustanul baru 38 tahun.

Sesudah 14 tahun menjadi Hakim Agung, pada tanggal 22 Februari 1982 melalui Keppres No. 33/M Tahun 1982, Bustanul diangkat menjadi Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan  Lingkungan Peradilan Agama.  Jabatan itu dipangkunya sampai saat Bustanul memasuki masa pensiun pada 30 Juli 1994.

***

Pada 18 September 2012, ketika Badilag menggelar acara puncak Peringatan 130 Tahun Peradilan Agama di Hotel Mercure Jakarta, Bustanul Arifin hadir di sana. Ia banyak bercerita dan membagi nasehatnya ketika para sesepuh dan tokoh peradilan agama berkumpul.

Mengawali ceramahnya, Pak Bus—demikian sapaan akrabnya—menegaskan peradilan agama harus terus mengikatkan diri pada landasan syar’i dalam membuat putusan. Menurutnya, ilmu hakim berbeda dengan ilmu hukum.

“Jika ilmu hukum hanya mengandalkan nalar, maka ilmu hakim harus menyeimbangkan ilmu nalar dan ilmu naluri,” ujarnya.

Pak Bus juga mengatakan peradilan agama sejak dulu sudah dihormati oleh lembaga luar negeri dan sering diundang dalam acara internasional. Itu karena, salah satunya, SDM peradilan agama mumpuni.

Pak Bus mengenang masa ketika menjadi Tuada Uldilag. Kala itu Pak Bus mendapat undangan istimewa untuk menyampaikan makalah seputar perkembangan peradilan agama di Belanda. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, ditambah literatur bahasa Belanda yang familier, Pak Bus mampu mempesona para peserta dalam acara tersebut.

Kepada para hakim peradilan agama di masa sekarang, Pak Bus berharap agar bisa lebih meningkatkan diri dengan mempelajari berbagai ilmu hukum. Di samping itu, menurut Pak Bus, para hakim perlu menguasai bahasa asing, agar dapat bergaul dengan berbagai kalangan, termasuk dari luar negeri.

Kini Pak Bus telah tiada. Bukan saja keluarga besar peradilan—khususnya peradilan agama—yang berduka. Umat Islam dan anak-anak bangsa juga layak kehilangan sosoknya. Itu karena Pak Bus bukan saja tokoh peradilan, namun juga tokoh Islam dan tokoh bangsa.

Selamat jalan, Pak Bus. Selamat jalan, Sang Perintis…

[hermansyah l rahmat arijaya]

Sumber: http://www.badilag.net/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/mengenang-jejak-langkah-prof-h-bustanul-arifin-s-h



Orang Baik Banyak Teman, Penyeru Kebaikan Banyak Musuh

Untaian Hikmah nan Indah

ما الفرق بين الصالح والمصلح ؟

Apa bezanya Orang Baik (Soleh) dan Penyeru Kebaikan (Musleh)..?

الصالح خيره لنفسه والمصلح خيره لنفسه ولغيره.

Orang Baik, melakukan kebaikan untuk dirinya.
Sedangkan Penyeru Kebaikan (Musleh) mengerjakan kebaikan utk dirinya dan orang lain..

الصالح تحبُه الناس. والمصلح تعاديه الناس .

Orang Baik, dicintai manusia..
Penyeru Kebaikan dimusuhi manusia..

لماذا !!!؟
Kenapa begitu…?!?!

الحبيب المصطفى(صلى الله عليه وسلم) قبل البعثة أحبه قومه لأنه صالح .

Rasulullah SAW sebelum diutus, baginda dicintai oleh kaumnya kerana baginda adalah orang baik..

ولكن لما بعثه الله تعالى صار مصلحًا فعادوه وقالوا ساحر كذاب مجنون.

Namun ketika Allah ta’ala mengutusnya sebagai Penyeru Kebaikan, kaumnya langsung memusuhinya dengan menggelarkannya; Tukang sihir, Pendusta, Gila..

ما السبب ؟
لأن المصلح يصطدم بصخرة
أهواء من يريد أن يصلح من فسادهم .

Apa sebabnya..?
Kerana Penyeru Kebaikan ‘menyikat’ batu besar nafsu angkara dan memperbaikinya dari kerosakan..

ولذا أوصى لقمان ابنه بالصبر حين حثه على الإصلاح لأنه سيقابل بالعداوة.

Itulah sebabnya kenapa Luqman al hakim menasihati anaknya agar BERSABAR ketika melakukan kebaikan, kerana dia pasti akan menghadapi permusuhan..

( يا بني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانهَ عن المنكر واصبر على ما أصابك )

Hai anakku tegakkan solat, perintahkan kebaikan, laranglah kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpamu..

قال أهل الفضل والعلم : مصلحٌ واحدٌ أحب إلى الله من آلاف الصالحين ،

Berkata ahli ilmu:
Seorang penyeru kebaikan lebih dicintai Allah daripada ribuan orang baik…

لأن المصلح يحمي الله به أمة ،والصالح يكتفي بحماية نفسه .

Kerana melalui penyeru Kebaikan itulah Allah jaga umat ini..
Sedang orang baik hanya cukup menjaga dirinya sendiri…

فقد قال الله عزَّ و جلَّ في محكم التنزيل :

Allah SWT berfirman :

( وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُون َ).

_”Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan satu negeri dengan zalim padahal penduduknya adalah penyeru kebaikan..”_

ولم يقل صالحون …

Allah tidak berfirman;
“…Orang Baik (soleh)”

كونوا مصلحين ولا تكتفوا بأن تكونوا صالحين.

Maka jadilah *PENYERU KEBAIKAN*, jangan merasa puas hanya sebagai *ORANG BAIK* saja…



Orang Minang Menghadapi Agresor Belanda

Perang Sabil Melawan ‘Musuh Allah dan Musuh Kita’

Pada pertengahan Juli 1947, kaum Muslim di Indonesia sedang menunaikan ibadah puasa. Suasana Ramadahn tentu terasa di mana-mana, juga di Sumatera Barat: surau dan mesjid diramaikan oleh jemaah yang melaksanakan shalat taraweh.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh serangan Belanda yang dilakukan secara mendadak. Belanda menyerang titik-titik penting wilayah Republik Indonesia, terutama di Jawa dan Sumatera. Banyak orang tidak menyangka bahwa Belanda tanpa rasa malu melanggar kesepakatan damai Perundingan Linggarjati yang baru saja ditandatangani pada 25 Maret 1947.

Pada 20 Juli 1947 Belanda melancarkan perang yang kemudian dikenal sebagai Agresi Belanda I.  Belanda, melalui mulut H.J. van Mook, tidak mengakui perjanjian yang sudah disetujuinya sendiri.

Maka, tentu dapat dikira betapa marahnya rakyat Indonesia pada waktu itu. Mereka makin dapat melihat sifat bangsa Belanda yang sebenarnya. Namun, serangan sporadis tentara Belanda dengan persenjataan modern yang lengkap tidak membuat mereka takut. Malah sebaliknya: semangat untuk mempertahankan Republik justru makin menggebu.

Artikel ini mengajak kita menjemput kenangan hari-hari pertama Agresi Belanda I itu, sekedar untuk mengajak pembaca memaknai peringatan Hari Pahlawan kali ini dengan melihat peran para ulama dan rakyat berderai pada umumnya.

Sekitar seminggu setelah Belanda melancarkan serangan keji itu, kaum ulama Minangkabau mengeluarkan fatwa perang sabil melawan agresor Belanda. Saya beruntung menemukan dua lembar selebaran yang memuat seruan jihad itu di Belanda. Dokumen itu saya temukan ketika membongkar arsip NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service yang panjangnya kurang-lebih 7 meter yang tersimpan di Nationaal Archef Belanda di Den Haag.

14473839751754945709

“MAKLUMAT. KEPUTUSAN RAPAT PARA ALIM ULAMA DAN MUBALLIGIN S. BARAT. Pada petang Sabtu tgl. 25-26 Djuli 1947 di [gedung] Tamoe Agoeng Boekittinggi”, demikian kata-kata pembukaan pada halaman pertama selebaran ajakan merang sabil melawan aggressor Belanda itu. Berikut lanjutannya:

“Pada tanggal terseboet telah berapat para Alim Ulama dan Muballigin jg terkemuka di Sumatera Barat, buat memperkatakan serangan Belanda dan perang kolonialnja mulai tanggal 20 Djuli 1947 dengan tjara besar2an dan biadab itu, Ulama dan Muballigin telah mengambil keputusan:

  1. PENGERAHAN PERANG SABIL TERHADAP BELANDA, MUSUH ALLAH DAN MUSUH KITA.
  2. HUKUM PERANG SEKARANG ADALAH FARDHU ‘AIN ATAS TIAP2 MUKALLAF LELAKI DAN PEREMPUAN.

Dan unt[uk] melantjarkan perang Sabil ini, para Ulama dan Muballigin telah menentukan tugas pekerdjaannja sebagai berikut:

  1. Mempererat rasa persatuan untuk kemenangan.
  2. Mengobar-ngobarkan semangat djihat (sic) dan sjahid.
  3. Memperhebat rasa pengorbanan rakjat: darah, njawa, harta benda, tenaga dan pakaian.
  4. Turut mengumpulkan pengorbanan rakyat bersama-sama badan jang telah ditetapkan, atau diberi kuasa sendiri oleh pemerintah, ump[pamanya]: mengumpulkan emas, padi lumbung perang dll.
  5. Membawa rakjat patuh, thaat pada agama, karena menurut paham agama, bahwa meninggalkan segala jang dilarang Allah, serta mengerdjakan suruhan[n]ja dalam masa perang, adalah mendjadi satu sjarat kemenangan.
  6. Membawa rakjat patuh kepada pemerintah dan Negara Republik Indonesia.
  7. Mengandjurkan supaja seluruh kaum muslimin dan muslimat lelaki perempuan siap sedia dan waspada dengan segala matjam sendjata apapun djuga. Ump[amanya]: tombak lembing, pisau; kapak dan sebagainja, untuk menjambut segala kemungkinan dan buat menghantjurkan musuh Allah dan musuh kita.

————————————————————-

SIARAN:

DEWAN PERTAHANAN

DAERAH SUMATERA BARAT

Bag: PUBLIKASI

Dapat kita menduga bahwa kedua lembar selebaran itu jatuh ke tangan Belanda mungkin lewat bantuan ‘jasa’ intel-intel Melayu NEFIS. Namun, hal itu memberi penjelasan kepada Belanda bahwa bangsa Indonesia tidak takut menghadapi agresi militer yang mereka lancarkan, yang bertujuan untuk menjajah Indonesia kembali.

Lembaran kedua berisi himbauan untuk melancarkan perang jihad melawan Belanda, diawali dengan kata-kata: “PENGERAHAN PERANG SABIL TERHADAP BELANDA

MUSUH ALLAH DAN MUSUH KITA”.

Kata-kata berikutnya adalah seruan untuk melakukan perang sabil:

“Belanda telah njata2 berniat hendak melebur Agama Tuhan dan menghantjurkan Negara kita.

Belanda telah memerangi kita didarat, diudara, dan dilautan.

Tengah kita melakukan ibadat PUASA, dibulan jang sutji ini, tiba2 kita digempur.

Oleh sebab itu kami Ulama2 Besar diatas nama kaum MUSLIMIN dan MUSLIMAT, dengan ini mengerahkan:

“PERANG SABIL”

terhadap Belanda, musuh Allah dan musuh kita.

KEPADA SELURUH KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MUKALLAF DISERUKAN SUPAYA: BERJIHAD DENGAN KEIMANAN DAN KEJAKINAN, DENGAN HARTA; NJAWA, TENAGA DAN PIKIRAN.

KEPADA SELURUH ULAMA JANG BERTANGGUNG DJAWAB LANGSUNG TENTANG KETINGGIAN AGAMA SUTJI KITA, BERIKANLAH TENAGA JANG SEBESAR-BESARNJA DALAM MELAKSANAKAN PERANG FI SABILILLAH JANG TENGAH KITA LANTJARKAN INI, DAN BERTJAJALAH BAHWA ALLAH DIPIHAK KITA.

Firman ALLAH: artinja:

  1. PERANGILAH OLEHMU AKAN MUSUH2 KAMU JG TENGAH MEMERANGI KAMU (KERAS LAWAN KERAS) (Albaqarah ajat).
  2. BUNUHLAH OLEHMU AKAN MUSUH2 KAMU DIMANA SADJA KAMU DJUMPAI (Albaqarah ajat).

KAMI ATAS NAMA ‘ALIM ULAMA SUMATERA BARAT:

  1. Sech Mhd. Djamil Djambek Bukit Tinggi
  2. Sech Abbas Abdullah Pajakumbuh
  3. Sech Ibrahim Musa Parabek Bukit Tinggi
  4. Sech Daoed Rasjidi Balingka Bukit Tinggi
  5. Sech Suleiman Arrasuli Tandjung Bukit Tinggi
  6. Sech Abd. Wahid Tabek Gadang Pajakumbuh
  7. Sech H. Mhd. Said Batusangkar
  8. Sech H. Adjhuri Batusangkar
  9. Sech Ibrahim Tjakar Pajakumbuh
  10. Sech Mustafa Abdullah Pajakumbuh

Sekali Merdeka Tetap Merdeka!

Bukittinggi 27 Djuli 1947

Peringatan:

Maklumat ini hendaklah dibatjakan dimesdjid2 Djumat dan sesudah sembahjang tarawih disurau2 dan langgar2.

  1. Berdasarkan kepada “maklumat” ini diwadjibkan kaum Muslimin memberi nafkah perang, apabila diminta oleh badan pemerintah jang bertanggung djawab, kalau tidak berdosa besar.

 

Pertj[etakan] NRI                                                 Siaran DPD

 

Demikian salinan dari selebaran yang berisi himbauan dari kaum ulama Minangkabau untuk melakukan perang fi sabilillah melawan Belanda menyusul dilancarkannya agresi militer oleh bekas bangsa penjajah itu terhadap negara Republik Indonesia yang masih bayi merah itu.

Dokumen ini mengungkapkan peram ulama Sumatera Barat dalam menggerakkan massa melawan decolonisatieoorlog yang dilancarkan Belanda di Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa massa rakyat – besar, kecil, tua, muda, lelaki, perempuan – dengan gagah berani maju ke depan menghadang peluru-peluru tentara Belanda.  Ribuan kesuma bangsa gugur di medan perang itu.

Seperti halnya lima pahlawan nasional baru yang ditetapkan berdasarkan Kepres 116/TK Tahun 2015 (Bernard Willem Lapian, Mas Iman, Komjen Pol Moehamad Jasin, I Gusti Ngurah Made Jelantik, dan Ki Bagus Hadikusumo), Sech/Syekh Djamil Djambek dan kawan-kawannya, dan juga seluruh rakyat Sumatera Barat yang sudah berjuang melawan agresi Belanda, dengan mengorbankan harta, benda, dan nyawa mereka, adalah pahlawan bagi bangsa dan negara ini.

Mereka semua telah tiada: jiwa-jiwa yang telah “melayang untuk kemerdekaan, kemenangan, dan harapan”. Dan seperti kata Chairil Anwar lagi: mereka “tidak lagi bisa berkata”, “tapi adalah kepunyaan” kita. “Kenang, kenanglah” mereka. Sebisamu!

Dr. Suryadi – Leiden University, Belanda



Ar-Rahman

Siapakah dia yang sifat kasih sayangnya begitu sempurna? Mulanya penduduk Mekkah tidak mengenal siapa itu ar-Rahman.

Sebagaimana terukir dalam surat al-Furqon ayat ke 60, Dan apabila dikatakan kepada mereka :”Sujudlah kepada ar-Rahman,” mereka menjawab : Siapakah ar-Rahman itu?”

Alquran sendiri kemudian dalam beberapa kali kesempatan, seperti pada surat Al-Isra ayat 110, menggunakan kata ar-Rahman sebagai kata ganti Allah sebagai dzat yang disembah. Bahkan dalam az-zukhruf ayat 45 ditegaskan bahwa rosul-rosul pun menyeru untuk menyembah ar-Rahman (Allah yang Maha Pemurah).

Ar-Rahman. Dialah dzat yang mengajarkan alquran. Demikian dua ayat pertama dari surat yang menurut riwayat al-Baihaqi dijuluki sebagai pengantin alquran karena keindahannya. Pertanyaannya yang kemudian muncul kenapa Allah atau ar-Rahman mensifati dirinya sebagai dzat yang mengajarkan alquran dengan nama Ar-Rahman, bukan dengan nama-nama yang lain?

Mengomentari hal ini, sahabat Ali k.w. menuturkan bahwa semulia-mulia pelajaran adalah pelajaran Alquran. Semulia-mulai pengajar adalah orang yang mengajarkan alquran. Semulia-mulia pelajar adalah pelajar yang mempelajari alquran. Semulia-mulia majlis adalah yang di dalamnya terdapat pengejaran alquran.

Sahabat Ibnu Abbas r.a. suatu ketika pernah ditanya oleh seorang arab badui tentang seberapa sering ia menghatamkan alquran.
“Wahai ibnu Abbas, berapa kali engkau menghatamkan Alquran?”
Beliau tidak langsung menjawab, malah bertanya balik kepada si penanya.

“Apa yang engkau maksud dengan menghatamkan alquran? Apakah menghatamkan bacaannya? Ataukah memahami maknanya? ataukah mengamalkannya? ”

Setelah beliau melihat si penanya kebingungan, beliau pun menjawab. “Kalau yang kau maksud adalah menghatamkan alquran dalam artian membaca, dalam satu minggu aku bisa menghatamkan delapan kali. Kalau yang kau maksud adalah memahami maknanya, aku baru tiga kali. Kalau yang kau maksud adalah mengamalkan, Aku baru sampai ayat kelima.”

Dengan alquran sebagai panduan, seharusnya seorang muslim berakhlak yang baik -akhlaqul karimah. Karena ketika berinteraksi dengan alquran kita akan mendapati bahwa ayat-ayat tentang kasih sayang Allah jauh lebih banyak dari pada ayat-ayat tentang ancamanNya. Bukankah RahmatNya mencakup segala sesuatu?

Bukankah rahmatNya senantiasa mendahului murkaNya? Bukankah rosul diutus untuk menyempurnakan akhlaq? Bukankah akhlaq beliau yang kita jadikan sebagai teladan adalah alquran sehingga beliau dijuluki alquran yang berjalan?

Sekarang mari kita bertanya pada diri kita dimana posisi kita dalam berinteraksi dengan alquran? Sudah berapa kali kita khatam alquran, meski untuk sekedar membacanya saja? Atau alquran yang ada di rumah kita sudah berdebu dan kusam karena jarang kita sentuh?

Ataukah hidup kita saat ini jauh dari tuntunan-tuntunan ilahi yang dihadirkan dalam alquran? (Jamaluddin Rosyidi)

sumber: http://www.insancendekia.org/grak/263-ar-rahman



Abawaahu: Sang Penjaga Fitrah Anak

Bahasa arab merupakan bahasa yang unik dan lentur sehingga memungkinkan satu kata memiliki bergagam makna namun tetap bisa dilihat benang merahnya. Dari redaksi hadis nabi tentang fitrah anak, maka yang bertanggung jawab terhadap kefitrahan anak adalah kedua orang tuanya -abawaahu(ابواه).

Kata abawaahu yang kemudian diterjemahkan sebagai kedua orang tuanya berasal dari kata abawaan(ابوان) bentuk mutsanna (dobel) dari kata abun(اب) yang berarti bapak. Sehingga kata abawaan pada dasarnya bermakna dua orang bapak. Digunakannya kata abawaan bukan waalidaan yang lazim digunakan dalam bahasa arab untuk merujuk orangtua ataupun lawan katanya waalidataan yang bermakna dua orang ibu menyiratkan makna bahwa seakan-akan rosulullah ingin menyampaikan pada kita bahwa tugas pengasuhan anak merupakan tugas yang amat berat yang tercermin dalam pemilihan kata dalam bentuk maskulin.

Dalam kitab almufrodaat fi ghoriibil quran karya Raghib Al Isfahani diuraikan bahwa kata abun -dalam berbagai bentuknya- dalam alquran tidak hanya bermakna bapak atau orang tua biologis melainkan juga terkadang berarti ulama yang memberikan pengajaran dengan ilmu atau pendidik. Hal ini tentu sangat sesuai dengan praktik yang terjadi di masyarakat dimana orang tua tidak sendirian dalam memberikan pengasuhan dalam rangka menjaga fitrah anak, melainkan bersama pendidik atau guru dalam lembaga formal maupun informal.

Baik orang tua maupun guru pendidik harus melakukan harmonisasi dalam tugas pengasuhan anak – tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Bukan seperti yang terjadi saat ini, seringkali tujuan pengasuhan anak di rumah dan di sekolah tidak seiring sejalan. Bahkan yang lebih parah seringkali orang tua abai dan seolah melakukan pembiaran dan menyerahkan sepenuhnya tugas pendidikan kepada guru. Oleh karenanya, jika orang tua tidak sanggup melakukan pengasuhan atau pendidikan secara mandiri, maka tugas orang tua untuk memilihkan lembaga pendidikan yang baik bagi ananda tercinta.

Perlu kita cermati juga kata abun yang tersusun dari alif dan ba sangat dekat dengan kata abbaa (ابا)yang bermakna segala sesuatu yang tumbuh dari permukaan bumi yang bisa diambil manfaatnya. Kalau kita kaitkan dengan kegiatan pengasuhan atau pendidikan anak,maka bukankah hakikat dan tujuan dari aktivitas menjaga fitrah -baik oleh orang tua maupun guru- adalah menjadikan anak bermanfaat bagi masyarakat juga lingkungannya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa fitrah anak terdiri dari fitrahnya sebagai hamba dan sebagai khalifah. Namun dewasa ini , kalau kita perhatikan, sebagian -kalau tidak mau dikatakan kebanyakan- fokus utama dari kegiatan pendidikan atau pengasuhan lebih tertuju kepada fitrah anak yang kedua yaitu menjadi khalifah di muka bumi serta cenderung menganggap remeh fitrah anak sebagai seorang hamba. Hal ini bertolak belakang dengan fokus utama pendidikan -menurut islam- yang tujuannya adalah menjaga fitrah anak sebagai seorang hamba. Coba perhatikan bagaimana ungkapan ya’qub a.s. ketika malaikat maut datang menjemput yang terekam dengan indah dalam alquran surat albaqoroh ayat 133, “wahai anakku apa yang akan kamu sembah sepeninggalku?”.

Disatu sisi anak adalah karunia terindah namun disisi lain ia menjadi cobaan bagi kedua orangtuanya -termasuk juga pendidik. Mudah-mudahan kita bisa fokus dan terus menerus mampu menjalankan peran kita sebagai orang tua maupun pendidik dapat menjaga kesucian fitrah anak yang menjadi amanah buat kita. Amin. Wallahu a’lam. (j.rosyidi)

http://www.insancendekia.org/grak/260-abawaahu-sang-penjaga-fitrah-anak



Praktek Manasik Haji PP Darul Funun : Dari Teori Menuju Praktek

Sarilamak (Inmas)–Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan serta mensinergikan pengetahuan teori dengan praktek Haji. Setiap tahunnya Ponpes Darul Funun Padang Japang melaksanakan praktek manasik haji bagi santri. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri Kelas X. Guru bertugas menjaga pos-pos dalam Manasik Haji, misalnya Pos Arafah, Muzdalifah, Pos Tahalul, dan lain sebagainya.

Nasrullah salah satu guru pembimbing mengatakan bahwa “Kegiatan ini bertujuan untuk implementasi materi pelajaran Haji dalam mata pelajaran Fiqih. Kegiatan ini diselenggarakan tiap tahun, pada semester satu. Sehingga, pihak Pondok Pesantren membuat peralatan sendiri berupa miniatur Kabah.

Praktek manasik haji ini dilaksanakan Minggu (6/11) bertempat dihalaman Pondok Pesantren Darul Funun dibimbing langsung oleh Bapak Adiaputra Pimpinan Ponpes Darul Funun Padang Japang serta dibantu oleh guru yang membidangi mata pelajaran Fiqih dan guru-guru lainnya. Praktek manasik haji ini bertujuan untuk memberi pengetahuan tentang haji di usia dini, serta mengenalkan tata cara haji yang baik”.

Lebih lanjut Adiputra menyampaikan, kegiatan praktek Haji merupakan upaya Pondok Pesantren untuk meningkatkan pemahamnan santri akan ibadah Haji yang secra teoritis telah diajarkan selama proses belajar dan mengajar. kita ingin santri tidak hanya memahami teorinya tapi juga menguasai prakteknya lanjuta Bapak mudah senyum ini.

Menuduk disampaikan pula, para santri sangat antusias dengan kegiatan ini, karena seluruh rangkaian kegiatan manasik dilaksanakan dengan mengunakan alat peraga sesuai dengan standar yang aslinya. Harapan saya agar peserta yang mengikuti manasik haji ini dapat lebih menmahami pelaksanaan ibadah Haji secara holigistik, harap Adiaputra.

Dihubungi terpisah Zakaria Kasi PD.Pontren Kemenag Lima Puluh Kota menyampaiakn, bahwa praktek manasik Haji di Ponpes Darul Funun diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas tentang prosesi haji dan umrah serta pelaksanaan ibadah haji di tanah suci.

Kalau selama ini materi-materi manasik telah disampaikan dalam pembelajaran di kelas, dengan praktek secara langsung di lapangan para santri akan lebih memahami bagaimana cara-cara thawaf, sai, saat wukuf di Arafah, saat melempar jumrah, serta pelaksanaan wajib, dan rukun haji lainnya, untuk itu manfaatkan latihan ini dengan sebaik-baiknya. tegas Zakaria

Kedepanya saya berharap agar kegiatan manasik Haji di Pondok Pesantren dapat dilaksanakan secara lebih baik lagi dengan melahirkan terobosan-terobosan baru, kita sedang mengodok konsep manasik Haji untuk santri, dengan konsep manasik haji serentak di tingkat Kabupaten, mudah-mudahan program ini dapat kita realisasikan tahun depan, pungkas Bapak pengemar olah raga ini. (BD/APP)|Mira



Tantangan Terbesar Generasi, Hidup Berdampingan dengan Masyarakat Global

Padang Japang (Inmas)–Ada hal yang berbeda pada Upacara Bendera pagi Senin di komplek PP Darul Funun Padang Japang (10/10). Pandan Wangi salah seorang alumni mengunjungi PP Darul Funun. Setelah Upacara Pandan Wangi diberikan kesempatan untuk menyampaikan motivasi kepada santri tentang pengalamannya, baik selama di Darul Funun maupun pengalaman saat menuntut ilmu di salah satu Universitas di Batam saat ini.

Wangi panggilannya, memaparkan tantangan terbesar generasi muda hari ini ialah kemampuan untuk hidup berdampingan dengan masyarakat global. Wangi percaya bahwa proses globaliasi telah mengantarkan manusia menjadi penduduk dunia yang salaing bergantung satu sama-lainya. Oleh sebab itu penguasan terhadap bahasa asing menjadi poin penting untuk terus berkarya di tengah pusaran globalisasi.

Besar harapan saya, kedepanya santri PP Darul Funun memiliki kompetensi bahasa asing yang kuat dan menjadi pembeda dengan lulusan madrasah lainya, hanya dengan menguasai bahasa kita mampu menguasai dunia ini, simpul Wangi yang selama menjadi santri Darul Funun berkilau prestasi.

Sementara itu Adia Putra, Pimpinan PP Darul Funun menjelaskan, saya bangga dengan capaian prestasi yang sudah diraih Pandan Wangi, harapan saya agar prestasi tersebut terus ditingkatkan serta ditularkan kepada santri lainya. Kepada para santri Bapak pengemar Bola Volly ini mengajak, agar meningkatkan kemampuan bahasa asing. Profil ideal lulusan PP Darul Funun kedepanya ialah mampu secara aktif dan pasif berbahasa dengan empat bahasa asing, harap Adi Putra.

Oleh sebab itu, PP Darul Funun sekarang sedang menyiapkan berbagai sarana, insprastruktur, program serta Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penguatan program bahsa asing tersebut lanjut pensiunan ASN Kemenag ini. Kita sedang merancang program bahasa untuk mewujudakan santri PP Darul Funun dengan empat konpetensi bahasa asing. Pengalaman saya sebagai guru bahasa Inggeris menjelaskan, bahwa pembelajaran bahsa asing yang paling efektif ialah melaui praktek sehari-hari, pungkas tokoh karismatik ini.

PP Darul Funun merupakan salah satu pondok pesantren di Limapuluh Kota bahkan di Sumatera Barat dengan sejarah panjang semenjak zaman pra kemerdekaan sampai saat ini tetap eksis sebagai lumbung ulama dan intelktual. Semoga tetap berlanjut. (Bedy/APP/Rina)



Kurban dan Hati Yang Tergerak

Didalam hari Ied Adha, ada dua perkara yang titik beratkan oleh Allah terhadap hambanya, yakni: shalat ied dan berkurban. Maka dirikanlah shalat karena rabbmu dan berkorbanlah (Surat Al-Kautsar : 2).

Hari raya kurban sendiri tidak dapat dipisahkan dari satu teladan yang diberikan oleh nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail, dimana keduanya berusaha memenuhi mimpi bahwa Allah meminta nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya.

… (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.’ Dia (Ismail) menjawab:  ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,’” (QS As-Shaffat [37]: 102)

Allah tidak hadir secara langsung pada mimpi nabi Ibrahim, dan Allah tidak juga hadir secara langsung ketika ayah dan anak tersebut berada dalam satu drama perbincangan yang direkam sangat indah dalam ayat Al-Quran.

Yang kemudian dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan ayah dan anak ini ditemui oleh iblis yang menyamar sebagai manusia, dan menghalangi-halangi keduanya dengan perandai-andaian yang meragukan, akan tetapi tekad ayah dan anak ini tidak menyisakan satu ruang pun untuk sebuah keragu-raguan.

Hingga prosesi penyembelihan yang tidak berhasil, barulah kemudian Allah hadir dengan mengganti kurban tersebut dengan seekor kambing.

Tuan dan Puan sekalian, kemudian kita bertanya, apakah yang membuat nabi Ibrahim tergerak? apa yang membuat seorang ayah bisa mengorbankan anaknya?

Pertanyaan serupa kepada diri kita, apa yang membuat semua manusia tergerak? apa yang membuat anak berbakti kepada orang tuanya? apa yang membuat satu manusia menolong manusia lainnya? apakah yang membuat kita semua tergerak sejatinya?

Kita sering menyebutnya dengan keyakinan, yakni iman, perkara abstrak yang terletak pada hati yang nyata secara fisik.

Dada yang bergetar ketika disebutkan orang-orang yang kita sayangi, ataupun perkara-perkara yang kita yakini, dan dari kesemua itu tidak ada yang lebih besar dari bergetarnya hati kita karena disebut, ataupun menyebut, diingatkan ataupun mengingat, diatasnamakan ataupun mengatasnamakan Allah rabbul alamin, tuhan sekalian alam.

Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)

Inilah nabi Ibrahim, yang memberikan teladan atas keimanan, teladan atas hati yang tergerak, hati yang tersentuh, hati yang rapuh atas sebuah kalimat, Allah. Hingga pantaslah beliau diabadikan dalam Al-Quran sebagai khalilullah, kekasihnya Allah. Manusia yang lunak hatinya dan tergerak ketika disebutkan, diatasnamakan, diingatkan tentang Allah.

Di dalam Al-Quran disebutkan ad-dzikr,  mengingat. Jika hati sudah teringat dan tergerak, maka tergeraklah seluruh anggota badannya, jika hati sudah meletakkan keyakinan, maka bergeraklah seluruh anggota badan mengerjakan amalnya.

Tuan dan Puan sekalian, tanda-tanda hati yang tergerak adalah dia hati (jantung) berdegub, bergetar ketika disebutkan

“Di dalam jasad terdapat segumpal daging. yang jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad, yang jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ia adalah hati (jantung).”

Sebagaimana dicontohkan oleh nabi Ibrahim atas pengorbanannya, apakah dengan berkurban kita merasakan tergeraknya hati kita karena mengingat Allah, berdegubkah jantung kita saat mengucapkan: Bismillahi, allahumma taqabbal minna, dengan namamu ya Allah, terimalah kurban dari kami.

Wallahualam, yang maha mengetahui yang gaib tersembunyi dalam hati dan yang maha melunakkan hati. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang selalu tergerak hatinya.

Iedul Mubarak, selamat hari raya Kurban dan semoga Allah menerima pengorbanan kita.

Sumber: http://www.insancendekia.org/grak/156-kurban-dan-hati-yang-tergerak



Khatam Quran MDTA Nahdah

Alhamdulillah pada hari ini, kami turut bergembira dan bersyukur kepada Allah ar-rabbul alamin yang memperkenankan anak-keponakan dan siswa-siswi kami untuk mengkhatamkan Al-Quran, semoga Allah berikan cahaya, keberkahan kepada keluarga dan khususnya diri mereka.

Allahumma muqimmash shallah, wa dzuriyati, allahumma taqabbal du’a…



Tingkatan dan Jenis Hadits

Klasifikasi Hadits berdasarkan pada Kuat Lemahnya Berita

Berdasarkan pada kuat lemahnya hadits tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu hadits maqbul (diterima) dan mardud (tertolak). Hadits yang diterima terbagi menjadi dua, yaitu hadits yang shahih dan hasan. Sedangkan yang tertolak disebut juga dengan dhaif.

1. Hadits Yang Diterima (Maqbul)

Hadits yang diterima dibagi menjadi 2 (dua):

1. 1. Hadits Shahih

1. 1. 1. Definisi:

Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah:

Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.

Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah:

Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.

1. 1. 2. Syarat-Syarat Hadits Shahih:

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

  • Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
  • Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya
  • Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
  • Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
  • Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.

1. 2. Hadits Hasan

1.2.1. Definisi

Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkansecara istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang disebutkan berikut ini:

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar menuliskan tentang definisi hadits Hasan:

Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya keganjilan.

At-Tirmizy dalam Al-Ilal menyebutkan tentang pengertian hadits hasan:

Hadits yang selamat dari syuadzudz dan dari orang yang tertuduh dusta dan diriwayatkan seperti itu dalam banyak jalan.

Al-Khattabi menyebutkan tentang pengertian hadits hasan:

Hadits yang orang-orangnya dikenal, terkenal makhrajnya dan dikenal para perawinya.

Yang dimaksud dengan makhraj adalah dikenal tempat di mana dia meriwayatkan hadits itu. Seperti Qatadah buat penduduk Bashrah, Abu Ishaq as-Suba’i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha’ bagi penduduk kalangan Makkah.

Jumhur ulama: Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi) tidak begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan matannya.

Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.

1.2.2. Klasifikasi Hadits Hasan

Hasan Lidzatih

Yaitu hadits hasan yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Atau hadits yang bersambung-sambung sanadnya dengan orang yang adil yang kurang kuat hafalannya dan tidak terdapat padanya sydzudz dan illat.

Di antara contoh hadits ini adalah:

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

Seandainya aku tidak memberatkan umatku, maka pasti aku perintahkan untuk menggosok gigi setiap waktu shalat

Hadits Hasan lighairih

Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Ringkasnya, hadits hasan li ghairihi ini asalnya adalah hadits dhaif (lemah), namun karena ada ada mu’adhdhid, maka derajatnya naik sedikit menjadi hasan li ghairihi. Andaikata tidak ada ‘Adhid, maka kedudukannya dhaif.

Di antara contoh hadits ini adalah hadits tentang Nabi SAW membolehkan wanita menerima mahar berupa sepasang sandal:

أرضيت من نفسك ومالك بنعلين؟ قالت: نعم، فأجاز “Apakah kamu rela menyerahkan diri dan hartamu dengan hanya sepasang sandal ini?” Perempuan itu menjawab, “Ya.” Maka nabi SAW pun membolehkannya.

Hadits ini asalnya dhaif (lemah), karena diriwayatkan oleh Turmuzy dari ‘Ashim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amr. As-Suyuti mengatakan bahwa ‘Ashim ini dhaif lantaran lemah hafalannya. Namun karena ada jalur lain yang lebih kuat, maka posisi hadits ini menjadi hasan li ghairihi.

Kedudukan Hadits Hasan adalah berdasarkan tinggi rendahnya ketsiqahan dan keadilan para rawinya, yang paling tinggi kedudukannya ialah yang bersanad ahsanu’l-asanid.

Hadits Shahih dan Hadits Hasan ini diterima oleh para ulama untuk menetapkan hukum (Hadits Makbul).

Hadits Hasan Naik Derajat Menjadi Shahih

Bila sebuah hadits hasan li dzatihi diriwayatkan lagi dari jalan yang lain yang kuat keadaannya, naiklah dia dari derajat hasan li dzatihi kepada derajat shahih. Karena kekurangan yang terdapat pada sanad pertama, yaitu kurang kuat hafalan perawinya telah hilang dengan ada sanad yang lain yang lebih kuat, atau dengan ada beberapa sanad lain.

* * *

2. Hadits Mardud (Tertolak)

Setelah kita bicara hadits maqbul yang di dalamnya adahadits shahih dan hasan, sekarang kita bicara tentang kelompok yang kedua, yaitu hadits yang tertolak.

Hadits yang tertolak adalah hadits yang dhaif dan juga hadits palsu. Sebenarnya hadits palsu bukan termasuk hadits, hanya sebagian orang yang bodoh dan awam yang memasukkannya ke dalam hadits. Sedangkan hadits dhaif memang benar sebuah hadits, hanya saja karena satu sebab tertentu, hadis dhaif menjadi tertolak untuk dijadikan landasan aqidah dan syariah.

2.1 Definisi:

Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan.

Hadits Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan dasar hukum.

2.2. Penyebab Tertolak

Ada beberapa alasan yang menyebabkan tertolaknya Hadits Dhaif, yaitu:

2.2.1 Adanya Kekurangan pada Perawinya

Baik tentang keadilan maupun hafalannya, misalnya karena:

  • Dusta (hadits maudlu)
  • Tertuduh dusta (hadits matruk)
  • Fasik, yaitu banyak salah lengah dalam menghafal
  • Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal
  • Menyalahi riwayat orang kepercayaan
  • Tidak diketahui identitasnya (hadits Mubham)
  • Penganut Bid’ah (hadits mardud)
  • Tidak baik hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)

2.2.2. Karena Sanadnya Tidak Bersambung

  • Kalau yang digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq
  • Kalau yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal
  • Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
  • Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’

2. 2. 3. Karena Matan (Isi Teks) Yang Bermasalah

Selain karena dua hal di atas, kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi karena kelemahan pada matan. Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’

Oleh karenanya para ulama melarang menyampaikan hadits dhaif tanpa menjelaskan sanadnya. Adapun kalau dengan sanadnya, mereka tidak mengingkarinya

2.3. Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif

Segenap ulama sepakat bahwa hadits yang lemah sanadnya (dhaif) untuk masalah aqidah dan hukum halal dan haram adalah terlarang. Demikian juga dengan hukum jual beli, hukum akad nikah, hukum thalaq dan lain-lain.

Tetapi mereka berselisih faham tentang mempergunakan hadits dha’if untuk menerangkan keutamaan amal, yang sering diistilahkan dengan fadhailul a’mal, yaitu untuk targhib atau memberi semangat menggembirakan pelakunya atau tarhib (menakutkan pelanggarnya).

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim menetapkan bahwa bila hadits dha’if tidak bisa digunakan meski hanya untuk masalah keutamaan amal. Demikian juga para pengikut Daud Azh-Zhahiri serta Abu Bakar Ibnul Arabi Al-Maliki. Tidak boleh siapapun dengan tujuan apapun menyandarkan suatu hal kepada Rasulullah SAW, sementara derajat periwayatannya lemah.

Ketegasan sikap kalangan ini berangkat dari karakter dan peran mereka sebagai orang-orang yang berkonsentrasi pada keshahihan suatu hadits. Imam Al-Bukhari dan Muslim memang menjadi maskot masalah keshahihan suatu riwayat hadits. Kitab shahih karya mereka masing-masing adalah kitab tershahih kedua dan ketiga di permukaan muka bumi setelah Al-Quran Al-Kariem.

Senjata utama mereka yang paling sering dinampakkan adalah hadits dari Rasulullah SAW:

Siapa yang menceritakan sesuatu hal dari padaku padahal dia tahu bahwa hadits itu bukan haditsku, maka orang itu salah seorang pendusta. (HR Bukhari Muslim)

Sedangkan Al-Imam An-Nawawi rahimahulah di dalam kitab Al-Adzkar mengatakan bahwa para ulama hadits dan para fuqaha membolehkan kita mempergunakan hadits yang dhaif untuk memberikan targhib atau tarhib dalam beramal, selama hadits itu belum sampai kepada derajat maudhu’ (palsu).

Namun pernyataan beliau ini seringkali dipahami secara salah kaprah. Banyak yang menyangka bahwa maksud pernyataan Imam An-Nawawi itu membolehkan kita memakai hadits dhaif untuk menetapkan suatu amal yang hukumnya sunnah.

Padahal yang benar adalah masalah keutamaan suatu amal ibadah. Jadi kita tetap tidak boleh menetapkan sebuah ibadah yang bersifat sunnah hanya dengan menggunakan hadits yang dhaif, melainkan kita boleh menggunakan hadits dha’if untuk menggambarkan bahwa suatu amal itu berpahala besar.

Sedangkan setiap amal sunnah, tetap harus didasari dengan hadits yang kuat.

Lagi pula, kalau pun sebuah hadits itu boleh digunakan untuk memberi semangat dalam beramal, maka ada beberapa syarat yang juga harus terpenuhi, antara lain:

  1. Derajat kelemahan hadits itu tidak terlalu parah. Perawi yang telah dicap sebagai pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta atau yang terlalu sering keliru, maka haditsnya tidak bisa dipakai. Sebab derajat haditsnya sudah sangat parah kelemahannya.
  2. Perbuatan amal itu masih termasuk di bawah suatu dasar yang umum. Sedangkan sebuah amal yang tidak punya dasar sama sekali tidak boleh dilakkan hanya berdasarkan hadits yang lemah.
  3. Ketika seseorang mengamalkan sebuah amalan yang disemangati dengan hadits lemah, tidak boleh diyakini bahwa semangat itu datangnya dari nabi SAW. Agar kita terhindar dari menyandarkan suatu hal kepada Rasulullah SAW sementara beliau tidak pernah menyatakan hal itu.

Demikian sekelumit informasi singkat tentang pembagian hadits, dilihat dari sudut apakah hadits itu bisa diterima ataukah hadits itu tertolak.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc
Source: Eramuslim



Hari Arafah, 9 Dzul Hijjah 1437 H

Apa yang hendak kita lakukan pada hari ini?

Untuk diingat …

Malam yang dikenal dengan Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, tidaklah kita ketahui kapan persisnya terjadi..

Berbeda dengan hari Arafah, kita telah mengetahui jauh hari sebelumnya: kapan persisnya

Jika pada Lailatul Qadar yang turun adalah para malaikat, maka ketahuilah bahwa pada hari Arafah Allah SWT lah yang akan turun.

Saking mulianya hari Arafah ini, para salaf menabung seluruh keperluan (hajat) khas mereka, juga keperluan (hajat) umat secara umum, ditabung untuk dibuka pada hari Arafah ini.

Yang demikian ini mereka lakukan, mengingat betapa besar nan agung kemurahan Allah SWT pada hari Arafah ini

Juga, betapa Allah SWT akan meng-ijabah segala macam do’a yang dipanjatkan oleh para hamba-Nya pada hari Arafah ini.

Betapa banyaknya keinginan dan cita-cita akan terwujud pada hari Arafah ini! Betapa banyaknya harapan akan terwujud pada hari Arafah ini! Betapa banyaknya do’a akan terkabul pada hari Arafah yang penuh berkah ini.

Oleh karena itu …

Jika memungkinkan bagimu untuk berkhalwat, menyendiri, minimal pada sore hari Arafah. Dengan berdzikir, berdo’a, beristighfar dan membaca Al-Qur’an …

Maka lakukanlah, minimal pada sore hari Arafah, mulai dari selesai shalat Ashar, sampai maghrib. Dorong dan ajak orang-orang di sekelilingmu untuk melakukannya …

Jangan lupa pula untuk berpuasa di hari Arafah ini, sebab Rasulullah SAW bersabda:

«… صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ …» (رواه مسلم [1162]).

Berpuasa pada hari Arafah, saya mempunyai dugaan (keyakinan) kepada Allah SWT bahwa ia menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. (HR Muslim [1162]).

Rasulullah SAW juga bersabda:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (رواه الترمذي [3585]، وحسنه الألباني)

Sebaik-baik do’a adalah do’a pada *_hari Arafah_*, dan sebaik-baik ucapkan yang aku dan para nabi sebelumku lakukan adalah ucapan: La ilaha illaLlah, wahdahu la syarika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syai-in qadir (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Dia Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah seluruh kerajaan, dan milik-Nya lah seluruh pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). (HR At-Tirmidzi [3585] dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Terkait dengan terkabulnya do’a pada hari Arafah, seorang shalih berkata: “demi Allah, aku tidak berdo’a dengan suatu do’a pada hari Arafah, dan belum sampai genap satu tahun, kecuali apa yang aku pinta telah aku saksikan sebagai kenyataan seterang terbitnya fajar.

Oleh karena itu, perbaiki lah do’a untuk diri kalian, orang tua kalian, istri (suami) kalian, anak-anak kalian dan kerabat kalian.

Jangan lupa juga do’a untuk saudara-saudara kalian yang sedang berjihad untuk mendapatkan hak-hak mereka, di Palestina, di Syuria dan di belahan bumi lainnya.

Beri hak do’a kalian untuk kaum yang tertindas dan lemah, dari seluruh dunia Islam.

Jangan pula lupakan kaum muslimin yang tertekan, terintimidasi, terkerangkeng dalam jeruji tahanan orang-orang zhalim.

Siapa tahu, do’a dari seorang waliyullah (dan antum lah yang dimaksud), baik lelaki ataupun perempuan, do’a itulah yang akan mengubah sejarah umat Islam dengan kemenangan, kegembiraan, rasa aman dan tamkin … dengan seijin Allah SWT.

Berdo’alah dengan penuh kekhusyu’an dan keyakinan (kemantapan) yang sempurna kepada Allah SWT bahwa akan diijabah.

Dan akan semakin kuat lagi peluang terkabulnya jika do’a itu didahului oleh sedekah dan infak fi sabilillah serta berbagai amal shalih lainnya.

Dan orang yang benar-benar merugi, adalah mereka yang pada hari Arafah ini tidak mendapatkan apa-apa dikarenakan kelalaiannya.

Imam Al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya, jika Allah SWT mencintai seseorang, maka Allah SWT akan mempergunakannya di waktu-waktu fadhilah (utama) dengan amal-amal yang fadhilah (utama) pula, dan pertanda bahwa seseorang tidak disukai Allah SWT adalah bahwa orang itu mengisi waktu-waktu utama dengan amal-amal yang buruk!!”. (Ihya’ Ulumiddin [1/188]).

Semoga Allah SWT senantiasa berikan kepada kita kekuatan, taufik dan hidayah untuk mengisi waktu-waktu utama dengan amal terbaik, serta menjauhkan kita dari perbuatan buruk, amin.

Musyaffa Abdurrahim



Cacing Pita di dalam Sapi, berbahayakah?

Segera setelah hewan qurban disembelih dan organ dalam dikeluarkan (evisceration), dokter hewan bertugas memeriksa kondisi HATI dan LIMPA hewan kita. Mereka memastikan apakah ada tanda2 penyakit hewan berbahaya, seperti penyakit ANTHRAX. (Jazakallah kepada tim dokter hewan yang istiqomah bertugas).

Namun adakalanya kita sendiri melihat ada cacing pada hati sapi, kita menyebutnya cacing pita. Cacing yg bentuknya tipis memanjang seperti pita tersebut memang sering berkeliaran di rongga2 hati sapi. Sebagai orang awam, kadang kita menganggapnya berbahaya, padahal tidak. Bahkan ada yg ketakutan dan menganggapnya seolah-olah sama dgn cacing pita babi yg sangat berbahaya itu…

Ini kalau ingin lihat video cacing pita BABI (http://animal.discovery.com/tv-shows/monsters-inside-me/videos).

Namun, sifat cacing pita sapi (Taenia saginata) maupun cacing hati sapi (Fasciola hepatica) sangat berbeda dengan cacing pita babi (Taenia solium). Perbedaannya:

a. Cacing pita sapi menjadikan tubuh sapi sebagai tempat persinggahan pertama dan terakhir. Sebaliknya, cacing pita babi menjadikan tubuh babi sebagai tempat persinggahan pertama dan masih bisa bermigrasi di tempat yg lain (seperti manusia).

b. Ukuran cacing pita sapi besar dan bisa dilihat dgn mata telanjang (lebar 0,2-0,7cm & panjang 2-7cm). Kalau cacing pita babi itu sangat kecil, bahkan telurnya mikroskopis (tidak bisa dilihat tanpa mikroskop).

c. Dengan direbus, cacing hati sapi akan langsung MATI dan AMAN dikonsumsi. Namun, kalau cacing pita babi tidak akan mati meski dimasak hingga mendidih. Jika kita mengkonsumsi daging babi yg tercemar telur cacing pita, di dalam tubuh ia menetas kemudian berkembang biak. Jika ia bertelur (ribuan), telur yg mikroskopis tadi bisa ikut aliran darah kemana-mana, bahkan bisa ke otak. Maka tidak heran kalau ada konsumen babi yg mengeluhkan rasa sakit luar biasa di kepalanya.

Na’udzubillaahi min dzaalika…

Semoga bermanfaat…
Allaahu a’lam bish-showwab

http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2001/taeniasis/solium2.html

Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P
Sumber: http://kibar-uk.org/2012/09/22/cacing-pita-di-dalam-sapi-berbahayakah/



Ponpes Darul Funun, Limapuluh Kota Targetkan 100 Kader Jurnalistik

Sarilamak, Inmas–Aula pertemuan Pondok Pesantren Darul Funun (DF), Minggu (21/08) sontak meriah dan dipenuhui santri, peserta pelatihan kader Jurnalistik. Diraut muka peserta tergambar rasa antusias untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan satu hari penuh. Para peserta seperti menemukan sumber mata air yang akan menghapus dahaga mereka tentang pengetahuan jurnalisme.

H. Adia Putra Pimpinan PP Darul Funun dalam sambutanya menyampaikan, kegiatan pelatihan jurnalistik diharapkan mampu menjadi wahana bagi santri yang memiliki minat jurnalisme untuk mengembangkan potensi tersebut. Menukuk dijelaskan media merupakan alat untuk berdakwah yang harus dikuasai secara baik oleh para santri. Berdakwah akan jauh lebih efektif bila kita mampu menguasai media informasi yang ada, azamkan niat anak-anak semua untuk sungguh-sungguh menguasai media lanjut Bapak pensiunan Kemenag ini.

Selanjutnya diurai kemampuan menulis, baik tulisan fiksi maupun non fisik bagi santri akan menjadi bekal dalam perjalanan kehidupan kedepanya. Bapak meyakini setiap santri/wati pasti memiliki potensi yang harus dikembangkan dan pelatihan hari ini merupakan bagian dari upaya memcetak kader jurnalisme yang handal, Darul Funun targetkan 100 Kader jurnalistik untuk tahun ini, pungkas Bapak mudah senyum ini.

Pelatihan jurnalistik dengan tema Mengenal Jurnalistik; dari Praktek ke Teori, dalam pelaksanaanya peserta pelatihan dibagi menjadi empat kelompok. Dimana setiap kelompok ditargetkan dapat menerbitkan mading di akhir pelatihan. Mading tersebut setidaknya membuat sepuluh komponen yang sudah disepakati antara peserta dan nara sumber. Mading harus membuat, berita pendek, liputan khusus, profil tokoh, hasil wawancara, karikatur, puisi, hiburan, pengumuman, sambutan redaksi dan kosa kata dalam bahasa asing.

Setelah menerima materi pelatihan dalam ruangan, para peserta langsung dituntun dalam praktek yang dilaksanakan diluar ruangan, mulai dari praktek membuat berita serta praktek fotografi. Selama proses pembuatan tugas (Mading_red) para peserta tampak didampingi nara sumber yang selalu membantu para peserta.

Tepat pukul 15.30 seluruh kelompok telah menyelasaikan bahan mading mereka. Secara berjamaah dan didampingi nara sumber para peserta mengevaluasi seluruh hasil karya yang telah mereka kerjakan. Alfhia Parma yang didaulat sebagai nara sumber tampak sumringah dengan hasil pekerjaan peserta. Secara umum hasil dari pelatihan hari ini sangat memuaskan kita semua adik-adik peserta tinggal memperbanyak jam terbang dalam membuat berita, sehingga berita tersebut semakin hidup.

Poin khusus untuk peserta yang memiliki bakat karikatur agar terus diasah dan dikembangkan, Kakak apresiasi bakat karikatur yang ada pada adik-adik peserta, terakhir Kakak mengajak seluruh peserta untuk terus berkarya dan berkaya terus. Kita semua memiliki tanggung jawab sejarah yang sama besar dalam mengukir prestasi di lembaga umat ini, pungkas mantan penggurus Lembaga Pres Mahasiswa Islam (Lapmi) ini. (APP/Rina)

Sumber: https://sumbar.kemenag.go.id/berita/395788/ponpes-darul-funun-limapuluh-kota-targetkan-100-kader-jurnalistik



Pelepasan Alumni DFA 2015/2016 ke PTN/PTS

Setelah upacara pagi Senin (5/9), pimpinan dfa Bapak Drs. Adiaputra didampingi majelis guru, secara resmi melepas alumni 2015/2016 memasuki perguruan tinggi, “Kami ucapkan syukur kepada Allah dan terima kasih kepada dfa yang telah memberi kami kesempatan meraih cita-cita yang akan kami raih”. sepatah kata dari perwakilan alumni yang disampaikan oleh Debi Noferantes.

“Kami sangat bangga dengan apa yang diraih dfa saat ini, karena lulus tidak perguruan tinggi di daerah saja melainkan ada juga yang di Jawa, bahkan sampai ke luar negeri, ini seharusnya menjadi contoh yang akan diikuti adik-adiknya nanti, juga harus tetap istiqomah dalam mengejar cita-cita dan memajukan negeri. Alumni diharapkan selalu menjaga hubungan dan silaturahmi agar memudahkan adik-adik memasuki perguruan tinggi nantinya.” ujar Bapak Adi. (debi)



Majalah Al-Imam #01 2016

Alhamdulillah Setelah mengadakan pelatihan jurnalistik tingkat dasar, segenap redaktur majalah Al-Fajar sepakat akan menerbitkan majalah untuk Perguruan Darul Funun El-Abbasiyah, namun majalah ini tidak akan bisa menyapa pembaca (kawan-kawan) semua tanpa ada dukungan dan partisipasi kawan-kawan Tidak dengan materi berupa dana, bisa dengan kritik, saran atau karya-karya tulis kawan-kawan.

Jadi kami segenap redaktur mengucapkan terima kasih atas dukungannya, dan kami menunggu partisipasi kawan-kawan DITUNGGU..

Al-Imam #01 – Darul Funun El-Abbasiyah on Scribd